SEJARAH PERADABAN ISLAM II. docx

SEJARAH PERADABAN ISLAM II

A. PENDAHULUAN
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadhārah al-Islāmiyah. Kata Arab ini
sering juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. Kebudayaan
Islam dalam dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqāfah. Di Indonesia sebagaimana juga di Arab dan
Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab, al-Tsaqāfah;
Inggris, culture) dan beradaban (Arab, al-Hadhārah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan
ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan, kebudayaan adalah bentuk ungkapan
tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan
mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak
direfleksikan dlam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam
politik, ekonomi dan teknologi.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas itu tidak
bias dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Bukan saja karena persoalanpersoalan politik sangat menentukan perkembangan aspek-aspek peradaban tertentu seperti yang
terlihat di buku karya Dr. Badri Yatim, M.A., tapi terutama karena sistem politik dan
pemerintahan itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dari peradaban, sebagaimana
disebutkan di atas, karena itulah uraian dalam sejarah politik Islam sangat dominan seperti sistem
pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan dan seni bangunan.
B. RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD
Ketika Nabi Muhammad Saw. lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat

penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena
letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di selatan dan
Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah ditengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab.
Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala
utama, Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu
mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab yang terbagi menjadi dua
bagian besar, yaitu bagian tengah dan pesisir. Disana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang
ada hanya lembah-lembah berair dimusim hujan. Sebagian besar daerah jazirah adalah padang
pasir sahara yang terletak ditengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu
ia bisa dibagi menjadi tiga bagian:
1.
Sahara langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari barat ke timur,
disebut juga sahara nufud. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali
menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah sukar ditempuh.
2.
Sahara selatan yang membentang penyambung sahara langit kea rah timur sampai
selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus dan pasir
bergelombang. Daearah ini juga disebut dengan al-Rub’ al-Khali (bagian yang sepi).


Sejarah Peradaban Islam II

Page 1

3.

Sahata Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan
terbakar. Gugusan-gugusan batu hitam itu menyebar keluasan sahara ini, seluruhnya
mencapai 29 buah.
Penduduk sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku badui yang mempunyai gaya hidup
pedesaan dan nomadic, berpindah-pindah dari daerah satu ke daerah yang lain guna mencari air
dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka, kambing dan onta.
Muhammad Saw. adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam
suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga
terhormat yang relative miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthallib, seorang
kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani
Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570 M). Dinamakan demikian,
karena pada tahun itu gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang kuda menyerbu
Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan

setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah
Sa’diyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu,
kurang lebih dua tahun ia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun ia
menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthallib mengambil alih tanggung
jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun berselang Abdul Muthallib meninggal dan
selanjutnya Abu Thalib menjadi pengasuhnya.
Masa muda, Muhammad hidup dengan mengembala kambing keluarga dan penduduk
Makkah. Melalui tempat pengembalaan ini, ia bisa merenung dan berpikir. Dalam suasana
demikian, ia ingin melihat sesuatu dibalik semuanya. Ia dating ke Dyiria (Syam), pada usia 12
tahun dalam rombongan kafilah dagang. Pada usia 25 tahun, Muhammad berangkat lagi ke
Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda,
Khatijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar, Khatijah kemudian
melamarnya. Lamaran diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu, Muhammad
berusia 25 tahun dan Khatijah 40 tahun.
Menjelang usia 40 tahun, ia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat,
berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di utara Makkah. Di sana Muhammad mulamula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tang 17 Ramadhan tahun 611 M,
malaikat Jibril muncul dihadapannya dan menyampaikan wahyu pertama dari Allah. Setalah
wahyu pertama itu dating, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi
Muhammad menantikannya dan selalu dating ke Gua Hira’. Dalam keadaan menanti itulah turun
wahyu yang membawa perintah kepadanya.

