Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sistem Pernapasan Manusia

2.1.1 Pengertian Pernapasan Manusia
Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan
jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan
oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.
Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara
untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan
menghangatkan udara yang diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran
gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat
pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk
menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernapasan memiliki sistem

pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat
merusak (Alsagaff, 2002).

12
Universitas Sumatera Utara

13

Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran napas; bentuk, struktur, dan caliber saluran napas yang
berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai
dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik
atau

kimiawi

merangsang

reseptor


disaluran

napas,

sehingga

terjadi

bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu
dan gas toksik kedalam saluran napas.
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran napas, yang mampu menangkap
partikel debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan
terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran napas (Rab,
2010).
2.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan
Dalam bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya
dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang
bersenyawa dengan karbon dan hydrogen dari jaringan. Pernapasan merupakan
proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau pernapasan

dalam dan yang terjadi di dalam paru merupakan pernapasan luar. Udara ditarik
ke dalam paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar paru-paru pada
waktu mengeluarkan napas (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan gambar
sistem pernapasan pada manusia (Gambar 2.1).

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2.1: Sistem Pernapasan pada Manusia
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.1 Hidung
Hidung dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah
dan bersambung dengan lapisan faring dan semua selaput lendir serta sinus, yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi
dengan epitelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel lendir.
Sekresi dari sel itu membuat permukan nares basah dan berlendir. Diatas septum
nasalis dan konkha selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah.
Adanya tiga tulang kerang (konkhae) yang diselaputi epitelium pernafasan dan
menjorok dari dinding lateral hidung kedalam rongga, sangat memperbesar


Universitas Sumatera Utara

15

permukaan selaput lendir tersebut (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan
gambar hidung pada manusia (Gambar 2.2).

Gambar 2.2: Hidung
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.3 Faring atau Tekak
Menurut Pearce (2006), faring merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring terdapat di bawah dasar tengkorak,
dibelakang rongga hidung dan mulut disebelah depan ruas tulang leher. Faring
dibagi dalam 3 bagian yaitu :
1. Nesofaring yang terletak dibelakang hidung.
2. Orofaring yang terletak dibelakng mulut.
3. Laringofaring yang terletak dibelakang laring
Di bawah ini merupakan gambar faring pada manusia (Gambar 2.3).


Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 2.3: Faring
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.3 Laring
Menurut Pearce (2006), laring merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran, yang
terbesar diantaranya adalah tulang rawan tiroid. Laring terdiri atas dua lempeng
atau lamina yang bersambung digaris tengah . Pita suara terletak di sebelah dalam
laring, berjalan dari tulang rawan tiroid disebelah depan sampai dikedua tulang
rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan
oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan dan dikendorkan. Dengan
demikian lebar sela-sela pita atau rima glottidis, berubah-ubah sewaktu berbicara
dan bernapas. Di bawah ini merupakan gambar laring pada manusia (Gambar 2.4).

Universitas Sumatera Utara


17

Gambar 2.4: Laring
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.4 Trakea (Batang Tenggorok)
Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang
rawan yang diikat oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trakea, selain itu memuat beberapa jaringan otot. Trakea memiliki
panjang 9 cm. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium
bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak keatas kearah laring, maka dengan
gerakan ini debu dan butir-butir halus lainya masuk ketika bernapas (Pearce,
2006). Di bawah ini merupakan gambar trakea pada manusia (Gambar 2.5).

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 2.5: Trakea
Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.5 Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Ada dua buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan Ke V, Mempunyai struktur seperti trakea
dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus utama sebelah kiri lebih sempit,
lebih panjang, lebih horizontal dari pada bronkus sebelah kanan karena jantung
terletak agak kiri dari garis tengah (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan
gambar hidung pada manusia (Gambar 2.6).

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2.6: Bronkus
Sumber: Lauralee (2001)
2.1.2.6 Paru
Paru adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembunggelembung. Gelembung alveoli terdiri dari sel epitel dan endotel. Paru ada dua
dan merupakan alat pernafasan utama. Paru mengisi rongga dada, terletak
disebelah kanan dan kiri, sedangkan bagian tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah, dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Paru terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru

memanjang dari akar leher menuju diafragma. Paru dibagi menjadi beberapa
belahan atau lobus oleh fisura, paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap lobus dibagi menjadi segmen yang disebut bronkopulmoner, yang dipisahkan oleh sebuah dinding jaringan konektif, masing-masing

Universitas Sumatera Utara

20

satu arteri dan satu vena. Setiap segmen dibagi lagi menjadi unit yang disebut
lobulus (Watson, 2002). Dibawah ini merupakan gambar anatomi paru (Gambar
2.7).

Gambar 2.7: Paru
Sumber: Lauralee (2001)

2.1.3 Fisiologi Saluran Pernapasan
Fungsi pernapasan adalah sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi (Pearce,
2002). Pertukaran gas di dalam tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu pernafasan

eksternal dan pernafasan internal.

Universitas Sumatera Utara

21

2.1.3.1 Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan
atmosfer (Djojodibroto, 2009). Pada pernapasan eksternal oksigen diambil melalui
hidung dan mulut, pada waktu bernapas udara masuk melalui trakea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan erat hubunganya dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris (Pearce, 2002).
Terdapat empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner
atau pernapasan eksternal yaitu (1) ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan
yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar, (2) arus darah melalui paru,
darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh
tubuh masuk ke paru, (3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa
dengan jumlah yang tepat yang bias dicapai untuk semua bagian, dan (4) difusi
gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler karbondioksida lebih
mudah berdifusi dari pada oksigen (Syaifuddin, 2006).

2.1.3.2 Pernapasan Internal
Pernapasan internal adalah pernapasan selular yang berlangsung diseluruh
system tubuh (Djojodibroto, 2009). Pada pernapasan internal atau pernapasan
jaringan, darah yang jenuh hemoglobin dengan oksigen (oksihemoglobin)
mengalir ke seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan
oksigen kedalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru dan
di paru terjadi pernapasan eksternal (Pearce, 2002).

Universitas Sumatera Utara

22

2.2

Debu Silika
Dilihat dari komposisi atau materinya, debu silika termasuk kedalam

golongan debu fisik. Dilihat dari sifat kimianya, debu silika masuk kedalam
golongan profilferative dust yaitu golongan debu ini dapat menimbulkan reaksi
jaringan paru sehingga akan membentuk jaringan parut (Fibrosis). Fibrosis ini

akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi
paru. Sedangkan berdasarkan jenisnya, debu silika termasuk kedalam jenis debu
mineral yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks (Kristanto,
2001).
Batu-batuan umumnya mengandung silika. Partikel-partikel silika bebas
yang terbawa udara berasal dari peledakan, penggerindaan, penghancuran,
pengeboran, dan penggilingan batuan. Pekerjaan yang sangat mungkin terpapar
risiko silikosis yaitu menambang dan ekstraksi batu-batu keras; pekerjaan teknik
sipil dengan batu keras; penghalusan dan pemolesan batu; pencetakan,
pembentukan, dan penyemprotan pasir di tempat pengecoran dan pembersihan
bangunan; persiapan dan pembuangan lapisan-lapisan kerak untuk tungku
pembakaran, dll., serta pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan pasir sebagai
amplas (WHO, 1995). Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan
baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir,
menggerinda, dll). Adapun lingkungan kerja yang mengandung silika yang tinggi
seperti misalnya pabrik semen, pengusaha batu, pembersih jalan, pengusaha pasir,
industri pembuatan gelas, dan yang banyak berkontak dengan silika (Rab, 2010).

Universitas Sumatera Utara

23

2.3 Gangguan Sistem Pernapasan oleh Silika
2.3.1 Mekanisme Kerja Silikosis
Menurut WHO (1995), mekanisme kerja silikosis yaitu:
2.3.1.1 Retensi
Partikel-partikel debu dengan diameter 5-15 m yang mengendap pada
saluran napas dapat dibersihkan oleh gerakan mukosiliar, tetapi partikel-partikel
berdiameter 0,5-5

m yang sampai di saluran napas terminal atau lebih jauh

mungkin tertahan. Kebanyakan partikel berdiameter kurang dari 0,5

m tetap

mengambang di udara dan dihembuskan keluar.
Partikel-partikel debu yang tertahan di paru-paru diambil oleh makrofag
(fagosit mononuklear) dan diangkut ke saluran napas dan dibersihkan, atau ke
parenkim paru. Kalau sel-sel yang berisi debu tersebut mati, maka partikel yang
dilepaskan akan diambil oleh sel-sel lain, namun sel-sel ini juga terbunuh,
sehingga tercipta suatu reaksi derajat rendah yang berkelanjutan, mengarah pada
pembentukan jaringan parut setempat (nodul-nodul), seringkali di sekitar saluran
napas terminal.
Debu silika bebas berbeda dalam kemampuannya mematikan sel, dan
aktivitas ini dapat diperlambat oleh adanya debu-debu lain (misalnya, oksidaoksida besi dan aluminium) dan zat-zat kimia (misalnya, polivinilpirolidin Noksida) yang mempengaruhi permukaan partikel kuarsa. Mekanisme perlindungan
tubuh normal—melapisi partikel debu dengan suatu glikoprotein kaya besi—
tampaknya tidak efektif pada kasus partikel silika bebas.

Universitas Sumatera Utara

24

2.3.1.2 Eliminasi
Eliminasi partikel-partikel kuarsa, khususnya jika tercampur dengan debudebu lain, dapat terjadi dalam beberapa hari pertama setelah inhalasi lewat
bronkus dan trakea. Presentase debu yang tertahan meningkat dengan: (a)
peninggian tingkat paparan; (b) paparan terhadap debu yang lebih tinggi di masa
lalu; dan (c) adanya penyakit paru (khususnya tuberkulosis). Partikel-partikel
yang tertahan dalam parenkim paru tersebut jarang diangkut melampaui kelenjar
limfe hilus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada paru dan kelenjar limfe hilus.
2.3.2 Gejala Berdasarkan Stadium Silikosis
Menurut Suma’mur (2009), silikosis dibagi atas 3 (tiga) stadium yaitu:
2.3.2.1 Stadium Pertama atau Ringan
Stadium ini ditandai dengan sesak napas (dispnea) ketika pekerja sedang
bekerja, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang
stadium sakit demikian, sesak napas merupakan gejala sakit yang terpenting.
Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada stadium ini, tetapi biasanya batuk
kering tidak berdahak; keadaan umum penderita pada stadium ini masih berada
dalam keadaan baik. Ketika inspirasi pengembangan paru mungkin sedikit
terganggu atau tidak ada gangguan sama sekali. Suara pernapasan terdengar dalam
batas normal, namun pada pekerja yang berusia lanjut mungkin didapati hiperresonansi, oleh karena emfisema. Pada silikosis stadium ini biasanya gangguan
kemampuan bekerja sedikit sekali atau boleh dikatakan tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

25

2.3.2.2 Stadium Kedua atau Sedang
Pada silikosis stadium ini, sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali
dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Dada penderita
kurang berkembang; pada perkusi berkurangnya atau menurunnya suara ketukan
hampir didapati diseluruh bagian paru; suara napas tidak jarang bronkhial,
sedangkan ronkhi terutama terdapat pada daerah basis paru.
2.3.2.3 Stadium Ketiga atau Berat
Pada stadium ini, sesak napas mengakibatkan keadaan penderita cacat
total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung kanan, dan kemudian
orang sakit memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kanan.
Oleh karena prevalensi TBC paru cukup tinggi dalam masyarakat, maka tidak
mungkin menegakkan diagnosis silikosis semata-mata berdasarkan foto rontgen
saja, melainkan harus secara lengkap ditempuh cara membuat diagnosis penyakit
akibat kerja. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa TBC mungkin penyakit
sekunder (tambahan, penyulit) terhadap silikosis, seperti halnya terjadi pada
tuberkulosilikosis. Tapi mungkin pula silikosis menghinggapi pekerja yang
sedang menderita TBC paru, keadaan demikian terjadi pada silikotuberkulosis.
Untuk memastikan adanya infeksi TBC, dilakukan pemeriksaan biakan sputum
dan uji serologis.
Pada kelompok pekerja yang terpapar debu silika, gambaran radiologis nodulnodul dan penyatuan nodul-nodul tersebut serta batuk kering dan tidak adanya
tanda-tanda yang biasa ditemukan pada penyakit TBC paru memberikan
kemudahan membuat diagnosis silikosis pada stadium dini. Selain tuberkulosis,

Universitas Sumatera Utara

26

penyakit lain yang harus disingkirkan dalam menegakkan diagnosis silikosis
adalah kanker paru, sarkoidosis (retikulosis granulomatosa generalisata kronis
progresif tanpa sebab yang jelas mengenai banyak organ termasuk paru), artritis
rematoid, dan mungkin lainnya. Sehubungan dengan itu, riwayat pekerjaan yang
disertai risiko paparan terhadap debu silika bebas sangat penting artinya.
Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 bahwa debu
silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk
tidak berdahak. Menurut LaDou (2004), jika penderita silikosis telah mengalami
fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas.
2.3.3 Efek Klinis Silikosis
Menurut WHO (1995), efek klinis dari silikosis yaitu:
2.3.3.1 Efek Silikosis
Silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi
ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu
setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa
bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan mungkin terjadi dalam 1-3
tahun. Pada pemeriksaan ditemukan pergerakan dada yang terbatas, sianosis serta
ronki pada akhir inspirasi, dan dengan kelainan fungsi paru restriktif serta
berkurangnya pertukaran gas. Radiografi memperlihatkan bayangan-bayangan
perifer seperti kapas, yang secara bertahap mengeras dan menjadi linier.
Seringkali bayangan-bayangan ini tidak diketahui bahkan pada saat otopsi, hal ini
karena kematian makrofag dan reaksi selular seringkali terjadi dalam alveoli tanpa

Universitas Sumatera Utara

27

pembentukan nodul-nodul tipikal. Partikel-partikel silika yang refraktil ganda
sangat banyak dalam jaringan paru.
Dalam kondisi kerja sekarang ini, yaitu dengan tingkat paparan yang
biasanya berlaku di negara-negara industri, maka silikosis baru timbul bertahuntahun setelah paparan. Kecepatan perkembangan dan beratnya penyakit sangat
bervariasi, keduanya tergantung pada tingkat paparan, aktivitas biologis debu dan
ada tidaknya zat-zat yang memperlambat reaksi jaringan. Mula-mula, sebagian
besar debu tersebut akan dibersihkan. Namun kemudian dengan rusaknya sistem
limfatik dan kelenjar hilus, proporsi debu yang tertahan akan meningkat dan
tempat kerusakan akan berpindah ke parenkim paru. Terbentuk nodul-nodul
jaringan kolagen yang melingkar-lingkar mengelilingi agregat-agregat debu dan
menarik pembuluh darah, limfe dan saluran napas kecil yang berdekatan, sehingga
menyebabkan kerusakan iskemik paru dan pembentukan jaringan parut sekunder.
Ini seringkali terjadi pada bagian atas atau tengah paru serta terlihat pada foto
sinar-X sebagai bayangan tak teratur dengan koalesensi dan klasifikasi. Juga
sering ditemukan klasifikasi kelenjar hilus yang membesar.
Tahap-tahap awal silikosis biasanya uji fungsi ventilasi dasar paru tetap
dalam batas fisiologi normal. Pada tahap yang lebih lanjut timbul dispnea.
2.3.3.2 Silikosis dengan Tuberkulosis Paru
Para pekerja yang terpapar terhadap silika mempunyai risiko yang lebih
tinggi untuk menderita tuberkulosis, suatu risiko yang meningkat dengan cepat
dan permanen setelah timbulnya perubahan pada foto sinar-X. Agen infeksi
biasanya adalah Mycobacterium tuberculosis, tetapi tipe lain (misal, M. Marinum

Universitas Sumatera Utara

28

dan M. kansasii) dapat juga ikut bertanggung jawab. Risiko tersebut meningkat
sesuai beratnya silikosis. Faktor-faktor yang mempermudah penyebaran
tuberkulosis antara lain kondisi kerja yang padat sesak, gizi buruk, dan tingginya
prevalensi infeksi dalam masyarakat.
Diperkirakan kerentanan yang meningkat terhadap tuberkulosis paru ini
adalah akibat kerusakan yang ditimbulkan debu pada makrofag dan terhadap
sistem limfatik dan kekebalan, yang normalnya melindungi terhadap tuberkulosis
paru. Kecurigaan tuberkulosis pada silikosis harus muncul bila mendadak ada
peningkatan gejala-gejala atau perubahan-perubahan foto sinar-X, demam,
penurunan berat badan atau hemoptisis. Perkembangan perubahan sinar-X terusmenerus menjadi lebih cepat meskipun infeksinya sudah terkontrol. Petunjuk yang
paling dapat dipercaya untuk diagnosis atau penyembuhan adalah biakan
mikobakterium dalam sputum. Infeksi tuberkulosis terdahulu yang diobati
ataupun tidak, dapat meningkatkan risiko dan beratnya silikosis.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Sistem Pernapasan
2.4.1 Masa Kerja
Masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun)
dalam satu lingkungan perusahaan. Menurut Suma’mur (2009), dalam lingkungan
kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas
fungsi paru pada karyawan.
Masa kerja dapat dikategorikan menjadi :
1. Masa kerja baru ( < 5 tahun )

Universitas Sumatera Utara

29

2. Masa kerja lama ( ≥ 5 tahun )
Masa kerja ≥ 5 tahun potensial mendapat gangguan fungsi paru sebesar 8 kali
lebih besar dibandingkan dengan masa kerja < 5 tahun . Semakin lama seseorang
bekerja maka semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan
kerja tersebut. Semakin lama manusia terpapar debu di tempat kerja yang bisa
dilihat dari lama bekerja maka debu kemungkinan besar akan tertimbun di paruparu. Hal ini merupakan hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Lama
bekerja bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pekerja karena
frekuensi pajanan yang sering.
Menurut Kurniawidjaja (2010), apabila debu terhirup oleh para pekerja
dalam jangka waktu yang lama dan dalam intensitas dan konsentrasi yang tinggi
maka akan terjadi penimbunan atau pengendapan debu dalam jaringan paru-paru.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuma Anugrah pada tahun 2013 pada
pekerja penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya bahwa dari 17
pekerja yang mempunyai masa kerja lama, sebanyak 10 pekerja atau 58,8%
mengalami restriksi sedang. Dan dari 8 pekerja dengan masa kerja baru, 5 pekerja
atau 62,5% mengalami restriksi ringan. Berdasarkan hasil uji KolmogorovSmirnov didapatkan ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru
pada pekerja penggilingan divisi batu putih.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada
pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan menunjukkan responden
dengan masa kerja lama mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 33 orang
(63,5%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 19 orang (36,5%). Responden

Universitas Sumatera Utara

30

dengan masa kerja baru mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 14 orang
(35,9%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 25 orang (64,1%). Uji
statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
masa kerja dengan gangguan fungsi paru.
2.4.2 Riwayat Pekerjaan Terdahulu
Adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan
pneumokoniosis. Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat
menyebabkan gangguan paru. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu tetap
harus diperhitungkan karena dapat menghasilkan akumulasi dari inhalasi debu
selama bekerja di tempat kerja yang lalu (Suma’mur, 2009).
Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya
riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan
keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah
digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan
apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu (Ikhsan, 2002).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
oleh Calvert et.al tahun 2003 yang menilai pajanan debu silika dari riwayat
pekerjaan subjek yang meninggal karena tuberkulosis paru di 27 negara bagian di
Amerika Serikat. Proporsi kasus tuberkulosis paru yang terpajan debu silika
kategori sedang sampai tinggi pada penelitian tersebut adalah 16,5%.

Universitas Sumatera Utara

31

2.4.3 Kebiasaan Merokok
Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan
pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran napas akan
mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan
munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan
perubahan struktur jalan napas. Perubahan struktur jalan napas karena merokok
biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi (Antaruddin, 2003).
Tenaga kerja yang merokok dan berada dilingkungan yang berdebu
cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga
kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok (Mengkidi,
2006). Selain itu, menurut Gold et.al (2005), kebiasaan merokok pada pekerja
yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan
fungsi paru.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada
pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan menunjukkan responden
yang pernah merokok mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 28 orang
(43,82%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 36 orang (56,2%).
Responden yang tidak pernah merokok yang mengalami gangguan fungsi paru
sebanyak 19 orang (70,4%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru sebanyak
8 orang (29,6%). Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru.

Universitas Sumatera Utara

32

2.4.4 Bagian Kerja di Unit Batching Plant
Unit batching plant terbagi kedalam 2 (dua) bagian kerja yaitu operator
yang berjumlah 4 pekerja pria dan helper yang berjumlah 21 pekerja pria. Adapun
tugas pokok dari operator yaitu mengatur campuran komposisi bahan-bahan
seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang
diinginkan konsumen dan selanjutnya dialirkan kedalam truk cocrete mixer.
Tugas pokok dari helper yaitu mengumpulkan semen dan bahan lainnya yang
berjatuhan di tanah saat proses pengaliran bahan-bahan kedalam truk cocrete
mixer dan jika tangki tempat pengaliran semen tersumbat maka tugas helper yaitu
mengetuk tangki penyimpanan semen agar semen dapat mengalir kembali
kedalam truk cocrete mixer.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagoda et.al tahun 2011 pada pekerja
tekstil di Nigeria menemukan bahwa dari beberapa pekerja tekstil di bagian kerja
yang berbeda, terdapat pula perbedaan gejala pernapasan yang dialami pekerja
tersebut. Gejala gangguan pernapasan paling banyak dialami oleh pekerja dari
bagian pemintalan yaitu sebanyak 27,3%.

2.5 Industri Pembuatan Beton
2.5.1 Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan yaitu abu batu yang diperoleh dari pemecahan
batu-batu dalam mesin crusher, pasir, semen, fly as yang merupakan hasil bakaran
kayu, dan sika yang merupakan obat pengeras yang berbentuk cair agar beton
cepat mengeras.

Universitas Sumatera Utara

33

2.5.2 Proses Produksi
Proses kerja yang berlangsung dalam pembuatan beton yaitu pada unit
crusher batu-batu dimasukkan kedalam mesin crusher untuk dipecah menjadi abu
batu, pada unit batching plant dilakukan pencampuran komposisi bahan-bahan
seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang
diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur dimasukkan
kedalam truk cocrete mixer, lalu unit teknikal akan mengatur kadar air yang akan
dimasukkan kedalam bahan-bahan yang telah dimasukkan kedalam truk cocrete
mixer, dan selanjutnya supir akan membawa beton yang siap dipakai untuk
membangun gedung.
2.5.3 Unit Kerja
PT. X Kabupaten Deli Serdang mempunyai 114 pekerja dan terdiri dari
102 pekerja pria dan 12 pekerja wanita.
Unit kerja yang dimiliki perusahaan ini yaitu:
1) Unit crusher yaitu unit yang melakukan pemecahan batu-batu mejadi abu batu.
Unit ini berjumlah 8 pekerja pria dan 3 pekerja wanita.
2) Unit Batching Plant yaitu unit yang melakukan pencampuran komposisi bahanbahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton
yang diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur
dimasukkan kedalam truk cocrete mixer. Unit ini berjumlah 25 pekerja pria,
namun unit ini terbagi kedalam 2 (dua) bagian kerja yaitu operator yang
berjumlah 4 pekerja pria dan helper yang berjumlah 21 pekerja pria.

Universitas Sumatera Utara

34

Adapun tugas pokok dari operator yaitu mengatur campuran komposisi bahanbahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton
yang diinginkan konsumen dan selanjutnya dialirkan kedalam truk cocrete mixer.
Tugas pokok dari helper yaitu mengumpulkan semen dan bahan lainnya yang
berjatuhan di tanah saat proses pengaliran bahan-bahan kedalam truk cocrete
mixer berlangsung dan jika tangki tempat pengaliran semen tersumbat maka tugas
helper yaitu mengetuk tangki penyimpanan semen agar semen dapat mengalir
kembali kedalam truk cocrete mixer. Dalam perusahaan ini tidak ada sistem rotasi
kerja termasuk pada unit batching plant.
3) Supir yaitu unit yang melakukan pengangkutan beton dari perusahaan kepada para
konsumen. Unit ini berjumlah 55 pekerja pria.
4) Unit Administrasi yaitu unit yang melakukan kegiatan administrasi dinperusahaan
tersebut. Unit ini berjumlah 4 pekerja pria dan 12 pekerja wanita.
5) Supervisor berjumlah 7 pekerja pria.

Universitas Sumatera Utara

35

2.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas (Independent)

Variabel Terikat (Dependent)

1. Masa Kerja
2. Riwayat
Pekerjaan

Gejala Gangguan Sistem

Terdahulu

Pernapasan

3. Kebiasaan
Merokok
4. Bagian Kerja di
Unit Batching
Plant
Gambar 2.8: Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara