Faktor resiko glaukoma sudut terbuka primer pada penderita miopia sedang-berat dengan menggunakan Optical Coherence Tomography (OCT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI
Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan

refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak
terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak
tepat di retina.(Skuta, et al., 2011.)

2.2

KLASIFIKASI KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi dikelompokkan atas:(Khurana, AK.,

2007.)
2.2.1 Miopia

2.2.2 Hipermetropia
2.2.3 Astigmatisma

2.2.1 MIOPIA
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar
sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata
tanpa akomodasi dibiaskan di depan retina sehingga bayangan
yang dihasilkan kabur. Untuk mengoreksinya dipakai lensa
sferis minus.(Skuta, et al., 2011.)

Universitas Sumatera Utara

7

2.2.2 KLASIFIKASI MIOPIA
Pengelompokan

miopia

berdasarkan


penyebabnya:(Khurana, AK., 2007.)
a.

Miopia aksial, miopia yang disebabkan oleh peningkatan
panjang anteroposterior bola mata. Merupakan bentuk
miopia yang paling sering dijumpai.

b.

Miopia

refraktif,

peningkatan

miopia

kekuatan


yang

refraksi

disebabkan
mata.

oleh

Miopia

ini

dibedakan atas:


Curvatural myopia, miopia yang disebabkan oleh
peningkatan

kelengkungan


kornea,

lensa,

atau

keduanya, sehingga kekuatan refraksi meningkat.
Misalnya pada keratokonus, atau pada hiperglikemia
sedang ataupun berat, yang menyebabkan lensa
membesar.


Index

myopia,

disebabkan

peningkatan


indeks

refraksi lensa mata.


Positional

myopia,

miopia

yang

disebabkan

pergerakan lensa mata ke anterior.
Pengelompokan miopia secara klinis: (Kurana, AK.,
2007.)
a.


Simple myopia, disebut juga miopia fisiologis atau
developmental
berhubungan

myopia
dengan

atau
variasi

school
proses

myopia,

yang

pertumbuhan


Universitas Sumatera Utara

8

normal dari bola mata atau media refraksinya dan
menimbulkan miopia ringan atau sedang.
b.

Pathological myopia, disebut juga malignant, progressive
atau degenerative myopia. Merupakan miopia derajat
tinggi akibat pertumbuhan panjang aksial bola mata yang
berlebihan.
Berdasarkan

waktu

terjadinya,

miopia


dibedakan

atas:(Skuta, et al., 2011.)
a.

Congenital myopia, miopia yang timbul sejak lahir,
biasanya didiagnosa pada umur 2-3 tahun. Miopia ini
biasanya berhubungan dengan kelainan kongenital
seperti

katarak,

mikroftalmia,

aniridia

atau

megalokornea.
b.


Juvenile onset myopia, yaitu miopia yang timbul pada
saat usia anak-anak dan remaja antara usia 7-16 tahun.
Faktor primer timbulnya miopia ini adalah pertumbuhan
panjang aksial bola mata dengan faktor resiko antara lain
lahir prematur, riwayat keluarga dan banyak membaca
dekat. Semakin dini usia timbulnya miopia maka semakin
besar proses pertambahan miopianya.

c.

Adult onset myopia, yaitu miopia mulai timbul pada umur
berkisar 20 tahunan. Terlalu banyak mambaca dekat
merupakan faktor resiko untuk miopia ini.
Pengelompokan miopia berdasarkan kekuatan lensa

koreksi yang diberikan (derajat):(Kurana, AK., 2007. )

Universitas Sumatera Utara


9

a.

Miopia ringan

: -0.25 D s/d -3.00 D

b.

Miopia sedang

: -3.25 D s/d -6.00 D

c.

Miopia berat/ tinggi

: > -6.00 D


2.2.3 MIOPIA PATOLOGI
Miopia patologi awalnya digambarkan sebagai miopia
tinggi dengan karakteristik perubahan degenerasi di sklera,
koroid, epitel pigmen retina yang membahayakan fungsi
penglihatan.(Morgan, IG., et al., 2012.)
Miopia tinggi dengan panjang aksial > 26,5 mm (> -6,00
D). Miopia patologi, dengan panjang aksial > 32,5 mm (> -8,00
D). Manifestasi klinis funduskopi pada miopia tinggi dapat
dijumpai :
- diskus optikus lebih condong/miring
- atrofi korioretina peripapilari
- lacquer cracks (pecahnya membran bruch’s, dimana dapat
menyebabkan terjadinya miopia CNV)
- Förster-Fuchs spots
- stafiloma posterior (penonjolan dari belakang mata)
- pemanjangan dan atrofi badan siliar
- atrofi RPE dan koroid
- cystoid
- paving-stone
- lattice degeneration
- penipisan atau pembentukan lubang di retina perifer

Universitas Sumatera Utara

10

- penipisan dan penyusunan kembali lapisan kolagen sklera
- choroidal neovascularisation/CNV (tumbuhnya pembuluh
darah baru dari koroid sampai retina, yang paling sering
menyebabkan penurunan penglihatan sentral pada pasien
miopia patologi).(Skuta, et al., 2011.)
Miopia patologi juga berpotensi menjadi katarak dan
glaukoma

yang

menyebabkan

kebutaan

dan

gangguan

penglihatan.(Saw, SM., et al., 2005.)

2.3

PEMERIKSAAN REFRAKSI
Teknik

pemeriksaan

refraksi

terdiri

dari

teknik

pemeriksaan secara subjektif dan objektif.
a.

Pemeriksaan refraksi subjektif
Pemeriksaan refraksi subjektif adalah teknik/metode
pemeriksaan refraksi yang bergantung pada respon
penderita dalam menentukan hasil koreksi refraksi.


Trial and error
Pemeriksaan refraksi subjektif dengan teknik trial

and

error

dilakukan

dengan

cara

mencoba

menempatkan lensa sferis negatif atau positif sehingga
didapatkan visus 6/6. Lensa sferis negatif yang dipilih
adalah lensa sferis negatif terkecil dan untuk lensa sferis
positif, dipilih lensa sferis positif terbesar.(Skuta, et al.,
2011.)

Universitas Sumatera Utara

11

b.

Pemeriksaan refraksi objektif
Pemeriksaan refraksi objektif adalah teknik/metode
pemeriksaan refraksi dimana pasien pasif, dan hasil
pengukuran diperoleh dari hasil observasi alat yang
dipergunakan.(Skuta, et al., 2011.)


Autorefraktometer
Autorefraktometer adalah mesin yang dikontrol

komputer untuk pemeriksaan refraksi objektif dengan
prinsip pengukuran perubahan sinar ketika masuk ke
mata pasien. Autorefraktometer menentukan secara
otomatis hasil koreksi kelainan refraksi. Pemeriksaan
yang dilakukan bersifat cepat, mudah, dan tanpa rasa
sakit.(Kurana, AK., 2007.)
Prosedur pemeriksaan:
1.

Nyalakan tombol power alat.

2.

Bersihkan sandaran dahi dan dagu.

3.

Pasien dipersilakan duduk senyaman mungkin dan
diinstruksikan untuk menempatkan dahi dan dagunya
pada sandaran alat kemudian melihat lurus ke objek
(gambar) yang ada di dalam alat. Pemeriksaan dilakukan
satu per satu pada mata, dimulai dengan mata kanan
terlebih dahulu.

4.

Pada saat dilakukan pemeriksaan, objek (gambar) yang
dilihat pasien akan bergerak maju mundur sesuai
dengan gerakan joystick yang dilakukan pemeriksa untuk

Universitas Sumatera Utara

12

mendapatkan fokus. Alat

akan membaca secara

otomatis dan menentukan objek (gambar) ketika tepat di
retina sekaligus memberikan hasil koreksi kelainan
refraksi.
5.

Setelah selesai dilakukan pengukuran, hasil pengukuran
dapat dicetak.

2.4

GLAUKOMA
Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang

mempunyai
berhubungan

suatu

karakteristik

dengan

optik

menyempitnya

neuropati

lapang

yang

pandangan.

Walaupun kenaikan tekanan intra okuli (TIO) adalah salah satu
dari faktor resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak
merubah definisi penyakit.(Skuta, et al., 2011; Kanski, JJ.,
2011.)

2.5

KLASIFIKASI GLAUKOMA (Skuta, et al., 2011.)
Menurut American Academy of Ophthalmology glaukoma

dibagi atas :
2.5.1

Glaukoma Sudut Terbuka
Secara umum penyebabnya adalah sebagai suatu

ketidaknormalan

pada

matriks

ekstraselular

trabekular

meshwork dan pada sel trabekular jukstakanalikular, meskipun
juga ada di tempat lain. Sel trabekular dan matriks ekstraselular
disekitarnya diketahui ada pada tempat agak sedikit spesifik.

Universitas Sumatera Utara

13

2.5.1.1 Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Tidak terdapat penyakit mata lain atau penyakit sistemik
yang menyebabkan peningkatan hambatan terhadap aliran
akuos atau kerusakan terhadap saraf optik, biasanya disertai
dengan peningkatan TIO. Glaukoma primer sudut terbuka
merupakan jenis glaukoma terbanyak dan umumnya mengenai
umur 40 tahun ke atas. POAG dikarakteristikkan sebagai suatu
yang kronik, progresif lambat, optik neuropati dengan pola
karakteristik kerusakan saraf optik dan hilangnya lapang
pandangan.

POAG

didiagnosa

dengan

suatu

kombinasi

penemuan termasuk peningkatan TIO, gambaran diskus optik,
dan menyempitnya lapang pandangan. Peningkatan TIO
merupakan faktor resiko penting walaupun beberapa keadaan
lain dapat menjadi faktor yang berpengaruh seperti riwayat
keluarga, ras, miopia, diabetes mellitus dan lain-lain.
Patogenesis meningkatnya TIO pada POAG disebabkan
oleh karena naiknya tahanan aliran akuos humor di trabekular
meshwork. Kematian sel ganglion retina timbul terutama melalui
apoptosis (program kematian sel) daripada nekrosis. Banyak
faktor yang mempengaruhi kematian sel, tetapi pendapat
terbaru masih dipertentangkan adalah kerusakan akibat iskemik
dan mekanik.

2.5.1.2 Glaukoma dengan Tensi Normal
2.5.1.3 Glaukoma Suspek
2.5.1.4. Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka
Universitas Sumatera Utara

14

2.5.1.3.1 Sindroma Pseudoeksfoliasi
2.5.1.3.2 Glaukoma Pigmentari
2.5.1.3.3 Glaukoma akibat kelainan lensa
2.5.1.3.4 Glaukoma akibat tumor intraokuli
2.5.1.3.5 Glaukoma akibat inflamasi intraokuli
2.5.2

Glaukoma Sudut Tertutup
2.5.2.1 Glaukoma Primer Sudut Tertutup dengan Blok

Pupil Relatif
2.5.2.2. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
2.5.2.3 Glaukoma Sudut Tertutup Subakut (Intermiten)
2.5.2.4 Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
2.5.2.5 Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup dengan
Blok Pupil
2.5.2.6 Glaukoma Sudut Tertutup tanpa Blok Pupil
2.5.2.7 Sindrom Iris Plateau

2.5.3 Glaukoma pada Anak
2.5.3.1 Glaukoma Kongenital Primer
2.5.3.2 Glaukoma disertai dengan Kelainan Kongenital
2.5.3.3 Glaukoma Sekunder pada bayi dan anak

2.6

Patofisiologi Glaukoma(Skuta, et al., 2011.)
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan

bola mata, yaitu :
2.6.1

Jumlah produksi akuos oleh badan siliar.

Universitas Sumatera Utara

15

2.6.2

Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem
trabekular meshwork-kanalis Schlem.

2.6.3

Level dari tekanan vena episklera.

Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan
aliran akuos humor.
Akuos humor dibentuk oleh badan siliar, dimana masingmasing badan siliar ini disusun oleh lapisan epitel ganda,
dihasilkan 2-2,5 IU/menit, mengalir dari kamera okuli posterior,
lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian
besar akan melalui sistem vena, yang terdiri dari jaringan
trabekular, jukstakanalikular, kanal Schlem dan selanjutnya
melalui saluran pengumpul. Aliran akuos humor akan melewati
jaringan trabekular sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui
struktur lain pada segmen anterior hingga mencapai ruangan
supra koroid, untuk selanjutnya akan keluar melalui sklera yang
intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah yang
memasukinya. Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-15%).
TIO yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg.
Pada banyak kasus peningkatan TIO dapat disebabkan oleh
peningkatan resistensi aliran akuos humor. Beberapa faktor
resiko

dapat

menyertai

perkembangan

suatu

glaukoma

termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, ras, genetik,
variasi diurnal, olahraga, obat-obatan.
Proses kerusakan papil saraf optik akibat TIO yang tinggi
atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring

Universitas Sumatera Utara

16

dengan terus berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga
skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada
akhirnya terjadi penyempitan lapang pandangan dari ringan
sampai berat.
Glaukomatosa optik neuropati adalah tanda dari semua
bentuk glaukoma. Kerusakan papil saraf optik glaukomatosa
awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah, dan
sel

glia.

Perkembangan

glaukomatosa

optik

neuropati

merupakan hasil dari berbagai variasi faktor, baik instrinsik
maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama
terhadap

perkembangan

glaukomatosa

optik

neuropati.

Peningkatan tekanan intraokuli ini dapat merusak sel-sel
ganglion retina dan terjadi kerusakan dari saraf optik sehingga
progresifitas glaukoma berlanjut.
Terdapat dua hipotesa yang menjelaskan perkembangan
glaukomatosa optik neuropati, teori mekanik dan iskemik. Teori
mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung seratserat akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior,
dengan distorsi lempeng lamina kribrosa, dan interupsi aliran
aksoplasmik, yang berakibat pada kematian sel ganglion retina.
Teori iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik
intraneural akibat penurunan perfusi nervus optikus. Perfusi ini
bisa akibat dari penekanan TIO pada suplai darah untuk nervus
atau

proses

instrinsik

pada

nervus

optikus.

Gangguan

autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan perfusi dan

Universitas Sumatera Utara

17

mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah darah optik
secara

normal

meningkat

atau

menurunkan

tekanannya

memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan
variasi tekanan darah.(Skuta, et al., 2011; Kanski, JJ., 2011.)
Pemikiran terbaru tentang glaukomatosa optik neuropati
mengatakan bahwa kedua faktor mekanik dan pembuluh darah
mungkin berperan terhadap kerusakan. Glaukoma adalah
seperti suatu kelainan famili heterogen, dan kematian sel
ganglion terlihat pada glaukomatosa optik neuropati yang
bermediasi oleh banyak faktor.(Skuta, et al., 2011.)
Patogenesis glaukoma sampai saat ini masih belum
jelas. Dikatakan bahwa kerusakan syaraf optik tidak hanya oleh
karena peningkatan tekanan intra okuli saja, tetapi penurunan
aliran/perfusi darah dapat menyebabkan kerusakan syaraf
optik. Selain itu faktor genetik, faktor metabolik dan faktor-faktor
yang bersifat toksik seperti glutamat, NMDA, eksitotoksin,
radikal bebas dan nitirit oksida juga berpengaruh terhadap
kerusakan syaraf optik.(Sari, MD., 2013.)

Universitas Sumatera Utara

18

2.7

Faktor Resiko
Ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan

neuropati optik glaukomatosa pada glaukoma sudut terbuka
primer yaitu peningkatan pengukuran TIO, usia dewasa, riwayat
keluarga dengan glaukoma, ras, miopia, dan penyakit sistemik
(diabetes

mellitus,

penyakit

kardiovaskular,

oklusi

vena

retina).(Skuta, et al., 2011.)

2.7.1 Tekanan Intra Okuli
Secara umum, penelitian epidemiologi berdasarkan
populasi rata-rata TIO 15,5 mmHg, dengn standar deviasi 2,6
mmHg. Sehingga definisi normal TIO adalah 2 standar deviasi
diatas dan dibawah rata-rata TIO, atau kira-kira 10-21 mmHg.
TIO pada pasien glaukoma kemungkinan sangat luas, dapat 10
mmHg atau lebih. Kebanyakan pasien tanpa glaukoma
menunjukkan batas diurnal 2-6 mmHg selama 24 jam. Ada atau
tidaknya peningkatan TIO, TIO merupakan faktor resiko utama,
dimana peningkatan TIO sebagai faktor resiko yang kuat untuk
progresifitas glaukoma.(Skuta, et al., 2011.)

2.7.2 Umur
Faktor bertambahnya umur mempunyai peluang lebih
besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer.
Vaughan (1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur
sekitar

40

tahun

adalah

0,4%–0,7%

jumlah

penduduk,

Universitas Sumatera Utara

19

sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat
menjadi 2%–3% dari jumlah penduduk. Framingham Study
dalam laporannya tahun 1994 menyatakan bahwa populasi
glaukoma adalah sekitar 0,7% penduduk yang berumur 52–64
tahun, dan meningkat menjadi 1,6% penduduk yang berumur
65–74 tahun, serta 4,2% pada penduduk yang berusia 75–85
tahun. Keadaan tersebut didukung juga oleh pernyataan yang
dikeluarkan oleh Ferndale Glaucoma Study di tahun yang
sama. (Sari, MD., 2013.)

2.7.3 Riwayat Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor
keluarga. Hal ini dapat ditunjukkan oleh beberapa survei yang
dilakukan, Pada the Baltimore Eye Survey, resiko relatif POAG
meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki
kerabat dengan POAG. Pada the Rotterdam Eye Study,
prevalensi POAG sekitar 10,4% pada pasien yang memiliki
kerabat dengan POAG. Peneliti yang sama mengestimasikan
bahwa resiko relatif untuk memiliki POAG sebesar 9,2 kali pada
seseorang yang memiliki kerabat dekat dengan POAG.(Sari,
MD., 2013.)

2.7.4 Ras
Hipotesa bahwa ras merupakan faktor resiko terjadinya
glaukoma sudut terbuka primer berdasarkan data bahwa pada
orang berkulit hitam mempunyai prevalensi yang lebih besar
Universitas Sumatera Utara

20

untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer dibandingkan
yang berkulit putih. Tetapi penelitian terbaru menyatakan
bahwa glaukoma sudut terbuka primer ini banyak ditemukan
pada populasi China dan Eskimo.(Sari, MD., 2013.)
2.7.5 Diabetes Mellitus
Telah dilaporkan penelitian besarnya prevalensi rata-rata
peningkatan tekanan intra okular dan POAG pada pasien
dengan diabetes, begitu juga pada kelaianan metabolisme
glukosa. Beberapa ahli menganggap terlibatnya pembuluh
darah kecil pada diabetes dapat menyebabkan saraf optik
menjadi lebih sensitif terhadap tekanan sehingga menyebabkan
kerusakan. Tetapi diabetes sebagai faktor resiko untuk
terjadinya POAG masih kontroversial, karena pada OHTS
(Ocular Hypertension Treatment Study Essentials), diabetes
tidak

ada

hubungannya

dengan

peningkatan

resiko

glaukoma.(Skuta, et al., 2011.)

2.7.6 Penyakit kardiovaskular
Telah dilaporkan adanya hubungan antara POAG dan
tekanan darah atau tekanan perfusi pada mata. Hipotesa
hipertensi sistemik, adanya efek mikrosirkulatori pada saraf
optik,

secara

biologis

dapat

menyebabkan

terjadinya

glaukoma.(Skuta, et al., 2011.)

Universitas Sumatera Utara

21

2.7.7 Oklusi vena retina
Pasien dengan CRVO dapat dijumpai peningkatan
tekanan intra okuli dan glaukoma. Setelah CRVO, dapat dapat
terjadi glaukoma sudut tertutup atau stadium lanjut yaitu
glaukoma neovaskular. Dimana adanya peningkatan intraokuli
pada mata sebelahnya yang tidak terlibat dengan oklusi vena
retina dapat menjadi alasan yang memungkinkan untuk
terjadinya glaukoma.(Skuta, et al., 2011.)

2.7.8 Miopia
POAG dan miopia yang terjadi secara bersamaan dapat
mempersulit

diagnosa

dan

penatalaksanaan.

Khususnya

penilaian diskus sulit pada perubahan fundus, seperti diskus
menjadi miring dan stafiloma posterior, sehingga untuk menilai
pemeriksaan cupping menjadi sulit. Perubahan retina pada
miopia dapat menyebabkan kelainan lapang pandangan yang
menjadi bagian dari proses glaukomatosa. Kelainan miopia
yang tinggi juga dapat mempersulit akurasi pengukuran
perimetri dan penafsiran kelainan lapang pandang. Sehingga
untuk menilai proses pembesaran diskus pada miopia menjadi
bertentangan.(Skuta, et al., 2011.)
Banyak ahli mata menganggap bahwa miopia dengan
peningkatan tekanan intra okular (TIO) dan kelainan kepala
saraf optikus seperti glaucomatous cupping di diagnosa
sebagai POAG. Diagnosa klinis miopia

pada POAG sangat

sulit dan tidak pasti, dimana banyak faktor yang membuat
Universitas Sumatera Utara

22

POAG dengan miopia menjadi bias, mencakup seringnya
berobat ke dokter mata, meningkatnya pemeriksaan perimetri,
meningkatnya kelaian sekunder lapang pandangan terhadap
koreksi kacamata, peningkatan tekanan intra okuli yang salah,
salah menafsirkan saraf optikus, dan sekelompok orang yakin
terhadap anggapan POAG. (Berrios, NIL., et al., 2007.)
Mata miopia secara struktural berbeda dengan mata
emetropia, dimana mata miopia mempunyai panjang aksial dan
dalam ruang vitreus yang lebih panjang. Mata dengan
meningkatnya panjang aksial rasio cup-disc tampak lebih besar,
meningkatnya kelainan lapisan serabut saraf optikus dan
kemungkinan lebih besar merusak bentuk lamina kribrosa,
sehingga lebih mudah terjadinya perubahan diskus optikus
glaukomatosa.(Saw, SM., et al., 2005.)
Penelitian Leung’s, yang melaporkan dimana lebih
banyak mata yang abnormal pada kelompok miopia tinggi
daripada kelompok miopia rendah-sedang.(Qiu, KL., at al.,
2011.)
The Beaver Dam Eye Study, melaporkan hubungan
miopia dengan glaukoma, bahwa resiko glaukoma meningkat
dengan makin bertambah beratnya miopia.(Saw, SM., et al.,
2005.)
The Malmo Eye Survey, melaporkan bahwa prevalensi
deteksi dini glaukoma sudut terbuka meningkat dengan makin
bertambahnya miopia.(Saw, SM., et al., 2005.)

Universitas Sumatera Utara

23

The Blue Mountains Eye Study (Australian Study),
menegaskan adanya hubungan yang kuat antara miopia dan
glaukoma pada sampel populasi kulit putih usia tua. Dimana
glaukoma dijumpai sebanyak 4.2 % pada mata miopia ringan,
dan

4.4

%

pada

mata

dengan

miopia

sedang-berat

dibandingkan pada mata tanpa miopia sebanyak 1.5 %, dimana
pasien miopia mempunyai resiko terjadinya glaukoma 2-3 kali
lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak miopia.
Resiko ini tidak tergantung dari faktor resiko glaukoma lainnya
dan IOP.(P, Mitchell., et al., 1999.)
Pada

penelitian

dari

Singapore

Malays

Study,

melaporkan bahwa hubungan miopia dengan glaukoma pada
orang Asia, bahwa hubungan antara miopia sedang atau miopia
berat dengan POAG (memburuk lebih dari -4 D). Dimana orang
dengan miopia sedang atau miopia berat mempunyai faktor
resiko POAG 3 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
emetropia.(Chen, SJ., et al., 2012.)
The Beijing Eye Study, melaporkan hubungan antara
miopia dan glaukoma pada populasi United States pada usia ≥
40 tahun. Bahwa tidak ada hubungan antara miopia dan
glaukoma dari informasi pasien sendiri (jawaban survei) atau
rasio cup-disc. Tetapi, adanya hubungan yang kuat antara
miopia dan glaukoma pada data lapang pandang, dibandingkan
dengan mata non miopia. Dimana resiko glaukoma meningkat
2.02 kali lipat pada miopia ringan (-1 D sampai -2,99 D), 3.09

Universitas Sumatera Utara

24

kali lipat pada miopia sedang (-3 D sampai -5,99 D), dan 14.43
kali lipat pada miopia berat ( > -6 D) dibandingkan dengan
emetropia. (Qiu, M., et al., 2013.)
The Barbados Eye Study, melaporkan faktor resiko pada
orang kulit hitam terhadap glaukoma sudut terbuka. Dimana
usia, jenis kelamin laki-laki, meningkatnya TIO dan riwayat
keluarga glaukoma sudut terbuka merupakan faktor resiko
mayor, dan adanya hubungan yang kuat pada laki-laki daripada
wanita. Berat badan kurus dan riwayat katarak juga merupakan
faktor yang berhubungan kepada glaukoma sudut terbuka.
Walaupun hipertensi dan diabetes dijumpai pada peserta
Barbados eye study, tapi faktor ini tidak berhubungan terhadap
prevalensi

glaukoma

sudut

terbuka.

Tetapi,

ditemukan

hubungan antara rendahnya tekanan darah diastolik dengan
perbedaan tekanan intra okuli dan rendahnya tekanan darah
sistolik dan diastolik/rasio tekanan intra okuli.(C, LM., et al.,
1995.)
Penelitian lainnya dari Barbados Eye Study, melaporkan
prevalensi refractive errors pada orang dewasa kulit hitam.
Dimana prevalensi miopia lebih besar pada laki-laki dan
meningkat setelah usia 60 tahun.(Wu, SY., et al., 1999.)
The

Early

Manifest

Glaucoma

Trial

di

Swedia,

melaporkan hubungan glaukoma dengan pengukuran refraksi
dengan auto refractors bahwa prevalensi glaukoma deteksi dini

Universitas Sumatera Utara

25

meningkat dengan makin bertambahnya miopia pada semua
kelompok usia.(Chen, SJ., et al., 2012.)
Penelitian

lainnya

dari

The

Malmo

Eye

Survey,

melaporkan hubungan antara miopia dan glaukoma kuat di
tingkat tekanan intraokular yang lebih rendah, dan lemah
secara

bertahap

dengan

meningkatkan

tekanan

intraokular.(Hoh, ST., 2007.)
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dua kunci
parameter untuk membedakan mata dengan glaukoma adalah
cup/disc ratio dan vertical integrated rim area. (Novita, HD.,
2008.)
Penelitian dari Jonas dan Dichtl, yang melaporkan
bahwa bertambah besarnya diskus optikus rasio area dengan
bertambah besarnya kesalahan bias miopia lebih besar dari
8D.(Enrique, EFS., et al., 2009.)
Penelitian

dari

Knight,

ORJ.,

et

al,

2012,

yang

melaporkan efek antara ras, jenis kelamin, umur dan panjang
aksial pada diskus optikus, dan ketebalan RNFL dengan
pemeriksaan Cirrus HD-OCT, bahwa ada perbedaan yang
signifikan secara statistik antara kelompok ras pada optic nerve
head (ONH) dan RNFL kecuali rim area.
Penelitian lainnya dari Beijing Eye Study, melaporkan
orang dengan myopia < -6 sampai -8 D atau mipia tinggi (≥ -8
D) meningkatnya resiko terhadap diskus optikus glaukoma

Universitas Sumatera Utara

26

sebesar 5.5 kali lipat dan meningkatnya resiko terhadap
perimetri glaukoma sebesar 6.3 kali lipat.(Krader, CG., 2013.)
Penelitian dari Gvozdenovic, R., et al., yang melaporkan
bahwa glaukoma dengan miopia tinggi≥ ( 5 D) mempunyai
diameter diskus optikus yang besar dan RNFL yang menipis
dibandingkan dengan glaukoma pada pasien mioria ringan (< 5
D), dimana diskus optikus rasio area tidak mempunyai
perbedaan

yang

signifikan

antara

kedua

grup

pasien

tersebut.(Gvozdenovic, R., et al., 2013.)
Penelitian dari Sing, NMT., et al, yang melaporkan
dengan usia, fungsi penglihatan dan sensitivitas retina menurun
pada normal individu.(Sing, NMT., et al., 2000.)
The Singapore Study, melaporkan hubungan miopia
dengan glaukoma, bahwa ukuran ketebalan RNFL di superior
dan

inferior

menurun

dengan

makin

bertambahnya

miopia.(Hoh, ST., et al., 2007.)
Penelitian dari Tommy Nilsson, yang melaporkan bahwa
adanya perbedaan antara mata emmetropia dan miopia dimana
ketebalan

retina

perifer

pada

miopia

signifikan

lebih

tipis.(Nilson, T., 2012.)
Penelitian dari En, WX., et al, yang melaporkan bahwa
pada mata dengan miopia tinggi dan POAG RNFL signifikan
menipis pada semua kuadran dibandingkan mata dengan
miopia tinggi RNFL signifikan menipis pada kuadran nasal.(En,
WX., et al., 2013.)

Universitas Sumatera Utara

27

2.8

Evaluasi Klinis Nervus Optikus
Nervus optikus mengandung jaringan neuroglial, matriks

ekstra-selular serta pembuluh darah. Nervus optikus manusia
mengandung kira-kira 1,2-1,5 juta akson dari sel ganglion
retina. Papil nervus optikus atau diskus optikus dibagi atas 4
lapisan yaitu : lapisan serabut saraf dapat dilihat langsung
dengan oftalmoskop. Lapisan ini diperdarahi oleh arteri retina
sentral. Lapisan kedua atau prelaminar region secara klinis
dapat dievaluasi adalah area sentral papil optik. Daerah ini
diperdarahi oleh arteri siliaris posterior. Pada nervus optikus
dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk, oftalmoskop indirek
atau slit lamp yang menggunakan posterior pole lens.(Skuta, et
al., 2011.)

Kepala nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat
atau sedikit oval dan mempunyai suatu cup sentral. Jaringan
antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim atau
neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai
kedalaman yang relatif seragam dan warna yang bervariasi dari
oranye sampai merah muda. Ukuran cup fisiologis dapat sedikit
meningkat sesuai umur. Orang kulit hitam yang bukan
glaukoma rata-rata mempunyai diskus yang lebih lebar dan
perbandingan diskus dan cup lebih besar dibanding emetropia
dan hiperopia. Perbandingan diskus dan cup saja tidak adekuat

Universitas Sumatera Utara

28

menentukan

bahwa

diskus

optik

mengalami

kerusakan

glaukomatous.(Skuta, et al., 2011.)
Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan
sebelahnya karena asimetri diskus tidak biasa pada orang
normal. Perbandingan diskus dan cup vertikal secara normal
antara 0,1-0,4 walaupun sekitar 5 % orang normal mempunyai
perbandingan diskus dan cup yang lebih besar dari 0,6.
Asimetri perbandingan diskus dan cup lebih dari 0,2 terdapat
pada kurang dari 1 % orang normal.(Skuta, et al., 2011.)
Pada glaukoma dengan pemeriksaan funduskopi direk
dijumpai perubahan diskus optikus seperti asimetri daerah tepi
neuroretina/diskus optikus atau cupping (perbedaan > 0,2),
focal thinning atau notching pada tepi neuroretina, perdarahan
diskus

optikus,

perubahan

lapisan

sarabut

saraf

retina

sekitarnya/hilangnya lapisan serabut saraf retina peripapilari
(atrofi peripapilari), rasio cup disk membesar (lingkaran
neuroretinal menipis), progressive optic disk cupping, nasalisasi
arteri retina sentral dan vena retina sentral sering terlihat
karena pembesaran cup.(Skuta, et al., 2011., Kanski, JJ.,
2011., Khurana, AK., 2007.)

Universitas Sumatera Utara

29

Nerve Fiber Layer Analyzer (NFLA) (Skuta, et al., 2011. )

2.9

Evaluasi Gonioskopi
Gonioskopi : Sudut iridokorneal terbuka

Berdasarkan

Von

Herrick,

penilaian

sudut

terbadi

atas

:(Khurana, AK., 2007.)
-

Grade 4 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea

>½:1
-

Grade 3 : Perbandingan antara celah akuoss dan kornea

½ - ¼ :1
-

Grade 2 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea

¼:1
-

Grade 1 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea

20 ° tetapi < 45 °.

-

Grade 2 :

Sudut antara iris dan permukaan trabekular
meshwork 20°.

-

Grade 1 :

Sudut antara
trabekular

iris

meshwork

dan

permukaan

10°. Kemungkinan

sudut tertutup terjadi setiap waktu.
-

Slit

:

Sudut

antara

trabekular

iris dan

meshwork

permukaan

< 10°. Sangat

mungkin terjadi sudut tertutup.
-

Grade 0 :

Iris di atas trabekular meshwork. Sudut
tertutup.

2.10 Evaluasi

Optical

Coherence

Tomography

(OCT)
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah alat bantu
diagnostik non kontak, non invasif dan tidak memerlukan imersi,
menampilkan irisan jaringan hidup, yang beroperasi dengan
prinsip inferometri menggunakan sinar inframerah koherensi
rendah sekitar 40µm dengan panjang gelombang antara 800830 nm, yang diserap oleh jaringan tertentu, dilengkapi dengan

Universitas Sumatera Utara

31

kamera

khusus

untuk

menangkap

refleksi

sinar

dan

menghasilkan image atau bayangan dari jaringan histologis
dengan resolusi tinggi.(Sari, MD., 2013.)
OCT merupakan teknologi pencitraan yang menampilkan
gambaran resolusi mikron, cross sectional, pada jaringan
invivo, termasuk mikrostruktur okuli.(Sari. MD., 2013.) Sejak
mendapat pengakuan dari Amerika Serikat

Food and Drug

Administration bulan Januari 2002, lebih dari 6000 Stratus OCT
digunakan

di

seluruh

dunia.

Diperkirakan

37.000

scan

digunakan setiap harinya di Amerika Serikat. Berdasarkan
jumlah tersebut, jelaslah bahwa OCT menjadi alat yang
berharga untuk klinis.(Novita, HD., 2008.)
Kehadiran OCT telah terbukti sangat berguna dalam
membantu menegakkan diagnosa, evaluasi, penatalaksanaan
berbagai kelainan mata dan juga penelitian. Di bidang ilmu
kesehatan

mata,

OCT

banyak

membantu

menegakkan

diagnosa, pemantauan terapi, pemantauan perjalanan penyakit,
dokumentasi serta penjelasan kepada pasien di bidang
glaukoma, retina dan kornea.(Sari, MD., 2013.) OCT ini dapat
menguraikan lapisan demi lapisan serabut syaraf tanpa efek
samping yang merugikan.
Stratus OCT memiliki resolusi aksial yang lebih tinggi
sekitar

9-10µm

pada

jaringan.

Sistem

Stratus

dapat

menghasilkan gambar OCT yang sangat mendetail dari retina.

Universitas Sumatera Utara

32

Stratus OCT ini memliki sensitivitas lebih dari 80% dan
spesifisitas lebih dari 95%.( Sari, MD., 2013.)
Di bidang glaukoma, OCT sangat membantu dalam
menegakkan

diagnosa,

mengetahui

derajat

keparahan

kerusakan papil saraf optik dan kerusakan lapisan serabut saraf
retina akibat glaukoma dan menjadi alat screening yang andal
dan sahih untuk glaukoma pra perimetrik yang mampu
mendeteksi kerusakan 5 tahun lebih awal.(Sari, MD., 2013.)
Dewasa ini OCT adalah teknik pilihan untuk memeriksa
dan mengukur lapisan serabut saraf retina yang dapat dijadikan
marker terhadap degenerasi aksonal dan untuk pemantauan
pengobatan neuroprotektif.(Sari, MD., 2013.)

2.10.1 OCT PADA GLAUKOMA
Hilangnya RNFL dapat mendeteksi adanya glaukoma
sebelum terjadi defek pada lapang pandang dan perubahan
saraf optik. Kemampuan OCT yang dapat menggambarkan
struktur RNFL merupakan alat yang handal untuk diagnosa dini
dan memantau perjalanan glaukoma.(Novita, HD., 2008.)
Analisa OCT yang sering digunakan pada glaukoma
adalah RNFL thickness analysis, RNFL map, dan optic nerve
head analysis. RNFL analysis dan RNFL map berdasarkan
scan sirkular dari diskus optikus. Fast RNFL thickness meliputi
tiga lingkaran scan dengan diameter 3.4 mm mengelilingi
diskus optic dalam 1.92 detik.(Sari, MD., 2013.)

Universitas Sumatera Utara

33

2.10.2 ANALISA RNFL DAN DISKUS OPTIKUS
RNFL mempunyai reflektivitas tinggi. Terdapat 2 macam
tipe dasar scanning, yaitu garis dan lingkaran. Hilangnya RNFL
dapat dideteksi sebelum adanya kelainan pada hasil perimetri.
Asimetri antara kedua mata signifikan dalam mendiagnosa
glaukoma. Scan RNFL yang abnormal dapat terjadi penipisan
RNFL dan juga kuadran serta grafik ISNT (Inferior Superior
Nasal Temporal).(Novita, DH., 2008.)
Analisa diskus optikus pada Stratus OCT berdasarkan
scan fast optic disc. Fast optic disc menggunakan 6 garis,
berukuran 4 mm untuk mendapatkan data cross sectional pada
Optic Nerve Head (ONH). Analisa ONH berguna untuk
memeriksa dan mengukur syaraf optik dari masing-masing 6
scan tersebut secara tunggal maupun berbarengan.(Sari, MD.,
2013.)
Hasil
gambaran

analisa

terdiri

dari

gambaran

gabungan

dari

hasil

semua

tunggal

scan.

atau

Algoritma

mendeteksi dan memperlihatkan lokasi bagian atas dan dalam
RPE pada setiap sisi diskus optikus. Titik referensi diskus
diindikasikan dengan gambaran silang di dalam lingkaran yang
berwarna biru, dimana sebuah garis yang menghubungkan titiktitik referensi tersebut merupakan diameter diskus. Reference
plane (garis offset cawan) ditentukan oleh sebuah garis yang
paralel terhadap garis diameter diskus dengan offset 150 µm ke
anterior (garis putih). Luas rima neuroretina (daerah merah)

Universitas Sumatera Utara

34

pada potongan melintang disetimasikan oleh luas yang dibatasi
reference plane sebagai batas posterior dan garis yang tegak
lurus terhadap ujung diameter diskus sebagai batas lateral.
Lebar syaraf optik pada diskus (garis kuning) di masing-masing
sisi ditandai dengan garis lurus dari setiap titik referensi ke titik
yang paling dekat pada permukaan anterior.(Sari, MD., 2013.)
Analisa data dilakukan terhadap masing-masing scan
dan disatukan manjadi hasil pengukuran ONH gabungan
termasuk volume lebar rim keseluruhan (integrasi dari luas rim
vertikal pada potongan melintang), lebar rim keseluruhan
(dikalkulasikan berdasarkan integrasi dari rata-rata lebar syaraf
pada diskus), luas diskus, luas cawan, luar rima (luas rim-luas
cawan), rasio cawan diskus vertikal, horisontal dan rasio luas,
dan volume cawan.(Sari, MD., 2013.)
Analisis selular OCT juga mampu menampilkan lapisan
demi lapisan potongan melintang area sekitar papil 360 derajat
dengan resolusi tinggi. Analisis numerik ketebalan LSSR
mengacu kepada ISNT Rule (Inferior Superior Nasal Temporal
Rule) yang merupakan acuan standar yang digunakan untuk
mendeteksi tanda-tanda awal dari neuropati

optik. Struktur

seluler LSSR kuadran superior dan inferior adalah yang paling
sensitif terhadap perubahan tekanan bola mata dan cenderung
menjadi indikasi awal terjadinya glaukoma dan menjadi tanda
glaukoma

pre

perimetrik

yang

belum

terdeteksi

oleh

pemeriksaan lapangan pandang. Namun ketebalan kuadran

Universitas Sumatera Utara

35

lainnya juga memberikan arti penting dalam fungsi penglihatan
yang juga perlu dicermati.(Sari, MD., 2013.)
Dalam melakukan pemeriksaan OCT, salah satu yang
harus diperhatikan adalah kejernihan optik, dimana kekeruhan
media optik dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan OCT.
Kekeruhan media yang ada dapat menurunkan kekuatan sinyal
optik sinar OCT. Kekuatan sinyal berkisar 0 hingga 10. Sinyal
dibawah 6 menandakan hasil pengukuran yang kurang sahih
dan kurang terpercaya. Maka kekuatan sinyal adalah hal yang
penting yang harus diperhatikan dalam interprestasi hasil
pemeriksaan.(Sari, MD., 2013.)
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dua kunci
parameter untuk membedakan mata dengan glaukoma adalah
cup/disc ratio dan vertical integrated rim area. (Novita, HD.,
2008.)

2.11 PENATALAKSANAAN
-

Untuk glaukoma adalah dengan cara medikamentosa
dan operasi. Obat-obat anti glaukoma meliputi : (Skuta,
et al., 2011.)






Prostaglandin analog-hipotensif lipid
Antagonis beta adrenergik (non selektif dan selektif)
Parasimpatomimetik

(miotik)

agen,

termasuk

kolinergik dan agen antikolinergik.


Karbonik anhIdrase inhibitor (oral, topikal)

Universitas Sumatera Utara

36


Adrenergik agonis (non selektif dan selektif alfa 2
agonis)



Kombinasi obat agen hiperosmotik

Tindakan operasi untuk glaukoma sudut terbuka :
-

Laser trabekuloplasti

-

Trabekulektomi

-

Full-thickness Sclerectomy

-

Kombinasi bedah katarak dan filtrasi

Prosedur lain untuk menurunkan tekanan intra okular :

-

-

Pemasangan shunt

-

Ablasi badan siliar

-

Siklodialisis

-

Viskokanalostomi.

Untuk Glaukoma dan Miopia :
Bedah insisional dengan mengunakan teknologi laser
trabekuloplasti

untuk

menurunkan

tekanan

intra

okular.(Humas, UGM., 2007.)
-

Untuk miopia :
kaca mata, lensa kontak, pembedahan dan mengubah
kekuatan pembiasan kornea dengan sinar laser atau
LASIK (Lasser in situ keratomileusis).(Humas, UGM.,
2007.)

Universitas Sumatera Utara

37

2.12

KERANGKA KONSEPSIONAL
• MIOPIA SEDANG

POAG

• MIOPIA BERAT

UMUR

2.13 DEFINISI OPERASIONAL


Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar-sinar
sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke
mata tanpa akomodasi dibiaskan di depan retina
sehingga bayangan yang dihasilkan kabur.



Miopia sedang adalah miopia dengan kekuatan lensa
koreksi

-3,25 D s/d -6.00 D yang diberikan

(derajat).


Miopia berat adalah miopia dengan kekuatan lensa
koreksi -3,25 D s/d -6.00 D yang diberikan (derajat).



Glaukoma Sudut Terbuka Primer (POAG) adalah semua
penderita glaukoma yang ditandai dengan adanya
Universitas Sumatera Utara

38

neuropati optik, penurunan lapang pandangan dan
peningkatan tekanan intra okuli dan dijumpai sudut
terbuka grade 3 dan 4 dengan pemeriksaan gonioskopi.


Umur adalah umur penderita sesuai dengan ulang tahun
terakhirnya.



Cup/disc ratio adalah kalkulasi dari area cup (area yang
terletak di dalam garis hijau) dan area diskus (area yang
terletak di dalam garis merah).



Optical Coherence Tomography (OCT) adalah alat bantu
diagnostik non kontak, non invasif dan tidak memerlukan
imersi,

menampilkan

irisan

jaringan

hidup,

yang

beroperasi dengan prinsip inferometer menggunakan
sinar inframerah koherensi rendah sekitar 40µm dengan
panjang gelombang antara 800-830 nm, yang diserap
oleh jaringan tertentu, dilengkapi dengan kamera khusus
untuk menangkap refleksi sinar dan menghasilkan
gambar atau bayangan dari jaringan histologis dengan
resolusi tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Migren dan Glaukoma Sudut Terbuka pada Penderita Migren di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014

0 0 16

Hubungan Migren dan Glaukoma Sudut Terbuka pada Penderita Migren di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014

0 0 2

Hubungan Migren dan Glaukoma Sudut Terbuka pada Penderita Migren di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014

0 1 4

Hubungan Migren dan Glaukoma Sudut Terbuka pada Penderita Migren di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014

0 0 26

Hubungan Migren dan Glaukoma Sudut Terbuka pada Penderita Migren di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014

0 1 5

Faktor resiko glaukoma sudut terbuka primer pada penderita miopia sedang-berat dengan menggunakan Optical Coherence Tomography (OCT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

0 0 14

Faktor resiko glaukoma sudut terbuka primer pada penderita miopia sedang-berat dengan menggunakan Optical Coherence Tomography (OCT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

0 0 2

Faktor resiko glaukoma sudut terbuka primer pada penderita miopia sedang-berat dengan menggunakan Optical Coherence Tomography (OCT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

0 0 5

Faktor resiko glaukoma sudut terbuka primer pada penderita miopia sedang-berat dengan menggunakan Optical Coherence Tomography (OCT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

0 1 4

Faktor resiko glaukoma sudut terbuka primer pada penderita miopia sedang-berat dengan menggunakan Optical Coherence Tomography (OCT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

0 0 1