Studi Karakteristik Abu Sekam Padi Dengan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Sebagai Bahan Dentinogenesis Pada Kavitas Profunda (In Vitro)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu dan teknologi dalam kedokteran gigi harus tetap terjaga
mutunya bahkan dapat ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih
diarahkan dengan mengutamakan aspek preventif. Dalam penanganan kerusakan gigi,
baik oleh karies atau trauma, mempertahankan jaringan pulpa tetap vital merupakan
hal yang paling utama harus dilakukan oleh dokter gigi, karena pada gigi nonvital,
cenderung peka terhadap fraktur (Smith, 2008).
Terapi konservasi gigi bertujuan untuk mempertahankan gigi selama mungkin
dalam kedudukannya agar dapat berfungsi lebih lama. Tujuan ini dapat dicapai
dengan merawat jaringan keras atau jaringan lunak gigi sehingga struktur gigi normal
kembali atau paling tidak mendekati normal. Kerusakan atau kelainan pada jaringan
keras gigi yang disebabkan trauma, bakteri dan sistemik dapat merubah struktur
jaringan. Terapi yang dilakukan dapat berupa menghentikan dan mencegah proses
kerusakan, melakukan restorasi dan membentuk atau memperbaiki kerusakan gigi
(Hargreaves dan Cohen, 2011).
Perkembangan bahan restorasi terus berlanjut menghasilkan bahan-bahan
kedokteran gigi yang beragam dengan sifat fisis dan mekanis yang meningkat serta

mengutamakan sifat biokompatibel untuk digunakan dalam aplikasi klinis.

Universitas Sumatera Utara

Biokompatibilitas bahan material gigi merupakan hal yang penting agar dapat
digunakan dalam dunia kedokteran gigi. Walaupun bahan biomaterial yang memiliki
biokompatibilitas tinggi, efek antimikroba dan sifat mekanis ideal masih perlu diteliti
(Ghavamnasiri dkk., 2005).
Masalah yang dihadapi di bidang kedokteran gigi saat ini di Indonesia adalah
hampir semua bahan yang dipakai dalam perawatan gigi merupakan bahan impor,
harganya mahal dan masa kadarluarsa jadi semakin singkat pada saat digunakan.
Khususnya di bidang konservasi gigi dalam mempertahankan jaringan pulpa tetap
vital, bahan-bahan yang sering digunakan adalah kalsium hidroksida dan Mineral
Trioxide Aggregate (MTA), sehingga kalsium hidroksida dan MTA masih disebut
sebagai bahan gold standard walaupun kalsium hidroksida lebih ekonomis dan
banyak beredar, tetapi hasil akhir yang diharapkan tidak sebaik dibandingkan
menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) (Gutmann dkk., 2006).
Kalsium hidroksida sampai saat ini masih

menjadi bahan pilihan untuk


kaping pulpa dalam merangsang dentin reparatif, tetapi studi jagka panjang telah
membuktikan bahwa bahan ini tidak dapat diandalkan. Bahan ini tidak dapat
beradaptasi dengan dentin, tidak dapat merangsang difrensiasi odontoblas secara
konsisten, sitotoksik pada sel, dan pH yang tinggi menyebabkan kalsium hidroksida
mudah larut yang mengakibatkan defect tunnel (Escandarizadeh dkk., 2006)
sedangkan MTA merupakan bahan kaping pulpa non biologi yang terbukti telah
menjadi salah satu bahan yang serba guna dan biokompatibel, memiliki sifat fisik
yang lebih baik dalam hal sealing ability dan biokompatibilitasnya dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan bahan lainnya seperti kalsium hidroksida (Queiroz dkk., 2005). Namun
penggunaan MTA relatif masih jarang karena sulit untuk didapatkan, harganya yang
mahal, manipulasi yang sulit, waktu pengerasan yang panjang, dan sedikit kandungan
arsen pada MTA (Bramante dkk, 2008).
Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) merupakan perkembangan
dari SIK konvensional yang berkembang pada tahun 1980-an (Nagaraja dan Kishore,
2005). Pengerasan SIK modifikasi resin merupakan kombinasi dari reaksi asam basa
dan polimerisasi photochemical. Resin modifikasi menggantikan SIK dengan

tambahan reaksi polimerisasi dengan cahaya (light cure). Untuk mencapai
keberhasilan bahan ini, ditambahkan monomer yang larut dalam air, seperti HEMA
(Hidroxyethyl Methacrylate) ke cairan asam poliakrilat yang larut air (McCabe dan
Walls, 2008).
Pertama kali, SIK modifikasi resin dikembangkan sebagai lining tetapi
kemudian dikembangkan sebagai bahan restorasi. Keuntungan yang diberikan SIK
modifikasi resin adalah kemudahan dalam manipulasi, meningkatkan ketahanannya
terhadap sensitivitas air, dan mampu melepaskan ion fluor sehingga dapat mencegah
karies kambuhan (Mc Cabe dan Walls, 2008). Ciri utama semen SIK modifikasi resin
adalah ketika bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan dengan
bantuan sinar (light cure). Disamping kelebihannya, SIKMR ini memiliki kekurangan
yaitu HEMA yang terkandung pada SIKMR bersifat sitotoksik (Dahl dan Orstavik,
2010). SIKMR menimbulkan respon inflamasi persisten tingkat menengah hingga

Universitas Sumatera Utara

berat pada pulpa dan pembentukan zona nekrotik yang besar (Nagaraja dan Kishore,
2005).
Banyak penelitian mencari bahan-bahan pengganti bahan impor dengan
memakai bahan dasar dari tanaman tradisional ataupun bahan-bahan yang dapat

diperoleh dari lingkungan alam. Indonesia kaya dengan bahan alam, contohnya abu
sekam padi dan kitosan. Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara
agraris. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil
penggilingan padi, dan selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar. Soeswanto
dan Lintang, 2011 menyatakan bahwa penanganan sekam padi yang kurang tepat
akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, sedangkan kandungan silikanya
tinggi.
Sekam padi mengandung senyawa organik berupa lignin dan kitin, selulosa,
hemiselulosa, senyawa nitrogen, lipid, vitamin B, dan asam organik, sedangkan
senyawa anorganik berupa silika. Kandungan silika dalam abu sekam padi
mengandung 94-96 % dan atau mendekati di bawah 90 % dalam bentuk amorf
terhidrat (Makarim dan Suhartatik, 2009). Indahyani dkk (2011) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa silika yang berasal dari abu sekam padi ini terbukti mempunyai
sifat osteoinduktif yang mampu menyebabkan terjadinya proliferasi sel osteoblast dan
mempunyai nilai absorbansi yang paling tinggi.
Abu sekam padi terdiri dari tiga lapisan : abu-abu, putih dan merah jambu.
Kandungan silika yang paling banyak terdapat pada lapisan yang berwarna merah
jambu. Peneliti menggunakan abu sekam padi yang berwarna merah jambu karena

Universitas Sumatera Utara


abu sekam padi merah jambu mempunyai silika yang lebih tinggi dikarenakan
pembakaran lebih dari 700 ͦ C dan dengan adanya proses alam sehingga terjadilah
warna merah jambu (Zakaria, 2002).
Bahan alami lainnya yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi sifat
toksik dari abu sekam padi adalah kitosan. Kitosan dapat dipakai sebagai scaffold.
Kitosan [2-amino-2-deoxy-D-glucan] merupakan salah satu biomaterial yang
memiliki sifat istimewa, yaitu biokompatibiliti baik, tidak bersifat toksik, tidak
menyebabkan reaksi immunologi, dan tidak menyebabkan kanker (Modena dkk.,
2009). Bahan ini tidak dapat dibiarkan terlalu lama pada suhu kamar karena larutan
kitosan akan terhidrolisis sehingga konsentrasi berkurang (Agusnar,1997 dan Sugita
dkk., 2009).
Trimurni dkk (2006) melakukan penelitian pada tikus wistar dengan
menggunakan kitosan blangkas dan kitosan komersil sebagai bahan pembanding pada
perawatan kaping pulpa direk. Hasil penelitian tersebut menunjukkan keduanya lebih
mampu menstimulasi pembentukan dentin reparatif dan dengan jumlah sel-sel
inflamasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kalsium hidroksida sebagai kontrol.
Henny dkk., 2013 mengatakan bahwa terjadinya peningkatan viabilitas sel yang
signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano
dari blangkas.

Abu sekam padi dan kitosan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
nanopartikel dengan prinsip rekayasa jaringan, ukuran partikel material dapat
mempengaruhi efek biologi, yaitu makin kecil ukuran partikel, makin luas

Universitas Sumatera Utara

permukaannya, sehingga makin meningkat pula interaksi material dan jaringan
sekitarnya (Fan Y, 2008 dan Kong Y, 2007 cit. Suprastiwi, 2011). Ukuran partikel
kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas permukaan sampai ratusan
kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran mikrometer, sehingga dapat
meningkatkan efektifitas kitosan dalam hal mengikat gugus kimia lainnya. Kitosan
nano juga dapat meningkatkan efisiensi proses fisika-kimia pada permukaan kitosan
tersebut karena memungkinkan interaksi pada permukaan yang lebih besar (Ningsih,
2010).
Penelitian abu sekam padi berwarna merah jambu yang merupakan
biomaterial belum pernah diteliti, oleh karena itu peneliti ingin menggabungkan abu
sekam padi dengan kitosan sebagai scaffold untuk mengetahui bagaimana
karakteristik bimaterial tersebut. Penggabungan kedua biomaterial ini diharapkan
dapat menjadi biomaterial yang digunakan untuk kaping pulpa indirek sebagai
pengganti bahan yang ada seperti MTA dan SIKMR. Penambahan kitosan molekul

tinggi nanopartikel pada abu sekam padi diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat
fisis bahan abu sekam padi.
Dalam

penelitian

ini

digunakan

Field

Emission-Scanning

Electron

Microscopy (FE-SEM) dan Energy Dispersive X-ray (EDX). Observasi SEM
memberi gambaran morfologi dari gabungan bahan biomaterial yaitu kitosan molekul
tinggi nanopartikel dengan abu sekam padi nanopartikel pada permukaan dentin dan
EDX memperlihatkan komposisi dari campuran kitosan molekul tinggi nanopartikel

dengan abu sekam padi nanopartikel.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, tema sentral penelitian ini adalah:
- Abu sekam padi merupakan sumber silika potensial yang dapat
menyebabkan proliferasi sel odontoblas dan bersifat biokompatibel.
- Kitosan merupakan bahan biokompatibel yang terbukti dapat merangsang
pembentukan dentin reparatif.
- Bahan biomaterial yang dapat merangsang dentin reparatif adalah
biomaterial yang mempunyai sifat biokompatibel, biodegradable, sealing
ability yang baik dan dapat menjaga pulpodentinal kompleks.
Oleh karena itu, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. “Apakah terdapat perbedaan mikrostruktur permukaan jaringan dentin yang
diaplikasikan gabungan kedua bahan biomaterial abu sekam padi yang ditambahkan
kitosan molekul tinggi nanopartikel dalam menjaga pulpodentinal kompleks
dibanding dengan MTA dan SIKMR?”
2. “Apakah terdapat perbedaan kandungan aktif yang dapat menjaga
pulpodentinal kompleks dari gabungan biomaterial abu sekam padi yang

ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel dibandingkan MTA dan SIKMR?”

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Menganalisis karakteristik mikrostruktur permukaan kitosan molekul tinggi
nanopartikel dengan abu sekam padi dengan jaringan dentin dan komposisi kimia.

Tujuan Khusus
1.

Menganalisis morfologi dentin dengan melihat adanya tag like
structure atau resin tag dan porositas setelah diaplikasikan bahan
abu sekam padi nanopartikel yang ditambahkan kitosan molekul
tinggi nanopartikel, MTA, dan SIKMR dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM)

2.


Menganalisis komposisi kimia abu sekam padi nanopartikel dengan
kitosan molekul tinggi nanopartikel, MTA, dan SIKMR dengan
menggunakan Energy Dispersive X-ray (EDX).

1.4 Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan pemahaman mengenai manfaat biomaterial yang merupakan
gabungan abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel dalam protektif
jaringan pulpa.
2. Menambah data ilmiah mengenai bahan biomaterial yang merupakan
gabungan abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang konservasi khususnya penjagaan
pulpodentinal kompleks.

Universitas Sumatera Utara