Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

19

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis )
2.1.1. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan
oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru,
dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel
dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau
partikel yang berbahaya menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease,2011).
Penyakit Paru Obsrusi Kronis adalah penyakit paru kronis yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan keduanya ( Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia 2011 ).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya obstruksi saluran napas yang umumnya bersifat progresif, berhubungan dengan bronkitis
kronis atau emfisema, dan dapat disertai dengan hiperaktivitas dari saluran napas yang
reversibel. PPOK adalah kelainan spesifik dengan perlambatan arus udara ekspirasi maksimal
yang terjadi akibat kombinasi penyakit jalan napas dan emfisema, umumnya perjalanan penyakit


20

kronik progesif dan irreversibel serta tidak menunjukan perubahan yang berarti dalam
pengamatan beberapa bulan menurut ATS/ERS (American Thoracic Society/ Europen Respiratry
Society , 2012).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah sebuah istilah keliru yang sering dikenakan pada
pasien yang menderita emfisema, bronkitis kronis, atau campuran dari keduanya. Ada banyak
pasien yang mengeluh bertambah sesak napas dalam beberapa tahun dan ditemukan mengalami
batuk kronis, toleransi olahraga yang buruk, adanya obstruksi jalan napas, paru yang terlalu
mengembang, dan gangguan pertukaran gas (John B. West, 2010).

2.1.2. Epidemiologi
Data prevalensi PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap Negara di
seluruh dunia tahun 2000, prevalensi PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu
usia > 45 tahun. Pada 2010 data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK bervariasi dari
7,8%-32,1% di beberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%,
yang terendah 3,5 % di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam . Untuk
Indonesia, penelitian COPD Working Group pada tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik
menunjukkan estimasi prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6%. Pada tahun 2000 PPOK

menduduki peringkat ke 5 dari jumlah penderita yang berobat jalan dan menduduki peringkat 4
dari penderita yang dirawat.
Kunjungan rawat jalan pasien PPOK di RS meningkat dari 616 pada tahun 2000 menjadi
1735 pada tahun 2007. Prevalensi PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan
peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia , pergeseran pola penyakit infeksi yang
menurun sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan
polusi udara. merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.
Berdasarkan hasil penelitian prevalensi PPOK meningkat dari tahun ke tahun, dari sekitar
6% di periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di periode tahun 2000-2007.Penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di
seluruh dunia.

21

Tabel 2.1 : Prevalensi PPOK di negara miskin ( WHO 2011 )

Meskipun demikian, PPOK masih sering diremehkan baik oleh petugas
kesehatan maupun oleh penderita.

2.1.3.Faktor Risiko

Faktor risiko penyakit paru obstruksi kronik adalah hal-hal yang berhubungan dan atau
yang mempengaruhi/menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu.
Faktor risiko tersebut meliputi: a. Faktor pejamu (host), b. Faktor perilaku (kebiasaan) merokok,
c. Faktor lingkungan (polusi udara) (Zullies Ikawati's ,2010 ) , d.Faktor stress oksidatif , e.Faktor
Jenis Kelamin dan f. Indeks Brinkman dan Riwayat Merokok (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia hal 4,2003 ).

a. Faktor pejamu (host)
Faktor pejamu (host) meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru.
Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease
inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi.
Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak.
Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko
mendapatkan PPOK.

b. Perilaku (Kebiasaan) Merokok

22

Asap rokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi tertinggi

terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai
merokok, jumlah bungkus pertahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian.
Tidak seluruh perokok menjadi PPOK, hal ini mungkin berhubungan dengan faktor genetik.
Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK. Penggunaan
tembakau di Indonesia diperkirakan menyebabkan 70% kematian karena penyakit paru kronis
dan emfisema. Lebih dari setengah juta penduduk Indonesia menderita karena penyakit saluran
pernapasan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau pada tahun 2001.
Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response.
Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Index Brikmann, yaitu jumlah konsumsi
batang rokok perhari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10
bungkus tahun artinya kalau seseorang itu merokok sehari sebungkus, dia menderita bronkitis
kronis minimal setelah 10 tahun merokok.
Kanker paru minimal 20 bungkus tahun artinya kalau sehari mengkonsumsi sebungkus
rokok berarti setelah 20 tahun merokok ia bisa terkena kanker paru. Indonesia merupakan negara
terbesar ke-7 di dunia yang memproduksi tembakau. Dari segi konsumsi, Indonesia merupakan
negara ke-5 di dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia, dengan 31,5% prevalensi
merokok, 80% diantaranya mengkonsumsi rokok kretek, dan lebih dari 60% berada di daerah
pedesaan. Pada tahun 2002, jumlah rokok yang dihisap penduduk Indonesia mencapai lebih 200
miliar batang.


c. Faktor Lingkungan (Polusi Udara)
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap
kompor, briket batu bara, asap kayu bakar, asap obat nyamuk bakar, dan lain-lain), polusi di luar
ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan,
kebakaran hutan, gunung meletus, dan lain-lain, dan polusi ditempat kerja (bahan kimia, debu/zat
iritasi, dan gas beracun). Pajanan yang terus menerus oleh gas dan bahan kimia hasil industri
merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum
jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap rokok. Sedangkan polusi dalam ruangan (indoor
polution) yang disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah
tangga merupakan faktor risiko lainnya. Riwayat infeksi berat semasa anak–anak berhubungan

23

dengan penurunan faal paru dan meningkatkan gangguan pernapasan saat dewasa. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh hiperesponsif jalan napas dan infeksi virus. Status sosioekonomi
merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi
yang tidak adekuat pada rumah tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan
sosioekonomi.

d. Stres Oksidatif.

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh paruparu. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik
maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan
menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada
paru-paru.

e.Jenis Kelamin.
Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK. Pada
beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria
di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan bahwa
ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat beberapa
studi yang mengatakan bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok
dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan pada zaman sekarang ini.

f.Derajat Indeks Brinkman dan Riwayat Merokok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkmann (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
Riwayat merokok :

- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok

24

2.1.4.Etiologi
Berbeda dengan asma, penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang
bersifat ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan
gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiologi PPOK yang utama adalah emfisema, bronkitis
kronik, dan perokok berat dan infeksi saluran nafas. Yang karakteristik dari bronkitis kronik
adalah adanya penyempitan dari dinding bronkus (diagnosis fungsional), sedangkan dari
emfisema adalah diagnosis histopatologinya, sementara itu pada perokok berat adalah diagnosis
kebiasaan merokoknya (habit ).
Terdapat hubungan antara infeksi saluran napas terhadap eksaserbasi akut PPOK bahwa
dijumpai respon imun spesifik terhadap strain bakteri dan kenyataan bahwa eksaserbasi bakterial
berhubungan dengan inflamasi neutrofil, seperti yang tampak pada PPOK umumnya (Reilly,
J.J., Jr., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., 2008).

2.1.5.Klasifikasi PPOK


Tabel 2.2. Klasifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan

Derajat I

Ringan

Ringan

Derajat 0

50≤

70≤

60≤VEP1

Dokumen yang terkait

Prevalensi Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009-2012

1 66 71

Prevalensi Penyakit Invaginasi pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan Periode 2006 – 2009

1 53 39

Karakteristik Umum Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009

1 34 78

Gambaran Tingkat Depresi pada Pasien HIV/AIDS di Pusat Pelayanan Khusus RSUP Haji Adam Malik Medan

9 44 76

Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

3 7 80

Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 14

Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 2

Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 4

Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 2

Korelasi Derajat Obstruksi Saluran Napas Dengan Jenis Rokok Pada Penderita Ppok Stabil Pada Pasien Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 15