Hubungan Migren dan Glaukoma Sudut Terbuka pada Penderita Migren di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

DEFINISI

2.1.1. Definisi Migren
Migren adalah sindroma neurovaskular yang dikarakteristikkan
dengan nyeri kepala yang berdenyut, unilateral, intensitas sedang hingga
berat, disertai anoreksia, nausea, muntah, fotofobia dan /atau fonofobia
.(Gupta.,2007)
Migren berasal dari bahasa Yunani yaitu hemicrania yang
diciptakan oleh bangsa Galen (131-201 sesudah Masehi) untuk
menggambarkan nyeri kepala yang unilateral, dan kemudian istilah
hemicrania ini ditransformasikan kedalam bahasa Inggris kuno yaitu
migrim dan bahasa perancis yaitu migraine, yang digunakan hingga saat
ini. (Sjahrir.,2008)
Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai
suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya

lapang pandangan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuli adalah salah
satu dari faktor resiko primer, ada tidaknya faktor ini tidak merubah definisi
penyakit. ( Skuta et al.,2010 )

Universitas Sumatera Utara

6

2.2.

PATOGENESIS
Pada migren terjadi vasospasme pembuluh darah perifer sehingga

menurunnya perfusi saraf optik yang menyebabkan iskemik intraneural.
Kerusakan autoregulasi vaskular dapat mendorong

penurunan perfusi

dan kerusakan saraf yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya
glaukoma. ( Emerick GT, 2008 )

2.2.1. Patogenesis Migren ( Aurora SK.,2002; Suryawati H.,1999)
Berbagai teori telah dikemukakan untuk menerangkan patogenesis
migren,

namun

sampai

sekarang

belum

ada

kesepakatan

yang

pasti.Beberapa teori antara lain:



Teori Vaskular
Teori Wolff : migren disebut sebagai nyeri kepala vaskular, dimana
gangguan primer pada pembuluh darah terjadi vasospasme yang
bersifat lokal dan reaksi hiperemik sehingga pembuluh – pembuluh
darah di otak dan kepala mengalami vaskokonstriksi pada fase
awal dan kemudian diikuti dengan vasodilatasi.
Siklus ini dimulai dengan peningkatan kadar norepinefrin dalam
plasma,

sehingga

menyebabkan platelet

beragregasi dalam

pembuluh darah otak. Platelet ini melepaskan serotonin yang dapat
menyebabkan konstriksi arteri maupun dilatasi kapiler. Arteri –
arteri tersebut pertama – tama pada satu sisi kepala berkonstriksi
menyebabkan iskemik sehingga menimbulkan gejala aura berupa

gangguan visual, rasa tebal atau kelemahan pada satu sisi tubuh

Universitas Sumatera Utara

7

dan lain-lain.Platelet yang beragregasi ini juga melepas neurokinin
– neurokinin yang mensensitisir reseptor nyeri di dinding pembuluh
ekstrakranial. Hal ini menerangkan mengapa scalp dan leher sering
menjadi nyeri selama dan setelah serangan migren.



Teori Trigeminovaskular
Teroi trigeminivaskular oleh Moskowitzs menyatakan adanya jaras
yang menghubungkan ganglia trigeminalis dan pembuluh darah
serebral akan membentuk sistim trigeminovaskular. Ganglia
trigeminalis merupakan struktur sensorik umum utama pada
pembuluh darah yang membentuk sirkulus Wilisii. Saraf sensoris
disekitar sirkulus Wilisii banyak mengandung substansi P ( SP ),

neurokinin A ( NKA ), calsitonin gen related peptid ( CGRP ) dan
prostaglandin, mediator-mediator ini berperan dalam proses
terjadinya inflamasi neurogenik.Saraf trigeminalis dapat diaktifkan
pada tiap titik sepanjang perjalanannnya, mulai dari perivaskuler
sampai didaerah sentral pada batang otak, yang diduga karena
proses spreading depression. Stimulasi dari saraf sensorik
trigeminus akan melepaskan neuropeptida substansi P, CGRP dan
neurokinin A yang menyebabkan inflamasi neurogenik, peningkatan
permeabilitas vaskuler, dilatasi pembuluh darah, ekstravasasi
plasma dan kerusakan platelet sehingga terjadi nyeri kepala
migren. Goadsby dan Edvinsson, 1992 : level dari substansi
vasodilator CGRP pada pembuluh darah jugular akan meningkat

Universitas Sumatera Utara

8

selama nyeri kepala dan kembali normal setelah nyeri kepala.(
Aurora SK, Suryawati H.,1999)



Teori Neurogenik
Pada hipotesis neurogenik, perubahan-perubahan aliran darah otak
yang menyertai migren dianggap sekunder terhadap gangguan
neurotransmitter di otak.Gangguan ini menyebabkan migren dan
menjadi sumber dari nyerinya.Pembuluh darah otak hanya
merupakan

korban

gangguan

neurogenik,

bukan

sumber

penyakitnya. Pembuluh darah otak di innervasi oleh serabut yang
mengandung noradrenalin dan 5HT ( 5Hydroxy Tryptamin ) dari

batang otak ( locus caerolus, nuclei raphe ). Rangsangan pada inti
batang

otak

tersebut

menyebabkan

perubahan

vaskular

( vasokonstriksi ). Perubahan yang fluktuatif pada nuclei batang
otak tersebut merupakan reaksi terhadap faktor dilingkungan yang
bermacam-macam.



Teori “ Cortical Spreading Depression”

Leao dan Morrison menyatakan bahwa Cortical Spreading
Depression

( CSD ) mungkin terlibat dalam patofisiologi migren

atas dasar persamaan dalam kecepatan dari kemajuan skotoma
migren dengan CSD. Perubahan dalam aliran korteks otak pada
serangan migren klasik menyebar dalam cara dan kecepatan yang
sebanding serangan CSD sebagai mekanismenya. Hipotesis saat
ini serangan migren klasik dicetuskan oleh CSD yang berasal dari

Universitas Sumatera Utara

9

bagian posterior otak. CSD maju ke depan dengan kecepatan 2-3
mm/menit, menyebabkan aura dan penurunan aliran darah korteks
otak dalam jangka panjang. CSD ditemukan oleh Leao dalam
korteks


kelinci.

Leao

mengamati

aktifitas

neuronal

yang

berlangsung terus menerus dalam korteks otak kadang-kadang
menjadi padam sama sekali selama periode satu menit, dan
depresi ini akan menyebar sangat lambat menyeberangi daerah
korteks yang luas. Ternyata CSD disertai suatu potensial negatif
yang besar dalam jaringan yang terkena, dan terjadi shift ini yang
sangat substansial menyeberangi membran sel. Olesen meneliti
pada penderita migren aura terjadi penurunan aliran darah otak
yang dimulai pada regio oksipital dan menyebar ke anterior seperti

gelombang “spreading depression” menyeberangi korteks dan
kemudian diikuti dengan hyperemia.



Teori Lance – Fozard – Pearce, yang menyatakan :
1. Pada nukleus batang otak terjadi fluktuasi karena reaksi
berbagai faktor di lingkungan antara lain : lelah , rasa lapar,
perubahan hormon, dan sebagainya.
2. Perubahan aktifitas neuron yang mengandung 5HT dan
noradrenalin menyebabkan perubahan dalam aliran darah vasa
intra dan ekstrakranial.
3. Pelepasan 5HT dalam dinding vasa intrakranial merangsang
terjadinya reaksi inflamasi steril pada migren.

Universitas Sumatera Utara

10

4. Aktifasi nosiseptor pada terminal neuron atau akhiran saraf

afferent N. V oleh pro inflammatory mediator menyebabkan
nyeri.
5. Rasa nyeri akan diproses dan diterima neuron batang otak,
thalamus , korteks serebri.


Teori Kaskade Migrain
Serangan migren timbul dari interaksi antara faktor pencetus
intrinsik atau lingkungan dengan sistim saraf yang rentan.

2.2.

Patogenesis Glaukoma

2.2.1. Faktor Mekanik
Menurut teori mekanis, TIO yang tinggi berperan menyebabkan
kerusakan langsung pada nervus optikus dan akan mengubah struktur
jaringan. Kenaikan TIO akan menghasilkan dorongan dari dalam ke luar
(inside-outside push) yang akan menekan lapisan laminar ke arah luar
dan meningkatkan regangan laminar serta meningkatkan regangan
dinding sklera (Lewis, et al.,1993). Selain itu dengan meningkatnya TIO
akan menyebabkan remodelling dan irregularitas matriks ekstra selular
syaraf optik yang akan menurunkan mechanical support bagi serabutserabut syaraf. (Sihota, et al., 2006).
Peningkatan TIO juga dapat memblok aliran axoplasma sehingga
pengiriman growth factor esensial yang dihasilkan oleh sel target dari
kollikulus superior dan korpus genikulatum lateralis ke papil syaraf optik
akan turun (Dada, et al., 2006)

Universitas Sumatera Utara

11

Selain

itu,

peningkatan

TIO

disebabkan

oleh

karena

meningkatnya tahanan/ resistensi pada humor akuous. Ada beberapa
faktor yang diduga dapat menyebabkan bertambahnya resistensi pada
outflow humor akuous, antara lain penyempitan ruang intertrabekular,
penebalan lamella trabekular, collaps kanalis sklemm, dan hilangnya selsel endotel trabekula. Keadaan tersebut secara fisiologis terjadi pada
proses penuaan, tetapi pada glaukoma proses tersebut terjadi lebih
progresif (Dada, et al., 2006)
2.2.2. Faktor Iskemik
Menurut teori iskemik, turunnya aliran darah di dalam lamina
kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yang
diperlukan untuk transport axonal. Iskemik dan transport axonal akan
memacu terjadinya apoptosis (Lewis et al., 1993).
Pada hakekatnya kematian sel (apoptosis) dapat terjadi karena
rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar ataupun dari dalam sel
itu sendiri (bersifat aktif ataupun pasif). Kematian sel yang berasal dari
dalam sel itu sendiri dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang
merupakan suatu proses fisiologis

dalam keadaan mempertahankan

keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel
dan bersifat pasif dapat tejadi karena jejas ataupun injury yang letal
akibat faktor fisik, kimia, iskemik maupun biologis (Chen, 2003). Pada
proses iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga
tidak

dapat

mengkompensasi

perfusi

yang

kurang

sehingga

menyebabkan iskemik pada TIO yang tinggi (Lewis, 1993).

Universitas Sumatera Utara

12

Hipotesis lain yang mendasari teori ini adalah turunnya perfusi
akan menyebabkan akumulasi eksitotoksin seperti glutamat yang akan
menyebabkan kematian sel lebih lanjut. Fase iskemia yang diikuti
dengan perbaikan pasokan darah juga dapat menyebabkan reperfusion
injury pada sel ganglion retina oleh karena adanya radikal bebas (Dada,
et al., 2006).

2.3.

KLASIFIKASI

2.3.1. Klasifikasi Migren(Sjahrir.,2008; IHS.,2013)
1. Migren tanpa aura
Nyeri kepala berulang dengan manisfestasi serangan selama 4-72
jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas
sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.
Dengan kriteria diagnostik :
A. Sekurang – kurangnya nyeri kepala berlangsung selama 4-72
jam ( belum diobati atau sudah diobati akan tetapi belum
berhasil ).
B. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik
berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat

Universitas Sumatera Utara

13

4. Keadaan

diperberat

oleh

aktivitas

fisik

atau

diluar

kebiasaan aktivitas fisik rutin ( seperti berjalan atau naik
tangga ).
C. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. Nausea dan / atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dengan penyakit yang lain

2. Migren dengan aura
Suatu serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan
berlangsung kurang dari 60 menit. Gambaran nyeri kepala yang
menyerupai migren tanpa aura biasanya timbul sesudah gejala
aura.
Dengan kriteria diagnostik :
A. Sekurang – kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi
kriteria B dan C
B. Memenuhi satu atau lebih gejala aura reversibel berikut :
1. Gangguan visual
2. Gangguan sensoris
3. Gangguan berbicara
4. Gangguan motorik
5. Gangguan pada brainstem

Universitas Sumatera Utara

14

6. Gangguan pada retinal

C. Mempunyai sedikitnya dua diantara 4 karakterisitik berikut :
1. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual
≥ 5
menit bisa disertai dengan / atau jenis aura yang lainnya≥
5 menit
2. Setiap gejala berlangsung ≥ 5 dan ≤ 60 menit
3. Sekurang – kurangnya satu gejala aura unilateral
4. Migren tanpa aura dimulai bersamaan dengan aura atau
sesudah aura selama 60 menit.
D. Tidak berkaitan dengan diagnosis ICHD-3 ( International
Classification of Headache Disorders,3rd edition ) lainnya, dan
kemungkinan serangan iskemik transient telah disingkirkan.
Klasifikasi Migren dengan aura :
2.1.Nyeri kepala Migren dengan aura tipikal
2.2.Nyeri kepala non migren dengan aura tipikal
2.3.Aura tipikal tanpa nyeri kepala
2.4.Familial hemiplegik migren (FHM)
2.5. Sporadik hemiplegik migren
2.6. Migren tipe basiler
3.Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekusor

Universitas Sumatera Utara

15

migren
3.1.Cyclical vomiting
3.2.Migren abdominal
3.3.Benigna paroksismal vertigo pada anak
4.Migren retinal
5.Komplikasi Migren
5.1.Migren kronik
5.2.Status migrenosus
5.3.Aura persisten tanpa infark
5.4.Migrenous infark
5.5.Migraine triggered seizure
6.Probable migren
6.1. Probable migrentanpa aura
6.2. Probable migren dengan aura
6.3. Probable migren kronik

Universitas Sumatera Utara

16

2.3.2. Klasifikasi Glaukoma
Adapun menurut American of Ophthalmology glaukoma dibagi atas:
Glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan childhood
glaucoma.
Glaukoma sudut terbuka di bagi menjadi :
2.3.2.1.Glaukoma Primer Sudut Terbuka/Primary Open Angle Glaucoma
(POAG)
POAG terjadi ketika tidak terdapat penyakit mata lain atau penyakit
sistemik yang menyebabkan peningkatan hambatan terhadap aliran
akuos atau kerusakan terhadap saraf optik, biasanya disertai
dengan

peningkatan

TIO.

Glaukoma

primer

sudut

terbuka

merupakan jenis glaukoma terbanyak dan umumnya mengenai
umur 40 tahun ke atas.POAG dikarakteristikkan sebagai suatu yang
kronik, progresif lambat, optik neuropati dengan pola karakteristik
kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang.POAG
didiagnosa dengan suatu kombinasi penemuan termasuk tingkat
TIO,

gambaran

diskus

optik,

dan

hilangnya

lapangan

pandang.Tekanan bola mata merupakan faktor resiko penting
walaupun beberapa keadaan lain dapat menjadi faktor yang
berpengaruh seperti riwayat keluarga, ras, miopia, diabetes mellitus
dan lain-lain.( Skuta et al, 2010 )
Patogenesis naiknya TIO pada POAG disebabkan oleh
karena naiknya tahanan aliran akuos humor di trabekular
meshwork. Kematian sel ganglion retina timbul terutama melalui

Universitas Sumatera Utara

17

apoptosis (program kematian sel) daripada nekrosis.( Skuta et
al,2010 )
Banyak faktor yang mempengaruhi kematian sel, tetapi pendapat
terbaru masih dipertentangkan adalah kerusakan akibat iskemik
dan mekanik. ( Skuta et al,2010 )
2.3.2.2. Glaukoma dengan Tensi Normal
Kondisi ini adalah bilateral dan progresif, dengan TIO dalam
batas normal.Banyak ahli mempunyai dugaan bahwa faktor
pembuluh

darah

lokal

mempunyai

peranan

penting

pada

perkembangan penyakit.Merupakan bagian dari glaukoma primer
sudut terbuka, tanpa disertai peningkatan TIO. (Skuta et al.,2010)

2.3.2.3. Glaukoma Suspek
Glaukoma suspek diartikan sebagai suatu keadaan pada
orang dewasa yang mempunyai satu dari penemuan berikut paling
sedikit pada satu mata yaitu:


Suatu defek nerve fiber layer atau nervus optikus perkiraan
glaukoma (perluasan cup-disc ratio, asimetris cup-disc ratio,
notching neural rim, perdarahan diskus, ketidaknormalan lokal
atau difus pada nerve fiber layer).



Ketidaknormalan lapangan pandang sesuai dengan glaukoma.



Peningkatan TIO > 21 mmHg. ( Kanski JJ et al )
Biasanya, jika terdapat dua atau lebih tanda diatas maka

dapat mendukung diagnosa untuk POAG, khususnya bila terdapat

Universitas Sumatera Utara

18

faktor-faktor risiko lain seperti usia> 50 tahun, riwayat keluarga
glaukoma, dan ras hitam, juga sudut bilik mata terbuka pada
pemeriksaan gonioskopi.

( Svern P et al )

2.3.2.4 Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka ( Skuta, et al., 2010 )
Bila terjadi peningkatan tekana bola mata sebagai akibat
menifestasi penyakit lain maka glaukoma ini disebut sebagai
glaukoma sekunder. Contoh glaukoma jenis ini adalah:


Sindroma Pseudoeksfoliasi (Exfoliation Syndrome)



Galukoma Pigmenter (Pigmentary Glaucoma)



Glaukoma akibat kelainan lensa



Glaukoma akibat tumor intraokuli



Glaukoma akibat inflamasi intraokuli

Universitas Sumatera Utara

19

2.4.

EVALUASI NERVUS OPTIKUS DAN RETINAL NERVE FIBER
LAYER ( RNFL )
Nervus

optikus

mengandung

jaringan

neuroglial,

matriks

ekstraselular serta pembuluh darah. Nervus optik manusia mengandung
kira-kira 1,2-1,5 juta akson dari sel ganglion retina. Papil nervus optikus
atau diskus optikus dibagi atas 4 lapisan yaitu : lapisan nerve fiber dapat
dilihat langsung dengan oftalmoskopi. Lapisan ini diperdarahi oleh arteri
retina sentral.Lapisan kedua atau prelaminar region secara klinis dapat
dievaluasi adalah area sentral papil optik.Daerah ini diperdarahi oleh arteri
siliaris posterior. Pada nervus optikus dapat diperiksa dengan oftalmoskop
direk, oftalmoskop indirek atau slit lamp yang menggunakan posterior pole
lens. ( Skuta et al.,2010 )
Kepala nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat atau sedikit
oval dan mempunyai suatu cup sentral.Jaringan antara cup dan pinggir
diskus disebut neural rim atau neuroretinal rim.Pada orang normal, rim ini
mempunyai kedalaman yang relatif seragam dan warna yang bervariasi
dari oranye sampai merah muda. Ukuran cup fisiologis dapat sedikit
meningkat sesuai umur. Orang kulit hitam yang bukan glaukoma rata-rata
mempunyai diskus yang lebih lebar dan cup-disc ratio lebih besar
disbanding emetropia dan hyperopia. CDR saja tidak adekuat menentukan
bahwa diskus optik mengalami kerusakan glaucomatous.
( Skuta et al.,2010 )

Universitas Sumatera Utara

20

Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya
karena asimetri diskus tidak biasa pada orang normal. Rasio CDR vertikal
secara normal antara 0,1-0,4 walaupun sekitar 5 % orang normal
mempunyai rasio CDR yang lebih besar dari 0,6. Asimetris rasio CDR
lebih dari 0,2 terdapat pada kurang dari 1 % orang normal.
( Skuta et al.,2010 )
Pada glaukoma dengan pemeriksaan funduskopi direk dapat
dijumpai

perubahan

optik

disk

seperti

asimetri

daerah

tepi

neuroretina/optik disk atau cupping (perbedaan > 0,2), focal thinning atau
notching pada tepi neuroretina, perdarahan optik disk, perubahan lapisan
sarabut saraf retina sekitarnya/hilangnya lapisan serabut saraf retina
peripapilari (atrofi peripapilari), rasio cup disk membesar (lingkaran
neuroretinal menipis), progressive optic disk cupping, nasalisasi arteri
retina sentral dan vena retina sentral sering terlihat karena pembesaran
cup. (Skuta, et al., 2010., Kanski JJ., 2011)
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah alat bantu diagnostik
non kontak, non invasif dan tidak memerlukan imersi, menampilkan irisan
jaringan hidup, yang beroperasi dengan prinsip inferometri menggunakan
sinar inframerah koherensi rendah sekitar 40Um dengan panjang
gelombang antara 800-830 nm, yang diserap oleh jaringan tertentu,
dilengkapi dengan kamera khusus untuk menangkap refleksi sinar dan
menghasilkan image atau bayangan dari jaringan histologis dengan
resolusi tinggi ( Sari MD.,2013).

Universitas Sumatera Utara

21

Kehadiran OCT telah terbukti sangat berguna dalam membantu
menegakkan diagnosa, evaluasi, penatalaksanaan berbagai kelainan
mata dan juga penelitian. Di bidang ilmu kesehatan mata, OCT banyak
membantu menegakkan diagnosa, pemantauan terapi, pemantauan
perjalanan penyakit, dokumentasi serta penjelasan kepada pasien di
bidang glaukoma, retina dan kornea ( Hong&Sun, 2010). OCT ini dapat
menguraikan lapisan demi lapisan serabut syaraf tanpa efek samping
yang merugikan.
Stratus OCT memiliki resolusi aksial yang lebih tinggi sekitar 9
sampai 10 mikron pada jaringan.Sistem Stratus dapat menghasilkan
gambar OCT yang sangat mendetail dari retina. Stratus OCT ini memliki
sensitivitas lebih dari 80% dan spesifisitas lebih dari 95%. (Christoph &
Hitzenberger, 2003).
Di bidang glaukoma, OCT sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa, mengetahui derajat keparahan kerusakan papil syaraf optik dan
kerusakan lapisan serabut syaraf retina akibat glaukoma dan menjadi alat
screening yang andal dan sahih untuk glaukoma pra perimetrik yang
mampu mendeteksi kerusakan 5 tahun lebih awal ( Dexter & Barton,
2011). Dewasa ini OCT adalah tekhnik pilihan untuk memeriksa dan
mengukur lapisan serabut syaraf retina yang dapat dijadikan marker
terhadap degenerasi aksonal dan untuk pemantauan pengobatan
neuroprotektif (Zaveri, et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

22

Analisis diskus optikus pada Stratus OCT yang dilakukan
berdasarkan Fast Optic DiscScan dan Fast Macular Thickness ( Fast
Macular Map dan Fast Retinal Nerve Fiber Layer 3,4 Thickness) .
Pemeriksaan tersebut menggunakan 6 garis berukuran 4 mm untuk
mendapatkan data cross sectional dari diskus optikus. Analisis ONH
berguna untuk memeriksa dan mengukur syaraf optik dari masing-masing
6 scan tersebut secara tunggal maupun berbarengan.( Sari MD.,2013 )
Hasil analisis terdiri dari gambaran tunggal atau gambaran
gabungan

dari

hasil

semua

scan.

Algoritme

mendeteksi

dan

memperlihatkan lokasi bagian atas dan dalam RPE pada setiap sisi diskus
optikus. Titik referensi diskus diindikasikan dengan gambaran silang di
dalam lingkaran yang berwarna biru, dimana sebuah garis yang
menghubungkan titik-titik referensi tersebut merupakan diameter diskus.
Reference plane (garis offset cawan) ditentukan oleh sebuah garis yang
paralel terhadap garis diameter diskus dengan offset 150 Um ke anterior
(garis putih). Luas rima neuroretina (daerah merah) pada potongan
melintang disetimasikan oleh luas yang dibatasi reference plane sebagai
batas posterior dan garis yang tegak lurus terhadap ujung diameter diskus
sebagai batas lateral. Lebar syaraf optik pada diskus (garis kuning) di
masing-masing sisi ditandai dengan garis lurus dari setiap titik referensi ke
titik yang paling dekat pada permukaan anterior.
Analisis data dilakukan terhadap masing-masing scan dan
disatukan manjadi hasil pengukuran ONH gabungan termasuk volume
lebar rim keseluruhan (integrasi dari luas rim vertikal pada potongan

Universitas Sumatera Utara

23

melintang), lebar rim keseluruhan (dikalkulasikan berdasarkan integrasi
dari rata-rata lebar syaraf pada diskus), luas diskus, luas cawan, luar rima
(luas rim-luas cawan), rasio cawan diskus vertikal, horizontal dan rasio
luas, dan volume cawan. (Bowd, et al., 2000).
Analisis selular OCT juga mampu menampilkan lapisan demi
lapisan potongan melintang area sekitar papil 360 derajat dengan resolusi
tinggi. Analisis numerik ketebalan LSSR mengacu kepada “ISNT rule” atau
inferior, superior, nasal dan temporal rule yang merupakan acuan standar
yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda awal dari neuropati optik.
Struktur seluler LSSR kuadran superior dan inferior adalah yang paling
sensitif terhadap perubahan tekanan bola mata dan cenderung menjadi
indikasi awal terjadinya glaukoma dan menjadi tanda glaukoma pre
perimetrik yang belum terdeteksi oleh pemeriksaan lapangan pandang.
Namun ketebalan kuadran lainnya juga memberikan arti penting dalam
fungsi penglihatan yang juga perlu dicermati.
( Sari MD., 2013 ).
Dalam melakukan pemeriksaan OCT, salah satu yang harus
diperhatikan adalah kejernihan optik. Wong, et al., (2010), melaporkan
bahwa kekeruhan media optik dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
OCT. Kekeruhan media yang ada dapat menurunkan kekuatan sinyal
optik sinar OCT. Kekuatan sinyal berkisar 0 hingga 10. Sinyal dibawah 6
menandakan hasil pengukuran yang kurang sahih dan kurang terpercaya.

Universitas Sumatera Utara

24

Maka kekuatan sinyal adalah hal yang penting yang harus diperhatikan
dalam interprestasi hasil pemeriksaan. ( Sari MD.,2013 ).
2.5.

PENATALAKSANAAN

2.5.1. Penatalaksanaan Migren. ( PERDOSSI, 2013 )
Tata laksana pengobatan migren dapat dibagi menjadi 3 kategori :
A. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur,
makanan, stress, dan rutinitas sehari – hari, cahaya terang, kelap
kelip, perubahan cuaca, berada di tempat yang tinggi seperti gunung
atau di pesawat udara.
B. Terapi abortif


Abortif non spesifik : pada serangan ringan sampai sedang atau
serangan berat atau berespon baik terhadap obat yang sama
dapat dipakai : analgetik OTCs ( Over The Counters ), NSAIDs (
oral )



Abortif spesifik : bila tidak respon terhaadap analgetik/ NSAIDs,
dipakai obat spesifik seperti : truptans ( naratripants, rizatriptan,
sumatriptan, zolmitriptan ). Dihydro ergotamin

(DHE), obat

golongan ergotamin.
C. Terapi preventif / profilaksis
Prinsip umum terapi preventif :
1.Mengurangi frekuensi, berat dan lamanya serangan .
2.Meningkatkan respons pasien terhadap pengobatan akut.
3.Meningkatkanfungsi aktivitas sehari – hari serta mengurangi

Universitas Sumatera Utara

25

disabilitas
4.Mencegah penggunaan analgesik yang berlebihan dan
transformasi menjadi chronic daily headache
5.Mengurangi biaya pengobatan
Obat – obatan profilaksis migren yang memiliki efikasi dan
tolerabilitas meliputi betabloker, calcium channel blocker, antiepilepsi,
NSAID, antidepresan. Akan tetapi penggunaan obat – obat ini lebih
berdasarkan kepada data empiris daripada bukti konsep patofisiologi (
PERDOSSI .,2013).
2.5.2. PenatalaksanaanGlaukoma( Skuta et al,2010 )
Pengobatan terhadap glaukoma sudut terbuka adalah dengan cara
medikamentosa dan operasi. Obat-obat anti glaukoma meliputi:


Prostaglandin analog-hypotensive lipids



Beta adrenergic antagonist (nonselektif dan selektif)



Parasimpatomimetik (miotic) agents, termasuk cholinergic dan
anticholinergic agents.



