Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Modal dan Leverage Keuangan
”Struktur modal merupakan komposisi pendanaan permanen perusahaan,
yaitu bauran pendanaan jangka panjang perusahaan. Struktur modal merupakan
bagian dari struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan
manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya” (Sawir, 2004:2). Tujuan
manajemen struktur modal adalah menciptakan bauran sumber dana permanen
sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan agar tujuan
manajemen keuangan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tercapai. Bauran
pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan manajemen ini disebut struktur modal
optimal. (Warsono, 2003:235)
Perusahaan dalam menentukan struktur modalnya pasti bertujuan untuk
meminimalkan biaya modal yang akan dikeluarkan, karena biaya ini secara
potensial akan mengurangi pembayaran dividen tunai kepada para pemegang
saham. Jika biaya modal ini dapat diminimalisir, jumlah dividen tunai yang akan
dibayarkan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya profit perusahaan, dan
hal ini tentunya dapat memaksimumkan harga saham
Penentuan struktur modal, yang menyangkut bauran pendanaan yang
berasal dari modal sendiri dan utang yang akan digunakan oleh perusahan pada

akhirnya menyangkut penentuan berapa banyak utang (leverage keuangan) yang

9
Universitas Sumatera Utara

akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai aktivanya. Berkaitan dengan hal
ini, Sutojo dan Kleinsteuber (dalam Putra, 2011:21) berpendapat bahwa:
Pembagian risiko investasi perusahaan dinyatakan dalam
perbandingan modal sendiri dengan utang atau debt/equity ratio yang
direncanakan untuk mendanai investasi. Debt/equity ratio yang paling
ideal adalah 50/50, artinya perusahaan dan kreditur masing- masing
mendanai 50% jumlah dana yang dibutuhkan untuk pengadaan harta
tetap dan perluasan usaha. Dalam struktur pendanaan seperti itu
debitur dan kreditur menanggung risiko investasi dengan proporsi
sama.
Warsono (2003:204) menyatakan bahwa ”Leverage (pengungit) adalah
setiap penggunaan dana yang membawa konsekuensi biaya dan beban tetap”. Jika
perusahaan menggunakan utang, berarti memiliki kewajiban tetap untuk membayar
bunga atas utang yang diambil dalam rangka pendanaan perusahaan.
Sawir (2004:2) menyatakan bahwa, ”Ada dua aspek yang perlu

dipertimbangkan oleh manajeman perusahaan dalam pengambilan keputusan
keuangan, yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk)”. Keputusan
keuangan yang berkaitan dengan leverage, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya akan membawa konsekuensi pada peningkatan resiko pemegang
saham biasa. Risiko yang dihadapi oleh perusahaan atau pemegang saham biasa ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu risiko bisnis (business risk)- berkaitan dengan
ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa
mendatang, dan risiko keuangan (financial risk)- terjadi karena adanya penggunaan
utang dalam struktur modal perusahaan yang mengakibatkan perusahaan harus
menanggung beban tetap secara periodik berupa beban bunga. (Warsono,
2003:204).

10
Universitas Sumatera Utara

Risiko keuangan (financial risk) adalah tambahan risiko yang dibebankan
kepada para pemegang saham biasa sebagai akibat dari pengambilan keputusan
pendanaan dengan utang. Risiko ini terjadi karena para pemberi pinjaman (utang)
yang menerima pembayaran bunga secara tetap, dianggap tidak menanggung risiko
bisnis. Pada dasarnya, pendanaan melalui utang akan meningkatkan tingkat

pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi di sisi lain, pendanaan
melalui utang juga menaikkan tingkat risiko atas investasi.
Brigham dan Houston (2006:6) menyatakan bahwa,
Kebijakan strukur modal melibatkan adanya suatu pertukaran
antara resiko dan pengembalian :
∑ Penggunaan lebih banyak utang akan meningkatkan resiko yang
ditanggung oleh pemegang saham.
∑ Namun penggunaan utang yang lebih besar biasanya akan
menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas
ekuitas yang lebih tinggi.
Sawir (2004:2) memberikan pengertian bahwa ”Leverage keuangan dapat
diukur berdasarkan nilai buku yaitu dengan rasio seluruh buku dengan nilai utang
(Debt to Aset Ratio – DAR). Pengukuran manfaat penggunaan utang atau analisis
leverage

keuangan

dapat

dilakukan


dengan

memperbandingkan

tingkat

pengembalian aktiva”. Leverage keuangan dapat diukur dengan membandingkan
total hutang dengan seluruh aktiva dalam perusahaan yang disebut juga dengan
leverage factor. Leverage factor 80% berarti perusahaan menggunakan 80% utang
dan 20% modal sendiri. (Alwi, dalam Widyaningrum, 2009:9)

11
Universitas Sumatera Utara

2.2 Teori Struktur Modal
2.2.1 Teori Agensi dan Hipotesis Arus Kas Bebas
Jensen dan Meckling (1967) telah mengembangkan teori agensi
yang menjelaskan tentang pola hubungan antara prinsipal dan agen.
Dengan terpisahnya pemilik perusahaan pada perusahaan dalam hal ini

diwakili oleh dewan komisaris (para pemegang saham) yang disebut
dengan Principal, dan orang yang mengelola perusahaan yaitu manajemen
(orang yang digaji oleh perusahaan) yang disebut dengan Agent. Karena
pemisahan tersebut, maka akan terjadi konflik kepentingan. Hal itu terjadi
karena manajer tidak akan mau bekerja untuk kepentingan pemilik
perusahaan jika tidak selaras dengan kepentingan mereka.
Hubungan keagenan timbul saat seseorang atau lebih individu
yang bersifat sebagai Principal: (1) menggaji individu lain yang disebut
dengan Agent untuk memberikan jasa kepadanya, (2) kemudian
mendelegaskan otoritas pengambilan keputusan Agent tersebut. (Lubis
dan Putra, 2012:10)
Dalam konteks manajemen keuangan, hubungan keagenan dapat
terjalin antara (1) pemegang saham dengan manajer, (2) manajer dengan
debitur yang memberikan utang, (3) antara manajer dan para pemegang
saham, dan debitur yang memberikan utang yang pada suatu waktu akan
menyebabkan distress keuangan (Brigham & Daves 2002 dalam Lubis dan
Putra, 2012:10)

12
Universitas Sumatera Utara


Masalah agen timbul karena adanya hubungan bukan saja antara
pemilik dan manajer, tetapi juga hubungan antara pemilik dan pemberi
pinjaman. Pemberi pinjaman menyediakan dana pada perusahaan dengan
maksud untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran modal sekarang, yang
akan datang, dan struktur modal bagi perusahaan. Faktor ini menentukan
resiko bisnis dan resiko keuangan perusahaan. Jika pemberi pinjaman
memberikan dana pada perusahaan, bunga dibebankan berdasarkan
penilaian pemberi pinjaman atas resiko perusahaan. Jika investasi yang
beresiko tidak berhasil, maka pemberi pinjaman menanggung biayanya.
Jelas ada insentif di mana manajer bertindak atas nama pemegang saham
untuk mengambil keuntungan dari pemberi pinjaman.
Untuk menghindari situasi ini, pemberi pinjaman melakukan
monitoring dan teknik pengendalian pada yang diberi pinjaman yang
disebut dengan biaya agen. Jika pinjaman yang ada hanya sedikit, maka
pengawasan (monitoring) yang dilakukan pemberi pinjaman pun tidak
teralu

ketat.


Biaya

pengawasan

tersebut,

seperti

halnya

biaya

kebangkrutan, cenderung meningkat pula dengan leverage keuangan.
Pada tahun 1986, Michael C. Jensen dalam memperluas konsep teori
agensi ke dalam area manajemen struktur modal, dengan konsepnya yang
diberi nama free cash flow (arus kas bebas), dengan pengertian sebagai
berikut. ”Arus kas bebas adalah arus kas lebih yang dibutuhkan untuk
mendanai semua proyek yag memiliki nilai sekarang (NPV) positif

13

Universitas Sumatera Utara

saat diskonto dengn biaya modal yang relevan. ” (Jensen, 1986:323 dalam
Keown, 2000:558)
Jensen mengemukakan bahwa arus kas bebas yang besar akan
mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk
yang bukan demi kepentingan pemegang saham biasa perusahaan. Dengan
kata lain, manajer memiliki insentif untuk memegang arus kas bebas dan
”bermain” dengannya, bukan mengolahnya, misalnya menjadi pembayaran
tunai yang lebih tinggi. Tapi tidak semuanya hilang. Ini mengarah pada
yang disebut Jensen sebagai hipotesis kontrolnya untuk penciptaan utang
(peningkatan utang).
Dengan meningkatkan leverage, pemegang saham akan menikmati
pengawasan ”kontrol” yang lebih atas tim manajemennya. Contohnya, jika
perusahaan menerbitkan utang baru dan menggunakan hasilnya untuk
membeli kembali saham yang terutang, maka manajemen wajib membayar
tunai unuk menutupi utang. Ini berarti mengurangi jumlah arus kas yang
ada pada manajemen untuk dipermainkan.
Motif penggunaan leverage keuangan ini bisa disebut sebagai
hipotesis ancaman, karena manajemen berada di bawah ancaman

kegagalan keuangan. Karenanya, sesuai dengan teori agensi pada struktur
modal, manajer bekerja lebih efisien dan disiplin. Ini dimaksudkan untuk
mengurangi arus kas bebas yang akhirnya mempengaruhi pengembalian
atas saham biasa. (Keown, 2000:558).

14
Universitas Sumatera Utara

Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan utang juga bisa digunakan
untuk membatasi manajer. Brigham dan Houston (2006:38) menyatakan
bahwa konflik keagenan dapat timbul dikarenakan manajer perusahaan
memiliki uang kas yang terlalu banyak sehingga menggunakan uang kas
tersebut untuk membiayai proyek yang menguntungkannya atau untuk
fasilitas pribadi yang semuanya tidak membantu usaha memaksimalkan
nilai perusahaan. Namun dengan alternatif peningkatan penggunaan utang
dengan harapan persyaratan pelunasan utang yang lebih tinggi akan
memaksa manajer untuk lebih disiplin. Jika utang tidak dilunasi seperti
yang disyaratkan, perusahaan akan jatuh bangkrut, yang dapat membuat
para manajer tersebut kehilangan pekerjaannya. Oleh karena itu, seorang
manajer mungkin tidak akan menggunakan arus kas bebas tersebut untuk

pengeluaran yang tidak perlu jika perusahaan mempunyai persyaratan
pelunasan utang yang bisa mengorbankan jabatannya.
Peningkatan arus kas yang berasal dari utang dapat meningkatkan
peluang manajemen perusahaan untuk melakukan berbagai aktivitas
perusahaan karena adanya tambahan kas bagi perusahaan yang dapat
menimbulkan arus kas bebas. Peningkatan arus kas dengan syarat
pelunasan utang yang lebih tinggi tersebut diduga akan berpengaruh
terhadap profitabilitas perusahaan.

15
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Teori Pertukaran (Trade off Theory)
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001),
perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, di mana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan
biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Trade-off theory dalam
menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor
antara lain pajak, biaya keagenan dan biaya kebangkrutan tetapi tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information

sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang
optimal tercapai ketika penghematan pajak mencapai jumlah yang
maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan. Teori ini memiliki
implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara
penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan
struktur modal.
Ringkasan teori trade off:
∑ Fakta bahwa bunga adalah beban pengurang pajak menjadikan
utang lebih mudah daripada saham biasa atau saham preferen.
Akibatnya secara tidak langsung pemerintah telah
membayarkan sebagian biaya dari modal utang, atau dengan
cara lain, utang memberikan manfaat perlindungan pajak. Jadi,
penggunaan utang memberikan lebih banyak laba operasi
perusahan yang diterima oleh para investor. Karenanya
semakin banyak perusahaan mempergunakan utang, semakin
tinggi harga sahamnya. Menurut asumsi tulisan Modigliani –
Miller dengan pajak, harga saham sebuah perusahan akan
mencapai nilai maksimal sepenuhnya jika perusahan
sepenuhnya menggunakan utang 100 %.
∑ Dalam dunia nyata, perusahaan jarang menggunakan utang
100%. Alasan utama perusahan membatasi penggunaan
utangnya adalah untuk menjaga-jaga biaya yang berhubungan
dengan kebangkrutan tetap rendah.

16
Universitas Sumatera Utara

∑ Terdapat beberapa tingkat batasan utang, di mana kemungkinan
kebangkrutannya begitu rendah sehingga menjadi tidak
penting. Kemudian, biaya-biaya yang berhubungan dengan
kebangkrutan menjadi semakin penting, dan biaya-biaya
tersebut mengurangi manfaat pajak atas utang dengan tingkat
yang semakin tinggi. Biaya-biaya yang berhubungan dengan
kebangkrutan berkurang tetapi tidak sepenuhnya menutupi
manfaat pajak atas utang, sehingga harga saham perusahaan
naik seiring dengan naiknya rasio hutang. Akan tetapi,
kemudian
biaya-biaya
yang
berhubungan
dengan
kebangkrutan telah melebihi manfaat pajak, sehingga
selanjutnya peningkatan rasio hutang akan menurunkan nilai
saham.
∑ Terdapat fakta bahwa banyak perusahaan besar yang sukses
menggunakan utang lebih sedikit daripada yang dinyatakan
dalam teori ini. Hal ni mengarah pada teori pensinyalan
(signaling theory). (Brigham, 2006:37-38).
Teori ini merupakan salah satu teori dasar dalam pengambilan
keputusan pendanaan karena teori ini menjelaskan pembayaran bunga yang
dapat

dikurangkan

dari

perhitungan

pajak

dapat

meningkatkan

profitabilitas perusahaan sejalan dengan peningkatan utang, selama posisi
utang dalam sruktur modal masih berada di bawah target struktur modal
optimal. Karena menurut teori struktur modal, jika posisi struktur modal
telah berada di atas target struktur modal optimal, maka setiap
pertambahan utang akan menurunkan profitabilitas perusahaan.

2.2.3 Pecking Order Theory
Myers (1984) dalam pecking order theory menyatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi
memiliki sumber dana internal yang melimpah.

17
Universitas Sumatera Utara

Pecking Order Theory dalam struktur modal dijelaskan dalam empat
poin di bawah ini :
∑ Perusahaan menerapkan kebijaksanaan denda untuk kesempatan
investasi
∑ Perusahaan lebih suka mendanai kesempatan investasi dengan
dana dari dalam dulu, lalu modal keuangan eksternal akan
dicari.
∑ Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan pertama akan
memilih menerbitkan sekuritas utang. Menerbitkan sekuritas
jenis modal akan diterbitkan terakhir
∑ Dengan semakin banyaknya dana eksternal dibutuhkan untuk
mendanai proyek dengan nilai sekarang positif, pendapatan
pecking order akan diikuti, in berarti lebih menyukai utang yang
beresiko, artinya pada konvertibel, modal preferen, dan modal
biasa sebagai pilihan terakhir. (Keown, 2000:57).
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan
untuk tidak perlu lagi membuka diri dari pemodal luar, kalau bisa
memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperolehnya dari
pemodal luar sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih
disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri dengan alasan:
pertama, biaya emisi obligasi lebih murah daripada biaya emisi saham
baru. Kedua, manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan
sebagai akibat buruk dari pemodal, dan membuat harga saham akan turun.
Jadi, urutan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order theory
adalah internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal
sendiri) (Kaaro, 2003:53 dalam Widyaningrum, 2009:14).

