Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

(1)

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA PEKERJA BETON PT. X

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015 LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Saya Siti Nurmala Dewi, Mahasiswi Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sedang melakukan penelitian tentang “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA PEKERJA BETON PT. X KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015”. Adapun penelitian ini ditujukan sebagai alat pengumpulan data primer untuk kegiatan skripsi peneliti.

Saya berharap Bapak bersedia menjadi responden penelitian saya dengan menjawab semua pertanyaan yang ada di kuesioner ini. Informasi yang Bapak berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika anda bersedia di mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.

Data Responden

1. Kode responden : ____________________________ 2. Nama responden : ____________________________ 3. Hari/tanggal pengamatan : ____________________________

Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini. , , 2015


(2)

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER

1. Jawablah pertanyaan dengan runtut, singkat, benar dan jujur.

2. Jawablah dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban pilihan anda. 3. Terima kasih anda mengisi dengan apa adanya.

4. Data ini dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Tanggal : ...

A. DATA UMUM

Nama Responden : ... Kode Responden : ... Alamat Rumah : ...

B. GEJALA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

1. Apakah Bapak sering mengalami batuk kering tanpa dahak selama bekerja di perusahaan ini?

1. Ya 2. Tidak

2. Apakah Bapak sering mengalami sesak napas selama bekerja di perusahaan ini?

1. Ya 2. Tidak

3. Jika Bapak mengalami batuk kering dan sesak napas, apakah hal tersebut terjadi setiap hari?

1. Ya 2. Tidak

4. Apa gangguan tersebut hilang ketika Bapak tidak bekerja (libur) atau selesai bekerja?


(3)

C. MASA KERJA

5. Sudah berapa lama Bapak bekerja di perusahaan ini? Sejak tahun ... hingga sekarang.

D. RIWAYAT PEKERJAAN TERDAHULU

6. Apakah Bapak pernah bekerja di perusahaan lain yang lokasi kerjanya berdebu sebelum bekerja di perusahaan tempat Bapak bekerja sekarang?

1. Ya 2. Tidak

Jika Ya, di perusahaan mana Bapak bekerja sebelumnya? Jika Ya, berapa lama Bapak bekerja di tempat tersebut ? Selama ... tahun

Jika Ya, Apakah selama Bapak bekerja ditempat tersebut pernah mengalami keluhan pada saluran pernapasan?

1. Ya 2. Tidak

Jika Ya, Keluhan apa yang Bapak alami? (jawaban boleh lebih dari satu)

1. Sesak Napas 1) Ya 2) Tidak

2. Batuk kering tidak berdahak 1) Ya 2) Tidak

E. KEBIASAAN MEROKOK

7. Apakah saat ini Bapak mengkonsumsi rokok (seorang perokok) ? 1. Ya 2. Tidak →→→→ ke pertanyaan 9

8. Sejak kapan Bapak mulai merokok ?


(4)

9. Jika saat ini Bapak tidak mengkonsumsi rokok (seorang perokok), sejak kapan Bapak mulai berhenti merokok ?

Sejak ... tahun yang lalu

F. BAGIAN KERJA DI UNIT BATCHING PLANT

10. Dalam unit batching plant, di bagian manakah Bapak bekerja? 1. Operator 2. Helper


(5)

(6)

Lampiran 3

Hasil Analisis Univariat dan Bivariat

1. Hasil Analisis Univariat

1. Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Statistics Gejala Gangguan Sistem Pernapasan

N Valid 25

Missing 0

Gejala Gangguan Sistem Pernapasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Gejala 21 84.0 84.0 84.0

Tidak Gejala 4 16.0 16.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

2. Distribusi Masa Kerja pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Statistics Masa Kerja

N Valid 25


(7)

Masa Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Lama (>= 5 tahun) 17 68.0 68.0 68.0

Baru (< 5 tahun) 8 32.0 32.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

3. Distribusi Riwayat Pekerjaan Terdahulu pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Statistics Riwayat Pekerjaan Terdahulu

N Valid 25

Missing 0

Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pernah Bekerja di Tempat

Berdebu 19 76.0 76.0 76.0

Tidak Pernah Bekerja di

Tempat Berdebu 6 24.0 24.0 100.0


(8)

4. Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Statistics Kebiasaan merokok

N Valid 25

Missing 0

Kebiasaan merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Merokok 20 80.0 80.0 80.0

Tidak Merokok 5 20.0 20.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

5. Distribusi Bagian Kerja pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Statistics

Bagian Kerja di Unit Batching Plant

N Valid 25

Missing 0

Bagian Kerja di Unit Batching Plant

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Operator 4 16.0 16.0 16.0

Helper 21 84.0 84.0 100.0


(9)

2. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Masa Kerja * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan


(10)

Masa Kerja * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan

Total Gejala Tidak Gejala

Masa Kerja Lama (>= 5 tahun) Count 17 0 17

Expected Count 14.3 2.7 17.0

% within Masa Kerja 100.0% .0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 81.0% .0% 68.0%

% of Total 68.0% .0% 68.0%

Baru (< 5 tahun) Count 4 4 8

Expected Count 6.7 1.3 8.0

% within Masa Kerja 50.0% 50.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 19.0% 100.0% 32.0%

% of Total 16.0% 16.0% 32.0%

Total Count 21 4 25

Expected Count 21.0 4.0 25.0

% within Masa Kerja 84.0% 16.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 100.0% 100.0% 100.0%


(11)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.119a 1 .001

Continuity Correctionb 6.741 1 .009

Likelihood Ratio 10.893 1 .001

Fisher's Exact Test .006 .006

Linear-by-Linear Association 9.714 1 .002

N of Valid Casesb 25

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,28. b. Computed only for a 2x2 table

Keterangan: Terdapat 2 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher

2. Hubungan Riwayat Pekerjaan Terdahulu dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Riwayat Pekerjaan Terdahulu * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan


(12)

Riwayat Pekerjaan Terdahulu * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan

Total Gejala Tidak Gejala

Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Pernah Bekerja di Tempat Berdebu

Count 18 1 19

Expected Count 16.0 3.0 19.0

% within Riwayat

Pekerjaan Terdahulu 94.7% 5.3% 100.0%

% within Gejala Gangguan Sistem Pernapasan

85.7% 25.0% 76.0%

% of Total 72.0% 4.0% 76.0%

Tidak Pernah Bekerja di Tempat Berdebu

Count 3 3 6

Expected Count 5.0 1.0 6.0

% within Riwayat

Pekerjaan Terdahulu 50.0% 50.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan Sistem Pernapasan

14.3% 75.0% 24.0%

% of Total 12.0% 12.0% 24.0%

Total Count 21 4 25

Expected Count 21.0 4.0 25.0

% within Riwayat

Pekerjaan Terdahulu 84.0% 16.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan Sistem Pernapasan

100.0% 100.0% 100.0%


(13)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.790a 1 .009

Continuity Correctionb 3.870 1 .049

Likelihood Ratio 5.830 1 .016

Fisher's Exact Test .031 .031

Linear-by-Linear Association 6.519 1 .011

N of Valid Casesb 25

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,96. b. Computed only for a 2x2 table

Keterangan: Terdapat 2 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher

3. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kebiasaan merokok * Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan


(14)

Kebiasaan merokok * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan

Total Gejala Tidak Gejala

Kebiasaan merokok Merokok Count 19 1 20

Expected Count 16.8 3.2 20.0

% within Kebiasaan merokok 95.0% 5.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 90.5% 25.0% 80.0%

% of Total 76.0% 4.0% 80.0%

Tidak Merokok Count 2 3 5

Expected Count 4.2 .8 5.0

% within Kebiasaan merokok 40.0% 60.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 9.5% 75.0% 20.0%

% of Total 8.0% 12.0% 20.0%

Total Count 21 4 25

Expected Count 21.0 4.0 25.0

% within Kebiasaan merokok 84.0% 16.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 100.0% 100.0% 100.0%


(15)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.003a 1 .003

Continuity Correctionb 5.376 1 .020

Likelihood Ratio 7.313 1 .007

Fisher's Exact Test .016 .016

Linear-by-Linear Association 8.643 1 .003

N of Valid Casesb 25

a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80. b. Computed only for a 2x2 table

Keterangan: Terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher

4. Hubungan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Bagian Kerja di Unit Batching Plant * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan


(16)

Bagian Kerja di Unit Batching Plant * Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Crosstabulation Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan

Total Gejala Tidak Gejala

Bagian Kerja di Unit Batching Plant

Operator Count 3 1 4

Expected Count 3.4 .6 4.0

% within Bagian Kerja di Unit

Batching Plant 75.0% 25.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 14.3% 25.0% 16.0%

% of Total 12.0% 4.0% 16.0%

Helper Count 18 3 21

Expected Count 17.6 3.4 21.0

% within Bagian Kerja di Unit

Batching Plant 85.7% 14.3% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 85.7% 75.0% 84.0%

% of Total 72.0% 12.0% 84.0%

Total Count 21 4 25

Expected Count 21.0 4.0 25.0

% within Bagian Kerja di Unit

Batching Plant 84.0% 16.0% 100.0%

% within Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan 100.0% 100.0% 100.0%


(17)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .287a 1 .592

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .260 1 .610

Fisher's Exact Test .527 .527

Linear-by-Linear Association .276 1 .600

N of Valid Casesb 25

a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,64. b. Computed only for a 2x2 table

Keterangan: Terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji fisher


(18)

Lampiran 4

Dokumentasi


(19)

Gambar 2. Pasir di Tempat Kerja


(20)

Gambar 4. Area Kerja Batching Plant


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Akgun, M., Araz, O., Ucar, E.Y., Karaman, A., Alper, F., Gorguner, M., and Kreiss, K., 2015. Silicosis Appears Inevitable Among Former Denim Sandblasters: A 4-Year Follow-up Study. Chest. Vol: 148.647-654. Alsagaff, H., 2002. Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga

University Press. Surabaya.

Anugrah, Y., 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Penggilingan Divisi Batu Putih di PT. Sinar Utama Karya. Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Antaruddin., 2003. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi yang Merokok dan Tidak Merokok. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Budiono, A.M.S., Jusuf, R.M.S., Pusparini, A., 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Calvert, G.M., Rice, F.L., Boiano, J.M., Sheehy, J.W., and Sanderson, W.T.,

2003. Occupational Silica Exposure and Risk of Various Diseases: an Analysis Using Death Certificates From 27 States of the US. Occup Environ Med. Vol:60. 122-129.

Cowie HA., 2001. An Epidemiological Study of The Respiratory Health of Worker in the European Refactory Ceramic Fibre Industry. Journal Occup Environ Med. Vol: 58. 800-810.

Dahlan, M. S., 2013. Statitiska Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Fathmaulida, A., 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Kabupaten Karawang. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Gold, D., Xiaobin, W.W., and David., 2005. Effect of Cigarrette Smoking on Lung Function in Adescent Boys and Girls. NEJM. Vol:335.


(22)

Hasty, K. K., 2011. Hubungan Lingkungan Tempat Kerja dan Karakteristik Pekerja Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ikhsan, M., 2002. Penatalaksanaan Penyakit Paru Akibat Kerja. UI Press. Jakarta. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 tanggal 27

Februari 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 386 Tahun 2014

tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan kesehatan kerja Nasional Tahun 2015 – 2019.

Khumaidah., 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.

Kristanto, P., 2001. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Kurihara, N., Wada, O., 2004. Silicosis and smoking strongly increase lung cancer risk in silica-exposed workers. Ind Health. Vol: 42. 303-314.

Kurniawidjaja, M. L., 2010. Teori Dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI Press. Jakarta.

LaDou, J., 2004. Current Occupational & Environmental Medicine. Third Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States.

Lauralee, S., 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi Dua. EGC. Jakarta.

Mengkidi, D., 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.

Material Safety Data Sheet Silica Sand Tahun 2008.

Nagoda., Okapi., and Babashani., 2011. Assesment of Respiratory Symptomps and Lung Function Among Textile Workers At Kano Textile Mills, Kano Nigeria. Nigerian Journal of Clinical Practice. Vol:15.


(23)

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nugroho, A.S.S., 2012. Hubungan Konsentrasi Debu Total dengan Gangguan

Fungsi Paru pada Pekerja di PT. KS Tahun 2010. Tesis, Universitas Indonesia , Depok.

Pearce, E. C., 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Pearce, E. C., 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. Rab, T., 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media. Jakarta.

Radnoff, D., Todor, M.S., Beach, J., 2014. Occupational exposure to crystalline silica at Alberta work sites. J Occup Environ Hyg. Vol: 11. 557-570. Suma’mur P.K., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Sagung

Seto. Jakarta.

Susanto, A. D., 2011. Pneumokoniosis. J Indon Med Assoc. Vol: 61. Nomor: 12. 504-505.

Syaifuddin., 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Perawat. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wardhana. A.W., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. ANDI. Yogyakarta. Watson, R., 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Edisi 10. Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

World Health Organization., 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Yusitriani., Russeng, S.S., Muis, M., 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru Pekerja Unit Produksi Paving Block CV. Sumber Galian. Universitas Hasanuddin.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas (risiko) dan variabel terikat (akibat) yang terjadi pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bersifat analitik yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. X Kabupaten Deli Serdang pada bulan Agustus – Desember tahun 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh pekerja unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2015 yang berjumlah 25 pekerja pria yang terbagi sebagai helper sebanyak 21 pekerja dan sebagai operator sebanyak 4 pekerja.


(25)

3.3.2 Sampel

Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah metode total sampling, yaitu pengambilan sampel secara total yang dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara total (Notoatmodjo, 2002), kemudian jumlah itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil sampel yang diperlukan dari populasi sebesar 25 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden melalui :

1.Wawancara

Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Dalam hal ini dilakukan tanya jawab atau wawancara secara langsung kepada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang tahun 2015 dan diisi kedalam kuesioner penelitian.

2. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variabel dependent yaitu gejala gangguan sistem pernapasan dan variabel independent yaitu: masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu, kebiasaan merokok dan bagian kerja di unit batching plant.


