Analisis Viabilitas Finansial Produsen Ikan Asin di Kota Sibolga (Studi Kasus: Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga)

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Asin
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak di konsumsi
masyarakat dan mudah didapat. Namun dibalik keunggulannya, ikan juga mengalami
proses kemunduran mutu. Dengan kandungan air yang cukup tinggi, tubuh ikan
merupakan

media

yang

cocok

untuk

kehidupan


bakteri

pembusuk

atau

mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan.
Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat
dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang, terutama pada saat kondisi melimpah. Oleh
karena itu untuk mencegah proses pembusukan perlu dikembangkan berbagai cara
pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian besar ikan yang
diproduksi dapat dimanfaatkan.
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari
mata rantai industri perikanan. Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus
digunakan garam murni, yaitu garam dengan kandungan Natrium Clorida (NaCl) yang
cukup tinggi sekitar 95% dan ada juga garam dengan kandungan Magnesium Calcium
seperti garam rakyat (Edy, 2011).
Pengeringan ikan umumnya disertai dengan penggaraman sehingga ikan kering itu
terasa asin. Maksud dari penggaraman sebelum ikan dikeringkan


yaitu untuk

menyerap air dari permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat
kekeringan serta dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses
pengeringan berlangsung. Batas kadar air yang diperlukan dalam tubuh ikan kira-kira

Universitas Sumatera Utara

9

20-35% agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti

(Rahardi,

1998).
Apabila lingkungan tidak memenuhi syarat, maka produk ikan asin sering mengalami
kerusakan selama dalam penyimpanan. Kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan
yang akan digunakan perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran ikan sangat berpengaruh
terhadap jumlah bakteri. Selain itu, cara penanganan, sanitasi, faktor biologis,
temperatur lingkungan, alat pengangkutan ikan dan ruang penyimpanan harus

mendapat perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan
(Adawyah, 2008).
Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin, yaitu ikan
yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan. Dalam skala nasional,
ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan
penting, hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan dengan cara
penggaraman (Edy, 2011).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Viabilitas Finansial
Seperti yang tercantum pada National Regulatory System for Community Housting,
viabilitas finansial adalah kemampuan usaha untuk menghasilkan pendapatan yang
cukup untuk menutupi biaya produksi, pengeluaran operasional, kewajiban finansial,
pengeluaran mikro dan seluruh pengeluaran hingga pertumbuhan usaha dimasa depan.
Menurut Wiebie (2007), Viabilitas finansial merupakan analisis yang bertujuan untuk
menilai kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang selama periode waktu
yang panjang. Komponen penilaian analisis viabilitas finansial adalah penerimaan

Universitas Sumatera Utara

10


(Total Revenue), biaya

produksi (Total Cost) dan konsumsi. Viabilitas finansial

ditentukan oleh tingkat pendapatan pertanian. Pendapatan sektor pertanian
menunjukkan fluktuasi yang kuat dari waktu ke waktu karena fluktuasi harga dan
hasil. Tingkat pendapatan juga dipengaruhi oleh jumlah subsidi pertanian.
Ada banyak rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur kelayakan
pertanian, tiga faktor utama adalah likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. Berbagai
rasio yang digunakan dalam menilai setiap faktor dan mereka harus digunakan secara
tidak terpisah satu sama lain.
1. Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan pertanian untuk memenuhi komitmen keuangannya
ketika jatuh tempo dalam kegiatan usaha normal.
2. Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan pertanian untuk membayar semua kewajiban melalui
asetnya.
3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah sumber daya yang cukup akan dihasilkan untuk pembayaran biaya

dan utang yang telah dikeluarkan. Viabilitas finansial ditentukan oleh tingkat
pendapatan pertanian. Pendapatan sektor pertanian menunjukkan fluktuasi yang kuat
dari waktu ke waktu karena fluktuasi harga dan hasil. Tingkat pendapatan juga
dipengaruhi oleh jumlah subsidi pertanian.
2.2.2 Proses Produksi
Secara umum, istilah produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan
sumberdaya yang mengubah suatu komoditas menjadi komoditas lainnya yang sama

Universitas Sumatera Utara

11

sekali berbeda. Produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat output per
unit periode atau waktu (Miller dan Meiners, 1986).
Kegiatan produksi menunjukkan kepada upaya pengubahan input atau sumber daya
menjadi output (barang atau jasa). Input segala bentuk sumber daya yang digunakan
dalam pembentukan output. Secara luas, input dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori yaitu tenaga kerja dan kapital.
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik
secara tunai maupun tidak tunai. Dalam analisis ekonomi, biaya di klasifikasikan ke

dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan,
yaitu sebagai berikut:
1) Biaya
Biaya-biaya yang berupa uang tunai, misalnya upah kerja untuk biaya penggarapan
tanah, biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida dan lain-lain. Sedangkan biayabiaya panen, bagi hasil, sumbangan dan pajak yang tetap harus dibayarkan.
2) Biaya tetap dan biaya variabel
Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar
kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan
biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan
besarnya produksi, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk dan sebagainya.
3) Biaya rata-rata dan biaya marginal

Universitas Sumatera Utara

12

Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang
dihasilkan. Sedangkan biaya marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan
petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan satu satuan produk pada suatu tingkat
produksi tertentu (Daniel, 2002).

