Implementasi UU No.9 Tahun 1995 Tentang

”Implementasi UU No.9 Tahun 1995 Tentang Program

Pemberian Dana Usaha Mikro Kecil Menengah Terhadap

Peningkatan Kualitas Perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara”

Disusun Oleh :

GURUH SYAH PUTRA SIHITE 1403100201 P FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN 2017

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan sosial masyarakat dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain aspek ekonomi, aspek politik, aspek social dan lain-lain. Salah satu yang paling mempengaruhi kehidupan masyarakat adalah aspek ekonomi, karena aspek ini berkaitan dengan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah harus mengembangkan pembangunan di sektor ekonomi. Salah satunya dengan cara meningkatkan perekonomian masyarakat dengan pengembangan sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), karena usaha mikro kecil menengah sendiri salah satu penggerak perekonomian dan sebagai solusi terhadap ekonomi di Indonesia.

Usaha mikro kecil menengah merupakan kegiatan ekonomi masyarakat dengan skala kecil (usaha menengah ke bawah), dan bukan dikuasai oleh beberapa orang atau pun kelompok orang. Usaha mikro kecil menengah sendiri untuk sampai saat ini telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Indonesia dan mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap produk domestik Indonesia, sehingga masyarakat lebih memilih produk dalam negeri dibandingkan dengan produk luar negeri. Karena kualitas produknya tidak kalah dengan produk luar negeri dan harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan produk luar negeri. Usaha mikro kecil menengah juga memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja.

Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro kecil menengah telah berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Hasil nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha mikro kecil menengah di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah dan rendahnya kualitas produk. Hal ini diakibatkan kurangnya modal usaha untuk mengembangkan usaha kecil menengah.

Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia mengakibatkan pengusaha-pengusaha kecil tidak mampu menjalankan uasahanya dengan baik. Secara garis besar tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dan menengah adalah rendahnya omset lebih kurang dari Rp

50 juta/bulan, sehingga mengakibatkan kelangsungan usaha pengusaha kecil dan menengah menjadi sangat rendah. Pengusaha kecil bukan hanya membutuhkan modal untuk mengembangkan usaha, namun juga modal untuk membantu kelancaran

ca shflow (aliran kas). Dalam hal ini, Dinas Koperasi dan Usaha mikro kecil dan menengah memberikan pelayanan untuk tempat memberikan pelayanan peminjaman dana usaha masyarakat atau memberikan kredit untuk modal usaha. Yang mekanisme pelaksanaan peminjamannya harus melalui proses pengajuan pendaftaran yang berbentuk profosal ke Dinas Koperasi dan usaha mikro kecil menengah, setelah itu pegawai dari dinas tersebut melakukan survei ke tempat usaha masyarakat tersebut, dan pegawai tersebut menilai layak tidaknya masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu Utara yang sudah mendaftar untuk mengembangkan usahanya untuk mendapatkan ca shflow (aliran kas). Dalam hal ini, Dinas Koperasi dan Usaha mikro kecil dan menengah memberikan pelayanan untuk tempat memberikan pelayanan peminjaman dana usaha masyarakat atau memberikan kredit untuk modal usaha. Yang mekanisme pelaksanaan peminjamannya harus melalui proses pengajuan pendaftaran yang berbentuk profosal ke Dinas Koperasi dan usaha mikro kecil menengah, setelah itu pegawai dari dinas tersebut melakukan survei ke tempat usaha masyarakat tersebut, dan pegawai tersebut menilai layak tidaknya masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu Utara yang sudah mendaftar untuk mengembangkan usahanya untuk mendapatkan

1. Proses pengajuan profosal pendaftaran untuk di ajukan

2. Jaminan dari peminjaman dana (yang berupa barang bergerak atau tidak bergerak)

3. Surat izin usaha tersebut

4. Foto copy KTP dari pemilik usaha Setelah seseorang tersebut memenuhi persyaratan peminjaman, maka pegawai UMKM baru bisa mengeluarkan dana yang dibutuhkan oleh peminjam. Berdasarkan uraian di atas tersebut maka penulis merasa tertarik untuk

meneliti tentang ”Implementasi UU No.9 Tahun 1995 Tentang Program Pemberian Dana Usaha Mikro Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kualitas Perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara ”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat digambarkan hasil penelitian, maka, dapat dirumuskan masalah tersebut, terkait dengan hal itu masalah adalah kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Rumusan masalah penelitian ini adalah : Seberapa Besar Pengaruh Peranan

Program Pemberian Dana Usaha Mikro Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Perkreditan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan mengukur tingkatan program pemberian dana usaha mikro kecil menengah di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara

b. Untuk mengetahui dan mengukur peranan kualitas pelayanan perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara.

c. Untuk mengetahui dan mengukur hubungan peranan program pemberian dana terhadap peningkatan kualitas pelayanan perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara.