(26)

Kuesioner kebiasaan merokok pada nomor 7 dan 8 diadopsi dari skripsi milik Karbella Kuantanades Hasty mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Judul “ Hubungan Lingkungan Tempat Kerja dan Karakteristik Pekerja Terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011” dengan pengujian validitas kuesioner diperoleh nilai r tabel > 0,602 sehingga dinyatakan valid dan dengan pengujian realibilitas diperoleh nilai r alpha crombah (0,819) > nilai r tabel (0,7) sehingga kuesioner dinyatakan realiabel. Kuesioner kebiasaan merokok pada nomor 9 telah dimodifikasi.

Kuesioner masa kerja diadopsi dari skripsi milik Annisa Fathmaulida mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Kabupaten Karawang Tahun 2013”.

Kuesioner riwayat pekerjaan terdahulu diadopsi dari skripsi milik Yuma Anugrah mahasiswi Universitas Negeri Semarang dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Penggilingan Divisi Batu Putih di PT. Sinar Utama Karya Tahun 2013” dengan pengujian validitas kuesioner diperoleh nilai r hasil lebih besar dari nilai r tabel (0,632) sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga pertanyaan tersebut sudah valid dan dengan pengujian realibilitas diperoleh nilai r alpha (0,931) lebih besar dibandingkan dengan r tabel (0,632) sehingga ketiga pertanyaan tersebut dinyatakan sudah reliabel. Kuesioner riwayat pekerjaan terdahulu pada 2 (dua) pertanyaan terakhir telah dimodifikasi.


(27)

Kuesioner gejala gangguan sistem pernapasan nomor 1 dan 2 diadopsi dari tesis milik Khumaidah mahasiswi Universitas Diponegoro Semarang dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara Tahun 2009”. Kuesioner gejala gangguan sistem pernapasan nomor 3 dan 4 telah dimodifikasi.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak personalia perusahaan berupa data jumlah karyawan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Terikat/dipengaruhi (dependent variabel)

Variabel terikat atau dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau independen. Variabel terikat atau dependent dalam penelitian ini adalah gejala gangguan sistem pernapasan.

2. Variabel Bebas/mempengaruhi (independent variabel)

Variabel bebas atau independent adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel bebas atau independent dalam penelitian ini adalah masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu, kebiasaan merokok dan bagian kerja di unit batching plant.


(28)

3.5.2 Definisi Operasional Variabel Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Hasil Pengukuran

Skala Pengukuran Variabel 1. Gejala gangguan

sistem pernapasan

Pekerja mengalami dua gejala berikut yaitu sesak napas (dispnea) dan batuk kering tidak berdahak

1.Gejala

2.Tidak Gejala

Nominal

2. Masa kerja Lama pekerja bekerja di PT. X Kabupaten Deli Serdang, yaitu tahun dimulai bekerja sampai wawancara ini dilakukan dalam hitungan tahun

1.Lama ( ≥ 5 tahun)

2. Baru ( < 5 tahun)

Ordinal

3. Riwayat pekerjaan terdahulu

Sebelum bekerja di PT. X Kabupaten Deli Serdang, pekerja PT. X Kabupaten Deli Serdang pernah atau tidak pernah bekerja di tempat berdebu

1.Pernah bekerja di tempat berdebu

2.Tidak pernah bekerja di tempat berdebu

Nominal

4. Kebiasaan merokok

Aktifitas yang dilakukan pekerja dalam menghisap

batang rokok yang

mengandung komponen gas dan partikel yang dapat merusak kesehatan

1. Merokok

2.Tidak Merokok

Nominal

5. Bagian Kerja di unit batching plant

Bagian kerja pekerja di unit batching plant menurut sistem kerja yang berlaku di PT. X terbagi menjadi dua yaitu operator dan helper

1. Operator

2. Helper


(29)

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Gejala Gangguan Sistem Pernapasan

Variabel gejala gangguan sistem pernapasan diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian B. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu gejala jika responden menjawab ya pada kuesioner bagian B nomor 1 dan nomor 2. Kemudian untuk kategori tidak gejala apabila responden menjawab tidak pada kuesioner bagian B nomor 1 dan nomor 2. Jawaban responden pada kuesioner bagian B nomor 3 dan 4 tidak masuk kedalam perhitungan skor, melainkan akan dibuat untuk penjelasan.

3.6.2 Masa Kerja

Variabel masa kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian C yang bersifat terbuka. Jawaban responden pada kuesioner bagian C selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu lama ( 5 tahun) dan baru (< 5 tahun).

3.6.3 Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Variabel riwayat pekerjaan terdahulu diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian D. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu pernah bekerja di tempat berdebu jika responden menjawab ya pada kuesioner bagian D nomor 6. Kemudian untuk kategori tidak pernah bekerja di tempat berdebu jika responden menjawab tidak pada kuesioner bagian D nomor 6. Untuk jawaban responden pada kuesioner bagian D selanjutnya tidak masuk kedalam perhitungan skor, melainkan akan dibuat untuk penjelasan.


(30)

3.6.4 Kebiasaan Merokok

Variabel kebiasaan merokok diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian E. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu merokok jika responden menjawab ya pada kuesioner bagian E nomor 7. Kemudian untuk kategori tidak merokok jika responden menjawab tidak pada kuesioner bagian E nomor 7. Jawaban responden pada kuesioner bagian E nomor 8 dan 9 tidak dimasukkan kedalam perhitungan skor, melainkan akan dibuat untuk penjelasan.

3.6.5 Bagian Kerja di Unit Batching Plant

Variabel bagian kerja di unit batching plant diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner bagian F. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu operator jika responden menjawab operator pada kuesioner bagian F nomor 10. Kemudian untuk kategori helper jika responden menjawab helper pada kuesioner bagian F nomor 10.

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.7.1.1 Menyunting data (data editing)

Editing dilakukan sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengoreksi kelengkapan jawaban kuesioner yang


(31)

telah diisi responden sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.

3.7.1.2 Mengkode data (data coding)

Coding dilakukan dengan cara memberikan kode atau klasifikasi pada jawaban dari setiap pertanyaan dari kuesioner guna mempermudah dalam proses pegelompokan dan pengolahannya.

3.7.1.3 Memasukkan data (entry data )

Data yang teleh diberi kode tersebut kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah.

3.7.1.4 Membersihkan data (data cleaning)

Data yang telah dimasukkan dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.

3.7.2 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu: 3.7.2.1 Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel dependen dan independent yang ada pada penelitian ini. Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi (Dahlan, 2013).


(32)

3.7.2.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Uji statistik menggunakan uji Chi-Square, uji Chi-Square adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila variabel dependent dan variabel independent merupakan data kategorik. Uji Chi-Square termasuk kedalam uji nonparametrik sehingga telah tepat digunakan untuk penelitian ini yang memiliki sampel sebanyak 25 responden. Syarat uji Chi-Square adalah tidak ada sel yang mempunyai nilai expected (E) kurang dari 5. Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya yaitu alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher (Dahlan,2013).


(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Gambaran Umum PT. X Kabupaten Deli Serdang

PT. X yang menjadi lokasi penelitian merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang pembuatan beton yang selanjutnya akan didistribusikan kepada konsumen untuk membangun gedung. Lokasi industri ini berada di Kabupaten Deli Serdang yang telah berdiri selama 6 tahun.

Proses produksi di industri ini berlangsung selama 24 jam dengan sistem pembagian shift dimana terdiri dari dua shift yaitu shift pagi dan shift malam dengan jam kerja masing-masing shift selama 12 jam dengan lokasi kerja di luar ruangan atau outdoor. Dalam perusahaan ini tidak diberlakukan sistem rotasi kerja. Industri ini menggunakan bahan baku seperti abu batu, pasir dan fly as yang hanya ditumpuk hingga menggunung di dalam tempat kerja, kecuali semen yang langsung dimasukkan kedalam alat penyimpanan berupa tangki.

PT. X memiliki berbagai unit yaitu unit crusher, unit batching plant, unit teknikal, supir truk cocrete mixer. Jumlah seluruh pekerja PT. X adalah 114 pekerja.

4.1.2 Proses Kerja Unit Batching Plant

Proses kerja pada unit batching plant yaitu pencampuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur tanpa kandungan air dimasukkan kedalam truk cocrete mixer. Unit ini berjumlah


(34)

25 pekerja pria, namun unit ini terbagi kedalam 2 (dua) bagian kerja yaitu operator yang berjumlah 4 pekerja pria dan helper yang berjumlah 21 pekerja pria. Proses pencampuran semua komposisi bahan-bahan dilakukan oleh mesin. Namun, dalam proses pencampuran yang dilakukan oleh mesin ini tidak lepas dari peran operator dan helper. Adapun tugas pokok dari operator yaitu mengatur campuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen melalui alat monitor dan selanjutnya dialirkan kedalam truk cocrete mixer. Tugas pokok dari helper yaitu mengumpulkan semen dan bahan lainnya yang berjatuhan di tanah saat proses pengaliran bahan-bahan kedalam truk cocrete mixer berlangsung dan jika tangki tempat pengaliran semen tersumbat maka tugas helper yaitu mengetuk tangki penyimpanan semen agar semen dapat mengalir kembali kedalam truk cocrete mixer

4.2Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel dependen dan independent yang telah diperoleh dari hasil penelitian.


(35)

Tabel 4.1 Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Frekuensi Persentase (%)

Gejala Tidak Gejala 21 4 84 16

Total 25 100

Tabel 4.2 Distribusi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Masa kerja Frekuensi Persentase (%)

Lama (≥ 5 tahun) Baru (< 5 tahun)

17 8

68 32

Total 25 100

Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Pernah Bekerja di Tempat Berdebu Tidak Pernah Bekerja di Tempat Berdebu

19 6

76 24

Total 25 100

Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok 20 5 80 20

Total 25 100

Bagian Kerja di Unit Batching Plant

Operator Helper 4 21 16 84


(36)

4.2.1.1Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 Gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu gejala dan tidak gejala.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 21 pekerja (84%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan sebanyak 4 pekerja (16%) tidak mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.

4.2.1.2Distribusi Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 Masa kerja pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran ordinal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu lama ( 5 tahun) dan baru (< 5 tahun). Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 17 pekerja (68%) memiliki masa kerja lama (≥ 5 tahun) dan sebanyak 8 pekerja (32%) memiliki masa kerja baru (< 5 tahun).

Riwayat pekerjaan terdahulu pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu pernah bekerja di tempat berdebu dan tidak pernah bekerja di tempat berdebu. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 19 pekerja (76%) memiliki riawayat pekerjaan terdahulu dan sebanyak 6 pekerja (24%) tidak memiliki riwayat pekerjaan terdahulu.

Kebiasaan merokok pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu merokok


(37)

dan tidak merokok. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 20 pekerja (80%) memiliki kebiasaan merokok dan sebanyak 5 pekerja (20%) tidak memiliki kebiasaan merokok.

Bagian kerja di unit batching plant pada pekerja unit batching plant diukur menggunakan skala pengukuran nominal dan dikategorikan menjadi dua kategori yaitu operator dan helper. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 25 pekerja yang bekerja di unit batching plant terdapat 4 pekerja (16%) memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai operator dan sebanyak 21 pekerja (84%) memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper.

4.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis penelitian untuk melihat apakah ada hubungan antara variabel bebas (masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu, kebiasaan merokok dan bagian kerja di unit batching plant ) dengan variabel terikat (gejala gangguan sistem pernapasan) digunakan uji chisquare. Syarat Uji Chi-Square adalah tidak ada sel yang nilai expected (E) kurang dari 5, jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 adalah uji fisher.

Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu, kebiasaan merokok dan bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan dilakukan tabulasi silang (crosstab) dan uji statistik Chi-Square atau uji alternatifnya yaitu uji fisher dengan hasil pengujian hipotesis sebagai berikut:


(38)

Tabel 4.3 Hubungan Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Masa kerja

Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan Total p

Gejala Tidak Gejala

n % n % n %

Lama (≥ 5 tahun) Baru (< 5 tahun)

17 4 100 50 0 4 0 50 17 8 100

100 0, 006

Total 21 84 4 16 25 100

Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Pernah Bekerja di Tempat Berdebu Tidak Pernah Bekerja di Tempat

Berdebu 18 3 94,7 50 1 3 5,3 50 19 6 100

100 0, 031

Total 21 84 4 16 25 100

Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok 19 2 95 40 1 3 5 60 20 5 100

100 0, 016

Total 21 84 4 16 25 100

Bagian Kerja di Unit Batching Plant Operator Helper 3 18 75 85,7 1 3 25 14,3 4 21 100

100 0, 527

Total 21 84 4 16 25 100

4.2.2.1Hubungan Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 17 pekerja yang memiliki masa kerja lama ( 5 tahun), terdapat 17 pekerja (100%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 006, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,006 < 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gejala gangguan


(39)

sistem pernapasan pada pekerja unit batching batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 19 pekerja yang memiliki riwayat pekerjaan terdahulu, terdapat 18 pekerja (94,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 031, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,031< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 20 pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, terdapat 19 pekerja (95%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 016, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,016< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 21 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper, terdapat 18 pekerja (85,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 527, maka p value lebih besar dari 0,05 (0,527> 0,05) sehingga Ho ditolak yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.


(40)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 terdapat 21 pekerja (84%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.

Diperoleh informasi dari 21 pekerja yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan, terdapat 9 pekerja mengalami gejala gangguan sistem pernapasan setiap hari dan sebanyak 20 pekerja menyatakan bahwa gejala gangguan sistem pernapasan tersebut hilang ketika pekerja libur atau selesai bekerja.

Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja (Ikhsan, 2002).

Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyakit silikosis pada stadium ringan ditandai dengan sesak napas yang merupakan gejala sakit yang terpenting, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Pada stadium ini sesak napas juga disertai batuk kering tidak berdahak. Pada silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali. Bila penyakit silikosis sudah mencapai stadium berat maka sesak napas akan mengakibatkan keadaan penderita cacat total (Suma’mur, 2009). Hal ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada silikosis akut dapat terjadi


(41)

kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Silikosis timbul bertahun-tahun setelah paparan (WHO, 1995). Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 juga menyatakan bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas (LaDou, 2004).

5.2 Hubungan Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 17 pekerja yang memiliki masa kerja lama ( 5 tahun), terdapat 17 pekerja (100%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.

Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 006, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,006 < 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru pada karyawan. Semakin lama manusia terpapar debu di tempat kerja yang bisa dilihat dari lama bekerja maka debu kemungkinan besar akan tertimbun di paru-paru. Hal ini merupakan


(42)

hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Lama bekerja bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan yang sering (Suma’mur, 2009). Menurut Kurniawidjaja (2010), apabila debu terhirup oleh para pekerja dalam jangka waktu yang lama dan dalam intensitas dan konsentrasi yang tinggi maka akan terjadi penimbunan atau pengendapan debu dalam jaringan paru-paru.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuma Anugrah di tahun 2013 pada pekerja penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya dengan lokasi kerja outdoor atau diluar ruangan bahwa dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan divisi batu putih. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan, dari hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru.

5.3 Hubungan Riwayat Pekerjaan Terdahulu dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 19 pekerja yang memiliki riwayat pekerjaan terdahulu, terdapat 18 pekerja (94,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.


(43)

Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 031, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,031< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

Diperoleh informasi dari 18 pekerja yang memiliki riwayat pekerjaan terdahulu dan mengalami gejala gangguan sistem pernapasan bahwa pekerja pernah bekerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang pembuatan beton selama 1 sampai 4 tahun dan diperoleh informasi dari 18 pekerja yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan memiliki riwayat pekerjaan terdahulu bahwa 14 pekerja pernah mengalami keluhan pada saluran pernapasan dan sebanyak 10 pekerja menyatakan bahwa keluhan yang pernah dialaminya saat bekerja di tempat kerja yang dahulu yaitu batuk kering tidak berdahak, sebanyak 2 pekerja pernah mengeluh sesak napas saat bekerja di tempat kerja yang dahulu, dan sebanyak 2 pekerja pernah mengeluh sesak napas dan batuk tidak berdahak saat bekerja di tempat kerja yang dahulu.

Sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumokoniosis. Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu tetap harus diperhitungkan karena dapat menghasilkan akumulasi dari inhalasi debu selama bekerja di tempat kerja yang lalu (Suma’mur, 2009).


(44)

Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu (Ikhsan, 2002).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Akgun et.al tahun 2015 pada mantan sandblasters, menyatakan bahwa diantara 145 mantan sandblasters diteliti pada tahun 2007 dan 83 mantan sandblasters diteliti pada tahun 2011, dengan pemantauan selama 4 tahun didapatkan 9 mantan sandblasters (6,2%) meninggal. Sebanyak 74 mantan sandblasters yang hidup dilakukan pemeriksaan ulang, prevalensi silikosis meningkat dari 55,4% menjadi 95,9%. Pemantauan selama 4 tahun ini menunjukkan bahwa hampir semua mantan sandblasters dapat mengembangkan silikosis.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Calvert et.al tahun 2003 yang menilai pajanan debu silika dari riwayat pekerjaan responden yang meninggal karena tuberkulosis paru di 27 negara bagian di Amerika Serikat. Proporsi kasus tuberkulosis paru yang terpajan debu silika kategori sedang sampai tinggi pada penelitian tersebut adalah 16,5%.

5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 20 pekerja yang


(45)

memiliki kebiasaan merokok, terdapat 19 pekerja (95%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.

Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 016, maka p value lebih kecil dari 0,05 (0,016< 0,05) sehingga Ho diterima yang artinya ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

Diperoleh informasi dari 19 pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan mengalami gejala gangguan sistem pernapasan bahwa pekerja telah memiliki kebiasaan merokok sejak 6 sampai 25 tahun yang lalu.

Sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran napas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan napas. Perubahan struktur jalan napas karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi (Antaruddin, 2003). Tenaga kerja yang merokok dan berada dilingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok (Mengkidi, 2006). Selain itu, menurut Gold et.al (2005), kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru.


(46)

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan, dari hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru.

Hasil Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cowie tahun 2001 pada pekerja fiber industri keramik di Eropa yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penurunan nilai kapasitas vital paru sampai dibawah normal dengan kebiasaan merokok. Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurihara dan Wada tahun 2004 pada pekerja yang terpapar silika yang menyatakan dari hasil analisis didapatkan bahwa merokok sangat meningkatkan risiko kanker paru pada pasien silikosis (risiko relatif, 4,47; 95% CI, 3,17-6,30). Dengan demikian, penelitian ini menyarankan pentingnya mencegah silikosis dengan berhenti merokok untuk mengurangi insiden kanker paru-paru pada pekerja yang terpapar oleh debu silika.

5.5 Hubungan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 pekerja di unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 21 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper, terdapat 18 pekerja (85,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan.

Berdasarkan hasil uji fisher didapat p value sebesar 0, 527, maka p value lebih besar dari 0,05 (0,527> 0,05) sehingga Ho ditolak yang artinya tidak ada


(47)

hubungan yang bermakna antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Radnoff et. al tahun 2014 yang menyatakan bahwa meskipun potensi paparan silika berkaitan dengan tugas khusus yang dilakukan pekerja, namun hal tersebut tidak berhubungan langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk berhubungan dengan kejadian silikosis, sehingga memerlukan variabel lain untuk bersama-sama berkorelasi dengan silikosis.

Pada penelitian ini terdapat 21 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper dan hanya ada 4 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai operator. Namun, sebagian besar pekerja helper (85,7%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan sebagian besar pekerja operator (75%) mengalami gejala ganggguan sistem pernapasan. Mengingat bahwa area kerja operator dan helper sama sehingga masing-masing bagian memiliki risiko yang sama untuk terpapar debu. Dengan demikian dapat dipahami apabila dalam penelitian ini tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan.

Meskipun tidak ada hubungan antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan, namun dari 21 pekerja yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai helper terdapat 18 pekerja (85,7%) yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan dan dari 4 pekerja


(48)

yang memiliki bagian kerja di unit batching plant sebagai operator terdapat 3 pekerja (75%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. Dengan demikian perbedaan bagian kerja di unit batching plant tidak memastikan pekerja aman dari gejala gangguan sistem pernapasan.


(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang diperoleh dari 25 pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 sebagai berikut :

1. Terdapat 21 pekerja (84%) mengalami gejala gangguan sistem pernapasan. 2. Ada hubungan yang bermakna antara masa kerja, riwayat pekerjaan terdahulu

dan kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja unit batching plant PT. X Kabupaten Deli Serdang.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti dapat memberikan saran untuk perbaikan sebagai berikut:

1. Pekerja sebaiknya berhenti mengkonsumsi rokok karena merokok akan memperberat kondisi paru pekerja yang terpapar debu setiap hari.

2. Perusahaan sebaiknya melakukan pemeriksaan fungsi paru pada pekerja yang sudah mengalami gejala gangguan sistem pernapasan untuk mengetahui apakah gejala gangguan sistem pernapasan disebabkan oleh debu di tempat kerja atau disebabkan oleh kebiasaan merokok.


(50)

3. Perusahaan sebaiknya mengadakan alat pelindung pernapasan khusus debu silika, mewajibkan dan mengawasi penggunaan alat pelindung pernapasan secara ketat dan kontiniu setiap kali pekerja masuk ke lingkungan kerja. 4. Perusahaan sebaiknya membuat kebijakan larangan merokok di lingkungan


(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan Manusia

2.1.1 Pengertian Pernapasan Manusia

Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.

Sistem pernapasan secara umum terbagi atas : 1. Bagian Konduksi

Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang diinspirasi.

2. Bagian Respirasi

Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernapasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak (Alsagaff, 2002).


(52)

Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :

a. Arsitektur saluran napas; bentuk, struktur, dan caliber saluran napas yang berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran napas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran napas.

b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran napas, yang mampu menangkap partikel debu dan mengeluarkannya.

c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran napas (Rab, 2010).

2.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan

Dalam bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hydrogen dari jaringan. Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau pernapasan dalam dan yang terjadi di dalam paru merupakan pernapasan luar. Udara ditarik ke dalam paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan napas (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan gambar sistem pernapasan pada manusia (Gambar 2.1).


(53)

Gambar 2.1: Sistem Pernapasan pada Manusia Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.1Hidung

Hidung dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah dan bersambung dengan lapisan faring dan semua selaput lendir serta sinus, yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi dengan epitelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel lendir. Sekresi dari sel itu membuat permukan nares basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan konkha selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah. Adanya tiga tulang kerang (konkhae) yang diselaputi epitelium pernafasan dan menjorok dari dinding lateral hidung kedalam rongga, sangat memperbesar


(54)

permukaan selaput lendir tersebut (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan gambar hidung pada manusia (Gambar 2.2).

Gambar 2.2: Hidung Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.3Faring atau Tekak

Menurut Pearce (2006), faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring terdapat di bawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut disebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi dalam 3 bagian yaitu :

1. Nesofaring yang terletak dibelakang hidung. 2. Orofaring yang terletak dibelakng mulut. 3. Laringofaring yang terletak dibelakang laring


(55)

Gambar 2.3: Faring Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.3 Laring

Menurut Pearce (2006), laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran, yang terbesar diantaranya adalah tulang rawan tiroid. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung digaris tengah . Pita suara terletak di sebelah dalam laring, berjalan dari tulang rawan tiroid disebelah depan sampai dikedua tulang rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan dan dikendorkan. Dengan demikian lebar sela-sela pita atau rima glottidis, berubah-ubah sewaktu berbicara dan bernapas. Di bawah ini merupakan gambar laring pada manusia (Gambar 2.4).


(56)

Gambar 2.4: Laring Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.4 Trakea (Batang Tenggorok)

Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu memuat beberapa jaringan otot. Trakea memiliki panjang 9 cm. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak keatas kearah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainya masuk ketika bernapas (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan gambar trakea pada manusia (Gambar 2.5).


(57)

Gambar 2.5: Trakea Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.5 Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan Ke V, Mempunyai struktur seperti trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus utama sebelah kiri lebih sempit, lebih panjang, lebih horizontal dari pada bronkus sebelah kanan karena jantung terletak agak kiri dari garis tengah (Pearce, 2006). Di bawah ini merupakan gambar hidung pada manusia (Gambar 2.6).


(58)

Gambar 2.6: Bronkus Sumber: Lauralee (2001)

2.1.2.6 Paru

Paru adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung. Gelembung alveoli terdiri dari sel epitel dan endotel. Paru ada dua dan merupakan alat pernafasan utama. Paru mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri, sedangkan bagian tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah, dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum. Paru terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru memanjang dari akar leher menuju diafragma. Paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura, paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap lobus dibagi menjadi segmen yang disebut bronko-pulmoner, yang dipisahkan oleh sebuah dinding jaringan konektif, masing-masing


(59)

satu arteri dan satu vena. Setiap segmen dibagi lagi menjadi unit yang disebut lobulus (Watson, 2002). Dibawah ini merupakan gambar anatomi paru (Gambar 2.7).

Gambar 2.7: Paru Sumber: Lauralee (2001)

2.1.3 Fisiologi Saluran Pernapasan

Fungsi pernapasan adalah sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi (Pearce, 2002). Pertukaran gas di dalam tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu pernafasan eksternal dan pernafasan internal.


(60)

2.1.3.1 Pernapasan Eksternal

Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer (Djojodibroto, 2009). Pada pernapasan eksternal oksigen diambil melalui hidung dan mulut, pada waktu bernapas udara masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan erat hubunganya dengan darah di dalam kapiler pulmonaris (Pearce, 2002).

Terdapat empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernapasan eksternal yaitu (1) ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar, (2) arus darah melalui paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru, (3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bias dicapai untuk semua bagian, dan (4) difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen (Syaifuddin, 2006).

2.1.3.2 Pernapasan Internal

Pernapasan internal adalah pernapasan selular yang berlangsung diseluruh system tubuh (Djojodibroto, 2009). Pada pernapasan internal atau pernapasan jaringan, darah yang jenuh hemoglobin dengan oksigen (oksihemoglobin) mengalir ke seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen kedalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru dan di paru terjadi pernapasan eksternal (Pearce, 2002).


(61)

2.2 Debu Silika

Dilihat dari komposisi atau materinya, debu silika termasuk kedalam golongan debu fisik. Dilihat dari sifat kimianya, debu silika masuk kedalam golongan profilferative dust yaitu golongan debu ini dapat menimbulkan reaksi jaringan paru sehingga akan membentuk jaringan parut (Fibrosis). Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Sedangkan berdasarkan jenisnya, debu silika termasuk kedalam jenis debu mineral yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks (Kristanto, 2001).

Batu-batuan umumnya mengandung silika. Partikel-partikel silika bebas yang terbawa udara berasal dari peledakan, penggerindaan, penghancuran, pengeboran, dan penggilingan batuan. Pekerjaan yang sangat mungkin terpapar risiko silikosis yaitu menambang dan ekstraksi batu-batu keras; pekerjaan teknik sipil dengan batu keras; penghalusan dan pemolesan batu; pencetakan, pembentukan, dan penyemprotan pasir di tempat pengecoran dan pembersihan bangunan; persiapan dan pembuangan lapisan-lapisan kerak untuk tungku pembakaran, dll., serta pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan pasir sebagai amplas (WHO, 1995). Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Adapun lingkungan kerja yang mengandung silika yang tinggi seperti misalnya pabrik semen, pengusaha batu, pembersih jalan, pengusaha pasir, industri pembuatan gelas, dan yang banyak berkontak dengan silika (Rab, 2010).


(62)

2.3 Gangguan Sistem Pernapasan oleh Silika 2.3.1 Mekanisme Kerja Silikosis

Menurut WHO (1995), mekanisme kerja silikosis yaitu: 2.3.1.1 Retensi

Partikel-partikel debu dengan diameter 5-15 m yang mengendap pada saluran napas dapat dibersihkan oleh gerakan mukosiliar, tetapi partikel-partikel berdiameter 0,5-5 m yang sampai di saluran napas terminal atau lebih jauh mungkin tertahan. Kebanyakan partikel berdiameter kurang dari 0,5 m tetap mengambang di udara dan dihembuskan keluar.

Partikel-partikel debu yang tertahan di paru-paru diambil oleh makrofag (fagosit mononuklear) dan diangkut ke saluran napas dan dibersihkan, atau ke parenkim paru. Kalau sel-sel yang berisi debu tersebut mati, maka partikel yang dilepaskan akan diambil oleh sel-sel lain, namun sel-sel ini juga terbunuh, sehingga tercipta suatu reaksi derajat rendah yang berkelanjutan, mengarah pada pembentukan jaringan parut setempat (nodul-nodul), seringkali di sekitar saluran napas terminal.

Debu silika bebas berbeda dalam kemampuannya mematikan sel, dan aktivitas ini dapat diperlambat oleh adanya debu-debu lain (misalnya, oksida-oksida besi dan aluminium) dan zat-zat kimia (misalnya, polivinilpirolidin N-oksida) yang mempengaruhi permukaan partikel kuarsa. Mekanisme perlindungan tubuh normal—melapisi partikel debu dengan suatu glikoprotein kaya besi— tampaknya tidak efektif pada kasus partikel silika bebas.


(63)

2.3.1.2 Eliminasi

Eliminasi partikel-partikel kuarsa, khususnya jika tercampur dengan debu-debu lain, dapat terjadi dalam beberapa hari pertama setelah inhalasi lewat bronkus dan trakea. Presentase debu yang tertahan meningkat dengan: (a) peninggian tingkat paparan; (b) paparan terhadap debu yang lebih tinggi di masa lalu; dan (c) adanya penyakit paru (khususnya tuberkulosis). Partikel-partikel yang tertahan dalam parenkim paru tersebut jarang diangkut melampaui kelenjar limfe hilus. Oleh karena itu, kerusakan terbatas pada paru dan kelenjar limfe hilus. 2.3.2 Gejala Berdasarkan Stadium Silikosis

Menurut Suma’mur (2009), silikosis dibagi atas 3 (tiga) stadium yaitu: 2.3.2.1 Stadium Pertama atau Ringan

Stadium ini ditandai dengan sesak napas (dispnea) ketika pekerja sedang bekerja, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang stadium sakit demikian, sesak napas merupakan gejala sakit yang terpenting. Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada stadium ini, tetapi biasanya batuk kering tidak berdahak; keadaan umum penderita pada stadium ini masih berada dalam keadaan baik. Ketika inspirasi pengembangan paru mungkin sedikit terganggu atau tidak ada gangguan sama sekali. Suara pernapasan terdengar dalam batas normal, namun pada pekerja yang berusia lanjut mungkin didapati hiper-resonansi, oleh karena emfisema. Pada silikosis stadium ini biasanya gangguan kemampuan bekerja sedikit sekali atau boleh dikatakan tidak ada.


(64)

2.3.2.2 Stadium Kedua atau Sedang

Pada silikosis stadium ini, sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Dada penderita kurang berkembang; pada perkusi berkurangnya atau menurunnya suara ketukan hampir didapati diseluruh bagian paru; suara napas tidak jarang bronkhial, sedangkan ronkhi terutama terdapat pada daerah basis paru.

2.3.2.3 Stadium Ketiga atau Berat

Pada stadium ini, sesak napas mengakibatkan keadaan penderita cacat total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung kanan, dan kemudian orang sakit memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kanan.

Oleh karena prevalensi TBC paru cukup tinggi dalam masyarakat, maka tidak mungkin menegakkan diagnosis silikosis semata-mata berdasarkan foto rontgen saja, melainkan harus secara lengkap ditempuh cara membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa TBC mungkin penyakit sekunder (tambahan, penyulit) terhadap silikosis, seperti halnya terjadi pada tuberkulosilikosis. Tapi mungkin pula silikosis menghinggapi pekerja yang sedang menderita TBC paru, keadaan demikian terjadi pada silikotuberkulosis. Untuk memastikan adanya infeksi TBC, dilakukan pemeriksaan biakan sputum dan uji serologis.

Pada kelompok pekerja yang terpapar debu silika, gambaran radiologis nodul-nodul dan penyatuan nodul-nodul-nodul-nodul tersebut serta batuk kering dan tidak adanya tanda-tanda yang biasa ditemukan pada penyakit TBC paru memberikan kemudahan membuat diagnosis silikosis pada stadium dini. Selain tuberkulosis,


(65)

penyakit lain yang harus disingkirkan dalam menegakkan diagnosis silikosis adalah kanker paru, sarkoidosis (retikulosis granulomatosa generalisata kronis progresif tanpa sebab yang jelas mengenai banyak organ termasuk paru), artritis rematoid, dan mungkin lainnya. Sehubungan dengan itu, riwayat pekerjaan yang disertai risiko paparan terhadap debu silika bebas sangat penting artinya.

Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Menurut LaDou (2004), jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas.

2.3.3 Efek Klinis Silikosis

Menurut WHO (1995), efek klinis dari silikosis yaitu: 2.3.3.1 Efek Silikosis

Silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan mungkin terjadi dalam 1-3 tahun. Pada pemeriksaan ditemukan pergerakan dada yang terbatas, sianosis serta ronki pada akhir inspirasi, dan dengan kelainan fungsi paru restriktif serta berkurangnya pertukaran gas. Radiografi memperlihatkan bayangan-bayangan perifer seperti kapas, yang secara bertahap mengeras dan menjadi linier. Seringkali bayangan-bayangan ini tidak diketahui bahkan pada saat otopsi, hal ini karena kematian makrofag dan reaksi selular seringkali terjadi dalam alveoli tanpa


(66)

pembentukan nodul-nodul tipikal. Partikel-partikel silika yang refraktil ganda sangat banyak dalam jaringan paru.

Dalam kondisi kerja sekarang ini, yaitu dengan tingkat paparan yang biasanya berlaku di negara-negara industri, maka silikosis baru timbul bertahun-tahun setelah paparan. Kecepatan perkembangan dan beratnya penyakit sangat bervariasi, keduanya tergantung pada tingkat paparan, aktivitas biologis debu dan ada tidaknya zat-zat yang memperlambat reaksi jaringan. Mula-mula, sebagian besar debu tersebut akan dibersihkan. Namun kemudian dengan rusaknya sistem limfatik dan kelenjar hilus, proporsi debu yang tertahan akan meningkat dan tempat kerusakan akan berpindah ke parenkim paru. Terbentuk nodul-nodul jaringan kolagen yang melingkar-lingkar mengelilingi agregat-agregat debu dan menarik pembuluh darah, limfe dan saluran napas kecil yang berdekatan, sehingga menyebabkan kerusakan iskemik paru dan pembentukan jaringan parut sekunder. Ini seringkali terjadi pada bagian atas atau tengah paru serta terlihat pada foto sinar-X sebagai bayangan tak teratur dengan koalesensi dan klasifikasi. Juga sering ditemukan klasifikasi kelenjar hilus yang membesar.

Tahap-tahap awal silikosis biasanya uji fungsi ventilasi dasar paru tetap dalam batas fisiologi normal. Pada tahap yang lebih lanjut timbul dispnea.