2.2.3 Teori Penerimaan
Penerimaan adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan harga
jual. Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan pembeli untuk
setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan seperti satuan yang
lazim dipakai pembeli/penjual secara partai besar, misalnya: kg, kuintal, ikat, dan
sebagainya (Soekartawi, 2006).
Menurut Boediono (2005), ada beberapa konsep penerimaan yaitu :
1. Total Revenue (TR) yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya.
Total revenue adalah output dikalikan harga jual output.
2. Average Revenue (AR) yaitu penerimaan produsen per unit output yang ia jual
3. Marginal Revenue (MR) yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh penjualan
tambahan 1 unit output.
2.2.4 Teori Pendapatan
Menurut Soekartawi (2003), Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua yaitu
pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor (penerimaan) usahatani
adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual,
dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan di gudang pada akhir tahun.
Sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor
usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan


Universitas Sumatera Utara

13

pupuk yang digunakan oleh usahatani. Pendapatan keluarga yang diperoleh petani
berasal dari pendapatan bersih dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja keluarga.
2.2.5 Teori Modal
Modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali
atau barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau
meningkatkan pendapatan (Suratiyah K, 2009). Modal dapat dibagi dua, yaitu modal
tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah barang-barang yang digunakan dalam
proses produksi yang dapat digunakan beberapa kali, meskipun akhirnya barangbarang modal ini habis juga, tetapi tidak sama sekali terisap dalam hasil. Contoh
modal tetap adalah mesin, pabrik, gedung dan lain-lain. Modal bergerak adalah
barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang hanya bisa digunakan
untuk sekali pakai, misalnya pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya modal yang
bergerak diperhitungkan dengan harga biaya riil, sedangkan biaya modal tetap
diperhitungkan dengan nilai penyusutan (Daniel, 2002).

Universitas Sumatera Utara


14

2.3 Penelitian Terdahulu
Tabel Tabulasi penelitian terdahulu yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4. Tabulasi Penelitian Terdahulu
No
1.

2.

Nama
Peneliti
Herlina
Aritonang
(2017).

Judul
Penelitian
Analisis

Viabilitas
Finansial
Usaha
Ternak Sapi
Potong
(Studi
Kasus: Desa
Paya
Bakung
Kecamatan
Hamparan
Perak,
Kabupaten
Deli
Serdang).

Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana

proses produksi
ternak sapi dan
besar
biaya
produksinya?
2. Berapa besar
pendapatan
bersih peternak
sapi
didaerah
penelitian?
3.
Bagaimana
viabilitas
finansial
peternak Sapi di
daerah
penelitian?

Metode
Kesimpulan
Analisis
1. Analisis Proses Produksi usaha
Deskriptif.
ternak sapi potong di
daerah penelitian adalah
2. Analisis proses produksi secara
penerimaan semi modern. Pendapatan
dan
bersih usaha ternak sapi
pendapatan. potong sebesar
Rp 2.164.235,59/bulan.
3. Analisis Pendapatan tersebut lebih
viabilitas
Rendah
dibandingkan
finansial.
dengan Upah Minimun
Kabupaten (UMK) Deli
Serdang.
Usaha ternak sapi potong
di derah penelitian adalah
viabel.

Samir
Yasif
(2015).

Analisis
Viabilitas
Finansial
Petani Ubi
Kayu
di
Kabupaten
Serdang
Bedagai
(Studi
Kasus: Desa
Pegajahan,
Kecamatan
Pegajahan,
Kabupaten
Sergei).

1. Berapa besar
pendapatan
bersih usahatani
ubi kayu di
daerah
penelitian?
2.
Bagaimana
viabilitas
finansial petani
ubi kayu di
daerah
penelitian?

1. Analisis
penerimaan
dan
pendapatan.

Pendapatan
bersih
usahatani ubi kayu di
daerah penelitian cukup
besar, yakni
Rp 3.877.182/bulan.
2. Analisis Pendapatan tersebut lebih
viabilitas
tinggi
dibandingkan
finansial.
dengan Upah Minimum
Kabupaten
(UMK)
Serdang Bedagai sebesar
Rp
1.496.000/bulan.
Viabilitas finansial petani
ubi kayu di daerah
penelitian adalah viabel.

Universitas Sumatera Utara

15

3.

Jufrianto
(2014).

Analisis
FaktorFaktor
Yang
Mempengar
uhi
Pendapatan
Dan
Viabilitas
Finansial
Petani Salak
Padangsidi
mpuan di
Kabupaten
Tapanuli
Selatan.

1. Berapa besar
pendapatan
petani salak di
daerah
penelitian?
2.
Bagaimana
viabilitas
finansial petani
salak di daerah
penelitian?

1. Analisis
penerimaan
dan
pendapatan.

Rata-rata
pendapatan
keluarga
sebesar
Rp.573.926,5/ha.
Bila
dibandingkan
dengan Upah Minimum
2. Analisis Kabupaten
(UMK)
viabilitas
Tapanuli Selatan yaitu
finansial.
sebesar Rp.1.496.000/bln
maka
pendapatan
keluarga petani/bulan di
daerah penelitian lebih
kecil.
Sehingga
kehidupan
masyarakat petani di
Desa Siuhom Kecamatan
Angkola
Barat
Kabupaten
Tapanuli
Selatan tergolong miskin.
Usaha
Petani
Salak
Padangsidimpuan
Di Kab. Tapanuli Selatan
adalah tidak viabel.

4.

Rani
Cristiana
(2010).

Analisis
Kelayakan
Usahatani
dan
Pengolahan
Ubi (Studi
Kasus:
Kec. Dolok
Masihul dan
Kec.
Pegajahan,
Kab.
Serdang
Bedagai).

Bagaimana
Analisis
kelayakan
kelayakan
usahatani
dan finansial.
pengolahan ubi
di
daerah
penelitian?

Secara umum usahatani
layak untuk diusahakan,
hanya saja keuntungan
yang diperoleh tidak
terlalu tinggi karena
besarnya biaya tenaga
kerja yang dikeluarkan.

5.

Merri
Nababan
(2009).

Analisis
Kelayakan
Usahatani
Jagung di
Kecamatan
Tiga
Binanga
Kabupaten
Karo.

Bagaimana
Analisis
kelayakan
kelayakan
finansial
finansial.
usahatani jagung
di
daerah
penelitian?

Usahatani jagung di
Kecamatan
Tiga
Binanga,
Kabupaten
Karo
layak
untuk
diusahakan
dengan
keuntungan yang tidak
terlalu tinggi.

Universitas Sumatera Utara

16

2.4 Kerangka Pemikiran
Kota Sibolga memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup melimpah dan
mudah didapat. Hasil perikanan laut dan perairan umum sebagian ada yang diolah
menjadi komoditas olahan siap konsumsi untuk menambah nilai guna hasil perikanan
tersebut. Salah satu produk olahan hasil perikanan yang menambah nilai guna adalah
ikan asin.
Dalam proses produksi usaha ikan asin di Kota Sibolga diperlukan biaya produksi
(input) untuk menghasilkan output. Output produksi yang dikalikan dengan harga jual
ikan asin akan menghasilkan penerimaan bagi produsen ikan asin. Selisih antara
penerimaan usaha dengan total biaya input disebut dengan pendapatan bersih produsen
ikan asin. Pendapatan yang dihasilkan, berhubungan dengan modal dan konsumsi
(pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi, organisasi, dan
kehidupan sosial lainnya). Ketika modal dan konsumsi diketahui, maka viabilitas
dapat diketahui. Suatu usaha dikatakan viabel apabila pendapatan lebih besar daripada
modal dan konsumsi. Suatu usaha dikatakan tidak viabel apabila pendapatan lebih
kecil dari biaya produksi dan konsumsi.

Universitas Sumatera Utara

17

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Usaha Ikan Asin

Produsen Ikan Asin

Biaya Input
Produksi

Proses Pengolahan

Konsumsi
- Pangan
- Sandang
- Papan
- Pendidikan
- Kesehatan
- Transportasi
- Organisasi
- Kehidupan
Sosial
- Pengeluaran
Lainnya

Output
Harga Jual
Penerimaan

Pendapatan

Viabilitas

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Viabilitas Finansial
Produsen Ikan Asin di Kota Sibolga.
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan
2.5 Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat proses produksi yang sederhana dengan menggunakan tenaga kerja dan
biaya produksi ikan asin di daerah penelitian.
2. Terdapat pendapatan bersih produsen ikan asin di daerah penelitian lebih tinggi
dari upah minimum regional.
3. Ada viabilitas finansial usaha produsen ikan asin di daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara