T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: PHK Karena Kesalahan Berat Studi Kasus Putusan Tingkat I Nomor 43PDT.SUS PHI2015PN.BDG dan Tingkat Kasasi Nomor PDT.SUSPHI2015 antara Heri Purnomo dan PT Mayora Indah TBK T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

A. Lahir dan Putusnya Hubungan Kerja
1.

Lahirnya Hubungan Kerja
Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja dan

pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di
mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha
menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar
upah.1 Di dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan
bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dengan pekerja.2 Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah.3 Hubungan kerja hanya ada jika salah satu pihak dalam
perjanjian yang dinamakan pengusaha dan pihak lainnya dinamakan pekerja atau
buruh. Digunakan hubungan perikatan sebagai hubungan kerja untuk menunjukan
bahwa terjadi hubungan hukum antara pengusaha dengan pekerja/buruh mengenai

kerja.4

1

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 1999, hal.88.
Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 50
3
UU No. 13 Tahun 2003, Pasal 1 diktum 15.
4
Jumiarti,Hukum ketenagakerjaan,Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya
Wacacana,2011,hlm.5.

2

1

Atas pemahaman tersebut dapat dilihat bahwa hubungan kerja dapat terjadi
akibat adanya perjanjian kerja baik perjanjian itu dibuat secara tertulis maupun
secara lisan. Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.13 tahun 2003, yang
dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat, hak, dan kewajiban
para pihak. Perjanjian harus memenuhi syarat yang diatur secara khusus dalam
Undang-Undang No.13 tahun 2003, pada Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang
Ketenagakerjaan , yang menyebutkan 4 dasar perjanjian kerja, yaitu:
1. Kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada syarat nomor 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif yang apabila tidak
dipenuhi maka perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya
kepada pihak yang berwenang. Sedangkan syarat 3 dan 4 apabila tidak terpenuhi
maka perjanjian tersebut batal demi hukum, tidak sah sama sekali. Pentingnya
perjanjian kerja sebagai dasar mengikatnya suatu hubungan hukum, yaitu
hubungan kerja, maka landasannya adalah ada tidaknya perjanjian kerja.5
Selain Perjanjian Kerja, yang menjadi instrumen dalam mengatur hak dan
kewajiban daripada pekerja maupun pengusaha adalah Peraturan Perusahaan dan
Perjanjian Kerja Bersama. Pengertian Peraturan Perusahaan berdasarkan Pasal 1
angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah


5

Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia,2010, hlm. 45.

2

peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan. Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan,
Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:
1. hak dan kewajiban pengusaha;
2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
3. syarat kerja;
4. tata tertib perusahaan; dan
5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Sedangkan pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Dalam Pasal 1 angka 21
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dikatakan PKB
adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja/Buruh
atau beberapa Serikat Pekerja/buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajban

kedua belah pihak.
Berkaitan mengenai kedudukan hukum PKB dalam hubungannya dengan
keabsahan suatu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang didasarkan pada PKB,
Pasal 127 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan sebagai berikut ;
1. Perjanjian kerja yang dibuat oleh Pengusaha dan Pekerja/Buruh tidak
boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama..
2. Dalam hal ketentuan dalam Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama, maka ketentuan

3

dalam Perjanjian Kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku
adalah ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama.
Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diatur dalam Pasal 124 (2)
Undang-Undang No.13 tahun 2003. Ketentuan dalam Peraturan Perusahaan tidak
boleh bertentangan, lebih rendah kualitas atau kuantitasnya dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Apabila ternyata bertentangan, yang berlaku
adalah ketentuan peraturan perundang-undangan (Asas Lex Superior Derogat Lex

Inferior).6 Jika bertentangan maka pada pada Ayat berikutnya (Ayat 3) dituliskan
bahwa dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2), maka
ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

2.

Putusnya Hubungan Kerja
a.

Sebab Putusnya Hubungan Kerja
Di tengah-tengah masa kerja kerap kali terjadi perselisihan hubungan

industrial, baik perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan antar
serikat pekerja/buruh maupun perselisihan pemutusan hubungan kerja
(PHK). Oleh karena itu, PHK bisa timbul karena adanya hubungan kerja
yang terjadi sebelumnya.7
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja menurut UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah pengakhiran hubungan kerja

6

Drs.Mohd.syaufii Syamsuddin, SH, MH., Norma perlindungan dalam hubungan
industrial,Jakarta;Sarana Bhakti Persada,2004,hlm 208.
7
Hartono Widodo, S.H. dan Judiantoro,S.H; Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan,Jakarta utara,CV.Rajawali,1989,hlm 23.

4

karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Pemutusan hubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan
sewenang-wenang, akan tetapi PHK hanya dapat dilakukan dengan alasanalasan tertentu setelah diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi. Dalam
Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 dinyatakan sebagai berikut:
1.

Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan
pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja.


2.

Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan
hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat

buruh

atau

dengan

pekerja/buruh

apabila

pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.

3.

Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2)
benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya
dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.

Berdasarkan ketentuan UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami
bahwa PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan sebuah
perusahaan.

5

Menurut Pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai
Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
1.

Pekerja meninggal dunia,


2.

Jangka waktu kontak kerja telah berakhir,

3.

Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap,

4.

Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dalam literatur Hukum Ketenagakerjaan dikenal ada beberapa jenis
PHK yaitu:
1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
Pengusaha


dapat

memutuskan

hubungan

kerja

terhadap

pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan
berat sebagai berikut:
a) Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang
dan/atau uang milik perusahaan;
b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan;
c) Mabuk, meminum-minuman keras yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya di lingkungan kerja;

d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

6

e) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi
teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan;
g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbukan
kerugian bagi perusahaan;
h) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Pasal 158
Ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).
Kesalahan berat yang dimaksud harus didukung dengan bukti yaitu:
Pekerja/buruh tertangkap tangan; Ada pengakuan dari pekerja/buruh
yang bersangkutan; Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat
oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan
didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

7

2. Pemutusan hubungan kerja oleh buruh/pekerja
Pekerja/buruh

dapat

mengajukan

permohonan

pemutusan

hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a) Menganiaya,

menghina

secara

kasar

atau

mengancam

pekerja/buruh;
b) Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan;
c) Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
d) Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada
pekerja/buruh;
e) Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksakan pekerjaan di
luar yang diperjanjikan; atau
f) Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan
tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja (Pasal 169
Ayat 1).
Pekerja /buruh dapat

mengakhiri

hubungan kerja dengan

melakukan pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu
meminta penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud di atas harus memenuhi syarat:

8

- Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;
- Tidak terikat dalam ikatan dinas;
- Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
3. Hubungan kerja putus demi hukum
Selain pemutusan kerja oleh pengusaha, buruh/pekerja, hubungan
kerja juga dapat putus/berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja
tersebut harus putus dengan sendirinya dan kepada buruh/pekerja,
pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga
yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 154 Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
a) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bila mana
telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara
tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja
sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama
kali;
c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan
dalam peerjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d) Pekerja/buruh meninggal dunia.

9

4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas
permintaan yang bersangkutan (majikan/buruh) berdasarkan alasan
penting. Alasan yang penting adalah disamping alasan mendesak juga
karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau
perubahan keadaan di mana pekerjaan yang dilakukan sedemikian
rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan
kerja.

b.

Prosedur PHK
Berikut adalah prosedur PHK menurut Undang-Undang No 13 Tahun

2003:
1. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan
pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 151 Ayat 1).
2. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan
hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat

buruh

atau

dengan

pekerja/buruh

apabila

pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh. (Pasal 151 Ayat 1).
3. Jika perundingan berhasil, membuat persetujuan bersama.

10

4. Jika tidak berhasil, pengusaha mengajukan permohonan penetapan
secara tertulis disertai dasar dan alasan- alasannya kepada
pengadilan hubungan industrial (Pasal 151 Ayat 3 dan Pasal 152
Ayat 1).
5. Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh
harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 Ayat 2).
6. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) berupa tindakan skorsing
kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan
hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hakhak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh (Pasal 155 Ayat 3).

c.

Hak-hak PHK
Dalam hal terjadi PHK, maka terdapat hak-hak yang harus dibayar

oleh pengusaha kepada pekerja ter-PHK. Hal ini diatur dalam Pasal 156
Ayat (1) Undang-Undang No.13 tahun 2003, yang berbunyi:
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Ketentuan mengenai besaran uang upah yang harus dibayar oleh
pengusaha, diatur dalam Pasal 156 Ayat (2), yaitu:
Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) paling
sedikit sebagai berikut:

11

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua)
tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat)
tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam)
tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Bagi pekerja yang telah bekerja selama tiga tahun atau lebih, berhak
mendapatkan uang penghargaan masa kerja, adapun besaran uang
penghargaan masa kerja ditetapkan dalam Pasal 156 Ayat (3), yaitu:
Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam)
tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua
belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15
(lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18
(delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21
(dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari
24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh )
bulan upah.
Pekerja yang terkena PHK juga berhak memperoleh uang penggantian
hak, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 156 Ayat (4), yang berbunyi:

12

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya
ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Hak lain yang dapat diterima oleh pekerja yang terkena PHK adalah
uang pisah. Uang pisah diberikan kepada pekerja bila hal tersebut telah
diatur dalam perjanjian kerja, PP dan PKB baik jumlah maupun
pelaksanaannya. Pekerja yang berhak mendapatkan uang pisah yaitu:8
a. Pekerja yang mengundurkan diri dan tugas serta fungsinya tidak
mewakili kepetingan pengusaha secara langsung.
b. Pekerja yang melakukan kesalahan berat.
c. Pekerja yang mangkir selama lima hari secara berturut-turut tanpa
pemberitahuan tertulis dengan bukti yang sah.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak
perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi sebagai
berikut:
1.

Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri.
Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak
berhak mendapat uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat
2. Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat 3 tetapi

8

Libertus Jehani, Hak-hak Pekerja Bila di-PHK, Tangerang, Agromedia Pustaka 2006, hlm 39

13

berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali
ketentuan Pasal 156 Ayat 4.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak
tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan
30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut
hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau
mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang
pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara
pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.
2.

Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena
berakhirnya hubungan kerja.
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa
kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat 2 dan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat 3 juga
uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 Ayat 4.

3.

Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha
dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau
peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud
adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan
jumlah tahun masa kerja. Pekerja berhak mendapat uang

14

pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 Ayat 2 dan uang
penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 Ayat 4 tetapi
tidak berhak mendapat uang pisah.
4.

Pekerja melakukan kesalahan berat
Diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang No. 13 tahun 2003, yang

dimaksud pekerja yang melakukan kesalhan berat adalah:
-

-

-

Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan
barang dan atau uang milik perusahan.
Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahan.
Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya,
dilingkungan kerja.
Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi,
teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.
Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.
Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang
diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pekerja

yang diputuskan

hubungan

kerjanya

berdasarkan

kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang
bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan
perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga
diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Akan tetapi, kemudian ada putusan Mahkamah Konstitusi (untuk

15

selanjutnya disingkat MK) yang membatalkan Pasal 158 UndangUndang No. 13 tahun 2003 tersebut yaitu Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tahun 2009 karena dianggap
telah bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, serta
melanggar azas praduga tidak bersalah (presumtion of innocence) dan
kesamaan di depan hukum sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.9
Berdasarkan putusan MK tersebut Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Menakertrans No. SE13/MEN/SJ-HK/I/2005

tertanggal

7

Januari

2005

(SE

MENAKERTRANS). SE Menakertrans ini menegaskan bahwa jika
pengusaha hendak melakukan PHK karena pekerja melakukan
kesalahan berat, harus ada putusan hakim pidana yang berkekuatan
hukum tetap terlebih dahulu. Sehingga, harus dibuktikan terlebih dulu
kesalahannya melalui mekanisme peradilan pidana. Pada poin ke-4
tertulis Dalam hal terdapat " alasan mendesak " yang mengakibatkan
tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan, maka pengusaha
dapat menempuh upaya penyelesaian melalui lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Pada Pasal 158 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 mengatur
tentang ketentuan PHK karena kesalahan berat seperti yang sudah
penulis paparkan di atas, namun hak PHK yang seharusnya diterima
pada pekerja yang terkena PHK karena kesalahan berat diatur dalam
9

Ja i a persa aa di depa huku terdapat dala Pasal ayat UUD
“egala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Juga dala Pasal D ayat UUD
, “etiap ora g berhak atas pe gakua , ja i a ,
perlindungan, dan kepastia huku ya g adil serta perlakua ya g sa a di hadapa huku .

16

Pasal 158 Ayat (3 & 4) sebelum perubahan dari putusan MK dan SE
MENEKETRANS, yaitu:
Ayat 3: “Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan
alasan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dapat memperoleh
uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 Ayat
(4).”
Ayat 4: “Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha
secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan
Pasal 156 Ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.”

5.

Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan
pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam
ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja
atau buruh uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ditambah uang pengganti hak. Untuk Pemutusan Hubungan Kerja
ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga Penyelesaian
Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan
perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan
tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.

6.

Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian.
Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami
kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan
dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.
Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan

17

laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang
pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.
7.

Pekerja mangkir terus menerus.
Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja
tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis
yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2
kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi
seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan
dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak
masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja
masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan
dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di
alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat
yang dicatatkan pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir, berhak menerima uang
pengganti

hak

pelaksanaannya

dan

uang

diatur

pisah

dalam

yang

Perjanjian

besarnya
kerja,

dalam

Peraturan

Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
8.

Pekerja meninggal dunia
Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal
dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang
besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa
kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris

18

janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada
keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur dalam
perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.
9.

Pekerja melakukan pelanggaran.
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan
perusahaan

yang

berupa

perjanjian

kerja

,

peraturan

perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh
perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat
pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan
kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan
perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak
diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah
satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi
yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang
berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis
dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masingmasing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga
apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturutturut dalam 6

bulan terhadap pelanggaran yang sama maka

berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang
ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan
pemutusan

hubungan

19

kerja.

Perusahaan

Berkewajiban

memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan
masa kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang
besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.
10. Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan
kepemilikan.
Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan
tersebut di atas maka :
- Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya,
pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai
ketentuan Pasal 156 Ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja
1 kali sesuai Pasal 156 Ayat 3 dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat 4 dan tidak berhak
mendapatkan uang pisah.
- Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya
maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali
ketentuan Pasal 156 Ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja
Pasal 156 Ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 Ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.
11. Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi.
Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi
maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan
Pasal 156 Ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 Ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali

20

ketentuan Pasal 156 Ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang
pisah.
Mengenai pengertian “alasan mendesak” dalam yang terdapat
dalam ketentuan PHK karena kesalahan berat, tidak dijelaskan secara
rinci mengenai apa yang dimaksud dalam keadaan dimana dapat
digunakan alasan mendesak. Jika mengacu pada alasan mendesak
yang diatur dalam Pasal 1603 huruf o Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, maka diatur demikian:
Bagi majikan, yang dipandang sebagai alasan-alasan mendesak dalam
arti Pasal yang lalu adalah perbuatan-perbuatan, sifat-sifat atau sikap
buruh yang sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan, bahwa tidak
pantaslah majikan diharapkan untuk meneruskan hubungan kerja.
Alasan-alasan mendesak dapat dianggap ada, antara lain;
1.

jika buruh, waktu mengadakan perjanjian, mengelabui
majikan dengan memperlihatkan surat-surat yang palsu atau
dipalsukan, atau sengaja memberikan penjelasan-penjelasan
palsu kepada majikan mengenai cara berakhirnya hubungan
kerja yang lama;

2.

jika

ia

ternyata

tidak

mempunyai

kemampuan

atau

kesanggupan sedikit pun untuk pekerjaan yang telah
dijanjikannya;
3.

jika ia, meskipun telah diperingatkan, masih mengikuti
kesukaannya minum sampai mabuk, mengisap madat di luar
atau suka melakukan perbuatan buruk lain;

21

4.

jika ia melakukan pencurian, penggelapan, penipuan atau
kejahatan lainnya yang mengakibatkan ia tidak lagi mendapat
kepercayaan dari majikan;

5.

jika ia menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan
ancaman yang membahayakan majikan, anggota keluarga
atau anggota rumah tangga majikan atau teman sekerjanya;

6.

jika ia membujuk atau mencoba membujuk majikan, anggota
keluarga atau anggota rumah tangga majikan, atau teman
sekerjanya, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan;

7.

jika ia dengan sengaja atau meskipun telah diperingatkan,
dengan sembrono merusak milik majikan atau menimbulkan
bahaya yang sungguh-sungguh mengancam milik majikan
itu;

8.

jika ia dengan sengaja atau meskipun telah diperingatkan
dengan sembrono menempatkan dirinya sendiri atau orang
lain dalam keadaan terancam bahaya besar;

9.

jika mengumumkan seluk beluk rumah tangga atau
perusahaan majikan, yang seharusnya Ia rahasiakan;

10. jika ia bersikeras menolak memenuhi perintah-perintah wajar
yang diberikan oleh atau atas nama majikan;
11. jika ia dengan cara lain terlalu melalaikan kewajibankewajiban yang dibebankan kepadanya oleh perjanjian;

22

12. jika ia karena sengaja atau sembrono menjadi tidak mampu
melakukan pekerjaan yang dijanjikan. Janji-janji yang
menyerahkan keputusan ke tangan majikan mengenai adanya
alasan memaksa dalam arti Pasal 1603 n, adalah batal.

B.

HASIL PENELITIAN
1.

Posisi Kasus
Heri Purnomo adalah pekerja dari PT. Mayora Indah TBK, bekerja pada

bagian Prod.Biscuit-Technical, kebangsaan Indonesia, bertempat tinggal di Perum
Hasta Graha Blok 14/4, RT.002/RW.039,Kelurahan Wanasari, Kecamatan
Cibitung, Kabupaten Bekasi.
Pada tanggal 12 Juni 2014, Heri Purnomo tidak berada di tempat kerja tanpa
seijin atasan yang berwenang, hingga pihak perusahaan memanggil Heri Purnomo
untuk membicarakan permasalahan tersebut. Heri Purnomo menyatakan tidak
berada berada di tempat kerja, namun di tempat lain yang masih dalam lingkungan
perusahaan, dalam hal ini Heri Purnomo menyatakan masuk kerja. Atas
perbuatannya tersebut Heri Purnomo dilarang masuk oleh pihak perusahaan secara
lisan yang setelahnya Heri Purnomo juga dikenai pembebasan tugas (skorsing)
melalui surat Nomor: 325/MYR/HRDA/1/2014.
Setelah sanksi dipenuhi, Heri Purnomo kembali bekerja. Namun dari pihak
perusahaan tidak mengijinkan Heri Purnomo untuk masuk dan dikirimkanlah
surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menyatakan bahwa Heri Purnomo
telah melakukan pelanggaran berat sesuai dengan PKB Pasal 62 huruf b, yaitu

23

memberikan

keterangan

palsu

yang

dipalsukan

sehingga

merugikan

Perusahaan/kepentingan Negara.
Heri Purnomo tidak mau menerima keputusan PHK tersebut, karena
seharusnya jika tidak berada di tempat kerja tanpa seijin atasan yang berwenang
hanya diberikan sanksi teguran lisan berdasarkan PKB PT. Mayora Indah Tbk
Pasal 62 huruf b yaitu “memberikan keterangan palsu yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan/kepentingan Negara” . Namun perusahaan memiliki alasan
melakukan PHK atas dasar pelanggaran berat, yaitu keterangan saksi pegawai lain
yang mengetahui bahwa Heri Purnomo ternyata datang melakukan absen masuk
lalu pergi dengan alasan yang disampaikan kepada rekan kerjanya akan mengantar
isteri, dan hingga jam pulang kerja Heri Purnomo baru kembali untuk melakukan
absen pulang. Hal tersebut diperkuat dengan adanya rekaman CCTV, beserta data
absen yang memang benar Heri Purnomo melakukan absen masuk dan pulang.
Heri Purnomo menyatakan bahwa sesuai dengan Putusan MK yang menguji
Pasal 158 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 beserta Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (MENAKERTRANS), bahwa seharusnya PHK
karena kesalahan berat harus ada penetapan terlebih dahulu mengenai kesalahan
pidananya oleh Hakim Pidana.
Heri Purnomo telah mengajukan proses Mediasi kepada Dinas Tenaga Kerja
Bekasi. Namun pihak perusaaan tidak mengindahkan proses mediasi beserta
anjuran dari mediator. Atas dasar tersebut Heri Purnomo akhirnya mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang
kemudian akan di-paparkan isi gugatan, putusan tingkat I dan Kasasi, serta
pertimbangan Hakim.

24

2.

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Tingkat I No.
43/PDT.SUS-PHI/2015/PN.BDG
Pada Tingkat I Heri Purnomo selaku penggugat dan PT. Mayora Indah Tbk

sebagai tergugat. Isi gugatan pada tingkat pertama yaitu sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan Tergugat dalam memutuskan hubungan kerja terhadap
Penggugat tanpa terlebih dahulu memperoleh Penetapan dari Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3. Menyatakan Surat Pemutusan Hubungan Kerja No. 022/MYR-CBT/HRDPHK/ VII/2014, tanggal 7 Juli 2014 adalah TIDAK SAH DAN BATAL
DEMI HUKUM;
4. Alasan Tergugat yang menyatakan Penggugat melakukan kesalahan berat
adalah tidak sah dikarenakan Tergugat tidak mempunyai putusan Hakim
Pidana terhadap kesalahan berat tersebut;
5. Mewajibkan Tergugat untuk memberikan Teguran Lisan terhadap
Penggugat;
6. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dan Tergugat tidak
Terputus;
7. Mewajibkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali Penggugat pada
bagian, jabatan dan posisi semula;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar upah proses kepada Penggugat
sejak periode upah bulan Juli 2014 sampai dengan adanya putusan yang
telah mempunyai berkekuatan hukum tetap dan rnengikat sebesar Rp.

25

2.922.017,- (dua juta sembilan ratus dua puluh dua ribu tujuh belas rupiah)
untuk setiap bulannya;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar keterlambatan upah kepada
Penggugat sebesar Rp. 11.688.068 ( Sebelas juta enam ratus delapan puluh
delepan ribu enam puluh delepan rupiah )
10. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat.

Dari isi gugatan tersebut, dalam putusan Tingkat I hakim memutuskan
sebagai berikut:
1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat HERI PURNOMO
dengan Tergugat PT. MAYORA INDAH Tbk didasarkan pada Pasal 62
huruf b Perjanjian Kerja Bersama PT. MAYORA INDAH Tbk periode
2011-2013 terhitung tanggal 7 Juli 2014;
3. Menghukum Tergugat membayar Upah Pisah 2(dua) bulan upah dan upah
proses selama 3 bulan (bulan April, Mei, Juni 20110) seluruhnya
berjumlahRp.8.449.000,- (delapan juta empat ratus empat puluh sembilan
ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
5. Membebankan biaya perkara kepada negara sebesar Rp. 619.000,- (enam
ratus sembilan belas ribu rupiah);
Dasar pertimbangan Hakim dari hasil putusan yang menyatakan PHK serta
menentukan hak penggantian hak tersebut di atas adalah bahwa Perjanjian Kerja
Bersama antara PT. Mayora Indah, Tbk dan PB GSPB dan PUK GSPMII periode

26

2011-2013 dibuat telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata Jo
1338 KUH-Perdata ”karena semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”,dengan demikian
Perjanjian Kerja Bersama kedudukannya sama dengan Undang-Undang sehingga
wajib ditaati.
Dan telah terbukti Penggugat melanggar melakukan kesalahan berat yaitu
Pasal 62 huruf b Perjanjian Kerja Bersama periode 2011-2013 dengan demikian
terhadap kesalahan Penggugat tidak berpedoman pada putusan Mahkamah
Konstitusi perkara No. 012/PUU-I/2013 tanggal 28 Oktober 2004 (bukti P-5) Jo
Surat Edaran MENAKERTRANS RI. Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yaitu pemutusan
hubungan kerja karena kesalahan berat harus ada putusan dari Hakim Pidana
karena tentang kesalahan berat telah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama yang
merupakan undang-undang bagi Kedua belah pihak.
Majelis Hakim berpendapat karena Penggugat karena telah terbukti
melakukan kesalahan berat sehingga haruslah diputuskan hubungan kerjanya
dengan alasan mendesak” Jo 1603 huruf O 1o KUH-Pdt menyebutkan : “bagi
majikan dianggap sebagai alasan-alasan mendesak dalam arti Pasal lalu
perbuatan-perbuatan sifat atau tingkah laku si buruh yang demikian hingga
karenanya dari pihak majikan tidak sepatutnya dapat diminta untuk meneruskan
perhubungan kerjanya yaitu : “ apabila si buruh pada waktu menutup persetujuan
telah menyesatkan si majikan dengan memperlihatkan surat-suarat pernyataan
yang palsu atau dipalsukan , atau kepada si majikan ini dengan sengaja telah

27

memberikan keterangan palsu tentang tata cara bagaimana perhubungan kerja
yang lama telah berakhir ”, dengan demikian Surat
Dalam hal penggantian hak, Majelis Hakim menimbang karena dalam PKB
tidak mengatur tentang hak-hak penggugat yang di PHK karena kesalahan berat,
maka didasarkan pada keadilan dan kepatutan dengan penggugat telah lama
bekerja dan sudah banyak memberikan kontribusi tenaga dalam pekerjaannya
maka Majelis Hakim memutuskan untuk diberikan uang pisah kepada penggugat
sebesar 2 bulan upah dan upah proses selama 3 bulan yang dihitung 5 x Rp.
1.689.800,- = Rp. 8.449.000,-

3.

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Tingkat Kasasi No.
656 K/Pdt.Sus-PHI/2015
Heri Purnomo melalui kuasa hukumnya untuk selanjutnya mengajukan

Kasasi atas keberatan-keberatannya. Dalam tingkat Kasasi, isi keberatankeberatan Heri Purnomo adalah:
1. Hakim telah salah menerapkan hukum karena telah memberikan
pertimbangan hukum secara tidak seksama mengenai tanggal, bulan, tahun
berakhirnya hubungan kerja, sehingga membingungkan pemohon Kasasi,
sehingga memohon dilakukan pembatalan putusan.
2. Majelis Hakim salah menerapkan Hukum yang membingungkan pemohon
Kasasi, yaitu dalam halaman 27 paragraf ke – 2 Majelis Hakim
berpendapat bahwa penggugat terbukti melakukan kesalahan berat
sehingga harus diputus hubungan kerjanya dengan alasan mendesak “Jo
1603 Huruf O 1o KUH-Pdt....Dst”. Namun dalam halaman 28 paragraf ke-

28

3 Majelis Hakim menggunakan dasar PHK dengan alasan karena terbukti
melanggar Pasal 62 huruf f PKB.
3. Hakim telah salah menerapkan Hukum, karena dalam 64 Ayat 2 PKB PT.
Mayora Indah Tbk berbunyi:
“setiap pemutusan hubungan kerja harus mendapatkan ijin dari PHI atau
instansi yang berwenang untuk Pemutusan Hubungan Kerja, kecuali:
a. Pekerja dalam masa percobaan,
b. Pekerja mengundurkan diri,
c. Pekerja meninggal dunia,
d. Pekerja telah mencapai usia pensiun.
Putusan Hakim juga melanggar ketentuan Pasal 151 Ayat (3) jo Pasal 155
Ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4. Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum karena telah memberikan
pertimbangan hukum yang tidak seksama/cermat: mengenai Upah
Penggugat, sungguh sangat membingungkan Pemohon Kasasi. Semula
Penggugat.Sebagaimana tertulis di dalam dalil gugatan Penggugat nomor
1: Upah Penggugat Heri Purnomo pada bulan Juni 2014 sebesar
Rp2.922.017,00 Bukti P -1 Photo Copy Slip gaji Heri Purnomo Bulan Juni
2014. Dalam Pertimbangan Hukumnya di halaman 28 Paragraf ke 2,
yakni: “…Uang pisah sebesar 2 bulan upah dan upah proses selama 3
bulan (bulan April, Mei, Juni 2011 yang dihitung 5 x Rp1.689.800,00 =
Rp8.449.000,00 (delapan juta empat ratus empat puluh Sembilan ribu
delapan ratus rupiah)…Dst;