Carbonic anhydrase inhibitor (oral, topikal)



Adrenergic agonists (non selektif dan selektif alpha 2 agonist)



Kombinasi obat Hyperosmotics agents.

Universitas Sumatera Utara

26

Tindakan operasi untuk glaukoma:


Untuk glaukoma sudut terbuka
-

Laser trabekuloplasti

-

Trabekulektomi

-

Full-thickness Sclerectomy

-

Kombinasi bedah katarak dan filtrasi

Universitas Sumatera Utara

27

2.6.

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

2.6.1. Kerangka konsep


Migren :
-Migren tanpa aura
-Migren dengan aura

Glaukoma Sudut Terbuka :

-Primary Open Angle Glaukoma (POAG)
-Glaukoma dengan Tensi Normal
-Glaukoma Suspek


Tidak dijumpai Glaukoma
( Migren tanpa glaukoma )

2.6.2. Definisi operasional
1. Migren tanpa aura : ( IHS., 2013 )
Nyeri kepala berulang dengan manisfestasi serangan selama 472 jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut,
intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas
fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia
dan fonofobia.
Dengan kriteria diagnostik :
A. Sekurang – kurangnya nyeri kepala berlangsung selama 472 jam (belum diobati atau sudah diobati akan tetapi belum
berhasil).

Universitas Sumatera Utara

28

B. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik
berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau diluar
kebiasaan aktivitas fisik rutin ( seperti berjalan atau naik
tangga ).
C. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. Nausea dan / atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dengan penyakit yang lain

2. Migren dengan aura ( IHS.,2013 )
Suatu serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit
dan berlangsung kurang dari 60 menit. Gambaran nyeri
kepala yang menyerupai migren tanpa aura biasanya timbul
sesudah gejala aura.

Universitas Sumatera Utara

29

Dengan kriteria diagnostik :
A. Sekurang – kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi
kriteria B dan C
B. Memenuhi satu atau lebih gejala aura reversibel berikut :
1. Gangguan visual
2. Gangguan sensoris
3. Gangguan berbicara
4. Gangguan motorik
5. Gangguan pada brainstem
6. Gangguan pada retinal
C. Mempunyai sedikitnya dua diantara 4 karakterisitik berikut :
1. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5
menit bisa disertai dengan / atau jenis aura yang lainnya≥
5 menit
2. Setiap gejala berlangsung ≥ 5 dan ≤ 60 menit
3. Sekurang – kurangnya satu gejala aura unilateral
4. Migren tanpa aura dimulai bersamaan dengan aura atau
sesudah aura selama 60 menit.
D. Tidak berkaitan dengan diagnosis ICHD-3 ( International
Classification of Headache Disorders,3rd edition ) lainnya, dan
kemungkinan serangan iskemik transient telah disingkirkan.

Universitas Sumatera Utara

30

3. Primary Open Angle Glaucoma ( POAG ) : POAG didiagnosa
dengan suatu kombinasi penemuan termasuk tingkat TIO,
gambaran diskus optik, dan hilangnya lapangan pandang
( Skuta et al.,2010)
4. Glaukoma dengan Tensi Normal : Kondisi ini adalah bilateral
dan

progresif,

dengan

TIO

dalam

batas

normal.

( Skuta et al.,2010 )
5. Glaukoma Suspek : sebagai suatu keadaan pada orang
dewasa yang mempunyai satu dari penemuan berikut paling
sedikit pada satu mata yaitu: ( Kanski JJ, et al )
• Suatu defek nerve fiber layer atau nervus optikus perkiraan
glaukoma (perluasan cup-disc ratio, asimetris cup-disc ratio,
notching neural rim, perdarahan diskus, ketidaknormalan
lokal atau difus pada nerve fiber layer).
• Ketidaknormalan

lapangan

pandang

sesuai

dengan

glaukoma.
• Peningkatan TIO > 21 mmHg.
6. Migren

tanpa

glaukoma

:

pasien

migren

tetapi

dari

pemeriksaan oftalmologi tidak dijumpai tanda – tanda
glaukoma.

Universitas Sumatera Utara