18
Universitas Sumatera Utara

2.3

Hubungan

antara

Leverge

Keuangan

dengan

Profitabilitas

Perusahaan
Kebijakan utang suatu perusahaan tercermin dari hasil kebijakan
pendanaan tersebut dalam menentukan struktur modalnya. Teori Agensi yang
menyatakan bahwa adanya tingkat pinjaman / utang yang tinggi merupakan
insentif bagi manajer untuk bekerja lebih disiplin, karena harus memastikan arus
kas yang dihasilkan mencukupi untuk membayar utang dan biaya bunga yang
timbul dari utang tersebut. Sehingga peningkatan leverage dapat memaksa
manajer untuk lebih disiplin dalam penggunaan arus kas bebas. Dengan cenderung
meningkatkan utang yang sejalan dengan persyaratan pelunasan utang yang lebih
tinggi akan memaksa manajer untuk lebih disiplin. Jika utang tidak dilunasi seperti
yang disyaratkan, perusahaan akan jatuh bangkrut, yang dapat membuat para
manajer tersebut kehilangan pekerjaannya. Oleh karena itu, seorang manajer
mungkin tidak akan menggunakan arus kas bebas tersebut untuk pengeluaran yang
tidak perlu jika perusahaan mempunyai persyaratan pelunasan utang yang bisa
mengorbankan jabatannya.
Teori pertukaran menjelaskan bahwa perusahaan akan berhutang sampai
pada tingkat hutang tertentu, di mana penghematan pajak (tax shields) dari
tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress).
Dalam hal ini pembayaran bunga yang dapat dikurangkan dari perhitungan pajak
dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan sejalan dengan peningkatan utang,
selama posisi utang dalam sruktur modal masih berada di bawah target struktur
modal optimal. Sedangkan Pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan

19
Universitas Sumatera Utara

dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah,
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana
internal yang melimpah.
Peneliti menggunakan teori struktur modal tersebut sebagai dasar
menganalisis hubungan antara leverage keuangan dengan tingkat profitabilitas
perusahaan.

2.4

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sebagai pembanding, akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu

yang memiliki kemiripan konsep dengan penelitian ini.
Akhtar (2012) yang menemukan hubungan yang positif antara leverage
keuangan (DER) dengan profitabilitas (ROA, ROE, NPM, Growth Sales, dan
Dividend Cover Ratio). Sejalan dengan hasil tersebut, Rehman (2013) menemukan
hubungan positif antara Leverage (D/E) dengan ROA dan Sales Growth. Namun
dalam penelitiannya Leverage (D/E) memiliki hubungan negatif dengan EPS,
NPM dan ROE. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Akhtar (2012).
Sedangkan Pratheepkanth (2014) menemukan bahwa DER memiliki hubungan
positif dengan Gross Profit Ratio, namun memiliki hubungan negatif dengan Net
Profit Ratio, ROA, dan ROE.
Beberapa penelitian tersebut akan disajikan secara ringkas pada tabel 2.1
berikut ini :

20
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama, tahun, dan
judul
Rehman, Syed Shah
Fasih Ur, 2013,
Relationship
between Financial
Leverage and
Financial
Performance:
Empirical Evidence
of Listed Sugar
Companies of
Pakistan

Variabel
Variabel Independen:
Debt to Equity (D/E)
Variabel Dependen:
Earning per Share
(EPS), Net Profit
Margin (NPM), Return
On Assets (ROA),
Return on Equity
(ROE) dan Sales
Growth

Model
analisis

Temuan

Analisis
Korelasi
Pearson
(Product
Moment)

(D/E) memiliki hubungan
positif dengan ROA dan
Sales Growth. Namun
(D/E) memiliki hubungan
negatif dengan EPS, NPM
dan ROE

Akhtar, Shehla, et al,
2012, Relationship
between Financial
Leverage and Financial
Performance: Evidence
from Fuel & Energy
Sector of Pakistan
Pratheepkanth,
Puwanenthiren
,2014, Capital
Structure and
Financial
Performance:
Evidence From
Selected Business
Companies
In Colombo Stock
Exchange Sri Lanka

21
Universitas Sumatera Utara

Variabel
Independen:
Gearing Ratio dan
Debt Equity Ratio
(DER). Variabel
Dependen: Return
on Assets, Return
on Equity,
Dividend cover
ratio, Dividend
Ratio to Equity, Net
Profit Margin,
Earning Per Share,
Sales Growth

Variabel Independen:
Debt to Equity Ratio
(DER)
Variabel Dependen:
Gross Profit Ratio, Net
Profit Ratio, Return On
Assets (ROA) dan
Return on Equity
(ROE)

Analisis
Korelasi
Pearson
(Product
Moment)

Analisis
Korelasi
Pearson
(Product
Moment)

DER memiliki hubungan
positif dengan Gross
Profit Ratio, namun
memiliki hubungan
negatif dengan Net Profit
Ratio, ROA, dan ROE.

DER memiliki hubungan
positif dengan variabelvariabel kinerja keuangan.
Sedangkan Gearing Ratio
memiliki hubungan negatif
dengan variabel-variabel
kinerja keuangan.

Sumber: Data Penelitian Terdahulu

22
Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian akan disajikan pada gambar 2.1 berikut:
Set Variebel independen

Set Varibel dependen

Leverage Keuangan

Profitabilitas Perusahaan

DAR (X1)

LDER (X2)

ROA (Y1)

H1

TIER (X3)

ROE (Y2)

NPM(Y3)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Dalam penelitian ini, DAR, LDER, dan TIER digunakan sebagai variabel
indikator dari leverage keuangan, untuk mengetahui apakah leverage keuangan
memiliki hubungan terhadap profitabilitas perusahaan (melalui variabel ROA,
ROE dan NPM). Hubungan kausal antara leverage keuangan dengan profitabilitas
perusahaan didasarkan pada beberapa teori struktur modal yang telah dipaparkan
sebelumnya.
Teori Agensi yang dikembangkan oleh Jensen (1986) menjelaskan bahwa
peningkatan penggunaan utang dalam struktur modal dapat mengurangi biaya
keagenan dan membuat manajer menjadi disiplin dalam mengelola arus kas bebas
yang berasal dari hutang tersebut, dikarenakan persyaratan pelunasan utang yang

23
Universitas Sumatera Utara

cenderung tinggi. Teori pertukaran menjelaskan bahwa perusahaan akan
berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, di mana penghematan pajak (tax
shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial
distress). Dalam hal ini pembayaran bunga yang dapat dikurangkan dari
perhitungan pajak dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan sejalan dengan
peningkatan utang, selama posisi utang dalam sruktur modal masih berada di
bawah target struktur modal optimal. Sedangkan Pecking order theory
menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru
tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi
memiliki sumber dana internal yang melimpah.
Maka, dengan asumsi posisi struktur modal masih berada di bawah target
struktur modal optimal, dapat dirumuskan sebuah hipotesis bahwa terdapat
hubungan antara leverage keuangan (DAR, LDER, TIER) dengan profitabilitas
perusahaan, yang dapat dilihat dari ROA, ROE dan NPM.

2.6

Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian

yang harus diuji kebenarannya atas penelitian yang dilakukan agar dapat
mempermudah dalam menganalisis. Berdasarkan kerangka konseptual dalam
penelitian ini, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H1 : Terdapat hubungan antara leverage keuangan (DAR, LDER dan TIER)
dengan profitabilitas perusahaan (ROA, ROE dan NPM).

24
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Leverage Keuangan Dengan Tingkat Aktivitas Investasi Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

2 53 127

Pengaruh profitabilitas, leverage, umur, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013)

4 44 154

Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

3 15 121

Hubungan antara ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dengan manajemen laba (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014).

0 2 148

Hubungan profitabilitas dan pengungkapan corporate social responsibility dengan nilai perusahaan (studi empiris perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013).

1 3 106

Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 2 11

Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 0 2

Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 0 8

Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 0 2

Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 0 14