29

Dalam Tingkat Kasasi Majelis Hakim memutuskan untuk mengabulkan
gugatan penggugat untuk sebagian. Putusan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan hubugan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus
karena PHK;
2. MenghukumTergugat untuk membayar uang konpensasi PHK secara tunai
dan sekaligus sebesar Rp. 56.687.129,8 (lima puluh enam juta enam ratus
delapan puluh tujuh ribu seratus dua puluh sembilan koma delapan
rupiah);
3. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Hakim yang menjadi dasar
lahirnya putusan tersebut adalah bahwa Pemohon Kasasi/Pengugat telah
melakukan pelanggaran disiplin karena mengisi absen masuk dan juga mengisi
absen pulang pada tanggal 12 Juni 2014 padahal sebenarnya Pemohon
Kasasi/Pengugat tidak hadir kerja, hal ini merupakan pelanggaran berat
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 Ayat (1) dan Pasal 62 Ayat (2) huruf b,
PKB PT Mayora Indah Tbk. yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan
kerja; Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Termohon Kasasi/Tergugat
dapat melakukan PHK kepada Pemohon Kasasi/Penggugat dengan kewajiban
kepada Termohon Kasasi/Tergugat untuk memberikan konpensasi sebagaimana
diatur dalam Pasal 161 Ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

30

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut cukup beralasan menghukum
Termohon Kasasi/Tergugat untuk membayar pesangon dengan perincian sebagai
berikut:
 Uang pesangon 1 x 9 x Rp2.922.017,00 = Rp26.298.153,00

 Uang Penghargaan Masas Kerja 7 x Rp2.922.017,00 = Rp20.454.119,00
 Uang Peneggantian Hak, dll

(15% (Rp26.298.153,00 + Rp20.454.119,00) = Rp7.012.840.8
 Upah Skorsing bulan Juli 2014 Rp2.922.017,00 = Rp2.922.017,00
 Total = Rp56.687.129.8

(lima puluh enam juta enam ratus delapan puluh tujuh ribu seratus dua puluh
sembilan koma delapan rupiah);
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung
berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan Kasasi dari
Pemohon Kasasi Heri Purnomo tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 43/Pdt.SusPHI/2015/PN Bdg., tanggal 9 Juni 2015 selanjutnya Mahkamah Agung akan
mengadili sendiri.

C. ANALISIS
1.

Putusan Tingkat I No. 43/PDT.SUS-PHI/2015/PN.BDG
Heri Purnomo yang tidak masuk kerja namun mengatakan masuk, dan telah

melakukan absen masuk dan pulang kerja, padahal tidak ada bentuk kegiatan kerja
yang dilakukannya dimana hal tersebut menjadi tanggungjawabnya sebagai
pekerja. Jika PT. Mayora Indah Tbk melakukan PHK terhadap Heri Purnomo,

31

dapat

dilihat pada Pasal 158 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 yang

menyatakan bahwa, Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat, yang
pada huruf b dikatakan: “memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahaan”. Dari pengaturan tersebut jelas apa yang
dilakukan Heri Purnomo dapat dikatakan melakukan kesalahan berat.
Dalam posisi kasus, pihak perusahaan melakukan PHK berdasarkan
pelanggaran berat yang diatur dalam PKB PT. Mayora Indah Tbk Pasal 62 huruf
b, yang jika dilihat isinya sama dengan ketentuan pada Pasal 158 Undang-Undang
No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hal ini tentu dapat menjadi dasar
dilakukannya PHK, karena sesuai yang diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang
No. 13 tahun 2003 yang mengatur tentang ketentuan yang dapat mengakibatkan
perjajian kerja dapat berakhir, pada poin ke-4 dikatakan: “Adanya keadaan atau
kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja.” Namun perlu diperhatikan kembali pada Pasal 124 (2) Undang-Undang
No.13 tahun 2003 dikatakan bahwa “Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Jika bertentangan maka pada pada Ayat berikutnya (Ayat 3) dituliskan bahwa
dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2), maka ketentuan
yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.

32

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa Pasal 158 UndangUndang No. 13 tahun 2003 telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam
putusan No. 012/PPU-1/2003 perihal Pengusaha yang melakukan PHK terhadap
pekerja yang melakukan kesalahan berat dianggap melanggar asas praduga tak
bersalah. Kemudian berdasarkan Putusan MK tersebut, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi

(MENAKERTRANS)

menertbitkan

Surat

Edaran

MENAKERTRANS No. 13/Men/SJ-HK/I/2005, yang menyatakan bahwa jika
pengusaha akan melakukan PHK dengan dasar kesalahan berat maka dapat
dilakukan setelah ada putusan pidana yang memiliki hukum tetap.
Pada putusan pertama Majelis Hakim juga menggunakan dasar bahwa Pasal
1320 Jo 1338 KUH Perdata yang menjadi dasar untuk menyatakan bahwa
perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai UndangUndang dan mengikat. Jika dengan dasar Pasal tersebut maka memang dapat
dikatakan PKB PT Mayora Indah Tbk memiliki kekuatan untuk menjatuhkan
hukuman PHK pada Heri Purnomo. Namun perlu diingat bahwa dengan asas Lex
Specialist Derogat Lex Generalist,maka Udang-Undang No.13 Tahun 2013

tentang ketenagakerjaan lebih memiliki kekuatan dibanding ketentuan dalam
Pasal 1320 Jo 1338 KUH Perdata, karena peraturan yang dibuat khusus
mengesampingkan peraturan umum. Maka hal ini kembali membuktikan
ketentuan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 pada ketentuan kesalahan
berat yang digantikan dengan keputusan MK dalam kasus ini yang sebenarnya
tepat diterapkan, yaitu dengan membuktikan kesalahan Pidananya terlebih dahulu.
Jika melihat dasar PHK pengusaha menggunakan PKB, maka perlu dilihat
bahwa ketentuan dalam PHK

perihal PHK karena kesalahan berat adalah

33

bertentangan dengan Putusan MK No. 012/PPU-1/2003. Bahwa dalam PKB
perusahaan berhak melakukan PHK atas kesalahan berat tanpa melakukan
pembuktian kesalahan pidana dengan keputusan berkekuatan hukum tetap, namun
dalam Putusan MK menyatakan harus terlebih dahulu membuktikannya dengan
keputusan Hakim Pidana. Maka sesuai dengan Pasal 124 Ayat (2 & 3) UndangUndang No. 13 tahun 2003, seharusnya ketentuan dalam PKB PT. Mayora Indah
Tbk yang mengatur hal tersebut adalah batal demi Hukum dan perusahaan tidak
dapat langsung melakukan PHK terhadap Pekerja. Bilamana ingin tetap
melakukan PHK maka Putusan MK-lah yang berlaku, yaitu pengusaha harus
melalui proses pembuktian kesalahan pidana daripada pekerja dengan keputusan
pidana yang berkekuatan Hukum tetap.
PKB daripada PT. Mayora Indah Tbk yang digunakan tersebut adalah PKB
periode yang berlaku untuk 2011-2013, dimana perubahan pada Pasal 158 sudah
terjadi, sehingga seharusnya PKB menyesuaikan dengan Peraturan PerundangUndangan yang ada atau yang bersifat menggantinya. Jika ada peraturan seperti
yang ada dalam PKB yang melakukan PHK tanpa terlebih dahulu membuktikan
kesalahan Pidananya, maka hal tersebut adalah suatu bentuk kesewenangwenangan daripada pengusaha. Kembali lagi melalui dasar MK menguji Pasal 158
adalah karena adanya pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah jika
pengusaha melakukakan PHK atas dasar kesalahan berat tanpa membuktikan
kesalahan pidananya melalui keputusan Hakim Pidana yang berkekuatan Hukum
tetap. Sehingga menurut penulis tidaklah sah jika Heri Purnomo di PHK karena
kesalahan berat berdasarkan PKB PT Mayora Tbk.

34

Besaran hak-hak dalam Putusan Tingkat I terdapat kesalahan pertimbangan
oleh Majelis Hakim. Dalam penulisan nominal gaji pokok per-bulan daripada
penggugat yang seharusnya benar dicantumkan pada awal penulisan duduk
perkara sebesar Rp. 2.922.017,-, namun pada pertimbangan Hakim dituliskan
sebesar Rp. 1.689.800,-. Sehingga hal tersebut sudahlah salah jika dilanjut dalam
perhitungan hak-hak PHK, dan merugikan penggugat.
Majelis Hakim meberikan hak-hak dengan uang pisah. Penulis tidak setuju
dengan pertimbangan keputusan Hakim. Menurut pendapat penulis sesuai yang
telah disampaikan juga bahwa Pasal 158 sudah tidak digunakan sebagai acuan
lagi. Namun perlu diperhatikan berkaitan dengan tidak ada diaturnya dalam
perubahan yang baru mengenai hak-hak PHK karena kesalahan berat, maka
peraturan dalam 158 Ayat (3) dan (4) dapat diterapkan hingga ada peraturan
Hukum yang lebih jelas mengaturnya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kekosongan peraturan Peundang-Undangan. Hal ini berkaitan agar Putusan Hakim
mengenai PHK karena kesalahan berat agar tidak ada perbedaan pertimbangan
Hukum perihal hak-hak dan menimbulkan ketidakadilan antara kasus satu dengan
yang lainnya. Maka penulis berpendapat bahwa hak hak-hak PHK yang layak
diterima bagi pekerja yang melakukan kesalahan berat adalah:
- Uang penggantian meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan kelu

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25