Dalam poin ini lebih diprioritaskan pada bahasan tentang Nabi Muhammad saw. yang
berhubungan dengan riwayat hidup Muhammad, meliputi Arab sebelum Islam, Dak’wah dan
perjuangan, dan pembentukan Negara Madinah.
C. MASA KEJAYAAN ISLAM I (650-1000 M)
1. Khalifah Rasyidah
Nabi Muhammad saw. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Karena itulah, tidak lama
setelah beliau wafat; belum lagi janazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh muhajirin dan anshor
berkumpul dib alai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan
dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup a lot karena masing-masing pihak,
Sejarah Peradaban Islam II

Page 2

baik muhajirin maupun anshor sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih. Rupanya
semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam,
[1] sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah
(pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah

pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan tugas beliau sebagai pemimpin
agama dan kepala pemerintahan.
Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah,
bersifat sentral; kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain
menjalankan roda kepemerintahan, khalifah juga melaksanakan tugas hukum. Meskipun
demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya
bermusyawarah.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para
pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam.
Kebijaksanaan Abu Bakar ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai
membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dan pengganti
Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (komandan orang-orang yang
beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu
kota Syiria, Damaskus, jatuh tahun 635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh kebawah kekuasaan Islam. Dengan
memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah kepemimpinan ‘Amr ibn
‘Ash dank e Irak dibawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir,
ditaklukkan tahun 641 M. dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. AlQudsiyah, sebuah kota dekat Hirah di Irak, jatuh pada tahun 637 M. dari saba peperangan

dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M,
Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan
Islam sudah meliputi Jazirah Arab. Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia dan Mesir.[2]
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi Negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi
pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah,
Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada
masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk
menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga pekerjaan umum.
[3] Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang dan menciptakan tahun hijrah.
Di masa pemerintahan Usman ibn Affan (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes,
dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam
pertama berhenti sampai disini. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada masa
paroh terakhir masa kekhalifaannya, muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan umat
Islam terhadapnya, kepemimpinan Usman memang berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini
mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah
lembut. Akhirnya, pada tahun 35 H / 655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang
terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Sejarah Peradaban Islam II


Page 3

Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan
Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting
diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan roda
kepemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.[4] Setelah banyak
keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting. Usman laksana boneka dihadapan
kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga
tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan Negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan
tanpa terkontrol oleh Usman sendiri. Dengan demikian bukan berarti bahwa pada masa Usman
tidak ada kegiatan-kegiatan penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus
banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga yang membangun jalanjalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid nabi di Madinah.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi
berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam masa pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat
oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran
mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak

tahunan sebagaimana pernah diterapkan oleh Umar.[5]
Tak lama setelah itu, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alas an
mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela terhadap
darah Usman yang telah ditumpahkan secara zalim. Kedudukan Ali semakin lemah sebagai
khalifah kemudian dijabat oleh anaknya, Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan
ternyata lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat. Maka Hasan membuat perjanjian damai.
Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik.
Dibawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Disisi lain Mu’awiyah juga menjadi
penguasa absolute dalam Islam.
2.

Khalifah Bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah,
pemerintahan yang bersifat demokrasi berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun). Kekhalifaan Mu’awiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak
dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai
ketika Mua’wiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya,
Yazid. Mu’awiyah bermaksud mencontoh kepada monarchi di Persia dan Bizantium. Dia
memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari katakata itu untuk mengagungkan jawaban tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam
pengertian “penguasa yang diangkat oleh Allah”.[6]

Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan
Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubenur sebelumnya.
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661-680
M), Abd. Al-Malik ibn Marwan (685-705 M), Al-Walid ibn Abd. Malik (705-715 M), Umar ibn
Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hasyim ibn Abd. Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh
dinasti ini. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasi daerah Khurasan samapi ke sungai Oxus
dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan ke ibu kota Bizantium,
Sejarah Peradaban Islam II

Page 4

Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Abd.
Al-Malik, dia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkh,
Bukhara, Khawariz, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat
menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
3.

Khalifah Bani Abbas
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan,

melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah, dianamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan
penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah
didirikan oleh Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.
Kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H / 750 M s/d 656
H / 1258 M. selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan
politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerinthan membagi masa pemerintahan
Bani Abbas menjadi lima periode;
a. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
b. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
c. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
d. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasni Bani Saljuk
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Turki kedua.
e. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
D. MASA DISINTEGRASI (1000-1250 M)
1. Dinasti yang Memerdekakan Diri dari Baghdad
Disentegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani
Umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik Islam dalam lintas sejarah, akan terlihat

perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah
kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdiri sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan
batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada
pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan ini tidak pernah diakui di Spanyol dan Afrika Utara,
kecuali Mesir yang bersifat sementara dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam
kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah.[7] Secara riil, daerah itu berada dibawah
kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai
dengan pembayaran upeti.[8]
Akibat dari kebijakan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan
Islam dari persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari
genggaman kekuasaan Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu cara: pertama, seorang
pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
Seperti Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seorang yang ditunjuk
oleh gubernur menjadi khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti Daulah
Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khurasan.
2. Perebutan kekuasaan di Pusat Pemerintahan

Sejarah Peradaban Islam II

Page 5

Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan
kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahanpemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda
dengan yang terjadi sebelumnya. Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan
kekuasaan terjadi pada masa kekhalifaan Ali ibn Abi Thalib. Pertama-tama, Ali menghadapi
pemberontakan dari Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan pemberontakan itu adalah Ali tidak mau
menghukum para pembunuh Usman.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi,
terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti yang terlihat pada
periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut
jabatan khalifah dari tangan Bani Abbas. Hal ini disebabkan khalifah sudah dianggap sebagai
jabatan keagamaan yang sacral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan, kekuasaan dapat
didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti
kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut.
3.

Perang Salib
Gerakan penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah
peristiwa Manzikart (464 H/1071 M). tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000
prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000
orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis dan Armenia. Peristiwa ini
menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang Kristen terhadap umat Islam, yang
kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk dapat
merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah, Mesir. Penguasa
Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke Bait alMaqdis. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka.[9] Untuk memperoleh kembali
keleluasan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru
kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci.[10] Perang ini kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode;
a.
Periode Pertama; tahun 1095 M., 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Prancis
dan Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib
yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan
besar. Setelah menaklukkan Bait al-Maqdis, tentara Salib melanjutkan ekspansinya.
Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan Tyre (1124 M). di
Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV. Rajanya adalah Raymond.[11]
b.
Periode Kedua; imaduddin Zanki, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan
kembali Aleppo, Hamimah dan Edessa pada tahun 1144 M. namun, ia wafat tahun
1146 M. tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Nuruddin Zanki. Yang berhasil mereput
Antiochia dan Edessa dapat direbut kembali. Jatuhnya Yarussalem ke tangan kaum
muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Merekapun menyusun rencana
balasan. Kali ini tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman,
Richard The Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja Prancis.
c.
Periode Ketiga; tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II.
Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan
harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Perang Salib yang berkobar di
timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari
sana. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerah dari tentara Salib,
Sejarah Peradaban Islam II

Page 6

namun kerugian yang mereka derita bayak sekali, karena peperangan terjadi di
kawasan Islam.
4.

Sebab-Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas
Berakhirnya kekuasaan dinasti Saljuk atas Baghdad atau khalifah Abbasiyah merupakan
awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah
kekuasaan atau dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya
yang cukup besar, namun yang banyak adalah dinasti kecil. Di samping kelemahan khalifah,
banyak faktor yang menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antaranya adalah; a) Persaingan antar
Bangsa, b) Kemerosotan ekonomi, c) Konflik keagamaan, dan d) Ancaman dari luar.
E. ISLAM SPANYOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP RENAISANS DI EROPA
1. Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang
khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat
Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari Dinasti
Bani Umayyah, dan penguasaan Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705
M).
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin pasukan. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa
ibn Nushair. Tharif disebut sebagai perintis dan penyidik. Ia menyeberangi selat yang berada
diantara Maroko dan Benua Eropa. Thariq lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol.
Karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukan kemudian menyeberangi selat
dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan
pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu
kota kerajaan Goth saat itu).[12]
2.

Perkembangan Islam di Spanyol
a. Periode Pertama (711-755 M); Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali yang
diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini
stabilitas negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih
terjadi, baik dari dalam (perselisihan para elit penguasa dalam perbedaan etnis dan
golongan) maupun dari luar (sisa-sisa musuh Islam yang berada di daerah-daerah di
Spanyol).
b. Periode Pertama (755-912 M); Spanyol berada dibawah pemerintahan seorang yang
bergelar amir (panglima atau gubernur) tapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam
yang dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman
I, yang memasuki Spanyol (138 H/755 M) dan diberi gelar Al-Dakhil. Dia adalah
keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang
terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil
mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode
ini adalah Abd. Al-Rahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd. Al-Rahman Al-Ausath,
Muhammad ibn Abd. Al-Rahman, Munzif ibn Muhammad dan Abdullah ibn Muhammad.

Sejarah Peradaban Islam II

Page 7

c. Periode Ketiga (912-1013 M); pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah di Baghdad. Abd. AlRahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordoba. Perpustakaannya memiliki koleksi
ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan pada
masa itu, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan
kota berlangsung cepat.
d. Periode Keempat (1013-1086 M); Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara
kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat
di suatu kota seperti Seville, Cordoba, Toledo dan sebagainya.
e. Periode Kelima (1086-1248 M); Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa
Negara, tapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun
(1086-1143) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
f. Periode Keenam (1248-1492); pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada,
di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). peradaban kembali mengalami kemajuan
seperti zaman Abdurrahman An-Nashir, akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya
berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di
Spanyol ini berakhir.
3.

Kemajuan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaan, banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa
dan kemudian dunia pada kemajuan kompleks. Antara lain:
a.
Kemajuan Intelektual
1)
Filsafat
2)
Sains
3)
Fiqih
4)
Musik dan Kesenian
5)
Bahasa dan Sastra
b.
Kemegahan Pembangunan Fisik
1)
Cordova
2)
Granada
4.

Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
a.
Konflik Islam dengan Kristen
b.
Tidak adanya ideology pemersatu
c.
Kesulitan Ekonomi
d.
Tidak jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan, dan
e.
Keterpencilan

5.

Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi pada
hazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di preode klasik. Memang banyak saluran
bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran
yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar Negara.
Sejarah Peradaban Islam II

Page 8

Orang-orang Eropa menyatakan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh
meninggalkan Negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains
disamping bangunan fisik. Yang terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198
M). ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran
Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia
mengedepankan sunnatullah menurut
pengertian
Islam
terhadap
pantheisme
dan
anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul
gerakan Averroesme yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional
yang dibawah gerakan Averroesme.
F. MASA KEMUNDURAN (1250-1500 M)
1. Bangsa Mongol dan Dinasti Ilkhan
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri Khalifah Abbasiyah, tapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam sangat kaya
dengan khazanah ilmu pengetahuan juga ikut lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol
dipimpin Hulagu Khan.
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana.
Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
mengembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan
tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain. Pada masa
pemerintahan Abu Sa’id (1317-1335 M), terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan
dan angin topan dengan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan ilkhan yang didirikan oleh
Hulaghu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa’id. Masing-masing pecahan saling
memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[13]
2.

Serangan-Serangan Timur Lenk
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit akibat serangan
bangsa Mongol, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya dating kembali, yaitu serangan yang
juga keturunan dari bangsa Mongol. Berbeda dari Hulaghu Khan dan keturunannya pada dinasti
Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejamannya
masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk (Timur Si Pincang).
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil,
berperang memperebutkan kekuasaan, Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan
tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu,
saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah
Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut.
Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan
sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaanya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh
oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abd. Latief (1449-1450 M). pada masa inilah kerajaan
terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas dan diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru
muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu). Abu Sa’id sendiri
terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.[14]
3.

Dinasti Mamalik di Mesir

Sejarah Peradaban Islam II

Page 9

Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa
Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang
ketika itu berada dibawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena, negeri ini terhindar dari
kehancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relative terlihat
dan diantara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun
demikian, kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih dibawah prestasi yang pernah dicapai
oleh umat Islam pada masa klasik. Hal ini mungkin karena metode berpikir tradisional sudah
tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran teologi ‘Asy’ariyah, filsafat mendapat
kecaman sejak pemikiran al-Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam dan yang lebih
penting lagi adalah karena Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak member
inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
G. MASA TIGA KERAJAAN BESAR (1500-1800 M)
1. Kerajaan Usmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke
Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau
kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol
pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian
ditengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.[15]
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan
berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan di bidang-bidang kehidupan yang lain,
diantaranya: a) Bidang kemeliteran dan kepemerintahan, b) Bidang ilmu pengetahuan dan
budaya, dan c) Bidang keagamaan.
2.

