Analisis Kelayakan Usahatani Jambu Biji (Psidium Guajava L.) (Studi Kasus : Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Jambu Biji
Menurut (Parimin, 2005) nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava.
Psidium berasal dari bahasa Yunani, yaitu “psidium” yang berarti delima,
sedangkan “guajava” berasal dari nama yang diberikan oleh orang Spanyol.
Adapun taksonomi tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut.
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae


Kelas

: Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo

:Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Psidium

Spesies

: Psidium guajava Linn.


Jambu biji di Indonesia mempunyai beberapa nama daerah. Misalnya glima
breueh (Aceh), jambu pertukal (Sumatera), nyibu (Kalimantan), jambu klutuk
(Jawa), gojavas (Manado),

jhambhu bigi (Madura), sotong (Bali), koyaba

(Sulawesi Utara), dan lutu hatu (Ambon). Jambu biji termasuk tanaman yang
tidak begitu tinggi. Secara alamiah, jambu biji tumbuh setinggi 5 m-10 m. Batang
berkayu keras, liat, dan tidak mudah patah. Batang dan cabang-cabangnya
mempunyai kulit berwarna cokelat keabu-abuan yang kulit arinya mudah
mengolotok (Haryoto, 1995).

8

9

Jambu biji banyak dikenal masyarakat dengan sebutan jambu klutuk, jambu batu,
dan jambu krystal. Umumnya umur tanaman jambu biji sekitar 30-40 tahunan.
Tanaman yang berasal dari biji relatif berumur lebih panjang dibandingkan
dengan hasil cangkokan dan okulasi. Namun tanaman yang berasal dari okulasi

memiliki postur lebih pendek dan bercabang lebih banyak sehingga memudahkan
perawatan. Tanaman ini sudah mampu berbuah saat berumur sekitar 2-3 bulan
meskipun ditanam dari biji (Parimin, 2005).
Tanaman jambu biji dapat berbuah dan berbunga sepanjang tahun. Bunganya
termasuk bunga tunggal, terletak di ketiak daun, bertangkai, kelopak bunga
berbentuk corong. Mahkota bunga berbentuk bulat telur dengan panjang 1,5 cm,
benang sari berwarna putih, sedangkan putik bunga berbentuk bulat berwarna
putih atau putih kekuningan. Berbuah buni, berbentuk bulat telur dan bijinya
kecil-kecil dan keras. Daun dan batang jambu biji mengandung saponin,
flavonida, dan tanin. Disamping itu minyaknya juga mengandung atsiri. Daun
jambu biji berkhasiat sebagai obat mencret dan peluruh haid (Suharmiati dan
Handayani, 2010).
Jambu biji merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh di daerah subtropis
dengan intensitas curah hujan berkisar antara 1.000-2.000 mm per tahun dan
merata sepanjang tahun. Jambu biji dapat tumbuh subur pada daerah dengan
ketinggian antara 5-1.200 m dpl. Tanaman jambu biji dapat tumbuh dan
berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28o C di siang
hari. Kelembapan udara yang diperlukan tanaman ini cenderung rendah. Sehingga
kondisi yang demikian cocok untuk pertumbuhan jambu biji. Salah satu
keunggulan tanaman jambu biji adalah dapat tumbuh pada semua jenis tanah.


10

Jambu biji dapat tumbuh optimal pada lahan yang subur dan gembur serta banyak
mengandung unsur nitrogen dan bahan organic, atau pada tanah liat dan sedikit
berpasir. Derajat keasaman tanah (pH) tanaman jambu biji tidak terlalu berbeda
dengan tanaman lainnya, yaitu anatar 4,5-8,2 (Parimin, 2005).
Menurut Soedarya (2010) menyatakan dalam melakukan kegiatan budidaya jambu
biji terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya, yaitu:
1. Pengolahan

media

tanam,

mencakup

kegiatan:

persiapan


lahan,

pembukaan lahan, pembentukan bedengan, pengapuran lahan, dan
pemupukan.
2. Penanaman, mencakup kegiatan: penentuan pola tanaman, pembuatan
lubang penanaman, dan penanaman bibit jambu biji.
3. Pemeliharaan tanaman, mencakup kegiatan: penjarangan dan penyulaman,
penyiangan, pembubunan (pembalikan dan penggemburan tanah agar tetap
dalam keadaan lunak), pemangkasan pada ujung cabang-cabang pohon
jambu biji, pemupukan, pengairan dan penyiraman, penyemprotan
pestisida, dan pemeliharaan lain berupa pembungkusan buah jambu biji
dengan menggunakan plastik. Hal ini bertujuan untuk melindungi agar
buah tidak mudah dimakan oleh binatang seperti kalong atau ulat dan
menjaga agar buah tetap tumbuh dengan baik. Buah jambu biji yang
dibungkus plastik juga memiliki kulit buah yang lebih halus dan bagus
dibandingkan dengan buah yang tidak dibungkus plastik. Dengan cara ini
petani dapat menjual jambu biji dengan harga yang lebih tinggi dipasar
dibandingkan harga biasanya.


11

Budidaya tanaman jambu biji dapat dilakukan di kebun dan pot. Penanaman di
kebun dilakukan untuk usaha budidaya berskala besar, sedangkan dalam pot untuk
tanaman perkarangan. Setiap kali budidaya pasti memiliki perlakuan yang
berbeda. Agar tanaman dapat berproduksi dengan optimal, pekebun perlu
memperhatikan faktor-faktor kualitas pertumbuhan tanaman. Jambu biji
memerlukan air yang cukup selama fase pertumbuhan, baik pertumbuhan secara
vegetatife maupun generatife. Biasanya pada musim hujan buah jambu berukuran
besar sedangkan pada musim kemarau berukuran kecil (Parimin, 2005).
Keadaan lingkungan yaitu iklim dan tanah sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang menghasilkan buah. Tanaman yang
ditanam di lingkungan yang cocok akan tumbuh dengan baik, produksi buahnya
banyak, dan buahnya berkualitas tinggi. Agar usahatani dapat memberikan
keuntungan yang tinggi maka lokasi yang dipilih untuk membudidayakan jambu
biji harus yang cocok dengan kehidupan yang dibutuhkan tanaman. Tidak semua
lokasi (wilayah atau daerah) dapat menunjang pertumbuhan tanaman yang baik.
Keadaan lingkungan (agroklimat), yaitu iklim dan tanah di setiap wilayah atau
daerah berbeda sehingga penanaman jambu biji di setiap wilayah atau daerah akan
menghasilkan jambu biji yang berbeda-beda pula (Cahyono, 2010).

Salah satu faktor penting agar tanaman jambu biji tumbuh secara optimal, lebih
produktif dan rajin berbuah sepanjang tahun adalah pemupukan. Secara alami,
semua unsur hara yang dibutuhkan tanaman telah tersedia dalam tanah. Namun,
adanya perubahan lingkungan dan berkurangnya unsur hara dalam tanah maka
diperlukan pemupukan untuk mengembalikan unsur hara agar sesuai dengan yang
dibutuhkan tanaman (Parimin, 2005).

12

Hampir semua bagian tanaman jambu biji bermanfaat bagi kehidupan. Kayu
jambu biji yang halus dan sangat padat baik bila digunakan untuk ukiran atau
patung bernilai tinggi. Disamping itu, kayunya yang halus, kuat, dan tahan lama
ini banyak dimanfaatkan menjadi aneka macam gagang, diantaranya gagang
cangkul, pisau, dan sabit. Selain itu arang dari kayu jambu biji sangat baik untuk
pembakar karena apinya sangat panas dan asap yang ditimbulkan sedikit, serta
daya tahan apinya sangat lama. Harga jual arangnya pun lebih mahal
dibandingkan dengan kayu lain. Selain sebagai bahan pangan dan kerajinan,
beberapa bagian dari tanaman jambu biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
membuat resep pengobatan. Beberapa resep tanaman jambu biji telah terbukti
mengobati diare, desentri, demam berdarah, gusi bengkak, sariawan, jantung, dan

diabetes.
Buah jambu biji mengandung vitamin C yang tinggi di antara berbagai jenis buah
dan kandungan vitamin C buah jambu biji merah lebih tinggi dibandingkan
dengan jambu biji putih. Kandungan vitamin C jambu biji adalah 183,5 mg/100 g
buah jambu biji dan kandungan vitamin C jambu biji meningkat seiring dengan
matangnya buah. Dapat dijelaskan bahwa kandungan vitamin C jambu biji merah
lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan yang ada pada jeruk manis dan belimbing
serta dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan yang ada pada papaya (Ramayulis,
2013).
Kandungan gizi pada buah jambu biji dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Kandungan Gizi yang Terkandung Pada Jambu Biji per 100 gram
No
1
2
3
4

Komposisi
Kalori
Protein

Lemak
Karbohidrat

Jumlah
49,00 kal
0,90 g
0,30 g
12,20 g

13

5
6
7
8
9
10
11

Kalsium

Fosfor
Zat Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Air
Bagian yang dapat dimakan

14,00 mg
28,00 mg
1,10 mg
25,00 S.I
0,02 mg
86,00 g
82,00 %

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1979
(Haryoto, 1995)

Buah jambu biji dipanen setelah tua penuh sampai berwarna kekuningan
(matang). Produksi buah jambu biji antara 3-25 ton/tahun tergantung umur

tahunan. Produksi jambu biji di Indonesia tahun 2010, 2011, dan 2012 berturutturut mencapai 204.551 ton, 211.836 ton, dan 206.509 ton. Buah jambu biji
disajikan sebagai buah meja. Buahnya yang masih mengkal dibuat manisan dan
yang setengah matang disetup (dibungkus), dibuat dodol. Buah yang sudah
matang dapat dibuat jus.
Buah matang pohon aromanya sangat menonjol khas jambu biji. Buah jambu biji
matang baik dibuat jeli. Kini, jenis jambu biji terutama yang berwarna merah, baik
sekali untu pengobatan demam berdarah (dapat meningkatkan kadar trombosit).
Sekarang, jambu biji sudah diolah sebagi minuman buah segar yang dijual di
toko-toko dan supermarket ( Sunarjono, 2013).
Usahatani jambu biji yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang
menarik. Akan tetapi, untuk menguasahakan jambu biji juga diperlukan
keterampilan dan modal yang cukup memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha
jambu biji menemui kegagalan dan kerugian yang berarti. Untuk mengantisipasi
kemungkinan tersebut, diperlukan keterampilan dalam penerapan pegetahuandan
teknik budidaya jambu biji yang benar sesuai dengan daya dukung
agroekosistemnya. Berbagai aspek agronomis antara lain pemilihan bibit yang

14

baik, pemilihan lahan yang cocok, ketersediaan air, dan penguasaan teknik
budidaya termasuk mengantisipasi kemungkinan serangan hama serta penyakit
menjadi kunci penting keberhasilan usahatani jambu biji di Indonesia (Santika,
1999).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Ilmu Usahatani
Usahatani pada dasarnya merupakan usaha untuk meningkatkan produksi
pertanian yang berkualitas dan berdaya saing. Oleh karena itu, pengembangan
suatu

komoditas

pertanian

harus

mempertimbangkan

permintaan

pasar,

berkonsentrasi pada produk unggulan yang berdaya saing tinggi maupun
memenuhi fungsi sebagai komoditas ekonomi dan social, mampu memaksimalkan
sumber daya alam terutama lahan berwawasan lingkungan serta mempunyai
keterkaitan yang erat dengan sektor lain (Soekartawi, 1995).
Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa
karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu
sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada
situasi tertentu. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah umur,
pendidikan, luas lahan garapan, pengalaman usahatani dan jumlah tanggungan
keluarga.
1. Umur
Umur responden merupakan lama responden hidup hingga penelitian dilakukan,
umur produktif petani akan mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi baru.
Menurut BPS (2012), berdasarkan komposisi penduduk, umur dikelompokkan
menjadi 3 yaitu umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum

15

produktif, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan
kelompok umur 65 tahun keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi
produktif.
Pada umumnya, makin muda petani maka semangat untuk ingin tahu apa yang
belum mereka ketahui juga akan makin tinggi, sehingga mereka berusaha untuk
lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun biasanya mereka masih belum
berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1995).
2. Pendidikan
Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam
mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga
mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternative dalam mengelola
usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak
mungkin untuk memperoleh pendapatan.
Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga
produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan
memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil
keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi (Mamboai, 2008).
3. Pengalaman Bertani
Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani
dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh
waktu yang telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam
menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain

16

halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.
Semakin

banyak

pengalaman

yang

diperoleh

petani

maka

diharapkan

produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan
usahataninya akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau
kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan,
2000).
4. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya
jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak
aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan (Hasyim, 2006).
5. Luas Lahan
Luas lahan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan status petani,
apakah tergolong sebagai petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf
hidupnya. Tingkat luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat petani, semakin luas areal tani maka semakin tinggi tingkat produksi
dan pendapatan yang diterima (Sajogyo, 1999).
Pada umumnya petani tidak mempunyai catatan usahatani, sehingga sulit bagi
petani untuk melakukan analisis usahataninya. Petani hanya mengingat-ingat
anggaran arus uang tunai yang mereka lakukan, walaupun sebenarnya ingat
tersebut tidak terlalu jelek karena mereka masih ingat bila ditanya tentang output
yang mereka peroleh dan berupa input yang mereka gunakan.

17

Keberhasilan usahatani dimulai dari awal yaitu penentuan tujuan dan harapan
yang diinginkan karena segala kegiatan harus mengarah pada tujuan tersebut.
Namun demikian sering kali petani karena kesibukannya tidak menganggap
penting penentuan tujuan. Mereka menganggap mengelola usahatani adalah
kewajiban dan pekerjaan sehari-hari yang dari dulu hingga saat ini hanya begitubegitu saja, tidak berubah dan tanpa tujuan yang pasti. Dengan demikian untuk
mengukur keberhasilan di kemudian hari akan mengalami kesulitan (Suratiyah,
2008).
2.2.2 Biaya
Menurut Prawirokusumo (1990), biaya adalah semua pengeluaran yang
dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk
dalam suatu periode produksi. Nilai biaya dinyatakan dengan uang, yang termasuk
di dalamnya adalah :
1. Saran produksi yang habis terpakai, seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan
bakar dan lain-lain.
2. Lahan seperti sewa lahan baik berupa uang, pajak, iuran pengairan,
taksiran biaya penggunaan jika yang digunakan ialah tanah milik sendiri.
3. Biaya dari alat-alat produksi tahan lama, yaitu seperti bangunan, alat dan
perkakas yang berupa penyusutan.
4. Tenaga kerja dari petani itu sendiri dan anggota keluarganya, tenaga kerja
tetap atau tenaga bergaji tetap.
5. Biaya-biaya lain.
Dalam jangka pendek, biaya produksi dapat pula dikelompokkan menjadi biaya
tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap adalah semua jenis

18

biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi.. Jumlah
biaya tetap adalah konstan. Selain biaya tersebut, hampir semua biaya masuk
kedalam biaya tidak tetap karena tergantung dengan besar kecilnya produksi yang
akan dihasilkan. Yang termasuk kedalam biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya
untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan dan lain-lain (Hanafie, R. 2010).
2.2.3 Produksi
Bagi kebanyakan orang produksi diartikan sebagai kegiatan-kegiatan didalam
pabrik-pabrik atau kegiatan di lapangan pertanian. Secara lebih luas, setiap proses
yang menciptakan nilai atau memperbesar nilai suatu barang adalah produki, atau
dengan mudah dikatakan bahwa produksi adalah setiap usaha yang menciptakan
atau memperbesar daya guna barang. Produksi tidak dapat dilakukan tanpa
menggunakan

bahan-bahan yang memungkinkan dilakukannya produksi itu

sendiri. Faktor-faktor produksi itu terdiri atas : a) tanah atau sumber daya alam; b)
tenaga kerja atau sumber daya manusia; c) modal, dan; d) kecakapan tata laksana
atau skill. Sekalipun tidak ada yang tidak penting dari keempat faktor produksi
tersebut, namun yang keempat itulah yang terpenting, sebab fungsinya adalah
mengorganisasikan ketiga faktor produksi yang lain (Rosyidi, 2002).
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat
produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut
dimisalkan bahwa bfaktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu
modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi
dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat
diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004).

19

Menurut

(Kalangi,

2011),

produksi

adalah

proses

penggabungan

atau

pengkombinasian faktor produksi (input) yang mengubahnya menjadi barang atau
jasa (output = produk). Hubungan antara jumlah output yang dihasilkan dan
kombinasi jumlah input yang digunakan disebut sebagai fungsi produksi atau
fungsi produk total. Secara umum, fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk
matematis menjadi,
Q = f(L, K, T, W)
Dimana :
Q = Jumlah barang dan jasa (output)
L = Tenaga Kerja
K = Modal
T = Tanah
W = Pengalaman/ Skill
2.2.4 Teori Pendapatan
Pendapatan (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC).
Jadi, Pd = TR-TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py) (Soekartawi, 1999).
Menurut Sukirno (1996), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima
oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan,
bulanan, ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain:
1. Pendapatan pribadi, yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa
memberikan suatu kegiatan ataupun yang diterima penduduk suatu negara.

20

2. Pendapatan disposable, yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang
harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang
siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposable.
3. Pendapatan nasional, yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa
yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.
Setelah produsen menghasilkan output dari setiap kegiatan produksi yang
dilakukan maka output tersebut akan dijual kepada konsumen. Dengan demikian,
produsen akan memperoleh pendapatan atau penerimaan dari setiap output yang
dijual. Pendapatan yang diterima produsen sebagian untuk membayar biaya-biaya
yang dikeluarkan selama proses produksi. Membahas masalah penerimaan atau
revenue ada beberapa konsep penting yang perlu diperhatikan menurut Pracoyo
dan Rubenfeld (2008):
1. Pendapatan total atau total revenue (TR) : pendapatan yang diterima oleh
produsen dari setiap penjualan outputnya. Total revenue merupakan hasil
kali antar harga dengan output. TR = P.Q
2. Pendapatan rata-rata atau average revenue (AR) : pendapatan produsen per
unit ouput yang dijual. AR = TR/Q = P. Dengan demikian, AR merupakan
harga jual output per unit.
3. Pendapatan marjinal atau marginal revenue (MR) : perubahan pendapatan
yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit ouput. MR =
2.2.5 Analisis Kelayakan Usahatani

���
��

Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan
untuk menentukan apakan usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat
yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata

21

lain, kelayakan dapat artikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan
keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang mereka
inginkan.
Ukuran kelayakan masing-masing jenis usaha sangat berbeda, misalnya antara
usaha jasa dan usaha nonjasa, seperti pendirian hotel dengan usaha pembukaan
perkebunan kelapa sawit atau usaha peternakan dengan pendidikan. Akan tetapi,
aspek-aspek yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidak layaknya adalah
sama sekalipun bidang usahanya berbeda (Jakfar dan Kasmir, 2003).
Salah satu cara untuk mengetahui kelayakan suatu usaha adalah dengan cara
menganalisis perbandingan penerimaan dan biaya usaha tersebut, yaitu
menggunakan analisis R/C dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan
yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. R/C adalah singkatan
dari revenue-cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara
penerima dan biaya. Makin besar nilai R/C ratio usahatani itu makin besar
keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut (Soekartawi, 1995).
Analisis lain yang dapat digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani adalah
analisis B/C Ratio. Menurut Soekartawi (1995), analisis benefit-cost ratio (B/C)
ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C (revenue-cost ratio), hanya saja
pada analisis B/C ratio ini data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat.

2.3 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Felix Bob Siregar yang mengenai “ Analisis Pendapatan
Usahatani Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Desa Cimanggis, Kecamatan
Bojong Gede, Kabupaten Bogor”, menyimpulkan bahwa penerimaan petani jambu
berasal dari produksi jambu biji merah getas di Desa Cimanggis pada tahun 2009

22

per hektar adalah sebesar 25.897 kg dengan penerimaan sebesar Rp 64.747.238.
Pendapatan yang diterima dalam usahatani jambu biji di Desa Cimanggis pada
tahun 2009 per hektar masing-masing sebesar Rp 35.784.039.
Melki Prandoa Lingga dalam penelitiannya mengenai “Kelayakan dan Analisis
Usahatani Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) di Desa Kubu
Simbelang,

Kecamatan

Tigapanah,

Kabupaten

Karo”,

data

di

analisis

menggunakan metode deskriptif, metode analisis usahatani, analisis regresi linier
berganda, metode analisis U Mann Whitney, dan metode analisis kelayakan IRR
(Internal Rate of Return), B/C (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Produksi jeruk siam di Kecamatan
Tigapanah mulai tahun 2010-2013 mengalami penurunan yang signifikan. (2)
Terdapat perbedaan karakteristik antara petani jeruk siam yang baru menghasilkan
dan yang sudah lama menghasilkan yaitu pada umur petani dan pengalaman
usahatani. (3) Terdapat perbedaan pengaruh input terhadap output antara
usahatani jeruk siam yang baru

menghasilkan dan yang sudah lama

menghasilkan. (4) Terdapat perbedaan pendapatan antara petani usahatani jeruk
siam yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan. (5) Usahatani
jeruk siam yang baru menghasilkan dan yang sudah lama menghasilkan layak
untuk diusahakan.
Fitri Handayani dalam penelitian yang berjudul “Analisis Usahatani Jambu Biji di
Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang”, data
dianalisis menggunakan metode deskriptif, tabulasi sederhana, regresi linier
berganda, dan NPV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) jumlah produksi
jambu biji di daerah penelitian mengalami peningkatan sebesar 5,2% atau sekitar

23

1,04% pertahunnya. (2) Terdapat faktor-faktor input yang memepengaruhi output
anatara usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah lama
menghasilkan diantaranya faktor biaya, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan
peralatan. (3) Terdapat perbedaan pendapatan anatar petani jambu biji yang sudah
menghasilkan dan yang baru lama menghasilkan dengan selisih

sebesar Rp

14.891.490. (4) Usahatani jambu biji yang baru menghasilkan dan yang sudah
lama menghasilkan layak untuk diusahakan dengan analisis kelayakan IRR
(Internal Rate of Return) usahatani jambu biji yang baru menghasilkan adalah
37,8% dan yang sudah lama menghasilkan adalah 38,2%. (5) Terdapat kesulitankesulitan yang dihadapi petani jambu biji anatar lain luas lahan yang terbatas dan
pemasaran produk jambu biji.
Maruli Tumpal dalam penelitiannya “Analisis Finansial Usahatani Jambu Biji Di
Desa Sembahe Baru Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang”, data
dianlisis dngan menggunakan metode analisis pendapatan dan analisis financial
(NPV, Net B/C, dan IRR). Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa (1)
rata-rata biaya produksi usahatani jambu biji per hektar selama 1 bulan adalah Rp
16.347.118,29. (2) rata-rata pendapatan bersih petani jambu biji per petani adalah
Rp19.112.884,551 dalam satu tahun. Rata-rata pendapatan bersih petani perhektar
adalah Rp 36749.940,49 dalam satu tahun. Rata-rata pendapatan keluarga petani
per hektar adalah Rp 80.826.440,49. (3) Usahatani jambu biji di daerah penelitian
layak diusahakan secara financial karena NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > 1.
2.4 Kerangka Pemikiran
Petani dalam melakukan usahataninya memiliki beberapa faktor input yang
mempengaruhi produksinya. Dalam prinsipnya usahatani mempunyai tujuan

24

utama yaitu untuk memperoleh hasil produksi yang berkualitas. Input produksi
mencakup hal-hal yang diperlukan untuk usahataninya yaitu seperti bibit, pupuk,
pestisida, tenaga kerja, dan peralatan. Sehingga diperoleh output yang berupa
produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut. Dengan dicapainya produksi
jambu biji yang maksimal maka akan mempengaruhi penerimaan usahatani
tersebut. Penerimaan usahatani yaitu hasil perkalian antara produksi jambu biji
dikali dengan harga jual jambu biji. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih
penerimaan dan total biaya produksi yang dikeluarkan (biaya bibit, pupuk,
pestisida, dan tenaga kerja). Dari hasil pendapatan yang diperoleh oleh petani
yang dihitung melalui analisis kelayakan usahatani maka akan diketahui layak
atau tidak layaknya usahatani tersebut. Berikut adalah skema kerangka pemikiran

Faktor Input
Produksi

Produksi
Usahatani Jambu
Biji yang Baru
menghasilkan

• Bibit
• Pupuk
• Tenaga Kerja

Produksi Usahatani
Jambu Biji yang
Sudah Lama
menghasilkan

Harga

Faktor Input
Produksi

• Bibit
• Pupuk
• Tenaga Kerja

Harga

• Biaya bibit
• Biaya pupuk
• Biaya tenaga kerja

Layak

Penerimaan

Penerimaan

Pendapatan

Pendapatan

Tidak Layak

Layak

• Biaya bibit
• Biaya pupuk
• Biaya tenaga kerja

Tidak Layak

Gambar : Skema Kerangka Pemikiran
: menyatakan hubungan
: menyatakan pengaruh

25

2.5 Hipotesis
1. Faktor produksi input (bibit, pupuk, dan tenaga kerja,) berpengaruh terhadap
produksi usahatani jambu biji yang baru menghasilkan di daerah penelitian.
2. Tingkat pendapatan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan lebih rendah
dibandingkan jambu biji yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian.
3. Kelayakan usahatani jambu biji yang baru menghasilkan lebih rendah
dibandingkan jambu biji yang sudah lama menghasilkan di daerah penelitian.