Efek Penambahan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Pada Abu Sekam Padi Nanopartikel Terhadap Viabilitas Sel Pulpa (In Vitro).

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Proses karies gigi dapat dicegah dengan menggunakan bahan-bahan restorasi.
Perkembangan bahan restorasi terus berlanjut menghasilkan bahan-bahan kedokteran
gigi yang beragam dengan sifat fisis dan mekanis yang meningkat serta
biokompatibel untuk digunakan dalam aplikasi klinis. Penelitian in vitro telah
menunjukkan bahwa penempatan bahan restorasi dalam dentin berpotensi toksik
sehingga dapat merusak pulpa oleh karena itu biokompatibilitas bahan restorasi
merupakan hal yang penting agar dapat digunakan dalam dunia kedokteran gigi.
(Dahl, Orstavik, 2010).
Perkembangan ilmu dan teknologi dalam kedokteran gigi harus tetap terjaga
mutunya bahkan dapat ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut, khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Perawatan konservasi gigi
bertujuan untuk mempertahankan gigi selama mungkin dalam kedudukannya agar
dapat berfungsi lebih lama. Tujuan ini dapat dicapai dengan merawat jaringan keras
atau jaringan lunak gigi sehingga struktur gigi normal kembali atau paling tidak
mendekati normal (Hargreaves, Cohen, 2011).
Pemeliharaan jaringan pulpa yang sehat penting bagi fungsi dan
kelangsungan gigi. Pada saat ini perawatan kerusakan gigi lebih diarahkan dengan

mengutamakan aspek preventif. Mempertahankan jaringan pulpa tetap vital

merupakan hal yang paling utama harus dilakukan oleh dokter gigi, dengan
melakukan restorasi dan membentuk atau memperbaiki kerusakan gigi (Smith dkk.,
2003).
Produksi dentin sekunder dan tersier berguna untuk melindungi gigi dan
rahang dari infeksi, karies dan terpaparnya dentin. Ketebalan dentin yang tersisa
menentukan respon perbaikan pulpa setelah perawatan restoratif. Pengurangan
ketebalan dentin cenderung mengurangi jumlah odontoblas di dasar kavitas. Beberapa
peneliti telah melaporkan bahwa keparahan peradangan pulpa meningkat sebagai
respon terhadap menipisnya dentin (Hebling dkk., 1999). Pulpitis dapat merusak
populasi sel pulpa, dan berkaitan dengan hipersensitivitas dan nekrosis, dengan
demikian penting untuk memahami efek ketebalan dentin terhadap penempatan bahan
retorasi pada kavitas gigi (Murray dkk., 2002).
Khususnya di bidang konservasi gigi dalam mempertahankan jaringan pulpa
tetap vital, dibutuhkan bahan-bahan seperti kalsium hidroksida, Mineral Trioxide
Aggregate (MTA), dan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR). Sampai
saat ini kalsium hidroksida dan MTA masih merupakan bahan gold standard
walaupun kalsium hidroksida lebih ekonomis dan banyak beredar, tetapi hasil akhir
yang diharapkan tidak sebaik dibandingkan menggunakan MTA. MTA merupakan

bahan kaping pulpa non biologi yang terbukti telah menjadi salah satu bahan yang
serba guna dan biokompatibel pada saat ini, memiliki sifat fisik yang lebih baik
dalam hal sealing ability dan biokompatibilitasnya dibandingkan dengan bahan
lainnya seperti kalsium hidroksida (Queireoz dkk., 2005).

Mekanisme kerja MTA, pada saat sebelum dan sesudah mengeras/ setting
terjadi pelepasan ion yang paling dominan adalah kalsium (Ca). Pelepasan Ca
menyebabkan deposit kristalin pada permukaan MTA yang menginisiasi presipitasi
hidroksiapatit. Proses hidrasi MTA adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang dapat
menstimulasi penyembuhan secara biologi membentuk jaringan fibrous maupun
jaringan keras (Rao dkk., 2009). Namun menurut penelitian Bramante dkk., 2008
menunjukkan terdapatnya sedikit kandungan arsen pada MTA.
SIKMR dirancang untuk dapat menghasilkan sifat fisis seperti resin komposit
dengan tetap mempertahankan sifat dasar dari SIK konvensional. Bila dibandingkan
dengan SIK konvensional, semen ionomer kaca modifikasi resin memiliki waktu
kerja yang lebih lama, pengerasan yang cepat, estetis serta translusensi dan kekuatan
yang baik (Lohbauer, 2010). SIKMR berpolimerisasi dengan menggunakan
penyinaran yang kemudian diikuti reaksi asam basa. Penelitian yang dilakukan
Ghavamnasiri dkk., 2005 menyatakan bahwa SIKMR tidak menyebabkan sitotoksis
pada sel pulpa. Selain itu, SIK hanya menyebabkan reaksi pada sel odontoblas dalam

hal pembentukan dentin. Berbeda dengan penelitian lain menyatakan bahwa resin
adhesif seperti resin komposit, kompomer, SIKMR dapat menyebabkan sitotoksisitas
pada sel pulpa dan terhambatnya regenerasi dentin. Hal ini disebabkan karena pada
dentin bahan bonding terdapat kandungan triethylene glycol dimethacrylate
(TEGDMA)

atau

2-hydroxy-ethyl

methacrylate

(HEMA).

Bahkan

setelah

polimerisasi, sejumlah monomer sisa yang dilepaskan dari bahan berbasis resin dapat


menimbulkan kerusakan pada populasi sel di sekitarnya dan bersifat mutagenik
(Tyas, 2006).
Penggunaan produk-produk alam dibidang kedokteran gigi saat ini semakin
berkembang, Indonesia kaya dengan bahan alam seperti abu sekam padi dan kitosan.
Abu sekam padi (ASP) merupakan produk samping yang melimpah dari hasil
penggilingan padi, dan selama ini masih mempunyai nilai ekonomis yang masih
rendah dan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sedangkan kandungan
silikanya tinggi. Berdasarkan penelitian Indahyani dkk., 2011 mengatakan bahwa
silika yang berasal dari ASP ini terbukti mempunyai sifat osteoinduktif yang mampu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel osteoblast dan mempunyai nilai absorbansi
yang paling tinggi.
Aplikasi teknologi nano dibidang kedokteran gigi mulai digunakan. ASP dan
kitosan nanopartikel dibuat dengan pedoman bahwa pada prinsip rekayasa jaringan,
ukuran partikel material dapat mempengaruhi efek biologi, yaitu makin kecil ukuran
partikel, makin luas permukaannya, sehingga makin meningkat pula interaksi
material dan jaringan sekitarnya (Fan Y, 2008 dan Kong Y, 2007 cit Suprastiwi,
2011).
Untuk memudahkan aplikasi ASP, maka bahan ini dapat dikombinasikan
dengan kitosan sebagai perancah/ scaffold dimana kitosan [2-amino-2-deoxy-Dglucan] merupakan salah satu biomaterial yang memiliki banyak sifat istimewa.
Trimurni dkk., 2007 mengatakan bahwa kitosan blangkas dan kitosan

komersil mampu menstimulasi pembentukan dentin reparatif dan jumlah sel-sel

inflamasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kalsium hidroksida sebagai kontrol.
Berdasarkan beberapa pernyataan bahwa dengan beberapa sifat istimewa dari kitosan,
maka kitosan dimodifikasi dengan bahan lain dapat digunakan untuk aplikasi klinis
sebagai biomaterial (Trimurni dkk., 2007). Berdasarkan Siregar, 2009 mengatakan
penggunaan kitosan nanopartikel sangat baik, karena kitosan nanopartikel dapat
meningkatkan luas permukaan sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel
yang berukuran mikrometer, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kitosan dalam
hal mengikat gugus kimia lainnya, dan menurut Ningsih (2010), mengatakan bahwa
kitosan nano juga dapat meningkatkan efisiensi proses fisika-kimia pada permukaan
kitosan tersebut karena memungkinkan interaksi pada permukaan yang lebih besar.
Dari pernyataan-pernyataan tersebut terbukti bahwa ASP dan kitosan
mempunyai sifat biomaterial, maka timbul pemikiran untuk mempelajari bahan ini
yang akan dijadikan alternatif bahan pengganti MTA dan SIKMR sebagai kaping
pulpa. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan molekul tinggi
nanopartikel (KMTn) dengan abu sekam padi nanopartikel (ASPn).
ASPn+KMTn belum boleh dipergunakan di dalam mulut sebagai bahan
biomaterial, karena masih diperlukan banyak penelitian terutama mengenai
keamanannya bila digunakan di dalam tubuh. Menurut evaluasi keselamatan khusus

FDA (Food and Drug Administration) dan ISO (International Organization for
Standardization) 1993 untuk bahan yang digunakan secara permanen atau lebih dari
30 hari di dalam tubuh, penelitian yang diperlukan terhadap bahan tersebut di

antaranya adalah sitotoksisitas, genotoksisitas, dan karsinogenitas (Assesing
Biocompatibility, 2008 cit Diana, 2008).
Penggunaan sel pulpa untuk penelitian biokompatibitas suatu bahan
kedokteran gigi, masih sangat jarang dilakukan terutama di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena faktor metoda kultur yang sulit, mudah terkontaminasi,
ketidakstabilan genetik dan fenotip serta relatif lebih mahal (Freshney, 2000). Salah
satu tes sitotoksisitas yang sering digunakan untuk menguji viabilitas sel adalah 3(4,5-dimethythiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazoliun bromide (MTT) assay. Viabilitas
sel adalah kemampuan sel untuk dapat bertahan hidup. Viabilitas sel menunjukkan
adanya respon sel jangka pendek atau segera, seperti perubahan permeabilitas
membran atau gangguan pada jalur metabolisme tertentu. Oleh karena itu, viabilitas
sel dapat menjadi tanda sitotoksisitas suatu bahan (Camilleri, 2006).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk menguji
biokompatibilitas ASPn+KMTn sebelum dan sesudah setting dengan melihat efek
toksiknya terhadap sel-sel pulpa, dan karena hal tersebut merupakan salah satu faktor
yang menentukan suatu bahan dapat digunakan di dalam mulut. Efek toksik
ditentukan berdasarkan viabilitas sel yang diukur dengan MTT assay. Sedangkan

yang digunakan sebagai model sel adalah mouse dental pulp cell (MDPC).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, tema sentral penelitian ini adalah:
- Abu sekam padi merupakan bahan hidroksiapatit dengan kalisium hidroksida
dan silika potensial yang dapat menyebabkan proliferasi sel odontoblas dan
bersifat biokompatibel.
- Kitosan merupakan bahan biokompatibel yang terbukti dapat merangsang
pembentukan dentin reparatif.
- Bahan biomaterial yang dapat merangsang proliferasi sel adalah biomaterial
yang mempunyai sifat biokompatibel, biodegradable, dan bioaktivasi yang
baik.
Oleh karena itu, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ASPn+KMTn dapat menstimulasi viabilitas sel sel MDPC?
2. Apakah terdapat perbedaan viabilitas sel MDPC pada pemaparan ASPn,
ASPn+KMTn sebelum dan sesudah setting, MTA sebelum dan sesudah
setting serta SIKMR?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum

Mengetahui efek penambahan KMTn pada ASPn terhadap viabilitas sel pulpa
secara in vitro dalam menginduksi proliferasi sel MDPC.

Tujuan Khusus
1. Mengetahui efek penambahan KMTn pada ASPn sebelum dan sesudah
setting terhadap viabilitas sel pulpa secara in vitro.
2. Membandingkan efek penambahan KMTn pada ASPn sebelum dan sesudah
setting dengan ASPn terhadap viabilitas sel pulpa secara in vitro.
3. Membandingkan efek penambahan KMTn pada ASPn sebelum dan sesudah
setting dengan MTA sebelum dan sesudah setting terhadap viabilitas sel
pulpa secara in vitro.
4. Membandingkan efek penambahan KMTn pada ASPn sebelum dan sesudah
setting dengan SIKMR terhadap viabilitas sel pulpa secara in vitro.
5. Membandingkan efek penambahan KMTn pada ASPn sebelum dan sesudah
setting dengan kontrol terhadap viabilitas sel pulpa secara in vitro.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini akan memberikan pemahaman mengenai
manfaat biomaterial yang merupakan gabungan abu sekam padi
nanopartikel dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel dalam viabilitas

sel pulpa dan menambah data ilmiah mengenai bahan biomaterial yang
merupakan gabungan abu sekam padi nanopartikel dengan kitosan molekul
tinggi nanopartikel bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam khususnya
bidang konservasi.

2. Secara metodologis, hasil penelitian ini dapat menjelaskan mekanisme
ASPn+KMTn sebagai biomaterial yang cukup biokompatibel terhadap
viabilitas sel.
3. Secara aplikatif, hasil penelitian ini didapatkan suatu biomaterial baru yang
ekonomis dan diperoleh dari limbah alam di Indonesia yaitu ASPn+KMTn
sehingga biomaterial ini dapat digunakan dalam bidang konservasi dalam
mempertahankan jaringan pulpodentinal kompleks.