Kerajaan Safawi di Persia
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya. Kerajaan Safawi di Persia
baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi
sering bentrok dengan Turki Usmani. Berbeda dari dua kerajaan Islam lainnya (Usmani dan
Mughal), kerajaan Safawi menyatakan; Syi’ah sebagai madzhab Negara. Karena itu, kerajaan ini
dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di bidang
lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain: a)
Bidang ekonomi, b) Bidang ilmu pengetahuan, dan c) Bidang pembangunan fisik dan seni.
3.

Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi,
diantara tiga kerajaan Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah
kerajaan Islam pertama di anak buah India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada
masa khalifah Al-Walid, dari Dinasti Bani Umayyah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh
tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim.[16]
Kemajuan yang dicapai oleh tiga sultan pasca Akbar antara lain:
a) Kemantapan stabilitas politik
b) Bidang ekonomi
c) Bidang seni dan budaya.

Sejarah Peradaban Islam II

Page 10

Karya seni yang masih bias dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang
dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada
masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan masjid-masjid yang indah. Pada masa
Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan
istana indah di Lahore.[17]
H. KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR (1700-1800 M)
1. Kemunduran Kerajaan Usmani
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memasuki
fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Salim II (15661573 M). di masa pemerintahannya, terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani
dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia,
angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin oleh Don Juan dari
Spanyol. Pertempuran itu terjadi di selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini, Turki
Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada
masa sultan berikutnya, Sultan Murad III (1575 M) Tunisia dapat direbut kembali.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran,
diantaranya adalah:
a)
Wilayah kekuasaan yang sangat luas
b)
Heterogenitas penduduk
c)
Kelemahan para penguasa
d) Budaya pungli
e)
Pemberontakan tentara Jenissari
f)
Merosotnya ekonomi
g)
Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
2.

Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1694 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722
M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). pada masa raja-raja tersebut,
kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tapi justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa pada kehancuran.
Di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik
berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani, berdirinya kerajaan Safawi
yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik
antara kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai
perdamaian pada masa Shah Abbas I. namun, tak lama kemudian, Abbas meneruskan konflik
tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan Islam
tersebut.[18] Tidak kalah penting dari sebab-sebat tersebut adalah terjadinya konflik intern dalam
bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
3.

Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelaut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang dibina oleh sultan-sultan
sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan
Sejarah Peradaban Islam II

Page 11

politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan ditingkat pusat menjadi ajang perebutan,
gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian Timur
semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya
diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata
semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah muncul,
tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan
keras menerapkan pemikiran puritanismennya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan
tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu
setengah abad terakhir dan membawa pada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
a.
Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan meliter.
b.
Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik.
c.
Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan
dan cenderung asketis.
d.
Semua pewaris tahta kerajaan pada paru terakhir adalah orang-orang lemah dalam
bidang kepemimpinan.
4.

Kemajuan Eropa (Barat)
Bersamaan waktunya dengan kemunduran tiga kerajaan Islam di periode pertengahan
sejarah Islam, Eropa Barat (biasa disebut dengan “Barat” saja), sedang mengalami kemajuan
dengan pesat. Hal ini berbanding terbalik dengan masa klasik sejarah Islam. Ketika itu,
peradaban Islam dapat dikatakan paling maju, memancarkan sinarnya ke seluruh dunia,
sementara Eropa sedang berada dalam kebodohan dan keterbelakangan.
Kemajuan Eropa (Barat) memang bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan dan metode
berpikir Islam yang rasional. Di antara saluran masuknya peradaban Islam ke Eropa itu adalah
Perang Salib. Sicilia, dan yang terpenting adalah Spanyol Islam.[19] Gerakan-gerakan renaisans
melahirkan perubahan-perubahan besar dalam sejarah dunia. Abad ke 16 dan 17 M merupakan
abad yang paling penting bagi Eropa, sementara pada akhir abad ke-17 pula, dunia Islam
mengalami kemunduran. Dengan lahirnya renaisans, Eropa bangkit kembali untuk mengejar
ketertinggalan mereka pada masa kebodohan dan kegelapan.[20]
I.
1.

PENJAJAHAN BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM
Renaisans di Eropa
Pada awal bangkitnya, Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat. Di hadapannya
masih terdapat kekuatan-kekuatan perang Islam yang sulit dikalahkan, terutama kerajaan Usmani
yang berpusat di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus menembus lautan yang sebelumnya
hanya dipandang sebagai dinding yang membatasi gerak mereka.[21] Mereka melakukan
berbagai penelitian tentang rahasia alam, berusaha menaklukkan lautan dan menjelajahi benua
yang sebelumnya masih diliputi kegelapan. Setelah Christoper Colombus menemukan Benua
Amerika (1492 M) dan Vasco da Gama menemukan jalan ke timur melalui Tanjung Harapan
(1498 M), Benua Amerika dan kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa. Dua
penemuan itu sungguh tak terkira nilainya, Eropa menjadi maju dalam dunia perdagangan,
karena tidak tergantung lagi pada jalur lama yang dikuasai umat Islam.
Negeri-negeri Islam yang pertama kali jatuh ke bawah kekuasaan Eropa adalah negerinegeri yang jauh dari pusat kekuasaan kerajaan Usmani, karena kerajaan ini meskipun terus
Sejarah Peradaban Islam II

Page 12

mengalami kemunduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat untuk berhadapan
dengan kekuatan meliter Eropa waktu itu. Negeri Islam yang pertama kali dapat dikuasi Barat
adalah negeri-negeri Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India. Sementara, negeri-negeri
Islam di Timur Tengah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani, baru diduduki Eropa
pada masa berikutnya.
2.

Penjajahan Barat terhadap Dunia Islam
India ketika berada pada masa kemajuan pemerintahan kerajaan Mughal adalah negeri
yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang Eropa yang sedang mengalami kemajuan
untuk berdagang kesana. Di awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki
di India. Pada tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M
Belanda mendapatkan izin yang sama.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang yang merupakan daerah
rempah-rempah terkenal pada masa itu, justru menjadi ajang perebutan Negara-negara Eropa.
Kekuatan Eropa malah lebih awal menancapkan kekuasaannya. Hal ini mungkin dikarenakan,
disbanding dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih lemah sehingga
dengan mudah dapat ditaklukkan. Sebagaimana di India, di Asia Tenggara kekuasaan politik
Negara-negara Eropa itu berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20 M, ketika negeri-negeri
jajahan tersebut memerdekakan diri dari kekuasaan asing.
3.

Kemunduran Kerajaan Usmani dan Ekspansi Barat ke Timur Tengah
Kemajuan Eropa dalam teknologi meliter dan industry perang membuat kerajaan Usmani
menjadi kecil dihadapan Eropa. Akan tetapi, nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa
segan untuk menyerang atau mengalahkan wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan
Islam, termasuk daerah-daerah yang berada di Eropa Timur. Namun, kekalahan besar kerajaan
Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina (1683 M) membuka mata Barat, bahwa
kerajaan Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah kerajaan Usmani berulangkali mendapat
serangan-serangan besar dari Barat.[22]
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negeri-negeri muslim
adalah ekonomi dan politik. Kemajuan Eropa dalam bidang industri menyebabkan membutuhkan
barang-barang baku, disamping rempah-rempah. Mereka juga membutuhkan negeri-negeri
tempat mereka dapat memasarkan hasil industri mereka. Untuk menunjang perekonomian
tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali. Akan tetapi, persoalan agama seringkali terlibat
dalam persoalan politik penjajahan Barat atas negeri-negeri Islam. Terutama perang Salib
agaknya membekas pada sebagian orang Barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena dua
Negara ini untuk jangka waktu berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.
4.

