Evaluasi Program Wajib Belajar Pendidika

EVALUASI PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR DI DKI JAKARTA PADA PERIODE 2008-2011 HENRY ERYANTO * & DARMA RIKA S. * ABSTRACT

This study aimed to evaluate the Compulsory Basic Education Programme period 2008-2011 in Jakarta and knew the extent of the success of the program, and formulate policy recommendations to improve this activity in the future . This study uses the CIPP evaluation process to assess whether the program is appropriate to proceed or not. From the research, it is seen that in the context of the stage success indicators compulsory education program, it can be concluded that the implementation of the law that underlies the program has not done well. Referring to the input stage of program success indicators compulsory education, it can be concluded that the population of school age enrolled in school at that level has been well absorbed. Referring to the indicators of the success of the process stages of compulsory education program, it can be concluded that the stage of the process is quite successful. As well as referring to the indicators of the success of the product phase of compulsory education program, it can be concluded that the stage of successful products, because its value at a high level of completeness that range from 94 % -103 %

Keywords: Basic Education Programme, CIPP Evaluation, DKI Jakarta.

PENDAHULUAN * membebaskan bangsa Indonesia Di

dari kungkungan kebodohan dan berkembang,

negara-negara

jalan satu-satunya terfokus pada pendidikan. Bahkan

dengan pendidikan. para founding fathers kita sadar

adalah

Kesadaran tersebut dituangkan sepenuhnya

bahwa

untuk

dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa

salah satu tujuan pembangunan

Henry Eryanto & Darma Rika S. adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas

nasional adalah “mencerdaskan

Negeri Jakarta.

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

untuk membuat pada batang tubuh, pasal 31 UUD

masyarakat,

pilihan-pilihan dan memanfaatkan 1945

produk-produk berteknologi tinggi, menyatakan”(1)

untuk mengadakan interaksi dan negara

setiap

warga

kompetisi antar warga masyarakat, pendidikan”, dan ” (2) setiap warga

berhak

mendapatkan

kelompok, dan antar bangsa. negara wajib mengikuti pendidikan

Program pendidikan dasar dasar dan

sembilan tahun atau yang lebih membiayainya”.

pemerintah

wajib

sering dikenal dengan Wajib belajar reformasi, dengan memperhatikan

Pada

masa

merupakan salah satu program yang kondisi global, percepatan akselerasi

gencar digalakkan oleh Departemen pembangunan pendidikan menjadi

Pendidikan Nasional. Program ini prioritas utama

mewajibkan setiap warga negara Untuk

pembangunan.

Indonesia untuk bersekolah selama Undang Dasar 1945 di amandemen

mendasarinya,

Undang-

9 (sembilan) tahun pada jenjang dan pasal 31 UUD 1945 ditambah

pendidikan dasar, yaitu dari tingkat ayatnya.

kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Jika untuk meningkatkan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga pembangunan

kelas 9 Sekolah Menengah Pertama diperlukan critical mass di bidang

suatu

bangsa

(SMP) atau Madrasah Tsanawiyah pendidikan,

(MTs). Program ini menargetkan membutuhkan adanya persentase

pada tahun 2008, semua warga penduduk

Indonesia memiliki pendidikan yang memadai untuk

pendidikan minimal setara Sekolah mendukung pembangunan ekonomi

Menengah Pertama dengan mutu dan sosial yang cepat. Program

yang baik. Dengan bekal itu, pendidikan dasar sembilan tahun

diharapkan seluruh warga negara merupakan salah satu upaya

Indonesia dapat mengembangkan pemerintah untuk mewujudkan

dirinya lebih lanjut sehingga mampu critical mass itu dan membekali

mendapatkan anak didik dengan ketrampilan dan

memilih

dan

pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan

potensi yang dimiliki, sekaligus melanjutkan ke jenjang pendidikan

dasar:

untuk

berperan serta dalam kehidupan yang lebih tinggi, untuk bekal

bermasyarakat, berbangsa, dan menjalani

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Namun demikian, target Hal ini disebabkan rendahnya penuntasan wajar 9 tahun akan

tingkat pendidikan para orang tua, terancam gagal karena kurang

yang ada di antisipasinya pemerintah terhadap

kendala-kendala yang menghadang. Kemudian muncul wacana Hal ini bisa kita lihat dan cermati

untuk menerapkan program wajib dari berbagai pemberitaan di media

belajar 12 tahun, mengingat massa tentang kurangnya sarana

tersebut mulai dan prasarana sekolah dan rusaknya

program

dilaksanakan pada tahun 2012 lalu, sekolah di berbagai tempat. Dan

peneliti ingin melihat bagaimana belum tercukupinya guru yang

implementasi atau pelaksanaan berada di daerah-daerah tertentu.

belajar yang Permasalahan Wajar 9 tahun

program

wajib

sebelumnya, apakah sudah tercapai tak hanya milik daerah pedalaman,

dengan baik atau tidak melihat dari perkotaan pun tak luput dari

indikator-indikator yang ada. permasalahan penuntasan wajar 9

berbagai tahun, khususnya bagi warga

Dengan

permasalahan di atas lah, peneliti miskin. Berdasarkan data BPS, pada

melihat hal tersebut dan merasa tahun

perlu diadakan evaluasi terhadap Partisipasi Sekolah (APS) umur 13-

Program Wajib Belajar Pendidikan

15 tahun adalah 86,24% dan buta Dasar Di DKI Jakarta pada periode huruf usia 15 tahun plus (15 th +)

2008-2011.

adalah 7,09%, buta huruf umur 10 tahun mencapai 6,34%. Angka-

Pembatasan Masalah

angka yang menunjukkan masih ada Untuk mencapai hasil yang hambatan dalam pelaksanaan wajar

optimal, penelitian ini dibatasi pada

9 tahun.

bagaimana evaluasi Permasalahan yang tidak

masalah

terhadap Program Wajib Belajar kalah penting adalah kesadaran

Pendidikan Dasar di DKI Jakarta masyarakat akan arti pentingnya

Periode 2008 – 2011 dilihat dari pendidikan. Sebab, salah satu

aspek-aspek konteks, input, proses penyebab ketidak berhasilan dari

dan produk.

wajib belajar adalah rendahnya Evaluasi konteks bertujuan kesadaran masyarakat dalam ikut

untuk mengidentifikasi Program serta secara aktif dalam pendidikan.

Wajib Belajar Pendidikan Dasar

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

penduduk Sekolah 7-12 tahun berdasarkan pada pedoman yang

pelaksanaannya

dan 13-15 tahun? ada. Evaluasi input memiliki tujuan

3. Bagaimanakah proses Program untuk

Wajib Belajar, ditinjau dari mengkaji

mendeskripsikan

dan

program, program

Wajar yaitu jumlah hambatan/kendala serta Angka anggaran, pedoman/juklak/juknis,

Partisipasi Murni Sekolah Dasar jumlah SDM pelaksana, serta sarana

(APM SD), Angka Partisipasi dan prasarana. Evaluasi proses

Murni di Sekolah Menengah bertujuan untuk menilai proses

Pertama (APM SMP) dan Angka penyelenggaraan Program Wajib

Melek Huruf (AMH) penduduk Belajar, ditinjau dari pelaksanaan

usia 15-24 tahun? program

4. Bagaimanakah produk Program kebijakan wajib belajar pendidikan

sebagai

implementasi

Wajib Belajar, ditinjau dari dasar termasuk kendala/hambatan.

program yaitu Evaluasi produk mempunyai tujuan

outcome

pencapaian Angka Partisipasi untuk mendeskripsikan dan menilai

Kasar (APK)?

outcome program Wajar Pendidikan Dasar periode tahun 2008-2011.

TINJAUAN PUSTAKA Perumusan Masalah

Deskripsi Kebijakan Publik dan

Berdasarkan latar belakang

Kebijakan Pendidikan

penelitian diatas,

publik adalah masalah sebagai berikut:

dirumuskan

Kebijakan

istilah yang sudah tidak asing lagi

1. Bagaimanakah

bagi masyarakat karena istilah ini perencanaan

konteks

sudah sering di dengar dalam penyelenggaraan Program Wajib

dan

kehidupan sehari-hari. Bahkan di Belajar Dikdas ditinjau dari

masyarakat kampus, definisi, fungsi dan tujuan,

kalangan

kebijakan publik menjadi kajian penyelenggaraan, pengelolaan,

khusus dalam kegiatan penelitian evaluasi, penjaminan serta hak

dan tulisan sehingga saat ini banyak dan kewajiban masyarakat?

para

pakar

menulis dan

2. Bagaimanakah input Program

buku-buku yang Wajib Belajar ditinjau dari jumlah

menerbitkan

membahas teori-teori kebijakan publik dengan penekanan yang

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

pemerintah dengan masing

antara

masyarakat yang memungkinkan berdasarkan isu, gejala dan masalah

pakar

mengkajinya

kebijakan publik dan program yang yang berkembang di lingkungan

akan dirumuskan, dilaksanakan dan masyarakat. Parsons (2006) dalam

di evaluasi.

bukunya mengatakan

Kemudian Steven A.Peterson pertumbuhan

bahwa

(2003) mengatakan bahwa yang sebagai suatu kajian di dunia

kebijakan

publik

dimaksud dengan kebijakan publik akademik diperkirakan mulai pada

adalah: “ Government action to akhir tahun 1960 an.

address some problem”. Maksudnya Berdasarkan pendapat dari

Berbagai tindakan Parson ini tampaknya ketertarikan

adalah:

pemerintah untuk menyelesaikan para akademisi untuk mengkaji

berbagai masalah. Selanjutnya bidang ini sudah cukup lama apalagi

menurut James Lester dan Robert saat ini berbagai kajian dan

Steward (2000) mendefinisikan penelitian kebijakan publik sedang

Kebijakan publik adalah : “ a process ngetren

or a series or pattern of Indonesia

di perguruan

tinggi

governmental activities or decisions reformasi tahun 1998 dimana

terutama

setelah

that are design to remedy some tuntutan

public problem, either real or governance

terhadap

good

imagined”, maksudnya adalah “satu semakin menguat sehingga proses

pada

pemerintah

proses atau satu seri atau pola kebijakan public sejak mulai

kegiatan-kegiatan atau keputusan- dirumuskan

pemerintah yang dievaluasi dilakukan bersama antara

dirancang untuk memperbaiki pemerintah dengan masyarakat.

beberapa masalah umum, baik yang Sesuai dengan pendapat Gambhir

nyata atau yang tidak nyata. Bhatta dalam Riant Nugroho (2009)

Selanjutnya menurut “ governance is the relationship

Anderson (1978) dalam Islamy between government and citizens

(2003) pengertian kebijakan publik that enable public policies and

adalah : “ Public policies are those programs

develoved by governmental bodies implemented and evaluated”. Atau

to

be formulated,

and officials”. Maksudnya bahwa dengan

kebijakan publik adalah kebijakan- pemerintahan adalah hubungan

pengertian

lain,

kebijakan yang dikembangkan oleh

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah. Sedangkan menurut

dan

pejabat

publik adalah “ an attempts to Dye (1972) dalam Wahab (1990),

resolve public issues, question that bahwa kebijakan publik adalah

most people believe should be “whatever governments choose to

decided by officials at the do or not to do”. atau dalam

appropriate level of government pengertian lain, kebijakan publik

national, state or local”. Pendapat adalah

Gerston tentang kebijakan publik pemerintah untuk dilakukan dan

lebih menekankan kepada upaya- tidak dilakukan. Pendapat yang

upaya yang diputuskan oleh pejabat hampir senada dikemukakan oleh

pemerintah pada setiap tingkat Dunn (1994), ia mendefinisikan

Pendapat yang bahwa kebijakan publik adalah “a

pemerintahan.

hampir sama dikemukakan oleh complex pattern of interdependent

Parker (1975), bahwa kebijakan collective choice, including decisions

publik adalah “suatu tujuan tertentu not act, made by governmental

atau serangkaian prinsip atau bodies and official”.

tindakan yang dilakukan oleh Pengertian

pemerintah dalam periode tertentu dipahami bahwa kebijakan publik

Dunn

dapat

berkaitan dengan suatu subyek atau mengedepankan

tanggapan terhadap suatu krisis”. dengan berdasarkan pola-pola yang

berbagai

hal

Sementara Lasswell dan bersifat kolektif, komplek, dan saling

mendefinisikan ketergantungan, dilakukan tidak

Kaflan

kebijakan sebagai: “a projected hanya oleh pejabat pemerintah,

program of goals, values, and melainkan juga oleh lembaga

practies”, dan menurut Friedrich pemerintah secara keseluruhan.

(1963) bahwa “it is essential for the Demikian juga Easten (1953) yang

policy concept that there be a goal, menyatakan bahwa kebijakan publik

objective, or purposes”. Definisi sebagai: the authoritative allocation

yang lebih lengkap dikemukakan of Values for the whole society”.

oleh William Jenkins dalam bukunya Yang artinya kebijakan publik adalah

Policy Analiysis: A Political and pengalokasian

Perspective yang sah/paksa kepada masyarakat.

nilai-nilai secara

Organization

dikutip Howlett and Ramesh (1995) Berbeda dengan Dunn dan

bahwa kebijakan publik sebagai “a Easten,

Gerston

set of interrelated decision taken by

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

a political actor or group of actors

cara untuk

tersebut”.

and the means of achieving them Demikian juga Pressman dan within a specified situation where

(1984) berpendapat those decision should, in principal,

Wildavsky

bahwa kebijakan sebagai: “ a

be within the power of those actors hypotesis containing initial condition to acieve”. (Howlett, Michael and

consequences”. Ramesh, M., 1995; 5).

and

predicted

Dengan kata lain bahwa kebijakan Jones (1984) yang mengutip

merupakan suatu hipotesis yang pendapat

mengandung kondisi-kondisi awal berpendapat hampir senada dengan

dan akibat-akibat yang dapat Gerston dengan mengemukakan

diramalkan.

bahwa kebijakan publik sebagai Secara umum, dari beberapa keputusan tetap yang dicirikan oleh

definisi yang dikemukakan di atas, konsistensi

disimpulkan bahwa tingkah laku dari mereka yang

pandangan mengenai kebijakan membuat dan dari mereka yang

publik terbagi ke dalam Dua mematuhi keputusan tersebut.

kelompok. Pertama, kelompok yang Jika

kebijakan publik memahami kebijakan penekanannya

sebagai suatu tindakan atau apa- kepada keputusan-keputusan itu

apa yang sebenarnya dilakukan; sendiri, Edward III dan Sharkansky

kedua, kelompok yang menekankan (1978) berbeda, ia mengemukakan

bahwa kebijakan publik merupakan bahwa kebijakan adalah apa yang

suatu rangkaian keputusan. dilakukan dan tidak dilakukan oleh

demikian, dari pemerintah memiliki tujuan dan

Dengan

beberapa pendapat pakar kebijakan maksud yang jelas dan merupakan

publik tersebut di atas dapat program-program pemerintah yang

disimpulkan bahwa kebijakan publik akan dilaksanakan. Nakamura dan

suatu rangkaian Smallowood (1980), hampir senada

merupakan

yang dibuat oleh dengan

keputusan

individu, lembaga atau pemerintah menurutnya bahwa kebijakan public

mengenai urusan publik yang adalah

tindakan yang kepada para pembuat kebijakan

mempunyai tujuan, sasaran, dan yang menjelaskan tujuan dan cara-

maksud tertentu sebagai upaya

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

seringkali kita menemukan kata-kata dengan yang diharapkan.

yang berhubungan dengan kata Dalam konteks penelitian ini

evaluasi, menurut Suharsimi yang dimaksud dengan kebijakan

Arikunto (2012), “kata yang selalu publik adalah rangkaian perundang-

berkaitan dengan kata evaluasi undangan

adalah: evaluasi keputusan mengenai pendidikan

pengukuran nasional,

( evaluation),

dan penilaian penyelenggaraan Program Wajib

( assessment).” Ditambahkan pula Belajar Pendidikan Dasar.

oleh Arikunto bahwa, “Evaluasi adalah

kegiatan untuk

Evaluasi Program

mengumpulkan informasi tentang

Pengertian

sesuatu, yang Menurut Wirawan (2011),

bekerjanya

informasi tersebut evaluasi di bidang pendidikan ada 2

selanjutnya

untuk menentukan macam yaitu : evaluasi hasil belajar

digunakan

tepat dalam dan evaluasi program pendidikan.

alternatif

yang

mengambil keputusan. Lebih lanjut Wirawan mengatakan

Menurut Stufflebeam, dkk bahwa “evaluasi belajar bertujuan

(1971) dalam Suharsimi (2007) untuk

mendefinisikan evaluasi sebagai pembelajaran berbagai bidang ilmu

mengukur

apakah

of delineating, mencapai

“ the

process

obtaining, and providing useful ditentukan

information for judging decision pembelajaran ilmu tersebut. Evaluasi

oleh

kurikulum

Artinya evaluasi ini dilakukan melalui pekerjaan

alternatives,"

merupakan proses menggambarkan, rumah, ulangan umum, dan ujian

dan menyajikan nasional.

memperoleh,

informasi yang berguna untuk pendidikan

Evaluasi

program

suatu alternatif berbagai aspek pendidikan misalnya,

kurikulum, proses dan metode Tyler, Fernandes (1984) pembelajaran

mengemukakan bahwa, evaluasi layanan

proses untuk pendidikan dan sebagainya”. menentukan seberapa jauh tujuan pendidikan

suatu

dapat dicapai.

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Sementara itu, Kaufman & Thomas yang harus dilakukan dalam kurun (1980) “ evaluation is a process of

waktu tertentu”. Masih menurut helping to make things better than

Arikunto (2009), “Program adalah they are, of improving the

suatu kegiatan yang direncanakan situation”, evaluasi adalah suatu

seksama”. Sedangkan proses untuk membantu dan

dengan

Tayibnasis (2000), memperbaiki sesuatu menjadi lebih

menurut

“program adalah segala sesuatu baik dari keadaan sebelumnya

yang dicoba lakukan seseorang Dan menurut Anne Anastasi

dengan harapan akan mendatangkan (1978)

hasil atau pengaruh”. sebagai " a systematic process of

mengartikan

evaluasi

Dilanjutkan oleh Suharsimi determining the extent to which

Arikunto (2012) bahwa, “Evaluasi instructional objective are achieved

program adalah suatu unit atau by pupils". Evaluasi bukan sekadar

kesatuan kegiatan yang bertujuan menilai suatu aktivitas secara

mengumpulkan informasi tentang spontan dan insidental, melainkan

realisasi atau implementasi dari merupakan kegiatan untuk menilai

suatu kebijakan, berlangsung dalam sesuatu

proses yang berkesinambungan, dan sistematik, dan terarah berdasarkan

secara

terencana,

terjadi dalam suatu organisasi yang tuiuan yang jelas.

melibatkan sekelompok orang guna Menurut Wirawan (2011),

keputusan”. Jadi “Pada awal 1930 Ralph Winfred Tyler

pengambilan

program merupakan yang kemudian dikenal sebagai

evaluasi

rangkaian kegiatan yang dilakukan bapak evaluasi ia mengemukakan

dengan sengaja dan secara cermat definisi dan teorinya mengenai

mengetahui tingkat evaluasi yang memfokuskan pada

untuk

keterlaksanaan atau keberhasilan menilai apakah tujuan suatu program

dengan cara tercapai atau tidak yang kemudian

suatu

program

efektivitas masing- dikenal

mengetahui

masing komponennya, baik terhadap evaluation model.”

program yang sedang berjalan Sedangkan program menurut

maupun program yang telah berlalu. Suharsimi Arikunto (2012), “program adalah

suatu rencana yang

Dimensi Evaluasi Program

melibatkan berbagai unit yang berisi Setelah kita menentukan kebijakan dan rangkaian kegiatan

obyek evaluasi selanjutnya harus

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

diukur melalui empat dimensi yaitu : 1967, Stuffebeam, 1959, Alkin 1969

a. indikator masukan ( input), (dalam Suharsimi, 2007) telah

b. Proses (process) mengemukakan bahwa evaluasi

c. keluaran (output), berfokus pada empat aspek yaitu :

d. indikator dampak atau (outcame)

a. Konteks

b. Input

Tujuan Evaluasi Program

c. Proses implementasi Adapun tujuan dari evaluasi

d. Produk program menurut Suharsimi Arikunto Bridgman dan Davis (dalam

(2007) adalah “untuk mengetahui Farida Yusuf, 2000) yaitu evaluasi

pencapaian tujuan program yang program yang secara umum

telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil mengacu pada 4 (empat) dimensi

evaluasi program digunakan sebagai yaitu :

dasar untuk melaksanakan kegiatan

a. Indikator input,35 tindak lanjut atau untuk melakukan

b. Indikator process, pengambilan keputusan berikutnya”.

c. Indikator outputs Evaluasi sama artinya dengan

d. Indikator outcomes. kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi Menurut

atau supervisi dimaksudkan untuk (1999) Direktorat Pemantauan dan

Beni

Setiawan

keputusan atau Evaluasi Bapenas, tujuan evalusi

mengambil

melakukan tindak lanjut dari program program

yang telah dilaksanakan. Manfaat diketahui dengan pasti apakah

dari evaluasi program dapat berupa pencapaian hasil, kemajuan dan

program, merevisi kendala yang dijumpai dalam

penghentian

program, melanjutkan program, dan pelaksanaan program dapat dinilai

menyebarluaskan program. dan dipelajari untuk perbaikan

Jones (1984), pelaksanaan program dimasa yang

Menurut

“ Implementation of the program akan datang.

should always be evaluated to see Menurut

how far the program has managed (1999) dimensi utama evaluasi

Beni

Setiawan,

to achieve program objectives diarahkan kepada hasil, manfaat,

set”. Artinya dan dampak dari program. Pada

previously

program harus prinsipnya yang perlu dibuat

Implementasi

senantiasa dievaluasi untuk melihat

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

tidak memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

khusus program, melainkan Jadi tanpa adanya evaluasi,

terlaksananya program-program yang berjalan

bagaimana

program dan mencatat hal-hal tidak

yang positif maupun negatif. efektifitasnya. Dengan demikian,

3. Formatif Summatif Evaluation kebijakan-kebijakan

baru

Model

sehubungan dengan program itu Model evaluasi ini dilaksanakan tidak akan didukung oleh data.

ketika program masih berjalan Karenanya,

(evaluasi formatif) dan ketika bertujuan untuk menyediakan data

evaluasi

program

program sudah selesai (evaluasi dan informasi serta rekomendasi

sumatif).

bagi pengambil kebijakan ( decision

4. Countenance Evaluation Model maker) untuk memutuskan apakah

Model ini juga disebut model akan melanjutkan, memperbaiki

pertimbangan. atau

evaluasi

evaluator program”.

mempertimbangkan program

dengan

memperbandingkan

Model-model Evaluasi Program

kondisi hasil evaluasi program Pada penelitian ini model

dengan yang terjadi di program evaluasi

lain, dengan objek ssaran yang menurut Kaufan dan Thomas dalam

yang diadopsi

yaitu

membandingkan Suharisimi Arikunto (2007) yang

sama

dan

hasil pelaksanaan membedakan

kondisi

program dengan standar yang program menjadi delapan, yaitu:

oleh program

1. Goal Oriented Evaluation Model

tersebut.

Objek pengamatan model ini

5. Responsif Evaluation Model adalah tujuan dari program.

Model ini tidak dijelaskan dalam Evaluasi

buku ini karena model ini kurang berkesinambungan,

menerus untuk mengetahui

6. SSE-UCLA Evaluation Model ketercapaian

Model ini meliputi empat tahap, program.

pelaksanaan

yaitu

2. Goal Free Evaluation Model

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

melaksanakan sebuah program. yang

c. Evaluasi Proses dalam program, kebutuhan uang

perlu

dipetimbangkan

Evaluasi proses diarahkan pada dibutuhkan oleh program, dan

sejauh mana program dilakukan tujuan yang dapat dicapai.

dan sudah terlaksana sesuai

b. Program planning, perencanaan dengan rencana. program

dievaluasi

untuk

d. Evaluasi Hasil

mengetahui program disusun Ini merupakan tahap akhir sesuai analisis kebutuhan atau

evaluasi dan akan diketahui tidak.

ketercapaian tujuan, kesesuaian

c. Formative evaluation, evaluasi

dengan pencapaian dilakukan pada saat program

proses

tujuan, dan ketepatan tindakan berjalan.

yang diberikan, dan dampak dari

d. Summative program, evaluasi

program.

untuk mengetahui hasil dan

8. Discrepancy Model dampak dari program serta

ini ditekankan untuk mengetahui ketercapaian

Model

untuk mengetahui kesenjangan program.

yang

terjadi

pada setiap

7. CIPP Evaluation Model (Context komponen program. Evaluasi Input Process Product)

kesenjangan dimaksudkan untuk

a. Evaluasi Konteks mengetahui tingkat kesesuaian Evaluasi konteks adalah evaluasi

antara standar yang sudah terhadap kebutuhan, tujuan

dalam program pernenuhan dan karakteristik

ditentukan

dengan penampilan aktual dari individu

program tersebut. Seorang

yang

menangani.

Ketepatan penentuan model sanggup menentukan prioritas

evaluator

harus

evaluasi program bergantung pada kebutuhan dan memilih tujuan

jenis kegiatannya. Oleh karena itu yang

tidak semua model evaluasi program kesuksesan program.

paling

menunjang

dapat diterapkan. Penelitian ini

b. Evaluasi Masukan menggunakan model CIPP. Lebih Evaluasi

mengemukakan mempertimbangkan kemampuan

konsep evaluasi berdasarkan model awal atau kondisi awal yang

CIPP.

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Di dalam UU Nomor 2 tahun evaluasi program yang digunakan

bahwa Tujuan para ahli. Salah satunya adalah

1989 disebutkan

Nasional, yaitu model CIPP ( Context – input –

Pendidikan

“Mencerdaskan kehidupan bangsa process – product). Model ini

mengembangkan manusia dikembangkan oleh Stufflebeam.

dan

Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Model CIPP (1971) melihat kepada

dan bertakwa empat dimensi yaitu dimensi

yang beriman

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Konteks, dimensi Input, dimensi

berbudi pekerti luhur, memiliki Proses dan dimensi Produk.

pengetahuan

dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

Pendidikan

kepribadian yang mantab dan Pendidikan adalah usaha

mandiri serta rasa tanggung jawab sadar dan

kemasyarakatan dan kebangsaan.” mewujudkan suasana belajar dan

terencana

untuk

Sesungguhnya faktor tujuan proses pembelajaran agar peserta

bagi pendidikan adalah: didik secara aktif mengembangkan

a. Sebagai Arah Pendidikan, tujuan potensi dirinya untuk memiliki

akan menunjukkan arah dari suatu kekuatan spiritual keagamaan,

sedangkan arah pengendalian diri, kepribadian,

usaha,

menunjukkan jalan yang harus kecerdasan, akhlak mulia, serta

ditempuh dari situasi sekarang keterampilan

kepada situasi berikutnya. dirinya, masyarakat, bangsa dan

yang

diperlukan

b. Tujuan sebagai titik akhir, suatu Negara.

usaha pasti memiliki awal dan akhir. Landasan pokok keberadaan

Mungkin saja ada usaha yang sistem pendidikan nasional adalah

terhenti karena sesuatu kegagalan UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1)

mencapai tujuan, namun usaha itu Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap

belum bisa dikatakan berakhir. Pada warga negara berhak mendapatkan

umumnya, suatu usaha dikatakan pengajaran. Hal ini mengandung

berakhir jika tujuan akhirnya telah implikasi bahwa sistem pendidikan

tercapai.

nasional harus mampu memberi

c. Tujuan sebagai titik pangkal kesempatan belajar yang seluas-

mencapai tujuan lain, apabila tujuan luasnya kepada setiap warga

merupakan titik akhir dari usaha, negara.

maka dasar ini merupakan titik

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Evaluasi Program Wajib Belajar

tersebut merupakan fundamen yang

Konteks

Wajib Belajar

menjadi alas permulaan setiap

Pendidikan

Dasar (Wajar

usaha.

Dikdas Sembilan Tahun)

wajib belajar dilakukan

d. Memberi nilai pada usaha yang

Program

diselenggarakan untuk memberikan UUD

pelayanan pendidikan dasar seluas- Amendemen), Pasal 31, ayat 3

(versi

luasnya kepada warga negara menyebutkan,

Indonesia tanpa membedakan latar mengusahakan

"Pemerintah

belakang agama, suku, sosial, menyelenggarakan satu

dan

budaya, dan ekonomi. Setiap warga pendidikan

sistem

negara Indonesia usia wajib belajar meningkatkan

nasional,

yang

berhak mendapatkan pelayanan ketakwaan serta ahlak mulia dalam

keimanan

dan

pendidikan yang bermutu dan orang rangka mencerdaskan kehidupan

tua/walinya berkewajiban memberi bangsa,

kesempatan kepada anaknya untuk undang-undang." Pasal 31, ayat 5

mendapatkan pendidikan dasar. menyebutkan,

wajib belajar memajukan ilmu pengetahuan dan

"Pemerintah

Program

pada satuan teknologi dengan menunjang tinggi

diselenggarakan

dasar pada jalur nilai-nilai agama dan persatuan

pendidikan

pendidikan formal, nonformal, dan bangsa untuk kemajuan peradaban

harus dapat serta kesejahteraan umat manusia."

informal

dan

menampung anak yang normal Dalam

maupun yang berkelainan dan Undang Sistem Pendidikan Nasional

semua

Undang-

mempunyai hambatan. Peraturan yang pernah berlaku di Indonesia

tentang program wajib belajar tersebut,

mencakup hak dan kewajiban warga pendidikan nasional merupakan alat

dinyatakan

bahwa

negara Indonesia, tanggung jawab dan sekaligus tujuan yang sangat

Pemerintah dan pemerintah daerah. penting dalam perjuangan mencapai

Undang-Undang No.20 Tahun cita-cita dan tujuan nasional.

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan kewajiban belajar

semua rakyat Indonesia. Bahkan konsep wajib belajar

bagi

di

Indonesia sudah

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

SMP tercakup dalam pendidikan Th.1950. Akan tetapi secara formal

pelaksanaan wajib belajar baru Undang-Undang No.2 dimulai tahun 1984.

Th.1989 tidak secara eksplisit Pada awal pelaksanaannya,

memuat wajib belajar pendidikan wajib

dasar 9 tahun dalam bab tersendiri. merupakan wajib belajar sekolah

Wajib belajar itu tertuang pada dasar (SD) enam tahun. Rincian

pasal 5 dan 6, serta secara khusus wajib belajar tersebut tertuang

5 dalam Bab-VII U.U. No.4 Th.1950

mengemukakan bahwa setiap warga sebagai berikut: (1) semua anak

negara mempunyai hak yang sama yang sudah berumur 6 tahun berhak

untuk memperoleh pendidikan, dan yang sudah berumur 8 tahun

pasal 6 menyebutkan bahwa setiap diwajibkan belajar di sekolah,

berhak atas sedikitnya selama 6 tahun; (2)

warga

negara

kesempatan yang seluas-luasnya belajar di sekolah agama yang

untuk mengikuti pendidikan agar sudah mendapat pengakuan dari

pengetahuan, Menteri Agama, dianggap telah

memperoleh

kemampuan, dan keterampilan yang memenuhi

sekurang-kurangnya setara dengan (Sogimin G, 2005).

kewajiban

belajar

pengetahuan, kemampuan, dan Wajib belajar sekolah dasar 6

keterampilan tamatan pendidikan tahun tersebut rupanya dianggap

dasar. Pasal 14 menyatakan bahwa telah tidak memadai lagi, maka

warga negara yang berumur 6 pemerintah mencanangkan wajib

tahun berhak mengikuti pendidikan belajar pendidikan dasar 9 tahun,

dasar dan warga negara yang terdiri atas 6 tahun sekolah dasar

merumur 7 tahun berkewajiban (SD) dan 3 tahun sekolah lanjutan

mengikuti pendidikan dasar atau tingkat

pendidikan yang setara, sampai Pencanangan

pertama

(SLTP).

tamat (Sogimin G, 2005. pendidikan

wajib

belajar

Konteks mengenai program merupakabn realisasi U.U. No.2

dasar

9 tahun

wajib belajar diadopsi dari Peraturan Th.1989

Pemerintah RI No.47 Tahun 2008 dimulai tahun 1994. Dengan

dan

pelaksanaannya

mengenai Wajib Belajar, antara lain: dilaksanakannya

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Definisi

melanjutkan

pendidikan ke

1. Pasal 1 ayat 1, definisi dari Wajib jenjang yang lebih tinggi. belajar

pendidikan minimal yang harus

1. Pasal 3 ayat 1, Wajib belajar diikuti oleh warga negara

diselenggarakan pada jalur Indonesia atas tanggung jawab

pendidikan formal, pendidikan Pemerintah dan pemerintah

dan pendidikan daerah.

nonformal,

informal.

2. Pasal 3 ayat 2, Penyelenggaraan pendidikan dasar adalah jenjang

2. Pasal 1 ayat 2, definisi

wajib belajar pada jalur formal pendidikan

minimal pada jenjang pendidikan menengah,

jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Sekolah Dasar (SD)

meliputi SD, MI, SMP, MTs, dan dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)

bentuk lain yang sederajat. atau bentuk lain yang sederajat

3. Pasal 3 ayat 3, Penyelenggaraan serta

belajar pada jalur pertama (SMP) dan madrasah

nonformal tsanawiyah (MTs), atau bentuk

pendidikan

dilaksanakan melalui program lain yang sederajat.

paket A, program paket B, dan bentuk lain yang sederajat.

Fungsi dan Tujuan

4. Pasal 3 ayat 4, Penyelenggaraan

1. Pasal 2 ayat 1, Wajib belajar

belajar pada jalur berfungsi

wajib

pendidikan informal dilaksanakan perluasan

mengupayakan

melalui pendidikan keluarga kesempatan

dan

pemerataan

dan/atau pendidikan lingkungan. pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.

memperoleh

Pengelolaan

2. Pasal 2 ayat 2, Wajib belajar Pasal 6 ayat 3, Pengelolaan program bertujuan

wajib belajar pendidikan dasar pendidikan minimal bagi warga

memberikan

tingkat kabupaten/kota menjadi negara Indonesia untuk dapat

tanggung jawab bupati/walikota. mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di

Evaluasi

dalam masyarakat

atau

1. Pasal 8 ayat 1, Pemerintah, pemerintah

provinsi, dan

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

2. Pasal 11 ayat 2, Pemerintah dan melakukan evaluasi terhadap

kabupaten/kota

pemerintah daerah menjamin pelaksanaan

tersedianya pendidik, tenaga belajar secara berkala.

program wajib

kependidikan, dan biaya operasi

2. Pasal 8 ayat 2, Evaluasi terhadap untuk setiap satuan pendidikan pelaksanaan

penyelenggara program wajib relajar sebagaimana dimaksud

program wajib

dengan pembagian pada

belajar

tanggung jawab kurangnya meliputi:

diatur dalam

a. tingkat pencapaian program peraturan perundang-undangan wajib belajar;

yang

mengatur tentang

b. pelaksanaan

pendanaan pendidikan. pendidikan dasar;

kurikulum

c. hasil belajar peserta didik;

Hak dan Kewajiban Masyarakat

dan Pasal 13 ayat 1, Masyarakat berhak:

d. realisasi anggaran.

a. berperan

serta dalam

perencanaan,

pelaksanaan,

Penjaminan Wajib Belajar

pengawasan,

dan evaluasi

1. Pasal 11 ayat 1, Pemerintah dan

penyelenggaraan pemerintah daerah menjamin

terhadap

program wajib belajar; serta tersedianya lahan, sarana, dan

b. mendapat data dan informasi prasarana

penyelenggaraan pendidikan untuk setiap satuan

program wajib belajar. pendidikan pelaksana program

Pasal 13 ayat 2, Masyarakat wajib

mendukung diselenggarakan oleh Pemerintah

penyelenggaraan program wajib atau pemerintah daerah sesuai

belajar.

kewenangannya masing-masing, dengan

pembagian

beban

Input Wajib Belajar Pendidikan

tanggung jawab sebagaimana

Dasar (Wajar Dikdas Sembilan

diatur dalam

Input mengenai program mengatur tentang pendanaan

yang

wajib belajar yaitu penduduk pendidikan.

dengan usia yang sesuai pada sekolah

tingkat dasar, yaitu

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

persentase.

Proses Wajib

Belajar

Rumus yang digunakan:

Pendidikan Dasar

(Wajar

APM-SD=Banyaknya murid SD usia

Dikdas Sembilan Tahun)

7-12th x 100%

Pada tahap proses, penelitian Banyaknya penduduk usia 7–12th ini meninjau dari indikator dari Goal

Angka

partisipasi murni

2 MDGs Millenium Development sekolah menengah pertama adalah Goals BPS (Mencapai Pendidikan

perbandingan antara murid SMP Dasar untuk Semua) pada target 3

tahun termasuk yaitu: Angka Partisipasi Murni

usia

13-15

Tsanawiyah (MTs) Sekolah Dasar (APM SD), Angka

Madrasah

dengan penduduk usia 13-15 tahun, Partisipasi

dinyatakan dalam persentase. Menengah Pertama (APM SMP),

Rumus yang digunakan: Proporsi murid kelas 1 yang berhasil

APM-SMP=Banyaknya murid SMP mencapai kelas 5, Proporsi Murid

usia 13-15th x 100% Kelas 1 yang Berhasil Menamatkan

Banyaknya penduduk usia 13 – 15 Sekolah Dasar, Proporsi Murid Kelas

tahun

1 yang berhasil menyelesaikan Angka melek huruf penduduk sembilan tahun pendidikan dasar

tahun adalah serta angka melek huruf penduduk

usia

15-24

perbandingan jumlah penduduk usia 15-24 tahun.

berusia 15-24 tahun yang dapat Peneliti hanya mengambil 3

membaca dan menulis kalimat indikator yaitu Angka Partisipasi

sederhana dengan huruf latin Murni Sekolah Dasar (APM SD),

dengan jumlah penduduk usia 15-24 Angka Partisipasi Murni di Sekolah

tahun.

Menengah Pertama (APM SMP) dan Rumus yang digunakan: Angka Melek Huruf (AMH) penduduk

AMH 15-24=Byk pndduk usia 15- usia 15-24 tahun.

24thn yang melek huruf x 100 Angka

Jumlah penduduk usia 15-24 tahun sekolah dasar adalah perbandingan antara murid sekolah dasar (SD), usia 7-12 tahun termasuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), dengan penduduk

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Produk Wajib

Belajar

melihat indikator keberhasilan dari

Pendidikan Dasar

(Wajar

setiap tahap, yaitu:

Dikdas Sembilan Tahun)

1. Tahap Context (Konteks), Produk

indikator keberhasilan tahap Dikdas melihat dari indikator

Program

Wajar

ini melihat pada terlaksana keberhasilan

tidak implementasi dengan indikator dari Goal 2 MDGs

yang melandasi Millenium Development Goals BPS

hukum

kebijakan program wajib (Mencapai Pendidikan Dasar untuk

belajar pendidikan dasar. Semua) pada target 3. Indikator

2. Tahap Input (Masukan), yang dipakai pemerintah untuk

indikator keberhasilan tahap mengukur ketercapaian Program

ini melihat pada rendah atau Wajib Belajar 9 Tahun adalah

tingginya prosentase jumlah pencapaian Angka Partisipasi Kasar

penduduk usia sekolah yang (APK).

bersekolah. APK=jumlah siswa SMP/sederajat di

3. Tahap Process (Proses), suatu daerah x 100%

indikator keberhasilan tahap Jumlah penduduk usia 13 - 15 tahun

ini melihat pada rendah atau tingginya prosentase dari

Tingkat ketuntasan daerah dalam APM-SD, APM-SMP dan AMH. melaksanakan

4. Tahap Product (Produk), Dikdas 9 Tahun dikategorikan:

program

Wajar

indikator keberhasilan tahap

a. Tuntas pratama, bila APK ini melihat pada tingkat mencapai 80% s.d. 84%

ketuntasan daerah.

b. Tuntas madya,

bila

APK

mencapai 85 % s.d. 89%

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan mencapai 90% s.d. 94%

c. Tuntas utama,

bila

APK

metode atau pendekatan deduktif

d. Tuntas paripurna, bila APK kualitatif , karena tujuannya adalah mencapai minimal 95%.

untuk

mendeskripsikan dan

menggambarkan

apa adanya

Indikator Keberhasilan Program

mengenai suatu variabel, gejala, Penelitian ini menggunakan

keadaan atau fenomena sosial model evaluasi CIPP, maka peneliti

tertentu. Data kuantitatif yang berbentuk tabel-tabel dan berupa

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

dan 13-15 tahun. dan pembahasan secara detail,

3. Aspek proses Program Wajib digunakan

Belajar, ditinjau dari pelaksanaan analisis secara keseluruhan sebagai

untuk

mendukung

serta pembuktian

program

hambatan/kendala serta dari fenomena yang sedang diteliti, yang

bagi

fenomena-

indikator dari Goal 2 MDGs dalam hal ini tentang pelaksanaan

Millenium Development Goals Program Wajib Belajar dengan lokus

BPS (Mencapai Pendidikan Dasar di DKI Jakarta.

untuk Semua) pada target 3. Peneliti hanya membatasi pada 3

Instrumen Penelitian

Indikator yang digunakan adalah

Definisi Konseptual

Angka Partisipasi Murni Sekolah Evaluasi program adalah

(APM SD), Angka kegiatan penilaian dalam rangka

Dasar

Partisipasi Murni di Sekolah menguji tingkat kegagalan dan

Menengah Pertama (APM SMP) keberhasilan,

dan Angka Melek Huruf (AMH) efisisensi terhadap pelaksanaan

kefektifan

dan

penduduk usia 15-24 tahun.. suatu program.

4. Aspek produk Program Wajib Belajar, ditinjau dari outcome

Definisi Operasional

program serta dari indikator dari Evaluasi

2 MDGs Millenium kegiatan

Goals BPS pelaksanaan Program Wajib Belajar

(Mencapai Pendidikan Dasar yang diukur dengan indikator tiap-

untuk Semua) pada target 3. tiap aspek yaitu:

Indikator

yang dipakai

1. Aspek konteks perencanaan dan pemerintah untuk mengukur penyelenggaraan Program Wajib

ketercapaian Program Wajib Belajar ditinjau dari definisi,

9 Tahun adalah fungsi

Belajar

pencapaian Angka Partisipasi penyelenggaraan, pengelolaan,

dan

tujuan,

Kasar (APK).

evaluasi serta hak dan kewajiban masyarakat.

Model Penelitian Evaluasi

2. Aspek input Program Wajib

menggunakan Belajar ditinjau dari jumlah

Peneliti

evaluasi model CIPP, karena

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

yang diperoleh dari Biro Pusat menyeluruh tentang pelaksanaan

Statistik (BPS) dan Survei Sosial Program Wajib Belajar Pendidikan

(Susenas). Secara Dasar di DKI Jakarta. Mengingat

Ekonomi

spesifik data yang digunakan model CIPP memberikan suatu

adalah sebagai berikut : format evaluasi yang komprehensif

a. Konteks, ditinjau dari definisi, pada setiap tahapan pelaksanaan

dan tujuan, program, maka dalam penelitian ini

fungsi

penyelenggaraan, pengelolaan, ditetapkan untuk menggunakan

evaluasi serta hak dan kewajiban evaluasi model CIPP.

masyarakat. Data bersumber dari PP No.47 Tahun 2008

Instrumen Penelitian

WajibBelajar dan Penelitian ini rencananya

tentang

Millenium Development Goals akan menggunakan pendekatan

BPS (MDGs) Goal 2. deskriptif kualitatif. Data kualitatif

b. Input. Data yang digunakan didapatkan dengan wawancara dan

adalah jumlah penduduk Sekolah observasi sedangkan kuantitatif

7-12 tahun dan 13-15 tahun. didapatkan dari hasil perhitungan

Data tersebut bersumber dari terhadap data yang relevan, baik

Biro Pusat Statistik. data primer maupun sekunder yang

c. Proses, ditinjau dari indikator mendasarkan pada aspek-aspek

dari Goal 2 MDGs Millenium penelitian yang berkaitan dengan

Goals BPS pelaksanaan Program Wajib Belajar

Development

(Mencapai Pendidikan Dasar Pendidikan Dasar di DKI Jakarta.

untuk Semua) pada target 3. Peneliti hanya membatasi pada 3

Sumber Data

Indikator yang digunakan adalah

1. Data Primer yaitu data yang Angka Partisipasi Murni Sekolah diambil langsung dari responden

(APM SD), Angka menggunakan

Dasar

Partisipasi Murni di Sekolah mengenai konteks, input, proses

wawancara

Menengah Pertama (APM SMP) (hambatan/kendala) dan produk

dan Angka Melek Huruf (AMH) ( outcome program).

penduduk usia 15-24 tahun.

2. Data Sekunder yaitu data yang Data tersebut didapat melalui diperoleh secara tidak langsung

Biro Pusat Statistik.

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Informan yang dari Goal 2 MDGs Millenium

Adapun

Key

dimaksud adalah:

Development

Dikdas DKI (Mencapai Pendidikan Dasar

untuk Semua) pada target 3.

2. Para Kepala Sekolah SD dan Indikator

SMP di DKI Jakarta pemerintah untuk mengukur

yang

dipakai

3. Para guru SD dan SMP di DKI ketercapaian Program Wajib

pencapaian Angka Partisipasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasar (APK).

Evaluasi Context (Konteks) Program Wajar Dikdas

Teknik Pengumpulan Data

Konteks mengenai program Teknik pengumpulan data

wajib belajar diadopsi dari Peraturan dalam

Pemerintah RI No.47 Tahun 2008 menggunakan

penelitian

akan

mengenai Wajib Belajar, antara lain: berikut :

teknik

sebagai

1. Observasi atau pengamatan

Definisi

1. Pasal 1 ayat 1, definisi dari Wajib ini akan dilakukan melalui kegiatan

Pengumpulan data penelitian

adalah program observasi

belajar

pendidikan minimal yang harus langsung terhadap obyek analisis

atau

pengamatan

diikuti oleh warga negara untuk menggali aspek-aspek yang

Indonesia atas tanggung jawab relevan dan penting sebagai dasar

Pemerintah dan pemerintah analisis dan interpretasi yang akan

daerah.

dilakukan.

2. Pasal 1 ayat 2, definisi

2. Wawancara pendidikan dasar adalah jenjang Wawancara

yang melandasi terhadap

dilakukan

pendidikan

jenjang pendidikan menengah, informan) yang dianggap memiliki

narasumber

( key

berbentuk Sekolah Dasar (SD) pengetahuan

dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) tentang suatu persoalan atau

yang

memadai

atau bentuk lain yang sederajat fenomena pelaksanaan Program

sekolah menengah Wajib Belajar Pendidikan Dasar di

serta

pertama (SMP) dan madrasah DKI Jakarta pada tahun 2008-2011.

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

paket A, program paket B, dan bentuk lain yang sederajat.

Fungsi dan Tujuan

4. Pasal 3 ayat 4, Penyelenggaraan

1. Pasal 2 ayat 1, Wajib belajar

belajar pada jalur berfungsi

wajib

pendidikan informal dilaksanakan perluasan

mengupayakan

melalui pendidikan keluarga kesempatan

dan

pemerataan

dan/atau pendidikan lingkungan. pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.

memperoleh

Pengelolaan

2. Pasal 2 ayat 2, Wajib belajar Pasal 6 ayat 3, Pengelolaan program bertujuan

wajib belajar pendidikan dasar pendidikan minimal bagi warga

memberikan

tingkat kabupaten/kota menjadi negara Indonesia untuk dapat

tanggung jawab bupati/walikota. mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di

Evaluasi

dalam masyarakat

1. Pasal 8 ayat 1, Pemerintah, melanjutkan

atau

provinsi, dan jenjang yang lebih tinggi.

kabupaten/kota melakukan evaluasi terhadap

pemerintah

Penyelenggaraan

pelaksanaan program wajib

1. Pasal 3 ayat 1, Wajib belajar belajar secara berkala. diselenggarakan

2. Pasal 8 ayat 2, Evaluasi terhadap pendidikan formal, pendidikan

pada

jalur

pelaksanaan program wajib nonformal,

relajar sebagaimana dimaksud informal.

dan

pendidikan

pada ayat

(1) sekurang-

2. Pasal 3 ayat 2, Penyelenggaraan kurangnya meliputi: wajib belajar pada jalur formal

a. tingkat pencapaian program dilaksanakan

wajib belajar; jenjang pendidikan dasar yang

minimal

pada

b. pelaksanaan kurikulum meliputi SD, MI, SMP, MTs, dan

pendidikan dasar; bentuk lain yang sederajat.

c. hasil belajar peserta didik;

3. Pasal 3 ayat 3, Penyelenggaraan

dan

wajib belajar

d. realisasi anggaran. pendidikan

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

Penjaminan Wajib Belajar

terhadap

penyelenggaraan

1. Pasal 11 ayat 1, Pemerintah dan program wajib belajar; serta pemerintah daerah menjamin

b. mendapat data dan informasi tersedianya lahan, sarana, dan

penyelenggaraan prasarana

tentang

program wajib belajar. pendidikan untuk setiap satuan

selain

lahan

Pasal 13 ayat 2, Masyarakat pendidikan pelaksana program

mendukung wajib

berkewajiban

penyelenggaraan program wajib diselenggarakan oleh Pemerintah

atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya masing-masing,

Evaluasi

Konteks Program

dengan pembagian

beban

Wajib Belajar Pendidikan Dasar

tanggung jawab sebagaimana Beberapa hal yang dievaluasi diatur

dari konteks Program Wajar Dikdas perundang-undangan

ini, yaitu:

mengatur tentang pendanaan

1. Berdasarkan definisi harusnya pendidikan.

program ini merupakan program

2. Pasal 11 ayat 2, Pemerintah dan minimal yang harus diikuti dan pemerintah daerah menjamin

merupakan tanggung jawab dari tersedianya pendidik, tenaga

pemerintah dan pemerintah kependidikan, dan biaya operasi

daerah. Pada kenyataannya tidak untuk setiap satuan pendidikan

semua diwajibkan karena masih penyelenggara program wajib

ada anak usia sekolah yang tidak belajar

bersekolah atau melanjutkan beban

dengan

pembagian

sekolah di tingkat pendidikan sebagaimana

tanggung

jawab

dasar, karena tidak ada sanksi peraturan perundang-undangan

diatur

dalam

yang jelas untuk hukum wajib yang

pendanaan pendidikan.

2. Dalam hal fungsi dan tujuan, dimana Wajib belajar bertujuan

Hak dan Kewajiban Masyarakat

memberikan pendidikan minimal Pasal 13 ayat 1, Masyarakat berhak:

bagi warga negara Indonesia

a. berperan

untuk dapat mengembangkan perencanaan,

serta

dalam

potensi dirinya agar dapat hidup pengawasan,

mandiri di dalam masyarakat

– Volume XII, Nomor 1, Maret 2014 – Volume XII, Nomor 1, Maret 2014

dan biaya operasi untuk setiap berdasarkan wawancara dengan

pendidikan key informan, masih ada yang

satuan

penyelenggara program wajib melihat

dengan pembagian lulusan pendidikan dasar belum

beban tanggung jawab, pada bisa mandiri dan menggunakan

kenyataannya masih ada sekolah kompetensinya dengan baik di

mengeluhkan karena dunia luar.

yang

banyak guru memasuki masa

tugas maka ada wajib

3. Dalam hal penyelenggaraan

purna

kekosongan, tetapi ada larangan pendidikan informal dilaksanakan

mengangkat guru honorer bagi melalui pendidikan keluarga

negeri, sehingga dan/atau pendidikan lingkungan,

sekolah

penjaminan tersedianya pendidik berdasarkan hasil wawancara

tidak terpenuhi. dapat

6. Konteksnya masyarakat dapat pendidikan dasar di lingkungan

disimpulkan

bahwa

serta dalam keluarga masih kurang.

4. Dalam hal penjaminan wajib

dan evaluasi belajar yaitu pemerintah dan

pengawasan,

penyelenggaraan pemerintah daerah menjamin

terhadap

program wajib belajar; serta tersedianya lahan, sarana, dan