2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Memberikan masukan bagi penulisan mengenai ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Sebagai bahan masukan, pedoman sekaligus bahan pertimbangan yang mungkin berguna dan bermanfaat untuk pelaksanaan program pemberian dana usaha dalam meningkatkan kualitas pelayanan perkreditan.

c. Sebagai bahan refrensi bagi pengembang atau peneliti selanjutnya.

D. Sistematika Penulisan

BAB I : berisikan Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II : berisikan tentang program usaha mikro kecil menengah (UMKM), teori Administrasi Negara atau pembangunan, prinsip pelayanan publik, hubungan program pemberian dana usaha terhadap peningkatan kualitas pelayanan perkreditan.

BAB III : berisikan persiapan dan pelaksanaan penelitian yang menguraikan tentang metode penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan lokasi penelitian

BAB IV : berisikan analisis data yang menguraikan pengujian data,

pembahasan atau analisis data dan pengujian hipotesis

BAB V : berisikan penutup yang menguraikan kesimpulan dan saran.

BAB II URAIAN TEORITIS

A. Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones, 1996:295).

Suatu program ditulis untuk memudahkan dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu output yang diinginkan oleh pembuat program. Program dapat dipakai berulang-ulang tanpa harus menulis kembali program tersebut (Sugiyono, 2005:21). Pengertian program adalah rancangan mengenai asas serta usaha (Binanto, 2009: 1)

B. Program Pemerintah

Pembahasan mengenai program pemerintah tidak dapat dilepaskan dengan aspek kebijakan. Menurut Dye (1992), kebijakan atau yang dalam hal ini adalah kebijakan publik secara prinsip dapat diartikan sebagai “ Wha tever government choose to do or not to do “. Hal tersebut diperkuat oleh Hogwood Pembahasan mengenai program pemerintah tidak dapat dilepaskan dengan aspek kebijakan. Menurut Dye (1992), kebijakan atau yang dalam hal ini adalah kebijakan publik secara prinsip dapat diartikan sebagai “ Wha tever government choose to do or not to do “. Hal tersebut diperkuat oleh Hogwood

Pengertian program pemerintah itu sendiri, menurut Jones (1996: 296), program pemerintah adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian tersebut menggambarkan bahwa program-program adalah penjabaran dari langkah-langkah dalam mencapai tujuan itu sendiri. Dalam hal ini, program pemerintah berarti upaya untuk mewujudkan kebijakan- kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan. Program-program tersebut muncul dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

C. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Usaha Mikro Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak Usaha Mikro Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

Anoraga (2002: 28) mengatakan bahwa usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha mikro menurut Bobo (2003: 68), merupakan kegiatan usaha yang dapat memperluas lapangan pekerjaan serta memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang medapatkan kesempatan utama, dukungan, perlindungan serta pengembangan yang secara luas sebagai wujud pihak yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa harus mengabaikan peranan usaha besar dan badan usaha milik pemerintah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pasal 3 disebutkan bahwa usaha mikro bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan ekonomi yang berkeadilan.

Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan upaya yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha adalah Rp 50 juta. Usaha mikro adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta.

Terdapat beberapa acuan definisi yang digunakan berbagai instansi di Indonesia , yaitu :

1. UU No. 9 Tahun 1995 mengatur tentang criteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap ( diluar tanah dan bangunan ) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No. 10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap ( di luar tanah dan bangunan ) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.

2. Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah batasan adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.

3. Depertemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industry kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar. Sementara itu usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang 3. Depertemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industry kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar. Sementara itu usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang

4. Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU no 9/1995, sedangkan untuk usaha menegah BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industry manufaktur (Rp 200 juta sampai dengan Rp 5 Miliar ) dan manufaktur (Rp 200 - Rp 60).

5. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1-5 orang. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 6-19 orang. Usaha menengah adalah usaha yang memiliki pekerja 20-99 orang dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

Menurut Isono (2001) bahwa Usaha mikro kecil dan menengah dalam perekonomian suatu Negara memiliki peran yang penting. Bukan hanya di Indonesia, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa posisi usaha mikro kecil menengah mempunyai peranan strategis di Negara-negara lain juga. Indikasi yang menunjukkan peranan usaha mikro kecil menengah itu dapat dilihat dari kontribusi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas sumber daya yang cukup berarti.

Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan upaya yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan upaya yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau

Ciri-ciri usaha mikro menurut Sartika dan Rachman (2002), yaitu:

1. Jenis barang usahanya tidak tetap,dapat berganti pada periode tertentu;

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, dapat berubah sewaktu-waktu;

3. Belum melaksanakan administrasi keuangan yang sederhana dan tidak memisahkan antara keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa enterpreuner yang memadai;

4. Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah;

5. Pada umumnya belum akses ke perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

6. Umumnya tidak mempunyai izin usaha atau prasyaratan legalitas lainnya termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Manajemen koperasi mempunyai sifat-sifat yang khusus, yang tidak di temukan pada perseorangan terbatas, yang semuanya ini bersumber pada sifat-sifat khusus dari tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh koperasi. Sifat-sifat khusus yang tidak ditemukan pada perseorangan terbatas tersebut adalah :

1. Tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi mengutamakan pemberian pelayanan kepada anggota-anggotanya.

2. Agar pengendalian koperasi tetap berada ditangan anggota sebagai perwujudan dari sifat demokratis dari koperasi dan menghindari terjadinya konsentrasi kekuasaan berada di beberapa tangan (Bobo, 2003).

Agar para anggota pelanggan mampu melaksanakan kekuasaan pengawasan secara efektif dan berpartisipasi secara aktif dalam kebijaksanaan manajemen dari koperasi yang terkait, mereka harus diberi informasi tentang pengelolaan dan kegiatan usaha. Selain itu, mereka harus mengikuti perkembangan masalah-masalah yang dihadapi koperasi. Di lain pihak, manajemen koperasi harus bisa memberikan kesempatan adanya pertukaran pemikiran secara tetap dan terbuka dengan anggota-anggota dan mendorong agar mereka berani mengemukakan pikiran-pikiran dan pendapatnya demi kepentingan anggota. Sifat yang pertama yaitu :

1. Memberikan pelayanan kepada anggota tersirat dalam tujuan koperasi

2. Pengawasan tetap berada di tangan anggota tersurat dan tersirat dalam azas koperasi yaitu azas demokrasi koperatif.

UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) pada masa sekarang telah diakui oleh berbagai pihak sehingga memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian nasional. Menurut Bank Indonesia ada beberapa peran strategis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) antara lain:

1. Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang besar dan terdapat dalam tiap-tiap sektor ekonomi;

2. Menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja;

3. Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau;

Pentingya peranan usaha mikro di negara Indonesia terkait dengan posisi strategis berbagai aspek yatitu terdiri atas:

1. Aspek permodalan Usaha mikro tidak memerlukan modal yang besar sehingga dalam pembentukkan usaha tidak akan sesulit perusahaan atau perseroan besar.

2. Tenaga kerja Tenaga kerja yang diperlukan untuk usaha ini tidak menuntut pendidikan formal atau tinggi tertentu.

3. Lokasi Sebagian besar usaha mikro berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar.

4. Ketahanan Peranan usaha mikro ini terbukti bahwa usaha mikro memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi (Sukirno, 2004).

Perkembangan Usaha Mikro di Indonesia tidak terlepas dari berbagai masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut tidak dapat berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antar wilayah atau lokasi, antar sentra, antar sektor, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan dan antar unit usaha dalam kegiatan Perkembangan Usaha Mikro di Indonesia tidak terlepas dari berbagai masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut tidak dapat berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antar wilayah atau lokasi, antar sentra, antar sektor, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan dan antar unit usaha dalam kegiatan

1. Kesulitan pemasaran Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan Usaha Mikro dan Kecil. Hasil studi lintas negara yang dilakukan James dan Akrasanee (dikutip Tambunan, 2002) di sejumlah negara ASEAN menunjukkan bahwa termasuk growth constrains yang dihadapi oleh banyak pengusaha kecil menengah (kecuali Singapura). Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan- tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun pasar ekspor. Selain itu, terbatasnya informasi banyak usaha kecil menengah, khususnya yang kekurangan modal dan SDM (Sumber Daya Manusia) serta berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolir dari pusat informasi, komunikasi, dan transportasi, juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standar-standar internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan.

2. Keterbatasan finansial Usaha mikro, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial : mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, seperti finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, 2. Keterbatasan finansial Usaha mikro, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial : mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, seperti finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat,

3. Keterbatasan sumber daya alam (SDM) Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntasi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Keterbatasan ini menghambat usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional.

4. Masalah Bahan Baku Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak Usaha Mikro di Indonesia. Keterbatasan ini dikarenakan harga baku yang terlampau tinggi sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya terbatas.

5. Keterbatasan Teknologi Usaha Mikro di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama atau tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi, khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro) disebabkan oleh 5. Keterbatasan Teknologi Usaha Mikro di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama atau tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi, khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro) disebabkan oleh

D. Aministrasi Negara

Tantangan besar yang di hadapi oleh Administrasi Negara adalah mengurangi laju pertumbuhan penduduk, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemerataan pembangunan antar wilayah, pengembangan secara konsisten, pembangunan berwawasan lingkungan, serta memelihara dan mengembangkan pranata sosial dan budaya Indonesia agar mampu mengantisipasi dampak pertumbuhan ekonomi yang cepat dan arus globalisasi yang sangat kuat. Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan kebijaksanaan pembangunan yang mantap di berbagai sector kehidupan, yang dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian hingga tahap penilaian. Semua itu tidak lepas dari kemampuan administrasi Negara/pembangunan dalam melakukan dan memelopori berbagai terobosan dan pembaharuan.

Perkembangan ilmu Administrasi Negara telah terjadi empat kali perubahan paradigma. Berikut gagasan utama dari keempat paradigma tersebut :

1. Paradigma Administrasi Negara Lama Merupakan awal perkembangan dari studi Administrasi Negara dengan tokoh Wodrow Wilson yang terkenal dengan konsepnya yaitu Dikotomi Politik-Administrasi. Proses pembuatan kebijakan adalah proses politik sedangkan pelaksanaan kebijakan adalah proses administrasi.

Istilah publik dalam Administrasi Negara Lama diartikan sebagai Negara, sehinggga membuat Administrasi Negara terfokus pada organisasi dan manajemen internal dari aktifitas-aktifitas pemerintah, seperti anggaran negara, manajemen kepegawaian, dan pelayanan jasa. Perkembangan paradigma Administrasi Negara lama :

a. Paradigma 1: Dikotomi Politik dan Administrasi Dalam paradigma ini dibedakan dengan jelas antara administras dan politik negara. Fokus dari Administrasi Negara terbatas pada masalah- masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam birokrasi dan pemerintaha, sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik dan kebijaksanaan merupakan substansi ilmu politik. Lokus dalam paradigma ini adalah mempermaslahkan dimana seharusnya Administrasi Negara ini berada.

b. Paradigma 2 : Prinsip-Prinsip Administrasi Dalam paradigma ini lokus dianggap tidak terlalu penting, dan yang

dipentingkan adalah fokusnya yaitu “prinsip-prinsip administrasi” dipandang dapat berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkunga n sosial budaya dipentingkan adalah fokusnya yaitu “prinsip-prinsip administrasi” dipandang dapat berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkunga n sosial budaya

d. Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan fokus, tetapi tidak pada lokusnya.

e. Paradigma 5 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Negara

Pada paradigma ini Administrasi Negara telah berkembang menjadi Ilmu Administrasi Negara, yaitu merambah ke teori organisasi, ilmu kebijakan, dan ekonomi politik.

2. Paradigma Administrasi Negara Baru Administrasi Negara Baru muncul pada tahun 1970-an. Konsep ini merupakan kritik terhadap konsep paradigma Administrasi Negara Lama. Pada dasarnya, Administrasi Negara Baru ingin mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi menyatakan bahwa Administrasi Negara harus memasukkan aspek pemerataan dan keadilan sosial (social equity) ke dalam konsep administrasi. Ia bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat netral. Dengan begitu, tiga administrasi publik harus mengubah pola pikir yang selama ini menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran gagasan- gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu 2. Paradigma Administrasi Negara Baru Administrasi Negara Baru muncul pada tahun 1970-an. Konsep ini merupakan kritik terhadap konsep paradigma Administrasi Negara Lama. Pada dasarnya, Administrasi Negara Baru ingin mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi menyatakan bahwa Administrasi Negara harus memasukkan aspek pemerataan dan keadilan sosial (social equity) ke dalam konsep administrasi. Ia bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat netral. Dengan begitu, tiga administrasi publik harus mengubah pola pikir yang selama ini menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran gagasan- gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu

3. Paradigma New P ublic Ma na gement (NPM) Paradigma ini secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern. Dalam New P ublic Ma na gement (NPM), publik atau pengguna layanan publik sebagai “customer” (konsep ekonomi liberal “ economic ma n ”) yang tindakannya dimotivasi dorongan untuk

memaksimalkan pemenuhan kebutuhan material. Orientasi NPM menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan Pettgrew dala Keban (2004:25) yaitu :

a. Orienta si The Drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja.

a nd Decentra liza tion yaitu mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi, dan mendelegasikan otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.

b. Orientasi Downsizing

c. Orientasi In Sea rch of Exellence yaitu mngutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

d. Orientasi P ublic Service yaitu menekankan pada kualitas, misi, dan nilai- nilai yang hendak dicapai organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih oleh masyarakat, termasuk wakl-wakil mereka, d. Orientasi P ublic Service yaitu menekankan pada kualitas, misi, dan nilai- nilai yang hendak dicapai organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih oleh masyarakat, termasuk wakl-wakil mereka,

4. Paradigma New P ublic Service (NPS) Dalam New P ublic Service (NPS), publik dianggap sebagai “ citizens ” atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama.

“ Citizens ” adalah pengguna layanan publik dan juga subyek berbagai kewajiban publik. Karena itu administrasi publik tidak hanya responsif pada

“ customer ” tetapi juga pada pemenuhan hak-hak publik. Denhardt (2003), The New P ublic Service memuat ide pokok sebagai berikut :

a. Serve Citizen, Not Customers , yaitu aparatur pelayanan tidak hanya merespon keinginan pelanggan ( customer ), tetapi juga lebih fokus pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga negara ( citizen ).

b. Seek the P ublic Interest , yaitu administrasi publik harus memberi kontribusi untuk membangun sebuah kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak untuk menemukan pemecahan yang cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan indivisu. Lebih dari itu, adalah kreasi pembagian kepentingan dan tanggungjawab.

c. Va lue citizenship over entrepreneurship , yaitu kepentingan publik lebih dimajukan oleh komitmen aparatur pelayanan publik dan warga negara untuk membuat kontribusi lebih berarti daripada oleh gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik yang menjadi milik c. Va lue citizenship over entrepreneurship , yaitu kepentingan publik lebih dimajukan oleh komitmen aparatur pelayanan publik dan warga negara untuk membuat kontribusi lebih berarti daripada oleh gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik yang menjadi milik

d. Think stra tegica lly, Act Democra ca lly , yaitu pertemuan antara kebijakan dan program agar bisa dicapai lebih efektif dan berhasil secara bertanggungjawab mengikuti upaya bersama dan proses-proses kebersamaan.

e. Recognized tha t Accounta bility is not Simple , yaitu aparatur pelayanan publik seharusnya penuh perhatian yang lebih baik daripada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan dan konstitusi, nilai- nilai masyarakat, norma-norma politik, standar-standar profesional dan kepentingan warga negara.

f. Serve ra ther tha n steer , yaitu semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk menggunakan andil, nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga negara mengartikulasikan dan mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih dari pada berusaha untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk baru.

g. Va lue people, not just productivity , yaitu organisasi publik dan kerangka kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua orang.

Jika ketujuh ide pokok tersebut benar-benar dapat dihayati dan diimplementasikan oleh aparatur publik, maka pelayanan publik instans pemerintah tidak akan kalah dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor privat.

Selama pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama, administrasi Negara telah memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian keberhasilan pembangunan. Namun bukan berarti administrasi Negara/pembangunan kita tidak memerlukan penyempurnaan dalam menghadapi tantangan pembangunan. Seiring dengan tantangan-tantangan dibidang lainnya, tantangan yang dihadapi di bidang administrasi Negara/pembangunan adalah :

1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilingkungan aparatur agar dapat memiliki kemampuan profesional dan mampu berperan sebagai abdi Negara dan masyarakat. Peningkatan kualitas ini harus pula ditunjang dengan peningkatan kesejahteraan manusia.

2. Mengurangi penyalahgunaan kewenangan yang antara lain berdampak merugukan masyarakat, seperti korupsi, ekonomi biaya tingggi dan sebagainya

3. Mengembangkan keterbukaan (transparancy) dan kebertanggungan jawaban (accountability) dalam birokrasi pemerintahan.

4. Pembaharuan administrasi Negara yang mengutamakan peningkatan pelayanan masyarakat dan pemberdayaannya, yang antara lain didasarkan pada tiga unsur pokok yang saling terkait yaitu desentralisasi, restrukturisasi (penataan kelembagaan organisasi pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah, dan hubungan antar instansi), dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan 4. Pembaharuan administrasi Negara yang mengutamakan peningkatan pelayanan masyarakat dan pemberdayaannya, yang antara lain didasarkan pada tiga unsur pokok yang saling terkait yaitu desentralisasi, restrukturisasi (penataan kelembagaan organisasi pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah, dan hubungan antar instansi), dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan

5. Mengembangkan administrasi pemerintahan yang lebih tanggap terhadap pengembangan dan tuntutan masyarakat/pembangunan.

Bagi Negara berkembang, penyempurnaan/ pembaharuan administrasi Negara dilakukan dengan menggunakan pendekatan administrasi pembangunan pada seluruh aspek administrasi Negara, yaitu aspek kelembagaan, ketatalaksanaan atau menajemen dan sumberdaya manusianya.

Goulet (1997) menyatakan Pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan social, mosernisasi adalah suatu bentuk khusus (special case) dari pembangunan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa pembangunan lebih luas sifatnya dari pada modernisasi dan modernisasi lebih luas dari pada industrialisasi.

Proses pertumbuhan di awali apabila perekonomian mampu melakukan pembagian kerja (division of labor). Division of labor akan meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Smith juga menggaris bawahi pentingnya skala ekonomi. Dengan meluasnya pasar, akan terbuka inovasi-inovasi baru yang pada gilirannya akan mendorong perluasan pembagian kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi (Smith 1776).

Malthus (1798:10) dan Ricardo (1917:10) menyebutkan sebagai aliran klasik, berkembangnya teori pertumbuhan ekonomi modern dengan berbagai variasinya. Pada intinya teori ini dapat dibagi menjadi dua yaitu

1. Akumulasi modal (physical capital formation)

2. Peningkatan kualitas dan investasi sumber daya manusia (human capital)

Lewis (1954:11) menjelaskan dengan modal surplus of labornya memberikan tekanan pada peranan jumlah penduduk. Dalam model ini diasumsikan terdapat penawaran tenaga kerja yang sangat elastic. Ini berarti pengusaha dapat meningkatkan produksinya dengan memperkerjakan tenaga kerja yang lebih banyak tanpa harus meningkatkan tingkat upahnya. Sementara itu berkembang sebuah model pertumbuhan yang disebut neo- klasik. Teori pertumbuhan neo-klasik mulai memasukkan unsur teknologi yang diyakini akan berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Solow (1957:11), dalam teori neo-klasik teknologi dianggap sebagai faktot eksogen yang tersedia umtuk dimamfaatkan oleh semua Negara di dunia. Dalam perekonomian yang terbuka, dimana semua faktor produksi dapat berpindah secara leluasa dan teknologi dapat dimamfaatkan oleh setiap Negara, maka pertumbuhan senua Negara didunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang.

Teori selanjutnya mencoba menemukan faktor-faktor lain diluar modal dan tenaga kerja, yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu teori berpendapat bahwa investasi sumber daya manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan produktivitas. Menurut Backer

(1964:12) peningkatan produktivitas tenaga kerja ini dapat di dorong melalui pendidikan dan pelatihan.

Ketatalaksanaan sebagai upaya penataan atau pengaturan secara tertib dan teratur mengenai cara-cara pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi dalam berbagai bidang kegiatan pemerintah merupakan salah satu aspek yang penting dalam penyelenggaraan administrasi Negara. Agar ketatalaksanaan tugas-tugas pemerintah dapat terselenggara dengan baik maka perlu diperhatikan asas-asas yang menjadi landasan pedoman pengaturannya.

1. Didasarkan pada kebijaksanaan yang berlaku Pengaturan mengenai sistem-sistem kerja dalam rangka pelaksanaan tugas atau kegiatan hendaknya selalu berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi untuk menjamin keserasian antara kebijaksanaan dan pelaksanaannya.

2. Kejelasan wewenang tugas dan tanggung jawab setiap aparatur yang terlibat Dalam mengatur pelaksanaan tugas dan fungsi yang melibatkan berbagai instansi /pejabat, perlu adanya penjelasan mengenai batas-batas wewenang, tugas dan tanggung jawab masing-masing untuk mencegah perbenturan duplikasi dan kekosongan sehingga dapat kita ketahui dalam hal apa dan dengan siapa saja suatu instansi/pejabat harus berhubungan.

3. Prinsip Koordinasi Untuk mendukung kelancaran kegiatan perlu dilaksanakan koordinasi sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengendalian dan 3. Prinsip Koordinasi Untuk mendukung kelancaran kegiatan perlu dilaksanakan koordinasi sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengendalian dan

4. Tertulis Setiap pengaturan sistem kerja perlu ditetapkan secara jelas dan tertulis agar dapat menjadi pegangan dan pedoman secara tetap bagi setiap pelaksanaan kegiatan

5. Dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan Pengaturan sistem kerja secara tertulis diberitahukan/disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan terutama kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan dari aparatur pemerintah.

6. Kesederhanaan/tidak berbelit-belit Pengaturan system kerja yang memuat tata kerja dan prosedur kerja hendaknya disusun secara sederhana untuk menjamin kelancaran dan kecepatan serta ketetapan pelayanan sehingga dapat dicapai efisiensi dalam penggunaan sumber yang tersedia.

E. Pelayanan Publik

1. Pengertian

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang public maupun jasa public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di tingkat pusat, daerah, dan dilingkungan badan usaha milik Negara atau badan usaha milik Daerah dalam rangka upaya pemenuhan Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang public maupun jasa public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di tingkat pusat, daerah, dan dilingkungan badan usaha milik Negara atau badan usaha milik Daerah dalam rangka upaya pemenuhan

1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi public yang dapat dibedakan lagi menjadi :

a. Yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang dan jasa public yang diselenggarakan oleh pemerintah yang didalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memamfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan perizinan, pelayanan di kantor imigrasi dan sebagainya.

b. Yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa public yang harus diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

2. Unsur pelayanan public Menurut ketetapan Menpan nomor : 81 tahun 1993 didalam ketetapan tersebur terdapat 8 unsur kualitas pelayanan :

a. Kesederhanaan yang meliputi prosedur/tata cara palayanan antara lain : mudah, tidak berbelit-belit dan mudah dilaksanakan

b. Kejelasan/kepastian terhadap : prosedur, persyaratan, unit kerja, tariff kerja, pejabat yang menerima keluhan akan pelayanan yang diberikan dalam organisasi b. Kejelasan/kepastian terhadap : prosedur, persyaratan, unit kerja, tariff kerja, pejabat yang menerima keluhan akan pelayanan yang diberikan dalam organisasi

d. Keterbukaan, yang menyangkut kesederhanaan dan kejelasan pelayanan yang di informasikan kepada masyarakat

e. Efisiensi yang diartikan pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi hendaknya ada pembatasan terhadap persyaratan pada hal- hal yang dianggap penting saja

f. Ekonomis, yang artinya pembiayaan yang dibebankan kepada masyarakat yang dilayani itu sesuai dengan kewajaran, kemampuan masyarakat umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Keadilan yang menyangkut jangkauan pelayanan yang diberikan oleh

suatu organisasi diharapkan cepat dan seluar mungkin dan merata.

h. Ketetapan waktu yang artinya bahwa pelaksanaan yang telah dijanjikan sesuai dengan standar yang diberikan, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

3. Prinsip pelayanan public Terdapat beberapa prinsip pelayanan public menurut Skelcher mengungkapkan tujuh prinsip tujuh prinsip pelayanan public kepada masyarakat, yaitu :

a. Standar, yaitu adanya kejelasan secara eksplisit mengenai tingkat pelayanan di dalamnya termasuk pegawai dalam melayani masyarakat.

b. Openness, yaitu menjelaskan bagaimana pelayanan masyarakat dilaksanakan berapa biayanya, dan apakah suatu pelayanan sudah sesuai dengan standar yang ditentukan.

c. Information, yaitu informasi yang menyeluruh dan mudah di mengerti tentang suatu pelayanan

d. Choice, yaitu memberikan konsultasi dan pilihan kepada masyarakat sepanjang diperlukan

e. Non Discrimination, yaitu pelayanan diberikan tanpa membedakan ras dan jenis kelamin

f. Accessbility, pemberian pelayanan harus mampu menyenangkan pelanggan atau memberikan kepuasan kepada pelanggan

g. Redress, adanya sistem publikasi yang baik dan prosedur penyampaian komplain yang mudah.

4. Krateria Pelayanan Public Lembaga Administrasi Negara (1998) membuat beberapa kriteria pelayanan public yang baik, antara lain meliputi : kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, kemampuan, keterbukaan, efisiensi, ekonomis, dan keadilan yang merata, ketepatan waktu, serta criteria kuantitatif. Menurut Hatry (2001) menurutnya kriteria pelayanan lebih merinci mengenai pengukuran prosedur untuk pelayanan. Walaupun diakui bahwa untuk melakukan pengukuran kualitas pelayanan, banyak dihadapkan kepada banyak masalah dan hambatan, terutama berkaitan dengan keyakinan bahwa kualitas pelayanan tidak dapat diukur secara tepat dan reliable. Keyakinan ini tentu saja benar 4. Krateria Pelayanan Public Lembaga Administrasi Negara (1998) membuat beberapa kriteria pelayanan public yang baik, antara lain meliputi : kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, kemampuan, keterbukaan, efisiensi, ekonomis, dan keadilan yang merata, ketepatan waktu, serta criteria kuantitatif. Menurut Hatry (2001) menurutnya kriteria pelayanan lebih merinci mengenai pengukuran prosedur untuk pelayanan. Walaupun diakui bahwa untuk melakukan pengukuran kualitas pelayanan, banyak dihadapkan kepada banyak masalah dan hambatan, terutama berkaitan dengan keyakinan bahwa kualitas pelayanan tidak dapat diukur secara tepat dan reliable. Keyakinan ini tentu saja benar

Untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan public yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada criteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan public yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Menurut Zethmel (2001) mengemukkan tolak ukur kualitas pelayanan dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi :

a. Tangiable, terdiri dari atas fasilitas, peralatan, personil dan komunikasi

b. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan yang dijanjikan dengan tepat

c. Responsiveness, kemampuan untuk membantu konsumen yang bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan

d. Competence, tuntutan yang dimiliki, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

e. Courtesey, sikap atau prilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi

f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat

g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko

h. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan h. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan

j. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

2. Konsep Dasar Pelayanan Publik

Melayani berarti memenuhi kebutuhan. Melayani publik, berarti melayani kebutuhan/ kepentingan orang banyak. Pelayanan dikatakan baik manakala klien/ pelanggan merasakan ”kecukupan” atas kebutuhannya. Mempertemukan dua pihak yang berkepentingan bukanlah perkara yang mudah. Problem kepuasan klien atas pelayanan lazimnya berfokus pada pebedaan persepsi, antara pemberi layanan dengan kliennya. Oleh karena itu, bagi lembaga pemberi layanan perlu menyediakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan memahami klien dan sekaligus memiliki ketrampilan di bidang layanan.

Dalam dunia pemerintahan, persoalan pelayanan publik menjadi sorotan semua pihak. Pada masa lalu, posisi aparatur pemerintah cenderung sebagai sos ok ”ambtenaar” yang konotasinya lebih sebagai penguasa ketimbang sebagai pelayan publik. Tetapi seiring perkembangan jaman, maka posisi aparatur menjadi sebaliknya bukan minta dilayani, tetapi wajib melayani.

Implikasinya, perlu dilakukan perubahan mendasar dalam sistem Implikasinya, perlu dilakukan perubahan mendasar dalam sistem

3. Konseptual Pelayanan Publik

Esensi pelayanan publik adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan orang lain sehingga orang tersebut merasa puas. Puas atau satisfaction, dalam bahasa latin terdiri dari istilah satis (cukup) dan facere (melakukan/ membuat sesuatu). Maka dapat dirumuskan bahwa melayani berarti memberikan sesuatu yang ”memuaskan” dari produk barang atau jasa yang sanggup membuat kriteria ”cukup”.

Kecukupan bagi satu orang dengan orang lainnya tentunya tidaklah sama. Padahal yang dilayani aparatur pemerintahan adalah publik, yang terdiri dari beragam orang. Oleh karena itu, lembaga pemerintah harus menyediakan orang-orang yang memang mumpuni dalam ikhwal melayani kebutuhan publik.

Dalam lembaga pemerintahan telah ditetapkan standart minimal dari sebuah pelayanan publik, seperti diantaranya: prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas, Dalam lembaga pemerintahan telah ditetapkan standart minimal dari sebuah pelayanan publik, seperti diantaranya: prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas,