Pola Kepekaan Bakteri Penyebab Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di ICU RSUP H. Adam Malik Periode Juli-Desember 2014

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Infeksi nosokomial sering terjadi pada pasien-pasien yang dirawat di

Intensive Care Unit (ICU), khususnya pada pasien yang memakai alat bantuan
medis. Secara umum, infeksi nosokomial yang paling banyak ditemukan pada
pasien yang memakai alat bantuan medis adalah pneumonia (Geffers dan
Gastmeier, 2011). Menurut survei yang dilaporkan oleh PAPDI (2009),
pneumonia terbanyak yang didapat di rumah sakit khususnya di Intensive Care
Unit (ICU) adalah Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan secara global terutama pada negara-negara berkembang. Hal
ini terjadi karena VAP lebih sering didapat pada pasien-pasien yang memakai
ventilator yang pada umumnya disertai dengan penurunan daya tahan tubuh (UluKilic et al, 2013). Prevalensi VAP di dunia cukup tinggi, yaitu 22,8% dengan
20% diantaranya meninggal di rumah sakit (Eggimann, 2010) sedangkan di

Indonesia sendiri, belum ada penelitian yang akurat untuk menilai prevalensi
VAP. Adapun penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui prevalensi
VAP adalah penelitian Rosa, Y. (2007) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) dengan hasil pasien yang
mengalami VAP adalah 36%. Mortalitas VAP ternyata 24-72% lebih besar
dibandingkan dengan pneumonia nosokomial lainnya (Chi et al, 2012). VAP yang
tidak tertangani dengan tepat dapat meningkatkan tingkat morbiditas dan
mortalitas, memperpanjang lama rawat inap, dan memperbesar biaya pengobatan
(Alp Emine, 2006).
VAP adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan
intubasi endotrakeal (PDPI, 2003). Sebagian besar VAP diawali dengan aspirasi
organisme orofaring yang masuk ke dalam bronkus distal dan disana organisme
tersebut membentuk biofilm diikuti dengan proliferasi dan invasi bakteri pada
parenkim paru (Hunter, 2006). Dalam keadaan normal, air liur manusia yang

2

mengandung immunoglobulin dan fibronektin akan menjaga keseimbangan
organisme di dalam mulut. Dalam keadaan patologis, keseimbangan tersebut
dapat berubah dari yang awalnya didominasi oleh Streptococcus viridans dan

Haemophilus sp. menjadi basil Gram negatif aerobik dan Staphylococcus aureus
(Widyaningsih, 2012).
Secara umum VAP disebabkan oleh bakteri basil Gram negatif aerob,
namun pola bakteri penyebab VAP bervariasi di setiap negara bahkan di setiap
rumah sakit. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
Dr.Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) tahun 2003-2006 mengurutkan bakteribakteri penyebab VAP sebagai berikut :Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella
pneumonia, Acinobacter anitratus, Staphylococcus aureus dan Enterobacter
aerogenes. Sedangkan dalam penelitian di ICU Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Dr. Soetomo Surabaya (2013), bakteri terbanyak yang ditemukan pada
spesimen sputum dan darah berturut-turut adalah Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus.
Pola bakteri dan pola kepekaan bakteri penyebab VAP juga terus berubah
seiring berjalannya waktu. Data yang terkumpul dari ICU RSUPNCM dalam
jangka waktu 2003-2004 menunjukkan perbedaan pola dari 5 bakteri penyebab
VAP teratas (Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
anitratus, dan Enterobacter aerogenes) dengan data pada tahun 2005-2006
(Anandita, 2009). Dari penelitian yang sama, ditemukan bahwa pola kepekaan
kelima bakteri tersebut terhadap berbagai antibiotik mengalami perubahan.
Contohnya resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap gentamicin mengalami
penurunan dari 59,10% menjadi 33,33% sedangkan resistensi bakteri tersebut

terhadap tirkacilin mengalami peningkatan dari 61,9% menjadi 98,4%. Perubahan
pola kepekaan ini juga dialami bakteri-bakteri yang lain seperti Klebsiella
pneumonia, Acinobacter anitratus, Staphylococcus aureus dan Enterobacter
aerogenes.
Sama halnya dengan pola bakteri, pola kepekaan bakteri penyebab VAP
juga bervariasi di tempat yang berbeda. Penelitian di RSAB Harapan Kita (2012)
mencatat bakteri penyebab VAP di rumah sakit tersebut memiliki sensitivitas

3

terbesar terhadap ceftazidime, diikuti amikacin serta netilmicin. Penelitian di
Instalansi Rawat Intensif Anak (IRIA) RSUP Dr.Sardjito (2012) mencatat
antibiotik yang masih cukup peka berturut-turut dari kepekaannya yang paling
banyak adalah imipenem, amikacin, fosfomycin, netilmicin, dan gentamicin.
Sedangkan penelitian di ICU RSUD Dr. Soetomo Surabaya (2013) mencatat
Piperacillin-tazobactam, Cefoperazon-sulbactam, Meropenem, Tobramycin, dan
Levofloxacin sebagai antibiotik dengan sensitivitas yang tinggi.
VAP dibagi menjadi early onset (awitan dini) yang terjadi dalam 96 jam
pertama setelah pemberian ventilasi mekanis dan late onset (awitan lambat) yang
terjadi lebih dari 96 jam setelah pemberian ventilasi mekanis (Hunter, 2006). Pola

bakteri penyebab VAP dan pola kepekaannya terhadap antibiotik dapat berbeda
pada VAP awitan dini dan lambat (Restrepo et al, 2013).
Menurut American Thoracic Society (2005), pemberian terapi antibiotik
yang adekuat sangat dibutuhkan segera setelah gejala-gejala VAP muncul.
Antibiotik yang tidak adekuat dan penundaan pemberian antibiotik akan
memperburuk prognosis dan meningkatkan angka mortalitas pasien VAP.
Pemberian terapi empiris pada pasien yang diduga VAP sangat diperlukan
sebelum didapatkannya hasil kultur dan uji kepekaan. Selain biaya, ketersediaan
obat dan formularium setempat, hal terpenting yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan antibiotik sebagai terapi empirik adalah data terkini pola kepekaan
bakteri setempat. Hal ini disebabkan pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik
dapat berbeda di setiap rumah sakit dan dapat berubah pada setiap periode waktu
tertentu.RSUP H. Adam Malik merupakan pusat rujukan tertinggi di Sumatera
Utara namun informasi tentang pola kepekaan bakteri penyebab VAP terhadap
antibiotik masih terbatas di RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh karena itu, perlu
dikaji secara akurat pola kepekaan bakteri penyebab VAP untuk memilih
antibiotik yang tepat sebagai terapi empirik VAP.

4


1.2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah pola bakteri penyebab Ventilator
Associated Pneumonia (VAP) dan pola kepekaannya terhadap antibiotik di ICU
RSUP H. Adam Malik periode Juli-Desember 2014?”

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pola kepekaan bakteri penyebab Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) terhadap antibiotik di ICU RSUP H. Adam Malik periode JuliDesember 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prevalensi terjadinya Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) awitan dini dan awitan lambat pada pasien-pasien
yang menggunakan ventilator di ICU RSUP H. Adam Malik periode
Juli-Desember 2014
2. Untuk mengetahui pola bakteri penyebab Ventilator Associated

Pneumonia (VAP) awitan dini dan pola kepekaannya terhadap
antibiotik di ICU RSUP H. Adam Malik periode Juli-Desember 2014
3. Untuk mengetahui pola bakteri penyebab Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) awitan lambat dan pola kepekaannya terhadap
antibiotik di ICU RSUP H. Adam Malik periode Juli-Desember 2014

1.4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Dokter dan petugas medis lain di RSUP H. Adam Malik
Sebagai bahan referensi dan bahan pertimbangan untuk penyusunan terapi
empirik pada pasien-pasien dengan VAP di ICU RSUP H. Adam Malik.
2. Departemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUP H. Adam Malik

5

Sebagai bahan referensi dan bahan pertimbangan untuk penyusunan
rencana pencegahan dan pengendalian VAP pada pasien-pasien di ICU
RSUP H. Adam Malik.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan
Menambah pengetahuan tentangpola bakteripenyebab VAP dan pola
kepekaannya terhadap antibiotik di ICU RSUP H. Adam Malik
4. Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan masukan dan data awal untuk penelitian lebih lanjut.