Struktur Komunitas Plankton pada Saat Pa

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan (2016: Yogyakarta)

Prosiding Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2016 Jilid II: Manajemen Sumberdaya Perikanan

Penyunting Isnansetyo, A... (et al.) Yogyakarta Departemen Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, 2016

ISSN: 2477-6327

1. Isnansetyo, A.

@ Hak Cipta dilindungi undang-undang All rights reserved

Penyunting: Isnansetyo, A. et al.

Diterbitkan oleh:

Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2016

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari penyunting.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya “SEMINAR NASIONAL TAHUNAN XIII HASIL PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2016” Departemen Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengembangan IPTEK yang bersifat dasar, strategis, terapan, dan adaptif dalam bidang perikanan dan kelautan serta dukungan

kelembagaan yang kuat sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kegiatan seminar nasional tahunan hasil penelitian perikanan dan kelautan dilaksanakan dalam rangka inventarisasi penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan mengetahui teknologi yang telah dihasilkan.

Makalah yang dipresentasikan pada seminar telah melalui tahap seleksi abstrak dan berjumlah kurang lebih 305 makalah dari berbagai perguruan tinggi, instansi pemerintah, lembaga penelitan dan pengembangan baik pemerintah maupun swasta. Makalah yang dipresentasikan sebagian diterbitkan dalam bentuk jurnal yang dikelola oleh Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Makalah-makalah yang diterbitkan dalam prosiding ini telah dievaluasi oleh dewan redaksi dan diperbaiki melalui proses seleksi abstrak oleh tim reviewer, koreksi substansi, penyuntingan, penyeragaman sistematika, pembetulan dan pengaturan tata letak.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Gadjah Mada

2. Dekan Fakultas Pertanian UGM

3. Ketua Departemen Perikanan UGM

4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

5. Pemakalah dan peserta dalam seminar ini

6. Semua pihak yang turut serta dalam menyukseskan seminar dan membantu penerbitan prosiding ini.

Akhirnya, kami mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyelenggaraan seminar maupun penyajian prosiding ini. Harapan kami, semoga prosiding ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Desember 2016

Tim Penyunting

BP-19

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN MINGKIH Cestraceus plicatilis DALAM RANGKA PELESTARIAN PLASMA NUTFAH Usman Bulanin, Mas Eriza, Masriza dan Erna Maiyadi ...................................................

69 Bidang Kelautan KL-02

PERTUMBUHAN TERIPANG TRILL, Stichopus hermanii (STICHOPODIDAE: HOLOTHUROIDEA: ECHINODERMATA) PASCA STIMULASI FISSION Retno Hartati, Widianingsih dan Hadi Endrawati .............................................................

77 KL-03

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON SAAT AIR PASANG DI KAWASAN ESTUARI PERANCAK, BALI Amandangi W. Hastuti, Yuli Pancawati dan Nyoman Surana .........................................

87 KL-04

KEDALAMAN LAPISAN PERCAMPURAN (KLP) DI SELAT MAKASSAR Irvan W. T. Geofary, Ivonne M. Radjawane dan Ibnu Sofian ..........................................

99 KL-05

ANALISA PIGMEN KAROTENOID PADA BAKTERI Erythrobacter flavus SIMBION KARANG LUNAK Acropora nasuta Edi Setiyono, Delianis Pringgenies, Heriyanto, Monika N. U. Prihastyanti, Yuzo Shioi dan Tatas H. P. Brotosudarmo ...............................................................................

111 KL-07

HUBUNGAN PANJANG BERAT KERANG BAKAU (Telescopium telescopium) DI LAGUNA SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP Any Kurniawati dan Dietriech G. Bengen .........................................................................

KL-08 STUDI KETERKAITAN PASANG SURUT TERHADAP ARUS UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA PERIKANAN DENGAN METODE FLEXIBLE MESH Purnomo Hawati dan Koko Ondara .................................................................................

129 KL-12

HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) SADENG YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS Dewantoro Pamungkas, Djumanto dan Nurul Khakim .....................................................

KL-15 KAJIAN IMPOSEKS PADA KEONG MACAN (Babylonia spirata) DI PERAIRAN TANJUNG MAS SEMARANG Ria A. T. Nuraini, Retno Kusumastuti dan Widianingsih ..................................................

KL-16 KAJIAN PERSENTASE TUTUPAN KARANG DAN KERAGAMAN IKAN KARANG DI PESISIR TELUK TANAH MERAH DEPAPRE JAYAPURA PAPUA Puguh Sujarta dan Suwarno Hadisusanto ......................................................................

KL-18 DENSITAS DAN KADAR TOTAL LIPID MIKROALGA Spirulina platensis YANG DIKULTUR PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Hadi Endrawati, Christin Manulang, Retno Hartati dan Widianingsih ..............................

Bidang Sosial Ekonomi Perikanan

SE-04 PENGELOLAAN PERIKANAN KEPITING BAKAU DI SULAWESI TENGAH PASCA PENERAPAN PERMEN KP NOMOR 1 TAHUN 2015 Mohammad Zamrud, Rosihan Anwar dan Suryati Musram ............................................

vii-Semnaskan_UGM / Daftar Isi

SE-05 KAJIAN PENERAPAN DUA MODEL TEKNOLOGI YUMINA-BUMINA DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Yohanna R. Widyastuti dan Irsyaphiani Insan ................................................................

