Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung Medan)

9

BAB I
PENDAHULUAN

H. Latar Belakang
Globalisasi saat ini telah mengalami perkembangan sangat pesat terutama
dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak terhadap aktivitas
kehidupan sehari-hari. Tantangan yang mesti dijawab untuk memasuki tata dunia
baru. Bahwa globalisasi tidaklah terjadi di dunia bisnis semata, tetapi juga di
dunia hukum, sosial dan budaya. Dalam aspek ini globalisasi perlu diantisipasi
karena dapat membawa pengaruh besar terhadap peri kehidupan manusia secara
keseluruhan.

1

Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi dan ilmu

pengetahuan yang sangat inovatif dan kreatif khususnya di bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Perkembangan yang pesat ini tidak terlepas dari
kebutuhan masyarakat yang dinamis, kompleks, namun tetap praktis sehingga

dapat mempermudah kegiatan sehari-hari. Perkembangan teknologi tersebut telah
menciptakan sebuah paradigma baru dengan meluasnya arus globalisasi baik di
bidang sosial, ekonomi, dan budaya yang melibatkan pada produk-produk yang
dihasilkan atas dasar kemampuan intelektual manusia seperti karya cipta di bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra.2
Karya intelektual tersebut dilahirkan dengan mengorbankan banyak waktu,
tenaga, dan juga biaya, sehingga karya intelektual tersebut memiliki suatu nilai
ekonomi. Selain itu karya-karya intelektualitas dari seseorang ataupun manusia ini
tidak sekedar memiliki arti sebagai akhir, tetapi juga sekaligus merupakan
1

Amir Syamsuddin, Globalisasi Tantangan Masa Depan, Jurnal Keadilan, Vol.I.No.04
Oktober 2001, hlm.3.
2
Budi Agus Riswandi. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2004, hlm 133

Universitas Sumatera Utara

10


kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah, baik dimanfaatkan bangsa
Indonesia, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia. 3
Pemerintah menilai undang-undang yang ada yaitu Undang-Undang Hak
Cipta Nomor 19 Tahun 2002 perlu dilakukan perubahan mengikuti perkembangan
di masyarakat yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta tetap diharapkan mampu memberikan perlindungan yang
lebih kepada para pencipta dan mempu menjadi dasar dalam penegakannya di
Indonesia. 4 Indonesia menjadi negara terbesar keempat dalam tingginya angka
pembajakan Hak Kekayaan Intelektual (KI). Kerugian dari kasus pembajakan
software saja bisa mencapai Rp 65,1 triliun. Berdasarkan lembaga pengawasan
dari Amerika Serikat yakni USTR (United States Trade Representative),
Indonesia masuk dalam negara empat besar dalam tingginya angka pembajakan di
dunia.5 Angka tersebut terbukti dari memasuki enam bulan pertama 2016 ini saja,
dia melanjutkan, sudah ada 33 kasus penyalahgunaan hak cipta yang berhasil
diungkap Ditjen KI Kemenkumham. Pelanggaran tersebut mayoritas berasal dari
pelanggaran hak cipta merek atau beredarnya merek-merek palsu alias KW di
Indonesia.6
Seorang pencipta memiliki hak alami untuk mengontrol apa yang telah
diciptakannya, untuk itu setiap karya cipta yang terpublikasi tentu atas

sepengetahuan pencipta. Saat ini keberadaan suatu karya cipta yang beredar di
masyarakat tidak jarang merupakan hasil dari penggandaan tanpa sepengetahuan

3

Ibid, hlm.3.
Ansori Sinungan, “Pembajakan Produk di Indonesia Makin Parah”,http.///
www.antaranews.com, diakses tanggal 1 April 2017.
5
http://news.liputan6.com/read/2527345/pembajakan-hak-intelektual-di-indonesia-masuk4-besar-dunia, diakses tanggal 1 April 2017.
6
Ibid
4

Universitas Sumatera Utara

11

pencipta, hal ini seakan terkesan biasa saja di tengah masyarakat Indonesia, akibat
kurangnya penegakan hukum oleh aparatur yang berwenang.

Presiden Joko Widodo menandantangani Peraturan Presiden (Perpres) No.
44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dalam
Perpres tersebut, setidaknya terdapat dua Direktorat Jenderal (Ditjen) di
lingkungan Kemenkumham yang namanya berubah. Salah satunya adalah Ditjen
Kekayaan Intelektual (KI). Sebelum Perpres ini lahir, Ditjen KI bernama Ditjen
Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sekretaris Dirjen KI Kemenkumham, alasan
berubahnya nomenklatur tersebut lantaran mengikuti institusi yang menangani
bidang kekayaan intelektual di negara-negara lain.7 Terdapat dua kategori besar
yang menjadi tugas dan fungsi, yakni kekayaan yang sifatnya komunal dan
kekayaan yang sifatnya privat atau individu. Biasanya, kekayaan yang sifatnya
individu ini terdiri dari proses menghasilkan atau melahirkan karya sendiri, proses
untuk mendapatkan perlindungan serta komersialisasi dan perlindungan hukum.
Hak cipta merupakan salah satu bagian penting dari Hak Kekayaan
Intelektual. Hak cipta meliputi ciptaan atau karya-karya seperti ilmu pengetahuan
berupa buku, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya, selain itu juga
termasuk dalam hak cipta adalah lagu, tarian, karya seni rupa, serta karya seni
modern seperti fotografi. Yang dilindungi dalam hak cipta ini bukanlah benda
yang merupakan perwujudan dari hak tersebut, melainkan haknya, yaitu hak
pencipta terhadap sesuatu yang telah diciptakannya tersebut. 8 Keberadaan buku
ilmiah tidak dapat disangkal lagi merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat,

7

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55cd5c0bcc7c9/ini-alasan-berubahnyanomenklatur-ditjen-kekayaan-intelektual, diakses tanggal 21 Maret 2017.
8
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-Negara ASEAN,
Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hlm.8

Universitas Sumatera Utara

12

khususnya mahasiswa dan para dosen dalam proses belajar mengajar. Bila
dicermati, lahirnya satu buku sampai pada format yang dapat digunakan oleh
masyarakat tidaklah sederhana. Proses ini melibatkan banyak modal dan sumber
daya manusia baik penulis, penerbit, distributor dan pengedar yang kesemuanya
bersinergi untuk mewujudkan buku tersebut. Oleh karena itu tidaklah berlebihan
jika hasil karya cipta intelektual manusia diberikan perlindungan hukum yang
memadai. Perlindungan hukum terhadap Kekayaan Intelektual pada dasarnya
berintikan pengakuan terhadap hak atas kekayaan dan hak untuk menikmati
kekayaan itu dalam waktu tertentu. Artinya selama waktu tertentu pemilik atau

pemegang hak atas Kekayaan Intelektual dapat mengizinkan ataupun melarang
orang lain untuk menggunakan karya intelektualnya.

9

Bentuk pelanggaran-

pelanggaran terhadap buku salah satunya adalah penggandaan buku. Penggandaan
buku ini makin marak terjadi di tengah masyarakat, banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya penggandaan buku, diantaranya adalah kurangnya
penegakan hukum, ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan hak cipta
buku, dan kondisi ekonomi masyarakat. Di Indonesia, penggandaan buku banyak
dilakukan di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Makasar,
Bandung termasuk juga Medan. Sasaran penggandaan buku ini marak terjadi
kepada buku-buku referensi, kamus, dan buku-buku teks popular. Sudah banyak
pelaku terjaring oleh aparat, dan masih banyak pula yang masih berkeliaran dan
tumbuh, seiiring tingginya permintaan oleh masyarakat akan kebutuhan buku
tersebut di mana buku-buku yang diterbitkan terbatas di pasaran.10

9


Denny Kusmawan, Perlindungan Hak Cipta Atas Buku, Perspektif Volume XIX No. 2
Tahun 2014 Edisi Mei, hlm 138
10
Ibid

Universitas Sumatera Utara

13

Penggandaan buku menempati urutan ke-3 setelah pembajakan terhadap
software dan music. Pelanggaran karya cipta buku dengan cara digandakan baik
menggunakan peralatan modern maupun tradisional mulai eksis, bahwa dalam
pelanggaran suatu karya cipta lahir jika terdapat pihak-pihak lain tidak
menjalankan apa yang telah menjadi hak eksklusif pencipta yang salah satunya
adalah hak ekonomi. Selain itu, juga bisa dianggap pelanggaran terhadap karya
cipta buku jika pihak lain menggandakan buku secara besar-besaran tanpa
penggunaan dan pembatasan yang wajar11
Hubungan kepemilikan terhadap hak cipta, hukum menjamin pencipta
untuk menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya itu dan

penghargaan terhadap hasil kreasi dari pekerjaan manusia yang memakai
kemampuan intelektualnya, maka pribadi yang menghasilkannya mendapatkan
kepemilikannya berupa hak milik dan tidak seorang pun bisa mempunyai hak atas
apa yang dihasilkannya. 12 Hal ini menunjukkan, bahwa perlindungan hukum
adalah merupakan kepentingan pemilik hak cipta baik secara individu maupun
kelompok sebagai subjek hak. Untuk membatasi penonjolan kepentingan individu,
hukum memberi jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat, jaminan
ini tercermin dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual yang berkembang dengan
menyeimbangkan dua kepentingan yaitu pemilik hak cipta dan kebutuhan
masyarakat umum.13

11

Vina Maulani, Perlindungan Hak Ekonomi Pencipta Buku Terhadap Budaya Hukum
Right To Copy Dengan Mesin Fotokopi (Analisis Yuridis Pasal 9, 10, 87, 44 huruf a UndangUndang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Konvensi Berne), Artikel Ilmiah Univ
Brawijaya FH. Malang 2015, hlm 4-5
12
Adi Sulistiyono, Eksistensi& Penyelesaian Sengketa HAKI, Surakarta, Lpp UNS
Bandung dan UNS Press, 2007, hlm 11
13

Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, 2003, hlm. 90

Universitas Sumatera Utara

14

Hak Kekayaan Intelektual secara umum dapat dibagi dalam dua bidang,
diantaranya hak milik perindustrian atau industrial property dan hak cipta atau
copyright. Pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta disebutkan ciptaan buku, dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang
dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak
ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai
jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Buku sebagai objek dari Hak Kekayaan Intelektual seseorang, yang
perlindungannya diatur dalam perundang-undangan. Perundang-undangan terhadap
Hak Kekayaan Intelektual paling terbaru adalah Undang-Undang Hak Cipta Nomor
28 Tahun 2014. Dalam menentukan terjadinya pelanggaran, Undang-Undang Hak
Cipta menetapkan pelanggaran jika terjadi perbuatan yang dilakukan seseorang
terhadap karya cipta yang hak ciptanya secara eksklusif dimiliki oleh orang lain
tanpa sepengetahuan atau seijin orang lain pemilik hak tersebut. Bentuk

pelanggaran hak cipta buku dapat dikategorikan antara lain pemfotokopian buku
yang kemudian diperjualbelikan; pencetakan buku secara illegal yang kemudian
dijual dengan harga jauh di bawah buku asli; dan penjualan electronic file buku
secara illegal. 14 Penggandaan buku yang dibuat lebih dari satu salinan untuk
dikomersialkan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, khususnya mengenai pelanggaran terhadap hak cipta atas suatu
karya seni. Hak cipta pada dasarnya ada atau lahir bersamaan dengan lahirnya suatu
karya cipta atau ciptaan. Hak cipta sendiri memberikan perlindungan terhadap

14

Denny Kusmawan, Loc. Cit, hlm 138

Universitas Sumatera Utara

15

ciptaan yaitu hasil karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan
ilmu pengetahuan.
Ketentuan Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang

Hak

Cipta,

penggandaan

adalah "proses,

perbuatan,

atau

cara

menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau fotogram atau lebih dengan cara dan
dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara." Salah satu cara
penggandaan yang banyak terjadi di lingkungan sekitar adalah dengan fotokopi.
Fotokopi buku pelajaran seringkali dilakukan oleh pelajar karena harganya yang
jauh lebih murah daripada buku asli. 15
Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta memang menyebutkan,
“setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang
melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.” Akan
tetapi, terdapat suatu pembatasan hak cipta yang terdapat dalam Bab VI UndangUndang Hak Cipta itu sendiri. Pasal 44 ayat (1) poin a memberikan pengecualian
di mana penggandaan untuk keperluan pendidikan tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta jika menyebutkan sumbernya.
Pasal 46 menyebutkan, “penggandaan untuk kepentingan pribadi atas
ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu)
salinan dan dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta”.
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi problematika dari kurang
penegakan hukum terhadap penggandaan buku yang terjadi di dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan
judul, Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang15

http://www.sindikat.co.id/blog/apakah-penggandaan-buku-fotokopi-melanggar-hak-cipta,
diakses tanggal 1 April 2017

Universitas Sumatera Utara

16

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung
Medan).

I. Permasalahan
Berdasarkana latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam
penulisan skripsi ini adalah mengenai hal-hal sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan hak cipta dalam penggandaan buku?
2. Bagaimanakah kedudukan hukum pelaku usaha penggandaan buku dalam
penjualan buku di Titi Gantung Medan?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan pemerintah atas hak cipta
dalam penggandaan buku di Titi Gantung Medan?
J. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan hak cipta dalam penggandaan buku.
2. Untuk mengetahui kedudukan hukum pelaku usaha penggandaan buku dalam
penjualan buku di Titi Gantung Medan.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan pemerintah atas hak
cipta dalam penggandaan buku di Titi Gantung Medan.
K. Manfaat Penulisan
Penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun
secara praktis, yaitu :
1. Secara teoretis
Mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
pengetahuan hukum khususnya penegakan hukum terhadap penggandaan
buku.

Universitas Sumatera Utara

17

2. Secara praktis
Memberikan sumbangan pemikiran kepada semua pihak baik itu pelaku
bisnis maupun pemerintah dalam penegakan hukum terhadap penggandaan
buku.

L. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi dengan judul
Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang-Undang
No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung Medan) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan
bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas
hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian
ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan
mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Penelitian hukum yuridis empiris (applied law research) merupakan
penelitian yang menggunakan studi kasus yuridis empiris berupa produk perilaku
hukum.

16

Penelitian hukum empiris disebut juga penelitian lapangan (field

research) yaitu jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di
lapangan. Adapun metode penelitian ini bersifat yuridis empiris dengan jenis

16

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. Cet-1, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hlm. 52

Universitas Sumatera Utara

18

penelitian lapangan (field research) yaitu penulis melakukan penelitian langsung ke
lokasi untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yuridis normatifnya17
2. Sifat penelitian
Sifat yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis.
Artinya, menganalisis dan menggambarkan penelitian secara objektif dan mendetail
untuk mendapatkan hasil yang akurat. Penelitian deskriptif ialah berusaha
menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas
dan sistematis, juga melakukan eksplorasi menggambarkan dengan tujuan untuk
dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar
data yang diperoleh di lapangan18
3. Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara dengan
responden. Data tersebut digunakan sebagai bukti realita yang terjadi di lapangan.
Sumber data pada penelitian ini didapatkan melalui data sekunder dan data primer,
yaitu meliputi :
1. Penelitian data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan, meliputi:
a.

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat yang terdiri dari Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang Hak Cipta.

17

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Hukum Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm 34.
18
Sukardi, Metodologi Penelitian Kompetensi dan Praktiknya, Cet-3, Bumi Aksara,
Jakarta, 2005, hlm 14.

Universitas Sumatera Utara

19

b.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer terdiri dari buku-buku, laporan, jurnal/artikel ilmiah,
serta berbagai hasil penemuan ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan.

c.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
tentang bahan primer dan bahan sekunder yang terdiri dari kamus hukum
dan kamus-kamus lainnya yang menyangkut penelitian ini.

2. Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus
menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan
sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek
penelitian dilakukan, melalui wawancara dengan pedagang buku di Titi
Gantung Medan.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yaitu mengunakan teknik wawancara (field
research) dan studi pustaka (library research). Wawancara dilakukan kepada
Amin, Doni dan Hasan selaku penjual buku Jalan Putri Hijau Medan serta Dian
Maya Sari selaku mahasiswa yang membeli buku hasil bajakan. Studi pustaka
(library research) yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari perpustakaan.
5. Analisis data
Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian
pustaka maupun penelitian lapangan. Terhadap data primer yang didapat dari
lapangan terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk
diklasifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk
memudahkan melakukan analisis. Data primer inipun terlebih dahulu dikorelasi
untuk menyelesaikan data yang paling relevan dengan perumusan permasalahan

Universitas Sumatera Utara

20

yang ada dalam penelitian ini. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih
serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan
analisis. Dari hasil data penelitian pustaka maupun lapangan ini dilakukan
pembahasan secara deskriptif analitis.
Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh
suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematis terutama mengenai fakta
yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Analitis artinya
gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan analisis dengan cermat sehingga dapat
diketahui tentang tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu membuktikan
permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam perumusan permasalahan
tersebut.
Analisis data juga menggunakan sumber-sumber dari para ahli berupa
pendapat dan teori yang berkaitan dengan masalah penegakan hukum terhadap
penggandaan buku berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2014 Tentang Hak
Cipta Analisis dilakukan secara induktif, yaitu mencari kebenaran dengan
berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal yang bersifat umum guna
memperoleh kesimpulan.

M. Keaslian Penulisan
Penelitian ini berjudul penegakan hukum terhadap penggandaan buku
berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Studi Pada
Titi Gantung Medan), yang diketahui berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil
penelitian hukum, khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, belum pernah dilakukan penelitian berkenaan judul tersebut di
atas. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian untuk skripsi ini adalah

Universitas Sumatera Utara

21

asli. Untuk itu penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun akademik.

N. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan rangkaian urutan dari beberapa uraian
suatu sistem penulisan dalam suatu penulisan karya ilmiah. Untuk memudahkan
dalam pemahaman materi, sistematika penulisan dibagi ke dalam lima bab dengan
beberapa sub bab di dalamnya. Sistematika penulisan skripsi ini tersusun, yaitu
sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini akan gambaran secara umum mengenai latar belakang,
permasalahan, tujuan penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan
dan sistematika penulisan yang akan berkenaan dengan materi yang
akan dibahas dalam skripsi ini

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA
Bab ini berisikan sejarah perkembangan perlindungan hak cipta di
Indonesia, pengertian dan dasar hukum hak cipta, hak cipta sebagai hak
kekayaan intelektual dan pelanggaran hak cipta dan ciptaan yang
dilindungi dalam hukum positif

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGGANDAAN BUKU
Bab ini berisikan perlindungan ciptaan buku, penggandaan buku dan
perlindungan terhadap hak cipta

BAB IV

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGANDAAN BUKU
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Universitas Sumatera Utara

22

Bab ini berisikan pengaturan hak cipta dalam penggandaan buku,
kedudukan hukum pelaku usaha penggandaan buku dalam penjualan
buku Titi Gantung Medan dan perlindungan hukum yang diberikan
pemerintah atas hak cipta dalam penggandaan buku Titi Gantung
Medan
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini. Pada tahap ini
peneliti membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data yang telah
diperoleh dari kegiatan penelitian yang sudah dianalisis kemudian
menuliskan kesimpulannya pada bab V ini. Skripsi ini juga dilengkapi
dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran wawancara.

Universitas Sumatera Utara