2.3.3.2 Silikosis dengan Tuberkulosis Paru

Para pekerja yang terpapar terhadap silika mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita tuberkulosis, suatu risiko yang meningkat dengan cepat dan permanen setelah timbulnya perubahan pada foto sinar-X. Agen infeksi biasanya adalah Mycobacterium tuberculosis, tetapi tipe lain (misal, M. Marinum


(67)

dan M. kansasii) dapat juga ikut bertanggung jawab. Risiko tersebut meningkat sesuai beratnya silikosis. Faktor-faktor yang mempermudah penyebaran tuberkulosis antara lain kondisi kerja yang padat sesak, gizi buruk, dan tingginya prevalensi infeksi dalam masyarakat.

Diperkirakan kerentanan yang meningkat terhadap tuberkulosis paru ini adalah akibat kerusakan yang ditimbulkan debu pada makrofag dan terhadap sistem limfatik dan kekebalan, yang normalnya melindungi terhadap tuberkulosis paru. Kecurigaan tuberkulosis pada silikosis harus muncul bila mendadak ada peningkatan gejala-gejala atau perubahan-perubahan foto sinar-X, demam, penurunan berat badan atau hemoptisis. Perkembangan perubahan sinar-X terus-menerus menjadi lebih cepat meskipun infeksinya sudah terkontrol. Petunjuk yang paling dapat dipercaya untuk diagnosis atau penyembuhan adalah biakan mikobakterium dalam sputum. Infeksi tuberkulosis terdahulu yang diobati ataupun tidak, dapat meningkatkan risiko dan beratnya silikosis.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Sistem Pernapasan 2.4.1 Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan. Menurut Suma’mur (2009), dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru pada karyawan.

Masa kerja dapat dikategorikan menjadi : 1. Masa kerja baru ( < 5 tahun )


(68)

2. Masa kerja lama ( ≥ 5 tahun )

Masa kerja 5 tahun potensial mendapat gangguan fungsi paru sebesar 8 kali lebih besar dibandingkan dengan masa kerja < 5 tahun . Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Semakin lama manusia terpapar debu di tempat kerja yang bisa dilihat dari lama bekerja maka debu kemungkinan besar akan tertimbun di paru-paru. Hal ini merupakan hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Lama bekerja bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan yang sering.

Menurut Kurniawidjaja (2010), apabila debu terhirup oleh para pekerja dalam jangka waktu yang lama dan dalam intensitas dan konsentrasi yang tinggi maka akan terjadi penimbunan atau pengendapan debu dalam jaringan paru-paru.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuma Anugrah pada tahun 2013 pada pekerja penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya bahwa dari 17 pekerja yang mempunyai masa kerja lama, sebanyak 10 pekerja atau 58,8% mengalami restriksi sedang. Dan dari 8 pekerja dengan masa kerja baru, 5 pekerja atau 62,5% mengalami restriksi ringan. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan divisi batu putih.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi tahun 2006 pada pekerja PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan menunjukkan responden dengan masa kerja lama mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 33 orang (63,5%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 19 orang (36,5%). Responden


(69)

dengan masa kerja baru mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 14 orang (35,9%) dan tidak mengalami gangguan fungsi paru 25 orang (64,1%). Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru.

2.4.2 Riwayat Pekerjaan Terdahulu

Adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumokoniosis. Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu tetap harus diperhitungkan karena dapat menghasilkan akumulasi dari inhalasi debu selama bekerja di tempat kerja yang lalu (Suma’mur, 2009).

Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu (Ikhsan, 2002).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Calvert et.al tahun 2003 yang menilai pajanan debu silika dari riwayat pekerjaan subjek yang meninggal karena tuberkulosis paru di 27 negara bagian di Amerika Serikat. Proporsi kasus tuberkulosis paru yang terpajan debu silika kategori sedang sampai tinggi pada penelitian tersebut adalah 16,5%.


(1)

2.3.1 Mekanisme Kerja Silikosis ... 23

2.3.1.1 Retensi ... 23

2.3.1.2 Eliminasi ... 24

2.3.2 Gejala Berdasarkan Stadium Silikosis ... 24

2.3.2.1 Stadium Pertama atau Ringan ... 24

2.3.2.2 Stadium Kedua atau Sedang ... 25

2.3.2.3 Stadium Ketiga atau Berat ... 25

2.3.3 Efek Klinis Silikosis ... 26

2.3.3.1 Efek Silikosis ... 26

2.3.3.2 Silikosis dengan Tuberkulosis Paru ... 27

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Sistem Pernapasan ... 28

2.4.1 Masa Kerja ... 28

2.4.2 Riwayat Pekerjaan Terdahulu ... 30

2.4.3 Kebiasaan Merokok ... 31

2.4.4 Bagian Kerja di Unit Batching Plant ... 32

2.5 Industri Pembuatan Beton ... 32

2.5.1 Bahan yang Digunakan ... 32

2.5.2 Proses Produksi ... 33

2.5.3 Unit Kerja ... 33

2.6 Kerangka Konsep ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel ... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Data Primer ... 37

3.4.2 Data Sekunder ... 39

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.5.1 Variabel Penelitian ... 39

3.5.2 Definisi Operasional Variabel ... 40

3.6 Metode Pengukuran ... 41

3.6.1 Gejala Gangguan Sistem Pernapasan ... 41

3.6.2 Masa Kerja ... 41

3.6.3 Riwayat Pekerjaan Terdahulu ... 41

3.6.4 Kebiasaan Merokok ... 42


(2)

3.7.1 Teknik Pengolahan Data ... 42

3.7.1.1 Menyunting data (data editing) ... 42

3.7.1.2 Mengkode data (data coding) ... 43

3.7.1.3 Memasukkan data (entry data ) ... 43

3.7.1.4 Membersihkan data (data cleaning) ... 43

3.7.2 Teknik Analisis Data ... 43

3.7.2.1 Analisa Univariat ... 43

3.7.2.2 Analisa Bivariat ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 45

4.1.1 Gambaran Umum PT. X Kabupaten Deli Serdang ... 45

4.1.2 Proses Kerja Unit Batching Plant... 45

4.2 Hasil Penelitian ... 46

4.2.1 Analisis Univariat ... 46

4.2.1.1 Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 48

4.2.1.2 Distribusi Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 48

4.2.2 Analisis Bivariat ... 49

4.2.2.1 Hubungan Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan Merokok dan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 52

5.1 Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 52


(3)

5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gejala Gangguan Sistem

Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2015 ... 56

5.5 Hubungan Bagian Kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1 Kesimpulan... 61

6.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63 DAFTAR LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ...40

Tabel 4.1 Distribusi Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit

Batching Plant PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun

2015...47 Tabel 4.2 Distribusi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan

Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT. X

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015...47

Tabel 4.3 Hubungan Masa Kerja, Riwayat Pekerjaan Terdahulu, Kebiasaan

Merokok dan Bagian kerja di Unit Batching Plant dengan Gejala

Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Unit Batching Plant PT.


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Area Kerja PT. X Kabupaten Deli Serdang...8

Gambar 2.1 Sistem Pernapasan pada Manusia ...14

Gambar 2.2 Hidung ...15

Gambar 2.3 Faring ...16

Gambar 2.4 Laring ...17

Gambar 2.5 Trakea ...18

Gambar 2.6 Bronkus ...19

Gambar 2.7 Paru ...20


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ...66

Lampiran 2. Master Data...70

Lampiran 3. Hasil Analisis Univariat Dan Bivariat...71