183 SE-06

PERAN KOPERASI LEPP-M3 NUSA BARONG DALAM PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF MASYARAKAT PESISIR PUGER Dewi Kurniawati, Ariesia A. Gemaputri dan Siti U. Hasanah ...........................................

191 SE-07

IDENTIFIKASI INDIKATOR KINERJA DAN PERSEPSI PELANGGAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN DAN PRODUK UNGGULAN TERASI PUGER Endro Sugiartono, Ratih P. Y. Ambarkahi dan Muksin ....................................................

203

SE-08 ANALISIS HUKUM PEMBERANTASAN IUU FISHING DALAM PERSPEKTIF NEGARA BENDERA KAPAL BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA Sharifa A. R. Magis, Akhmad Solihin dan Muhammad F. A. Sondita .............................

213

SE-10 PENGARUH WISATAWAN TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT LOKAL DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA M. D. A. Malik, Sukron A. R., Miko B. Raharjo & Haries Sukandar .................................

221

SE-11 ANALISIS KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK PRODUK IKAN TUNA INDONESIA Ediyanto ...........................................................................................................................

227 SE-15

ANALISIS HUKUM DAN KELEMBAGAAN PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG PERIKANAN Akhmad Solihin, Thomas Nugroho dan Lutfhi B. Wanda ................................................

243

SE-17 ETIKA SUBSISTENSI

SEBUAH PERSPEKTIF BARU Edi Susilo .........................................................................................................................

Bidang Penangkapan Ikan

PI-02 HASIL TANGKAPAN DAN STRUKTUR UKURAN IKAN TONGKOL LISONG Auxis rochei BERDASARKAN JENIS UMPAN, KEDALAMAN DAN WAKTU PENANGKAPAN PADA PERIKANAN PANCING ULUR DI MAJENE SELAT MAKASSAR Wayan Kantun .................................................................................................................

259 PI-04

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER POPULASI TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDERA HINDIA Raymon R. Zedta, Bram Setyadi, Dian Novanto dan Prawira A. R. P.

267 PI-08

Tampubolon ......................................................................................................................

ANALISIS INTRINSIC RATE SEBAGAI INDIKATOR UNTUK MENDUGA BENTUK EKSPLOITASI PERIKANAN DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR Tri D. Lelono dan Ledhyane I. Harlyan ............................................................................

277 PI-10 RIG TO REEF SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT BERKELANJUTAN

Semnaskan_UGM / Daftar Isi-viii

pMS-22 POTENSI LUASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI TELUK PUNDUH PEUDADA KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Rezki A. Suhaimi, Mudian Paena dan Ruzkiah Asaf .......................................................

401 Poster Kelautan

pKL-04 KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI PERAIRAN REBO SUNGAILIAT BANGKA Sastra Apriza, Wahyu Adi dan Eva Utami ........................................................................

411

Poster Sosial Ekonomi Perikanan

pSE-01 PENERAPAN ALAT BANTU PENANGKAPAN PADA NELAYAN PAMMENG (HAND LINE) DI KABUPATEN BARRU Andi A. Malik dan Nurhana Ibrahim................................................................................

427

pSE-02 PERAN KELEMBAGAAN PANGLIMA LAOT DI KOTA SABANG DALAM MEWUJUDKAN PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Baskoro Pakusadewo, Akhmad Solihin dan Ernani Lubis ...............................................

433 Poster Penangkapan Ikan

pPI-02 KOMPOSISI JENIS DAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI DANAU TONDANO SULAWESI UTARA Makri .................................................................................................................................

447 pPI-05

YANG TERTANGKAP DENGAN ALAT TANGKAP BELAT HILIR SUNGAI MUSI Syarifah Nurdawati dan Freddy Supriyadi ........................................................................

453 Indeks Penulis ....................................................................................................................................

467 Indeks Kata Kunci ..............................................................................................................................

471

Semnaskan_UGM / Daftar Isi-x

xi-Semnaskan_UGM / Daftar Isi

470-Semnaskan_UGM / Indeks Penulis

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON SAAT AIR PASANG DI KAWASAN

ESTUARI PERANCAK, BALI

KL-03

Amandangi W. Hastuti *, Yuli Pancawati & Nyoman Surana

Balai Penelitian dan Observasi Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan 2 Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu, KKP, Surabaya, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Plankton memegang peranan penting dalam suatu perairan sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan (food chain) menyebabkan plankton dijadikan sebagai skala ukuran kesuburan suatu ekosistem. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keanekaragaman dan struktur komunitas plankton dalam rangka menggambarkan kondisi perairan di kawasan Estuari Perancak, Bali. Penelitian dilakukan dengan metode survei lapangan pada bulan September 2015 yang terdiri dari tiga lokasi yaitu Sungai Loloan (bagian utara), Dermaga Perancak (bagian tengah) dan Muara Perancak (bagian selatan). Sampel plankton didapatkan dari 100 l air yang disaring menggunakan plankton net dengan ukuran mesh size 25 µm, diameter mulut jaring 31 cm dan panjang 80 cm. Berdasarkan hasil penelitian, 3

kelimpahan plankton baik fitoplankton maupun zooplankton berkisar antara 300-20.100 sel/m 3 dan 300-28.500 ind/m . Kelimpahan plankton di Estuari Perancak dipengaruhi oleh faktor kualitas air terutama konsentrasi unsur hara (fosfat, silikat dan nitrat). Indeks ekologi menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis fitoplankton di Estuari Perancak termasuk rendah (0,98≤H’≤1,38) dan tidak ada jenis fitoplankton yang mendominasi (0,32≤D≤0,48) dengan keseragaman jenis yang mendekati stabil dan cenderung merata (0,50 ≤E≤0,77). Sedangkan indeks ekologi zooplankton menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis zooplankton tergolong rendah (1,06≤H’≤1,29), dengan sebaran jenis zooplankton yang cukup merata dan relatif sama (0,54≤E≤1), serta tidak adanya jenis yang dominan (0,33≤D≤0,51). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Perairan Estuari Perancak termasuk perairan yang masih layak untuk untuk kehidupan organisme akuatik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kualitas air secara fisik-kimia di Kawasan Estuari Perancak yang masih dalam kisaran normal untuk kehidupan plankton.

Kata kunci: Estuari Perancak, kualitas air, plankton

Pengantar

Estuari merupakan perairan semi tertutup yang berhubungan langsung dengan laut sehingga air laut bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang bersalinitas rendah (Azis, 2007). Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan contoh dari sistem perairan estuari. Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi (ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar. Namun beberapa sifat fisis dan biologis pentingnya tidak memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik) (Rositasari & Rahayu, 1994). Perairan di kawasan estuari sangat dinamis karena estuari adalah tujuan akhir dari suatu aliran sungai. Pada daerah ini akan terjadi proses fisika, biologi dan kimiawi yang spesifik, seperti terjadinya percampuran (mixing) antara air tawar dan air laut, perubahan pasang surut, transport partikel dan nutrien (Lancelot & Bruxelles, 2011).

Kawasan Estuari Perancak merupakan kawasan yang berada di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali memiliki luas areal 876 ha, berupa lahan tambak baik aktif maupun tidak aktif dengan luas 390 ha dan hutan mangrove dengan luas 78,6 ha (Kartikasari & Sukojo, 2001). Estuari Perancak memiliki karakteristik khas yang badan airnya dipengaruhi oleh asupan air asin dari Selat Bali dan air tawar dari sungai yang bermuara didalamnya, salah satunya adalah Sungai Loloan. Kawasan Estuari Perancak menjadi habitat bagi produsen, konsumen dan konsumer puncak pada rantai makanan.

Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-87

Plankton merupakan salah satu parameter biologi yang dipengaruhi oleh parameter lainnya dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya (Nybakken & Eidman, 1992; Yuliana, 2009). Plankton adalah organisme renik yang melayang- layang dalam kolom air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air (Odum, 1971; Newell & Newell, 1977). Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik fisik, kimia, maupun biologi (Reynolds, 2006).

Keberadaan plankton diperairan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kualitas perairan. Fitoplankton merupakan indikator biologi untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan (Rochelle-Newall et al., 2011; Follows et al., 2014). Perairan dengan kandungan nutrien, baik nitrat, fosfat maupun silikat akan memperkaya daerah estuari karena nutrien tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton. Informasi mengenai struktur komunitas plankton di kawasan Estuari Perancak masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragam dan struktur komunitas plankton dalam rangka menggambarkan kondisi perairan di kawasan Estuari Perancak.

Bahan dan Metode

Tempat dan waktu penelitian Pengambilan sampel plankton dan kualitas air dilakukan pada bulan September 2015 yang mewakili musim peralihan antara musim timur ke musim barat di kawasan Estuari Perancak. Sampling plankton dilakukan di Sungai Loloan (bagian utara), dermaga Perancak (bagian tengah) dan muara Perancak (bagian selatan) pada saat air pasang. Pengambilan data pada saat pasang diasumsikan akan ada percampuran (mixing) antara air laut dan air tawar yang akan mempengaruhi kelimpahan jenis plankton (Cloern, 1991). Lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada Gambar 1.

Sampel plankton diambil pada lapisan permukaan di 3 stasiun pengamatan menggunakan plankton net dengan ukuran mesh size 25 µm, diameter mulut jaring 31 cm dan panjang 80 cm, berdasarkan metode SNI 06-3963-1995 dan Greenberg (Eaton et al., 2005). Sampel plankton didapatkan dari 100 l air yang disaring dan dipekatkan menjadi 30 ml. Sampel air ditempatkan dalam botol film berwarna putih atau gelap dan ditambahkan formalin 4%. Sample plankton kemudian dianalisis di Laboratorium Kualitas Perairan BPOL-KKP Perancak, Bali. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan menggunakan handheld Multi Parameter Water Quality Checker (WQC)-24, parameter yang diambil meliputi suhu, salinitas, pH, DO, turbiditas, fosfat, silikat dan nitrat yang mengacu pada SNI 6989.57-2008.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kawasan Estuari Perancak

88-Semnaskan_UGM / Amandangi W. Hastuti et al.

Identifikasi dan analisis data Identifikasi sampel plankton dilakukan dibawah mikroskop binokuler merk Optica B310 dengan perbesaran 100 kali. Sebanyak 1 ml sampel yang telah dihomogenkan, diteteskan pada Sedgewick Rafter chamber dan ditutup dengan cover glass, kemudian dilakukan identifikasi dan dihitung kelimpahannya. Identifikasi jenis plankton mengacu pada buku identifikasi plankton Yamaji (1966). Kelimpahan plakton per stasiun pengamatan dihitung dengan rumus APHA (2005) yang ditampilkan pada persamaan 1.

Keterangan: N = jumlah Individu per (m )

3 Vd = volume air yang disaring (m ) Vt = volume air yang tersaring (ml)

Vs = volume air pada Sedgewick Rafter chamber (ml) n = jumlah plankton tercacah.

Analisis indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis organisme akuatik. Indeks keanekaragaman (diveristy index) Shannon-Wiener (Shannon, 1963) dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

pi = ni = jumlah individu spesies ke-i

N = jumlah total plankton.

Kisaran indeks keanekaragaman (H’) diklasifikasikan sebagai berikut (Magurran, 2013): 0<H’<1,5

= keanekaragaman rendah 1,5<H’<3,5

= keanekaragaman sedang H’>3,5

= keanekaragaman tinggi.

Keanekaragaman rendah artinya kondisi labil karena perairan tersebut hanya cocok untuk jenis tertentu. Keanekaragaman sedang atau moderat menandakan jenis organisme menyebar merata. Keanekaragaman tinggi atau stabil menandakan jenis organisme variasinya tinggi didukung oleh faktor lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup dalam habitat bersangkutan (Odum, 1992). Menurut Wilhm & Dorris (1968), nilai indeks keanekaragaman (H’) dikaitkan dengan tingkat pencemaran adalah sebagai berikut: H’>3 = tidak tercemar 1<H’<3 = tercemar sedang 0<H’<1 = tercemar berat.

Indeks keseragaman (E) menunjukkan kelimpahan individu organisme merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis organisme di perairan mempunyai kelimpahan yang merata dengan persamaan sebagai berikut (Odum, 1971; Magurran, 2013):

Keterangan: E

= indeks keseragaman H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Hmax

= ln S

= jumlah genera.

Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-89

Indeks keseragaman berkisar antara 0-1, nilai E mendekati 0 maka sebaran individu antar jenis tidak seragam dan merata (sangat jauh berbeda) dan terjadi dominansi suatu jenis. Apabila nilai

E mendekati 1 maka sebaran individu antar jenis merata (relatif sama) dan seragam.

Indeks dominansi (D) Simpson digunakan untuk mengetahui adanya pendominasian jenis tertentu di perairan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Odum, 1971):

Keterangan: D = indeks dominansi Simpson ni = jumlah individu spesies ke-i (ind/l) N = jumlah total plankton (ind/l) S = jumlah genus.

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Nilai yang mendekati nol (0) menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya genus yang dominan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis (Magurran, 2013).

Hasil dan Pembahasan

Parameter fisika-kimia perairan Suhu Parameter fisika-kimia di kawasan Estuari Perancak selama pengamatan disajikan pada Tabel

1. Berdasarkan Tabel 1. tersebut, suhu permukaan air dari hulu sungai sampai ke muara berkisar antara 27,70-30,30 °C. Aziz et al. (2014) menyatakan bahwa suhu di Estuari Perancak berkisar antara 29,1-31,7 °C. Kisaran nilai suhu tersebut merupakan nilai yang normal bagi perkembangan dan pertumbuhan optimal fitoplankton yaitu 20-30 °C (Yazwar, 2008). Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses kehidupan dan penyebaran organisme serta mempengaruhi laju fotosintesis dan pertumbuhan alga secara alami (Radiarta, 2013).

Salinitas Fluktuasi salinitas di daerah estuari merupakan faktor yang sangat mempengaruhi distribusi plankton (Cervetto et al., 1999; Devreker et al., 2009; Lawrence et al., 2004). Secara umum salinitas di Estuari Perancak yang terukur pada bulan September berkisar antara 10,33- 33,83‰, dimana nilai salinitas terendah berada di Sungai Loloan (10,33‰) dan tertinggi berada di Muara Perancak (33,83‰). Isnansetyo & Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa salinitas optimal bagi plankton adalah antara 20- 35‰. Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu perairan yang dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan (Xinfeng & Jiaquan, 2010). Oleh karena itu, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35 ‰, estuari 5-35 ‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken & Eidman, 1992).

Derajat keasaman (pH) Nilai pH rata-rata terendah terdapat di Sungai Loloan (7,63) dan tertinggi terdapat di Muara Perancak (8,13). Menurut Boyd & Tucker (2012) rentang pH yang ideal bagi kehidupan plankton berkisar antara 6,8-8,0. pH di lingkungan laut relatif stabil dalam kisaran 7,5-8,4 (Nybakken & Eidman, 1992). Nilai pH ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Pescod, 1974).

Turbiditas (kekeruhan) Bruton (1985) menyatakan bahwa turbiditas (kekeruhan) menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di kolom air. Tingkat kekeruhan ini tergantung dari partikel yang tersuspensi atau terlarut baik berupa bahan organik maupun anorganik yang terdapat dalam perairan. Turbiditas biasanya diukur dengan turbidity meter dengan satuan Nephelometric Turbidity Units (NTU).

90-Semnaskan_UGM / Amandangi W. Hastuti et al.

Nilai turbiditas terendah terdapat di Sungai Loloan yaitu 15,59 NTU, hal ini disebabkan karena perairan di Sungai Loloan tergolong stagnan (lentik) dibandingkan di stasiun Dermaga Perancak dan Muara Perancak relatif aktif bergerak, terutama ketika terjadi percampuran massa air laut dan air tawar pada saat terjadi pasang. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya, pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya kedalaman air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik maupun anorganik dalam proses aerobik. Berdasarkan Tabel 1. kandungan DO di Dermaga Perancak lebih rendah dibandingkan di Sungai Loloan dan Muara Perancak. Nilai DO di Dermaga Perancak adalah 2,42 mg/l sedangkan di Muara Perancak dan Sungai Loloan adalah 3,29 mg/l dan 3,47 mg/l. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.

Fosfat Fosfat merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein dan metabolisme sel organisme. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut (Nybakken & Eidman, 1992). Fosfat sering dianggap sebagai faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan alami, bila jumlah yang berlebih maka menjadi penentu terjadinya pertumbuhan plankton yang sangat pesat (blooming) (Schindler, 1974; Henderson & Markland, 1987). Menurut Millero (2013) pertumbuhan semua jenis fitoplankton tergantung pada konsentrasi ortofosfat. Bila konsentrasinya dibawah 0,038 mg/l maka perkembangan sel menjadi terhambat.

Sehubungan dengan kebutuhan bagi pertumbuhan fitoplankton, kisaran ortofosfat yang optimum adalah 0,09-1,80 ppm (Mackentum, 1969 cit. Guildford & Hecky, 2000). Berdasarkan Tabel 1. nilai fosfat yang terukur berkisar antara 0,04-0,81 mg/l dan masih dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan fitoplankton. Nilai fosfat di Sungai Loloan lebih tinggi dibandingkan dengan Dermaga Perancak dan Muara Perancak karena Sungai Loloan berada dekat pemukiman yang memungkinkan adanya buangan limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah pertanian.

Silikat Kandungan silikat di Sungai Loloan lebih banyak dibandingkan 2 stasiun lainnya yaitu 11,86 mg/l. Zat hara silikat diperlukan dan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup beberapa jenis fitoplankton diantaranya Diatom dan silicoflagellata untuk pembentukan kerangka dinding selnya. Zooplankton dan fitoplankton (Diatom dan silicoflagellata) merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan silikat karena tinggi rendahnya kelimpahan zooplankton dan fitoplankton tersebut dalam suatu perairan tergantung kepada kadar silikat (Nybakken & Eidman, 1992).

Nitrat Hasil pengukuran konsentrasi nitrat di Estuari Perancak berada pada kisaran <0,001-0,60 mg/l, yang mana konsentrasi tertinggi terdapat di Sungai Loloan. Tingginya konsentrasi nitrat di Sungai Loloan disebabkan oleh limbah antropogenik baik berupa buangan limbah sisa industri, rumah tangga maupun pertanian. Konsentrasi nitrat di Dermaga Perancak dan Muara Perancak menunjukkan nilai <0,001 mg/l. Rendahnya konsentrasi nitrat di Dermaga Perancak dan Muara Perancak kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya masukan unsur hara dari daratan. Pertumbuhan optimal plankton memerlukan nitrat kisaran 3,9-15,5 mg/l dan menjadi faktor pembatas <0,144 mg/l (Mackentum, 1969 cit. Kurnianto et al., 2014).

Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-91

Komposisi jenis plankton Fitoplankton Komposisi fitoplankton yang ditemukan di kawasan Estuari Perancak pada bulan September 2015 terdiri dari 4 kelas yaitu Diatom, Dinophyceae, Chlorophyceae dan Charopyceae dengan jumlah jenis individu yang beragam (Tabel 2). Komposisi jenis fitoplakton paling beragam yang ditemukan didominasi oleh kelas Diatom. Diatom merupakan komunitas epipelagik yang sering ditemui di suatu perairan (Klais et al., 2015). Hal ini dikarenakan keanekaragaman Diatom sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lingkungan dan struktur komunitas Diatom dapat merespon dengan cepat perubahan fisik, kimia dan biologi lingkungan (Trigueros & Orive, 2001; Mooser et al., 1996 cit. Badsi et al., 2012). Jumlah individu (kepadatan) fitoplankton di kawasan Estuari Perancak bervariasi menurut lokasi pengambilan sampel. Bervariasinya jumlah jenis fitoplankton terjadi karena perbedaan kualitas air (terutama unsur hara), grazing oleh zooplankton dan ikan herbivora serta akumulasi dari sisa-sisa metabolisme yang bersifat toksik (Agustiadi et al., 2013).

Tabel 2. Kelimpahan fitoplankton di kawasan Estuari Perancak. Jumlah Individu (sel/m 3 )

No. Kelas Fitoplankton

Dermaga

Muara

Sungai Loloan

Perancak Diatom

Perancak

1. Biddulphia sp.

2. Isthmia nervosa

3. Asterolampra sp. 300

4. Coscinodiscus sp.

5. Pleurosigma sp.

6. Diploneis sp.

7. Thalassiosira sp.

8. Leptocylindrus sp.

9. Melosira sp.

Dinophyceae

1. Peridinium sp. 300

2. Exuviella sp.

3. Glenodinium sp.

Chlorophyceae

1. Ankistrodesmus sp.

2. Oedogonium sp.

Charophyceae

3 2.400 Jumlah Individu (sel/m )

1. Mougeotia sp.

3 Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan di Sungai Loloan dengan kelimpahan 47.100 sel/m yang didominasi oleh kelas Chlorophyceae jenis Oedogonium sp. Oedogonium sp. merupakan fitoplankton kosmolit yang banyak ditemukan di perairan tawar yang permanen dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel (Hossain et al., 2008) maupun biomassa karena produktivitasnya tinggi (high productivity), komposisi biokimia yang menguntungkan (favourable biochemical composition), penyebarannya luas (cosmopolitan distribution) dan mendominasi alga lainnya (competitive dominance over other algal species) (Lawton et al., 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustiadi et al. (2013) tentang struktur komunitas plankton di Selat Bali, menunjukkan bahwa jenis fitoplankton yang tinggi kelimpahannya adalah Thalassiosira sp., Ceratium sp. dan Peridium sp. Pada penelitian ini, jenis-jenis plankton tersebut tidak dijumpai di Estuari Perancak. Hal ini menunjukkan bahwa aliran air pasang dari Selat Bali tidak mempengaruhi kelimpahan jenis fitoplankton tersebut di kawasan Estuari Perancak.

Komposisi kelimpahan masing-masing kelas fitoplankton selama pengamatan pada bulan September 2015 di kawasan Estuari Perancak ditampilkan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa komposisi fitoplankton didominasi oleh kelas Diatom. Hal ini dapat

92-Semnaskan_UGM / Amandangi W. Hastuti et al.

dipahami karena kelas Diatom merupakan jenis yang paling toleran terhadap kondisi perairan, mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan dan memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi dibandingkan jenis lainnya. Kelimpahan Diatom di perairan sepanjang pantai tropis terutama di sekitar mulut sungai dan pesisir sebagian besar karena pengaruh daratan (land mass effect), sebagai akibat terbawanya nutrisi dari sawah, ladang, limbah industri dan rumah tangga melalui air sungai ke laut dan juga karena turbulensi (pengadukan) oleh gelombang pasang (Fitriya et al., 2011).

Gambar 1. Komposisi (%) berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton: a) Sungai Loloan, b) Dermaga Perancak dan c) Muara Perancak.

Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (D) memperlihatkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas serta keseimbangan jumlah individu pada tiap jenis. Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton di Estuari Perancak masing-masing berbeda di tiap stasiunnya (Gambar 2). Nilai indeks H’ fitoplakton di Estuari Perancak berada pada kisaran 0,98-1,38. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis fitoplankton di Estuari Perancak rendah (Magurran, 2013). Nilai indeks keseragaman jenis fitoplankton berkisar antara 0,55-0,77 yang menunjukkan bahwa keseragaman jenis fitoplankton di semua stasiun mendekati stabil dan cenderung merata. Nilai indeks dominansi (D) jenis fitoplankton yang diperoleh menunjukkan kisaran yang tidak jauh berbeda antara 0,32-0,48 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada jenis fitoplankton yang mendominasi di Estuari Perancak.

Gambar 2. Nilai indeks ekologi fitoplankton di kawasan Estuari Perancak.

Zooplankton Hasil identifikasi menunjukan bahwa di kawasan Estuari Perancak ditemukan 5 kelas zooplankton, meliputi Crustacea, Holothuroidea, Ciliata, Gastropoda dan Bivalvia (Tabel 3). 3 Kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat di Sungai Loloan, yaitu 41.100 ind/m , didominasi

Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-93 Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-93

konsumen utama fitoplankton (Marchus & Wilcox, 2007). Pola makan Acartia sp. relatif asimtotik dengan kelimpahan makanan (fitoplankton). Ketika fitoplankton melimpah, maka asupan Arcatia maksimal, sehingga kelimpahan Acartia pun melimpah. Sedangkan pada saat kelimpahan fitoplankton sedikit, maka pola makan Acartia akan menyesuaikan (Durbin, 1990).

Tabel 3. Kelimpahan zooplankton di kawasan Estuari Perancak. Jumlah Individu (ind/m 3 )

No Kelas Zooplankton

Dermaga

Muara

Sungai Loloan

Perancak Crustacea

Perancak

1. Acartia sp.

2. Calanus sp.

3. Temora sp.

Holothuroidea

1. Pelagothuria sp.

300 Ciliata

1. Tintinnopsis sp.

2. Undella sp.

3. Leprotintinnus sp. 300

4. Prorodon sp.

1. Limacina sp.

1. Gryphaea sp.

Jumlah Individu (ind/m )

Zooplankton kelas Crustacea ditemukan di semua stasiun. Peran zooplankton Crustacea dalam ekosistem pelagis sangat penting dari sudut pandang trofik, sebagai jembatan penghubung antara produsen primer dan sekunder laut karena laju pertumbuhan Crustacea tersebut relatif sangat cepat sehingga kelimpahannya lebih tinggi dibandingkan kelas zooplankton lainnya (Razouls et al., 2005). Pada Gambar 3. disajikan perbedaan komposisi kelimpahan zooplankton Crustacea di ketiga stasiun, kelimpahan tertinggi dijumpai di Sungai Loloan (81,75%) dan terendah di Muara Perancak (54,55%).

Gambar 3. Komposisi (%) berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas zooplankton: a) Sungai Loloan, b) Dermaga Perancak dan c) Muara Perancak.

Indeks ekologi zooplankton di kawasan Estuari Perancak disajikan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut diketahui bahwa kisaran indeks keanekaragaman (H’) zooplankton di Estuari Perancak termasuk kedalam kelas keanekaragaman rendah. Sedangkan untuk indeks keseragaman (D) diperoleh kisaran 0,54-1,0. Indeks keseragaman tertinggi terdapat di Dermaga Perancak. Hal ini dikarenakan pada stasiun tersebut hanya ditemukan 1 jenis zooplankton yaitu Tintinnopsis sp. dari kelas Ciliata.

94-Semnaskan_UGM / Amandangi W. Hastuti et al.

Gambar 4. Nilai indeks ekologi zooplankton di kawasan Estuari Perancak.

Perbedaan kelimpahan plankton baik fitoplankton maupun zooplankton di kawasan Estuari Perancak berhubungan dengan kondisi fisika-kimia perairan. Radiarta (2013) menyatakan bahwa nitrat, amoniak dan fosfat merupakan unsur penting yang berhubungan dengan tingkat kesuburan perairan. Kadar nutrient (fosfat, silikat dan nitrat) yang tinggi pada umumnya ditemukan di perairan tawar. Tingginya kandungan nutrien ini dapat disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau pertanian yang banyak mengandung nutrien. Hal inilah yang menyebabkan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di Sungai Loloan lebih tinggi dibandingkan dengan Dermaga Perancak dan Muara Perancak.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan kelimpahan plankton di lokasi pengamatan cukup bervariasi dengan jumlah jenis ditemukan sebanyak 15 jenis fitoplankton dan 10 jenis zooplankton. Indeks ekologi menunjukkan bahwa keanekaragaman fitoplankton dan zooplankton di Estuari Perancak termasuk rendah dan tidak ada jenis yang mendominasi dengan keseragaman jenis yang mendekati stabil dan cenderung merata. Kelimpahan plankton di kawasan Estuari Perancak dapat dijadikan sebagai indikator ekologi perairan. Kualitas air secara fisika-kimia di Kawasan Estuari Perancak menunjukkan kisaran normal untuk kehidupan plankton dan biota akuatik lainnya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis berterima kasih kepada Nyoman Surana atas bantuannya pada saat pengambilan data. Tim Laboratorium Kualitas Perairan-BPOL Novia Arinda Pradisty, Diah Chandra Kirana dan Nazulatul Fitriah dalam bantuannya menganalisis data kualitas air.

Daftar Pustaka

Agustiadi, T., H. Faisal & T. Mukti. 2013. Struktur komunitas plankton di Perairan Selat Bali. Omniakuatika. 12: 1-8

APHA. 2005. Standard methods for the examination of water and wastewater. American Public Health Association (APHA). Washington, DC, USA.

Azis, M.F. 2007. Tipe Estuari Binuangeun (Banten) berdasarkan distribusi suhu dan salinitas perairan. OLDI. 33: 97-110

Aziz, A., Y.W. Sri & M. Lilik. 2014. Perairan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan

Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-95 Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-95

Badsi, H., H.A. Oulad, M. Loudiki & A. Aamiri. 2012. Phytoplankton diversity and community

composition along the salinity gradient of the massa estuary. AJHE. 1 (2): 58-64

Boyd, C.E. & S.T. Craig. 2012. Pond aquaculture water quality management. Springer Science & Business Media.

Bruton, M.N. 1985. The effects of suspensoids on fish. Hydrobiologia. 125 (1): 221-41

Cervetto, G., G. Raymond & P. Marc. 1999. Influence of salinity on the distribution of Acartia tonsa (Copepoda, Calanoida). J Exp Mar Biol Ecol. 239 (1): 33-45. doi:10.1016/S0022- 0981(99)00023-4.

Cloern, J.E. 1991. Tidal stirring and phytoplankton bloom dynamics in an estuary. Journal of Marine Research. 49 (1): 203-221

Devreker, D., S. Sami, W. Gesche, J. Forget-Leray & L. François. 2009. Effects of salinity, temperature and individual variability on the reproduction of Eurytemora affinis (Copepoda; Calanoida) from the Seine Estuary: A laboratory study. J Exp Mar Biol Ecol. 368 (2): 113-23. doi:10.1016/j.jembe.2008.10.015.

Durbin, A.G. 1990. Diel feeding behavior in the marine Copepod Acartia tonsa in relation to food availability. Mar. Ecol. Prog. Ser. 68: 23-45

Eaton, A.D., S.C. Lenore, W.R. Eugene, A.E. Greenberg & M.A.H. Franson. 2005. APHA: Standard methods for the examination of water and wastewater. Centennial Edition. APHA, AWWA, WEF. Washington, DC.

Fitriya, N., H. Surbakti & R. Arryawati. 2011. Pola sebaran fitoplankton serta klorofil-a pada

bulan November di Perairan Tambelan, Laut Natuna. Maspari Journal. 3: 01-08

Follows, M.J., S. Dutkiewicz, J.M. Montoya, P. Cermeno, M. Loreau & S.M. Vallina. 2014. Global

Comms. 5: 1-10. doi:10.1038/ncomms5299.

Guildford, S.J. & R.E. Hecky. 2000. Total nitrogen, total phosphorus, and nutrient limitation in lakes and oceans: Is there a common relationship? Limnology and Oceanography. 45 (6): 1213-23. doi:10.4319/lo.2000.45.6.1213.

Henderson, S.B. & H.R. Markland. 1987. Decaying lakes. The origins and control of cultural eutrophication. John Willey & Son. New York.

Hossain, A.B.M.S., A. Salleh, A.N. Boyce, P. Chowdhury & M. Naqiuddin. 2008. Biodiesel fuel production from Algae as renewable energy. AJBB. 4 (3): 250-54

Isnansetyo, A. & Kurniastuty. 1995. Teknik kultur phytoplankton dan zooplankton (pakan alami untuk pembenihan organisme laut). Kanisius. Yogjakarta.

Kartikasari, A. Dara & B.M. Sukojo. 2001. Analisis persebaran ekosistem hutan mangrove menggunakan Citra Landsat-8 di Estuari Perancak Bali. 1-8

Klais, R., J.E. Cloern & P.J. Harrison. 2015. Resolving variability of Phytoplankton species composition and blooms in coastal ecosystems. Estuarine, Coastal and Shelf Science. Academic Press. 1-3 pp.

Kurnianto, H.W., E. Widyastuti & Ismangil. 2014. Kajian kualitas air dan penentuan status mutu air Rawa Bendungan Cilacap. Biosfera. 31 (1): 30-44

96-Semnaskan_UGM / Amandangi W. Hastuti et al.

Lancelot, C. 2011. Trends in estuarine phytoplankton ecology. Treatise on Estuarine and Coastal Science. Elsevier Inc. 7. doi:10.1016/B978-0-12-374711-2.00703-8.

Lawrence, D., I. Valiela & G. Tomasky. 2004. Estuarine Calanoid Copepod abundance in relation to season, salinity, and land-derived nitrogen loading, Waquoit Bay, MA. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 61 (3): 547-57. doi:10.1016/j.ecss.2004.06.018.

Lawton, R.J., R. de Nys, S. Skinner & N.A. Paul. 2014. Isolation and identification of

Oedogonium species and strains for biomass applications. PloS One. 9 (3): 1-9

Magurran, A.E. 2013. Ecological diversity and its measurement. Springer Science & Business Media.

Marchus, N.H. & J.A. Wilcox. 2007. Guide to the meso-scale production of the Copepod Acartia tonsa. Florida Sea Grant College Program.

Millero, F.J. 2013. Chemical Oceanography. CRC Press. London.

Newell, G.E. & R.C. Newell. 1977. Marine plankton. Hutchinson.

Nybakken, J.W. & H.M. Eidman. 1992. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. WB Saunders Company. Toronto.

. 1992. Emergy and public policy. Part I-II. Environmental Engineering Sciences, University of Florida, Gainesville, FL.

Pescod, M.B. 1974. Investigation of rational effluent and stream standards for tropical countries. DTIC Document.

Radiarta, I.N. 2013. Hubungan antara distribusi fitoplankton dengan kualitas perairan di Selat Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Bumi Lestari. 13 (2): 234-43

Razouls, C., F. De Bovée, J. Kouwenberg & N. Desreumaux. 2005. Diversity and geographic distribution of marine planktonic Copepods. http://copepodes.Obs-Banyuls. Fr/en. Diakses 10 Agustus 2008.

Reynolds, C.S. 2006. The ecology of phytoplankton. Cambridge University Press.

Rochelle-Newall, E.J., V.T. Chu, O. Pringault, D. Amouroux, R. Arfi, Y. Bettarel, T. Bouvier. 2011. Phytoplankton distribution and productivity in a highly turbid, tropical coastal system (Bach Dang Estuary, Vietnam). Marine Pollution Bulletin. 62 (11): 2317-29. doi:10.1016/j.marpolbul.2011.08.044.

Rositasari, R. & S.K. Rahayu. 1994. Sifat-sifat estuari dan pengelolaannya. Oseana. 19 (3): 21-

Schindler, D.W. 1974. Eutrophication and recovery in experimental lakes: Implications for lake

management. Science. 184 (4139): 897-99. doi:10.1126/science.184.4139.897.

Shannon, C.E. 1963. Wiener: The mathematical theory of communications. University of Illinois, Urbana. 117 p.

Trigueros, J.M. & E. Orive. 2001. Seasonal variations of Diatoms and Dinoflagellates in a shallow, temperate estuary, with emphasis on neritic assemblages. Hydrobiologia. 444: 119-133. doi:10.1023/A:1017563031810.

Semnaskan_UGM / Kelautan (KL-03)-97

Wilhm, J.L. & T.C. Dorris. 1968. Biological parameters for water quality criteria. BioScience. 18 (6): 477-81. doi:10.2307/1294272.

Xinfeng, Z. & D. Jiaquan. 2010. Affecting factors of salinity intrusion in Pearl River Estuary and sustainable utilization of water resources in Pearl River Delta. In Sustainability in Food and Water: An Asian Perspective, edited by K Fukushi, 18: 343-52. Springer Science &

Business Media. doi:10.1007/978-90-481-9914-3.

Yamaji, I. 1966. Illustrations of the Marine Plankton of Japan. Hoikusha.

Yazwar. 2008. Keanekaragaman plankton dan keterkaitannya dengan kualitas air di Parpat Danau Toba.

Yuliana. 2009. Komposisi dan kelimpahan plankton di Kepulauan Guraici Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara. Lutjanus. 14 (1): 49-53

Tanya Jawab

1. Penanya : Yona (Universitas Pattimura) Pertanyaan :

a. Pengambilan sampel secara vertical atau horizontal? Kenapa di sungai lebih banyak varietas?

b. Bagaimana tingkat kesuburan perairan itu? Jawaban

a. Nutrien di sungai lebih tinggi, akibatnya lebih tinggi di sungai.

b. Sedang.

2. Penanya : Ria Azizah Pertanyaan : Bagaimana pengambilan sampling? Dan kapan? Jawaban

: Saringannya 1 saja.

98-Semnaskan_UGM / Amandangi W. Hastuti et al.