MAKALAH TENTANG ISLAM DAN AKAL MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia sekali didalam
Islam. Dengan akal maka terselamatlah diri daripada mengikuti hawa nafsu yang
sentiasa menyuruh untuk melakukan keburukan. Dan setiap perbuatan buruk adalah
yang akan membawa manusia ke Neraka Jahannam, Allah berfirman :
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) nescaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala". [Q.S. Al-Mulk : 10]
Ayat ini menerangkan tentang penyesalan para penghuni neraka yang tidak
mahu mendengar dan menggunakan akal ketika hidup di dunia. Bererti, kedudukan
akal sangat tinggi dan mulia sekali ; iaitu mampu memelihara manusia dari api
neraka.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal
secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban
taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum-pun tidak
berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena beban
apapun.
Didalam Islam, dalam menggunakan akal mestilah mengikuti kaedahkaedah yang ditentukan oleh wahyu supaya akal tidak terbabas, supaya akal tidak

digiring oleh kepentingan, sehingga tidak menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal, sehingga tidak menjadikan musuh sebagai kawan dan
kawan pula sebagai musuh.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (kerana) mereka tidak hentihentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang
1

menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian darpadai mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan
kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (dengan menggunakan
akalmu). [Q.S. Ali ‘Imran : 118]
Meskipun demikian, akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki
kemampuan dan kapasitas yang terbatas. Oleh karena itulah, Allah SWT
menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam
keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui
batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat, yaitu:
a.
b.

c.

Apakah Pengertian dari Akal ?
Apakah Fungsi akal dalam islam?
Bagaimana kedudukan Akal dalam islam?

1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk memahami pengertian akal.
b. Untuk memahami fungsi akal dalam islam.
c. Untuk memahami kedudukan akal dalam islam.

2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akal
Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala-ya’qilu’ yang secara lughawi memiliki
banyak makna, sehingga kata al ‘aql sering disebut sebagai lafazh musytarak, yakni
kata yang memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi allughah wa al a’lam, dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna adraka (mencapai,

mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa tafakkara (merenung dan berfikir).
Kata al-‘aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun nuhaniyyun bihi
tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya
seseorang dapat mencapai, mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh
indera. Al-‘aql juga diartikan al-qalb, hati nurani atau hati sanubari.
Pengaruh filsafat Yunani terhadap filosof-filosof muslim terlihat dalam
pendapat mereka tentang akal yang dipahami sebagai salah satu daya dari jiwa (annafs/ ar-ruh) yang terdapat dalam diri manusia. Seperti Al-Kindi (796-873) yang
terpengaruh Plato, menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga daya, daya
bernafsu (al-quwwah asy-syahwatiyah) yang berada di perut, daya berani (alquwwah al-ghadabiyyah) yang bertempat di dada dan daya berfikir (al-quwwah annatiqah) yang berpusat di kepala. Sementara itu, di kalangan teolog muslim,
mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan, seperti pendapat
Abu al-Huzail, akal adalah daya untuk memperoleh pengetahuan, daya yang
membuat seseorang dapat membedakan dirinya dengan benda-benda lain, dan
mengabstrakkan benda-benda yang ditangkap oleh panca indera.
Dengan demikian akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi
daya berfikir yang terdapat

dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh

pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal
yang dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri

manusia, yakni dari Allah SWT.

3

2.2 Fungsi Akal Dalam Islam
Dalam hubungan dengan upaya memahami islam, akal memiliki fungsi
yaitu sebagai berikut:
1. Seagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya
adalah sumber utama ajaran islam.
2. Merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk
mengetahui maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan Sunnah
Rosul.
3. Sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan semangat Al-Qur’an dan
Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan
umat manusia dalam bentuk ijtihat.
4. Untuk menjabarkan pesan yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah
dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk
mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya.
5. Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.

6. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
7. Sebagai Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.
Namun demikian, bagaimana pun hasil akhir pencapaian akal tetaplah relatif
dan tentatif. Untuk itu, diperlukan adanya koreksi, perubahan dan penyempurnaan
teru-menerus.
2.3 Kedudukan Akal Dalam Islam
1. Allah subhanahu wa'ta'ala hanya menyampaikan kalam-Nya (firman-Nya)
kepada orang-orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat
memahami agama dan syari'at-Nya. Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rohmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
fikiran". (QS. Shaad [38]: 43).
2.

Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk mendapat
taklif (beban kewajiban) dari Alloh subhanahu wa'ta'ala. Hukum-hukum
syari'at tidak berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai akal. Dan
diantaranya yang tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena
kehilangan akalnya. Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallama bersabda:

4

"‫جن نيونن قح تقتى ي قففي يقق‬
‫ ال ن‬: ‫عين ث ققلاثث قوفمن يقها‬
‫"نرففقع الققل قنم ق‬

"Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan,
diantaranya: orang gila samapai dia kembali sadar (berakal)". (HR. Abu
Daud: 472 dan Nasa'i: 6/156).
3. Alloh subhanahu wa'ta'ala mencela orang yang tidak menggunakan akalnya.
Misalnya celaan Alloh subhanahu wa'ta'ala terhadap ahli neraka yang tidak
menggunakan akalnya: Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghunipenghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. 067. Al Mulk [67]: 10)
4. Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an,
seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum
tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun" (apakah
kalian tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka
tidak merenungi isi kandungan Al-Qur'an) dan lainnya.
5. Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya ayat-ayat

berikut ini:
Artinya:"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya
Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya". (QS. An Nisaa' [04]: 82)
Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fingsi akal.
Alloh subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah
diturunkan Alloh," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti
apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqarah
[2]: 170)

5

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang

kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal
maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai
salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat,
menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah.Namun,
karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak
sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.
3.2

Saran
Hendaknya mahasiswa dapat memperoleh dan mengkaji materi mengenai
agama islam. Dan selalu mengkaji dengan akal sebagaimana kita sebagai makhluk
yang memiliki akal.

6

DAFTAR PUSTAKA

7