Bangkitnya Nasionalisme di Dunia Islam
Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam,
bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Yang pertama merasakan hal itu diantaranya;
Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa.
Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya dikenal dengan istilah
“Gerakan Pembaharuan” didorong oleh dua faktor yang saling mendukung, pemurnian ajaran
Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam dan membina
gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama Gerakan
Sejarah Peradaban Islam II

Page 13

Wahabiyah yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abd. Al-Wahhab (1703-1787 M) di Arabia,
Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India, dan Gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin
oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Yang kedua, tercermin dalam pengiriman para pelajar
muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke Negara-negara Eropa untuk menimbah ilmu
pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat kedalam bahasa
Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat itu masuk ke negeri-negeri melalui
persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya
pelajar muslim yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan “Barat” yang
didirikan di negeri mereka. Gagasan ini pada mulanya banyak mendapatkan tantangan dari
pemuka-pemuka Islam karena dipandang tidak sejalan dengan semangat ukhuwah
Islamiyah. Akan tetapi, ia berkembang cepat setelah gagasan Pan-Islamisme redup. Gagasangagasan nasionalisme dan gerakan-gerakan untuk membebaskan dari dari kekuasaan penjajah
Barat yang kafir juga bangkit di negeri-negeri Islam lainnya.
5.

Kemerdekaan Negara-negara Islam dari Penjajahan
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik
merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan Negara merdeka
yang bebas dari pengaruh politik Barat. Dalam kenyataan, memang partai-partai itulah yang
berjuang melepaskan diri dari dari kekuasaan penjajah. Perjuangan mereka biasanya terwujud
dalam beberapa bentuk kegiatan, seperti; a) gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi
maupun perjuangan bersenjata, dan b) pendidikan serta propaganda dalam rangka
mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan itu.
Namun, sampai saat ini masih ada umat Islam yang berharap mendapatkan otonomi
sendiri, atau paling tidak menjadi penguasa atas masyarakat mereka sendiri. Mereka itu adalah
penduduk mayoritas muslim dalam Negara-negara nasional, Kasymir di India, Moro di Filipina,
dan sebagainya. Meski mereka hidup dalam Negara mereka, namun status sebagai minoritas
seringkali menyulitkan mereka dalam meningkatkan kesejahteraan hidup.
J.

KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran
dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
[23] Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang
menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para
pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan
Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang
di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan Portugis (1511 M), merupakan pusat utama
lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melaui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari
seluruh pelosok Nusantara dibawah ke Cina dan India, terutama Gujarat yang melakukan
hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi
mata rantai pelayaran yang penting.
Pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari
penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat
muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera. Di Jawa, makam
Sejarah Peradaban Islam II

Page 14

Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), dan makammakam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan berkembangnya komunitas
Islam.
Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Perkembangan agama Islam di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1.
Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara.
2.
Adanya komunitas-komunitas Islam di berbagai daerah kepulauan Indonesia.
3.
Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.[24]
K. KERAJAAN ISLAM SEBELUM PENJAJAHAN BELANDA
1. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatera
a)
Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan
kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai
kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses
islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad
ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.[25] Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M
didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asala Samudera Pasai. Dari nisan itu, dapat
diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan 696 H, yang
diperkirakan bertepatan dengan tahun 1294 M.
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. pada tahun 1521 M, kerajaan
ini ditaklukkan oleh portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M,
dianeksasi oleh Raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai di bawah
pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.[26]
b) Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh
Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya
berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puingpuing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). dialah yang membangun kota Aceh
Darussalam.[27] Pada masa pemerintahannya Aceh Darussalam mengalami kemajuan dalam
bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim sebelumnya berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatan mereka ke Aceh. Setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M). sebagai
akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya jauh dari laut Jawa
ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah melalui selat Sunda dan menyusur
pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian, Aceh menjadi ramai oleh saudagar dari
berbagai negeri.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1608-1637 M). pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan pesisir Timur dan Barat
Sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan diislamkan, juga Minangkabau. Hanya orangorang kafir Batak yang menangkis kekuatan-kekuatan Islam yang datang.
2.
a)

Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa
Demak
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya Raja Majapahit. Hal
itu member peluang bagi penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan
Sejarah Peradaban Islam II

Page 15

yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel, Wali Songo sepakat mengangkat Raden
Fatah menjadi raja kerajaan Demak, kerajaan Islam perta