Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kinerja Waktu Penyelesaian Proyek
Kinerja merupakan sesuatu yang dihasilkan dalam periode tertentu dengan

mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja hendaknya merupakan hasil yang
dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik dari berbagai ukuran yang
disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja.
Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran
organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku
dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam
rencana strategik, program dan anggaran organisasi. Penilaian kinerja juga digunakan
untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan
menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja
pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Kinerja waktu adalah proses dari membandingkan kerja dilapangan (actual
work) dengan jadwal yang direncanakan. Manajemen waktu pada proyek konstruksi

merupakan suatu pengendalian dan pengaturan waktu atau jadwal dalam kegiatan
proyek. Standar kinerja waktu ditentukan dengan merujuk seluruh tahapan kegiatan
proyek beserta durasi dan penggunaan sumber daya. Kinerja waktu akan berimplikasi
terhadap biaya, sekaligus kinerja proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, variabelvariabel yang mempengaruhinya juga harus selalu dimonitor.

Pada pelaksanaannya, terdapat masalah-masalah yang dapat menghambat
kinerja waktu penyelesaian proyek, antara lain alokasi penempatan sumber daya yang
tidak efektif, jumlah tenaga yang terbatas, peralatan yang tidak mencukupi, kondisi
cuaca yang buruk, metode kerja yang salah, pembebasan lahan, peranan-peranan
sumber daya dalam tim dan lain sebagainya, sehingga diperlukan suatu manajemen
yang baik dan handal untuk mencegah dan mengurangi masalah-masalah yang dapat
terjadi.
Proyek adalah suatu kegiatan sementara yang mempunyai dimensi waktu,
biaya, dan mutu guna mewujudkan gagasan yang timbul karena naluri manusia untuk
berkembang. Soeharto (1997) memberikan definisi proyek sebagai satu kegiatan
sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya
tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan
dengan jelas.
Setiap proyek konstruksi pada umumnya mempunyai rencana pelaksanaan dan
jadwal pelaksanaan yang tertentu, kapan pelaksanaan proyek tersebut harus dimulai,

kapan harus diselesaikan, bagaimana proyek tersebut akan dikerjakan, serta bagaimana
penyediaan sumber dayanya. Pembuatan rencana suatu proyek konstruksi selalu
mengacu pada perkiraan yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat,
karena itu masalah dapat timbul apabila ada ketidaksesuaian antara rencana yang telah
dibuat dengan pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah
keterlambatan waktu pelaksanaan proyek yang dapat juga disertai dengan
meningkatnya biaya pelaksanaan proyek tersebut.

2.2

Keterlambatan Proyek
Keterlambatan proyek dapat disebabkan dari pihak kontraktor, owner,

perencana, pihak-pihak lainnya ataupun keadaan kahar (force majeure). Keterlambatan
proyek berarti bertambahnya waktu pelaksanaan penyelesaian proyek yang telah
direncanakan dan tercantum dalam dokumen kontrak. Penyelesaian pekerjaan tidak
tepat waktu merupakan kekurangan dari tingkat produktivitas dan tentunya hal ini
akan mengakibatkan pemborosan dalam hal pembiayaan, baik berupa pembiayaan
langsung yang dibelanjakan untuk proyek-proyek pemerintah, maupun berwujud
pembengkakan investasi dan kerugian-kerugian pada proyek-proyek swasta.

Keterlambatan proyek seringkali menjadi sumber perselisihan dan tuntutan antara
pemilik dan kontraktor, sehingga akan menjadi sangat mahal nilainya, baik ditinjau
dari sisi kontraktor maupun pemilik. Kontraktor akan terkena denda penalti sesuai
dengan kontrak. Di samping itu, kontraktor juga akan mengalami tambahan biaya
overhead selama proyek masih berlangsung. Dari sisi pemilik, keterlambatan proyek
akan membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian
fasilitasnya.
Ketika proyek konstruksi terlambat, artinya pelaksanaan pekerjaan proyek
tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Jika pekerjaan proyek tidak
dapat dilaksanakan sesuai kontrak maka akan ada penambahan waktu. Apabila setelah
penambahan waktu pelaksanaan proyek ini juga tidak selesai sesuai kontrak yang
sudah disepakati, maka akan diberikan waktu tambahan oleh pihak pemilik (owner)
kepada pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek tersebut. Dengan kata
lain bahwa adanya waktu tambahan yang diberikan oleh pihak pemilik (owner) kepada

pihak pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan proyek, tetapi tidak juga terlaksana,
maka kemungkinan akan terjadi pemutusan kontrak kerja (Madjid, 1998). Tambahan
waktu untuk menyelesaikan proyek adalah solusi penyelesaian masalah. Tetapi adanya
perpanjangan waktu dari jadwal kontrak, dapat disebabkan antara lain; pekerjaan
tambah, perubahan desain, keterlambatan oleh pemilik. masalah diluar kendali

kontraktor.
Dengan adanya perbedaan perjanjian kontrak awal dengan selang waktu
penyelesaian proyek maka terjadilah keterlambatan proyek yang tidak diinginkan oleh
semua pihak-pihak terkait. Keterlambatan waktu pelaksanaan proyek adalah perbedaan
antara pelaksanaan proyek pada saat perjanjian kontrak awal dan selang waktu
penyelesaian proyek. Dalam pengertian lain, Madjid (1998) berpendapat bahwa
keterlambatan proyek konstruksi dapat diidentifikasi sebagai adanya perbedaan waktu
pelaksanaan pekerjaan dengan jadwal yang direncanakan pada dokumen kontrak.
Dapat dikategorikan sebagai tidak tepatnya waktu pelaksanaan proyek yang telah
ditetapkan. Pembuatan rencana jadwal proyek konstruksi selalu mengacu pada
perkiraan yang ada pada saat rencana pembangunan tersebut dibuat. Masalah dapat
timbul apabila ada ketidaksesuaian antara jadwal rencana yang telah dibuat dengan
pelaksanaannya. Sehingga dampak yang sering terjadi adalah keterlambatan waktu
pelaksanaan penyelesaian proyek dan juga disertai dengan meningkatnya biaya
pelaksanaan proyek tersebut.
Hal yang sama dinyatakan oleh Kaming (2008) bahwa keterlambatan proyek
diasumsikan sebagai perpanjangan waktu pelaksanaan proyek dari yang dijadwalkan
oleh kontraktor sesuai kontrak. Keterlambatan proyek ini berdampak pada progress

proyek dan tertundanya aktifitas pelaksanaan proyek dan kegiatan pelaksanaan proyek.

Keterlambatan pelaksanaan proyek ini termasuk adanya faktor penyebab oleh faktor
cuaca, sumber daya, perencanaan. Keterlambatan proyek konstruksi dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internal. Penyebab keterlambatan proyek internal berasal dari
pemilik, perencana (designer), kontraktor atau konsultan. Penyebab keterlambatan
proyek eksternal (external) yaitu berasal dari luar proyek konstruksi seperti; keperluan
perusahaan, pemerintah (government), sub kontraktor, pengadaan material (material
suppliers), serikat buruh, keadaan alam yang tidak lazim (force majeur). Force majeur
adalah kejadian diluar kemampuan kontraktor dan pemilik proyek, yang dapat
mempengaruhi biaya, waktu seperti kejadian alam, huru hara, kebijakan pemerintah/
moneter.
Hal berbeda dinyatakan tentang penyebab keterlambatan eksternal seperti
kurangnya material yang ada di pasaran, kurangnya peralatan dan alat-alat yang ada di
pasaran, kondisi cuaca tidak lazim, kondisi lokasi, struktur tanah yang tidak layak,
keadaan ekonomi yang tidak stabil (penukaran mata uang, inflasi), adanya perubahan
undang-undang dan regulasi pemerintah, adanya keterlambatan pengiriman material,
adanya faktor yang berasal dari pelayanan umum (jalan, fasilitas umum, public
sevices).
Keterlambatan penyelesaian proyek dapat dihindari atau dikurangi apabila
pengkajian jadwal proyek dilakukan dengan baik. Peran aktif manajemen merupakan
salah satu kunci utama keberhasilan pengelolaan proyek. Keterlambatan proyek adalah

hal yang sering terjadi dalam pelaksanaan suatu proyek. Sebuah kajian yang lebih
fokus pada unsur internal (pemilik proyek) yang dilakukan oleh Chan (1998, pg. 577)

menemukan beberapa faktor terkait keterlambatan proyek yakni kemampuan tim
manajemen proyek, keakuratan data investigasi lapangan, kontrak dokumen,
komunikasi antar unsur proyek, dan variation order. Tim manajemen proyek yang
berpengalaman akan semakin memberikan kepastian penyelesaian proyek sesuai
jadwal. Data investigasi lapangan yang akurat akan menjadikan pengerjaan detail
design menjadi lebih teliti sesuai kondisi lapangan, sehingga tidak banyak lagi
perubahan-perubahan yang kemungkinan dilakukan saat pelaksanaan proyek.
Perubahan-perubahan seperti ini menjadikan munculnya instruksi-instruksi
baru oleh pemilik proyek ataupun konsultan yang sering disebut sebagai variation
order yang potensial menyebabkan keterlambatan proyek. Kontrak dokumen juga
harus dibuat sesempurna mungkin sehingga informasi, instruksi, tugas, hak dan
kewajiban menjadi jelas bagi semua unsur yang terlibat sehingga tidak menimbulkan
dispute dikemudian hari. Terakhir, komunikasi dan hubungan antar berbagai unsur
yang terlibat dalam proyek juga harus terbina dengan baik dan lancar, karena jika tidak
maka lack of communication, miscommunication akan merupakan titik awal terjadinya
keterlambatan proyek. Pendidikan dan training pada para manajer proyek sangat
penting dan berpengaruh besar dalam proses penyelesaian proyek secara tepat waktu.

Untuk itu, perbaikan dan koreksi pada unsur-unsur yang terlibat perlu
dilakukan, seperti yang diusulkan oleh Assaf (2006, pg. 356), yakni sebagai berikut :
Untuk Owner:
1.

Melakukan pembayaran tepat waktu

2.

Meminimalisasi perubahan design saat konstruksi

3.

Mempercepat persetujuan gambar-gambar desain

4.

Melakukan pengecekan ketersediaan dana dan sumber daya sebelum
melakukan kontrak pekerjaan


Untuk kontraktor:
1.

Mengantisipasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja

2.

Melakukan manajemen cashflow yang baik

3.

Merencanakan dengan baik tiap tahapan proses selama konstruksi

4.

Memobilisasi staf administrasi dan teknik tepat waktu setelah tanda tangan

kontrak
Jenis-jenis keterlambatan proyek yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

sebelumnya (Al Najjar, 2008) antara lain sebagai berikut:
1.

Keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay), yakni
keterlambatan proyek yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar
kendali baik oleh pemilik maupun kontraktor.

2.

Keterlambatan proyek yang tidak dapat dimaafkan (non excusable delay),
yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau
kesalahan kontraktor.

3.

Keterlambatan proyek yang layak mendapat ganti rugi (compensable
delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan,
kelalaian atau kesalahan pemilik.

4.


Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non
compensable delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh

tindakan, kelalaian atau kesalahan kontraktor.
5.

Critical atau non critical, keterlambatan proyek ini adalah akibat dari
waktu progress pelaksanaan proyek. Keterlambatan proyek yang tidak
kritis (non critical delays), maka tidak berdampak pada skedul project.
Terjadi efeknya pada kegiatan critical path pada skedul.

6.

Pelaksanaan progress atau terjadinya pada waktu bersamaan (concurrent)
atau non concurrent. Hal ini terjadi ketika pemilik dan kontraktor yang
bertanggung jawab atas penyebab keterlambatan pekerjaan proyek.

2.2.1 Keterlambatan Proyek yang Dapat Dimaafkan (Excusable Delay)
Keterlambatan proyek terjadi diluar kontrol dan jika keterlambatan proyek ini

terjadi, maka kontraktor mendapat biaya tambahan pelaksanaan proyek. Sedangkan
menurut Al-Najjar (2008) bahwa keterlambatan proyek ini adalah suatu kejadian
pelaksanaan proyek diluar prediksi dan diluar kontrol siapapun. Excusable delay
dikenal dengan keterlambatan force majeure dan umumnya disebut Acts of God. Oleh
karena itu yang terjadi ini bukan tanggung jawab dari pihak-pihak terlibat. Umumnya
pada kontrak mengizinkan kontraktor mendapat tambahan waktu untuk penyelesaian
proyek, akan tetapi tidak untuk tambahan uang.
Terjadinya keterlambatan proyek yang dapat dimaafkan (excusable delay)
dengan konsuekensi bahwa kontraktor menerima pembayaran tambahan untuk waktu
pelaksanaan proyek. Sehingga peristiwa ini terjadi jika pemilik telah menunda
perjanjian dalam dokumen kontrak yang telah disepakati pada pelaksanaan proyek
(Ahmed et al., 2002).

2.2.2 Keterlambatan Proyek Tidak Dapat Dimaafkan (Non Excusable Delay)
Selama proyek berlangsung, kontraktor dapat mengikuti progres proyek yang
sudah dijadwalkan atau meleset progresnya, tergantung dari kontraktor tersebut. Wei
(2010) berpendapat bahwa keterlambatan ini terjadi, apakah kontraktor dapat
mengontrol pelaksanaan proyek atau sebaliknya. Karena keterlambatan pelaksanaan
proyek ini mengakibatkan kontraktor tidak memperoleh apapun tambahan waktu
pelaksanaan dan juga kompensasi (ganti rugi), sedangkan menurut Ahmed et al.
(2002) bahwa kontraktor memperoleh sanksi akibat keterlambatan proyek tersebut.

2.2.3

Keterlambatan Proyek yang Layak Mendapat Ganti Rugi
(Compensable Delay)
Keterlambatan proyek terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan

pemilik proyek (owner). Adanya keterlambatan pekerjaan proyek tersebut, maka pihak
pelaksana (kontraktor) mendapat tambahan waktu pelaksanaan proyek. Selain itu
memperoleh juga kompensasi (ganti rugi). Sedangkan Wei (2010) menyatakan bahwa
apakah keterlambatan proyek itu mendapat ganti rugi, tergantung kontrak awal yang
terjadi. Umumnya dengan adanya kontrak proyek, maka dapat memberikan spesifikasi
jenis keterlambatan pelaksanaan proyek yang terjadi.

2.2.4

Keterlambatan Proyek yang Tidak Layak Mendapat Ganti Rugi
(Non Compensable Delay)
Keterlambatan proyek yang tidak layak mendapat ganti rugi (non compensable

delay), yakni keterlambatan proyek yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau
kesalahan kontraktor.

Menurut Wei (2010) bahwa kontrak awal memberikan kategori spesifikasi,
apakah keterlambatan proyek tersebut layak mendapat ganti rugi atau sebaliknya.
Tentu saja hal ini tergantung dari kontrak awal. Jika terjadi keterlambatan proyek
kategori non compensable delay, maka pihak yang terlibat adalah kontraktor.
Kontraktor tidak menerima apapun tambahan uang. Akan tetapi, kemungkinan
diizinkan untuk mendapatkan tambahan waktu penyelesaian pekerjaan proyek.

2.2.5

Keterlambatan Proyek yang Kritis (Critical Delays)
Menurut Wei (2010), keterlambatan proyek yang berakibat pada perubahan

waktu pelaksanaan proyek. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpanjangan waktu
pelaksanaan dalam milestone dan ini umumnya disebut dengan critical delays,
sedangkan keterlambatan proyek yang tidak mempunyai pengaruh adanya perubahan
pelaksanaan atau milestone dan disebut non critical delay. Sementara itu, jika kegiatan
pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan, maka kegiatan ini dapat dikontrol
dengan

adanya

perpanjangan

waktu

pelaksanaannya

antara

lain

dengan

mengakibatkan:
1.

Permasalahan yang terjadi pada proyek tersebut.

2.

Perencanaan pekerjaan kontraktor dan skedulnya (critical path).

3.

Persyaratan kontrak selanjutnya.

4.

Kendala dalam proyek seperti bagaimana merealisasi pelaksanaan
penyebab keterlambatan proyek.

5.

Adanya input untuk pekerjaan penyelesaian pelaksanaan proyek dari
pandangan praktisi ahli.

2.2.6

Pelaksanaan Progress atau Terjadinya pada Waktu Bersamaan
(Concurrent Delay)
Al Najjar (2008) mengatakan bahwa hal ini terjadi jika ada satu faktor

penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Umumnya diantara kedua faktor tersebut
adalah waktu dan uang, tetapi yang lebih kompleks kemajuan progress skedul critical
path method (CPM). Penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek khususnya
lebih spesifik adalah lebih dari satu faktor penyebab keterlambatan proyek sekaligus
terjadi pada waktu bersamaan atau tumpang tindih (overlapping) pada kemajuan
progress skedul critical path method (CPM). Ini mengakibatkan pemilik (owner) dan
kontraktor yang bertanggung jawab pada keterlambatan proyek ini. Jika keterlambatan
pekerjaan proyek tersebut sulit diselesaikan dan tidak juga dapat di perbaiki (recover),
maka ini ada kaitannya dengan pihak yang terlibat yaitu pemilik. Sehingga kemajuan
progress skedul critical path method (CPM) berbeda antara pemilik dan kontraktor.
Tetapi hanya kontraktor mendapat efeknya terhadap perbedaan progress skedul critical
path method (CPM).
Jika ditinjau penjelasan diatas, keterlambatan pelaksanaan proyek concurrent
delay terjadi dengan adanya kedua belah pihak terkait yang bertanggung jawab,
kontraktor dan pemilik (owner). Hal kemungkinan terjadi jika keterlambatan proyek
tersebut sulit diselesaikan, yang disebabkan adanya kemungkinan terjadi pergantian
progress critical path method.
Dengan adanya concurrent delay menurut Abdullah et al. (2010) berpendapat
bahwa keterlambatan ini kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan
antara kontraktor dan pemilik, sehingga kontraktor hanya mendapat tambahan waktu

pelaksanaan pekerjaan atau kompensasi pada keterlambatan proyek kategori excusable
delay. Akan tetapi penalti atau denda pada kategori non excusable delay. Penjelasan
diatas tentang jenis-jenis keterlambatan proyek dapat di gambarkan secara skematik
pada Gambar 2.1.

Excusable Delay

Non Excusable Delay

Concurrent

Compensable

Non Compensable

Non Concurrent

Critical

Non Critical

Gambar 2.1 Kategori keterlambatan proyek (Vitalis et al. dalam Al- Najjar, 2008)

2.3

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Waktu Penyelesaian Proyek
Pada pelaksanaan proyek, beberapa hal yang tidak diharapkan dan tidak

diantisipasi dapat terjadi dan mempengaruhi waktu penyelesaian yang dibutuhkan. Jika
kontraktor gagal menyelesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam perjanjian
kerja, maka keterlambatan dipastikan terjadi dalam proyek tersebut. Suatu proyek
terdiri dari kumpulan beberapa kegiatan pekerjaan yang saling berkaitan satu dengan
yang lainnya. Keterlambatan penyelesaian proyek dapat terjadi akibat terlambat
mulainya kegiatan tersebut atau perpanjangan durasi kegiatan tersebut. Keterlambatan
suatu kegiatan akan dapat menjadikan keterlambatan proyek secara keseluruhan.

Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu atau jadwal
pelaksanaan konstruksi pada suatu proyek adalah (Faridi, 2006) :
a.

Fasilitas yang ada.

b.

Hubungan tenaga kerja.

c.

Keselamatan kerja.

d.

Keterlibatan pihak ketiga.

e.

Model organisasi proyek.

f.

Kesalahan desain.

g.

Jalan masuk proyek.

h.

Pekerjaan tambahan.

i.

Perubahan desain.

j.

Kompleksitas proyek.

k.

Durasi proyek.

l.

Standar dokumen kontrak.

m. Fasilitas sementara.
n.

Persetujuan gambar.

o.

Manajemen keuangan, material, dan dokumentasi.

p.

Sumber daya manajemen pengelolaan proyek.

q.

Kerusakan material.

r.

Komitmen terhadap schedule.

s.

Peningkatan overhead.

t.

Aturan pelaporan.

u.

Rangkaian kegiatan.

Pelaksanaan proyek haruslah dilakukan dengan baik untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan kegagalan proyek. Suatu proyek
dikatakan gagal apabila kinerja waktu penyelesaian proyek sebagai salah satu kriteria
keberhasilan proyek tidak memenuhi kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dimana
penyelesaian proyek melebihi batas waktu yang diinginkan karena penundaanpenundaan dalam pelaksanaan proyek. Beberapa alasan yang dikemukakan sehingga
menyebabkan waktu penyelesaian proyek terlambat adalah cuaca yang buruk,
kurangnya supply tenaga kerja dan material, lemahnya subkontraktor, dan perubahanperubahan setelah pelaksanaan kontrak dimulai, manajemen lapangan yang buruk dan
kebijaksanaan pemerintah yang tidak konsisten. Banyak hal yang dapat terjadi pada
proyek konstruksi yang menyebabkan bertambahnya waktu pelaksanaan kegiatan
tertentu atau seluruh proyek. Odeh (2002) mengatakan penyebab-penyebab utama
yang umum adalah kondisi-kondisi lapangan yang berbeda; perubahan-perubahan
dalam desain dan persyaratan-persyaratan; cuaca yang buruk; ketidaktersediaan tenaga
kerja, material atau perlengkapan; kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan dalam
waktu yang ditentukan, perencanaan yang buruk; kegagalan sub kontraktor; campur
tangan dan gangguan owner. Semua hal ini harus dapat diantisipasi oleh pihak
pelaksana proyek, sehingga proyek dapat diselesaikan dengan baik.
Elinwa dan Joshua (2001) dalam penelitiannya menemukan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek yaitu model pembiayaan
dan pembayaran untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan antara lain menolak
pembayaran material yang harganya berfluktuasi, tidak mempercayai dokumendokumen pembayaran setelah pekerjaan selesai, kebijakan pemerintah dan

ketidakstabilan dalam sistem, kondisi cuaca yang buruk, kurangnya penyediaan tenaga
kerja, transportasi untuk material dan peralatan ke proyek buruk, perencanaan yang
tidak layak, penaksiran waktu penyelesaian proyek yang rendah, seringnya perubahan
pada desain dan material, tidak dapat memenuhi syarat-syarat kontrak, manajemen
lapangan yang buruk, pemilihan material yang tidak tersedia, lemahnya koordinasi
antara tim desain dan kontraktor, kesalahan-kesalahan selama pembangunan,
hubungan manajemen dan buruh yang tidak baik.
Beberapa studi yang lain telah dilakukan, yang berusaha mengevaluasi
pengaruh

daripada

penundaan-penundaan

pekerjaan,

mengemukakan

bahwa

kelemahan kinerja proyek dalam bentuk time dan cost overrun sudah umum terjadi
dalam industri konstruksi. Urutan daripada faktor-faktor yang menyebabkan non
excusable delay yang merupakan tanggung jawab kontraktor meliputi : Mobilisasi dan
penyerahan yang lambat, kerusakan material, perencanaan yang lemah, kerusakan
perlengkapan, perlengkapan yang tidak tepat, supplier dan subkontraktor yang tidak
handal, pengalokasian dana yang tidak mencukupi, kelemahan kualitas, kemangkiran,
kekurangan fasilitas, prosedur dan praktek yang tidak tepat, kurang pengalaman, sikap,
monitoring dan pengendalian yang lemah, pemogokan, kekurangan personil,
penundaan pembayaran kepada supplier dan subkontraktor, komunikasi yang tidak
efisien, metode yang salah, ketidaktersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan,
kontrak yang tidak sempurna, keterkaitan dengan perdagangan lain, terlampau banyak
tanggung jawab, kebangkrutan sub kontraktor, serta lemahnya moral dan komunikasi.
Shtub et. al. (1994) mengatakan dalam suatu proyek tim proyek memegang
peranan penting didalam mempertimbangkan lingkungan budaya, sosial, internasional,

politis, serta lingkungan fisiknya. Adanya ketidakpastian yang dihadapi proyek
ditambah dengan pengalaman yang terbatas dan kesulitan mendapatkan data membuat
manajemen proyek merupakan suatu kombinasi dari seni, ilmu pengetahuan dan yang
paling banyak berpikir yang logis.
Lebih lanjut Shtub et. al. (1994) mengatakan seorang manajer proyek yang baik
harus akrab dengan sejumlah disiplin dan teknik. Mengelola suatu proyek adalah suatu
tugas yang kompleks dan menantang. Seorang manajer proyek harus mengkoordinir
banyak usaha dan kegiatan-kegiatan yang berbeda untuk mencapai sasaran proyek,
karena orang-orang dari berbagai disiplin dan dari berbagai bagian organisasi yang
belum pernah bekerja bersama-sama ditugaskan pada proyek, juga sub kontraktor yang
belum akrab dengan organisasi diikutsertakan untuk melakukan tugas-tugas yang
besar. Kompleksitasnya suatu proyek ditunjukkan oleh interaksi manajer dengan tim
proyek dalam satu kesatuan organisasi pelaksana proyek.
Nurfiah (2010) dalam skenario penelitiannya menemukan lahan terkendala
mengakibatkan pertambahan biaya sesuai dengan skenario yang telah ditentukan.
Lahan terkendala 10% akan mengalami kenaikan sekitar 0,18%, lahan terkendala 25%
kenaikan biayanya adalah 0,22%, lahan terkendala 50% akan mengalami kenaikan
0,28%, dan untuk terkendala lahan 75% maka kenaikan biayanya adalah 0,34%.
Waktu yang ditimbulkan akibat lahan terkendala 10% adalah 47,3%, lahan terkendala
25% adalah 57,3%, lahan terkendala 50% akan mengalami penambahan waktu 73,8%,
dan untuk kendala lahan 75% maka waktu yang dtimbulkan adalah 90,27%.

2.4

Variabel – variabel Tim Proyek
Stott et al. (1995) menjelaskan bahwa tim proyek adalah suatu kelompok yang

biasanya bersifat sementara dan dipakai pada suatu periode terbatas untuk
memecahkan masalah-masalah yang spesifik atau untuk mengembangkan produk baru.
Tim tersebut bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan di
lapangan. Tim proyek merupakan salah satu struktur inti dari organisasi perusahaan
konstruksi. Setidaknya ada 2 alasan mengapa tim proyek ditempatkan sebagai struktur
inti yaitu tim proyek merupakan one of the real profit makers perusahaan konstruksi,
dan organisasi proyek sebagai induk dari tim proyek, dengan segala keluasaan dan
kerumitan permasalahan dan tantangannya merupakan lahan terbaik bagi kaderisasi
calon-calon pimpinan perusahaan konstruksi dimasa mendatang.
Goestiandi (2000) menjelaskan, individual profesionalism (kemampuan
profesional individu) dan team synergi (ketepaduan tim) adalah kata kunci untuk quick
organization seperti ini. Ini berarti bahwa sebagai individu, setiap anggota tim proyek
selayaknya memiliki kemampuan intelektual, keterampilan teknis, dan semangat
profesionalisme yang dapat diandalkan. Sebagai bagian dari suatu kelompok, setiap
anggota tim harus dapat memfungsikan dirinya untuk bersama-sama anggota tim
lainnya, membantu satu kesatuan kolektif yang solid. Dan diantara kedua success
factor tersebut, sinergi tim seringkali lebih kontributif bagi kinerja tim secara
keseluruhan. Sinergi tim akan lahir, apabila masing-masing anggota menyadari dan
memahami karakter kerja anggota lainnya, dan kemauan masing-masing dapat
dilimpahkan tugas dan tanggung jawab yang paling sepadan dengan karakter tugasnya
tersebut. Curtis (1993) menjelaskan bahwa, tim merupakan sebuah bagian formal dari

suatu struktur organisasi, sebuah unit yang lebih spesifik. Tim bukan hanya sebuah
label untuk menjelaskan atau menandai dan memberikan suatu nomor tertentu kepada
para anggotanya yang bekerja pada suatu area, atau yang mempunyai kesamaan
tanggung jawab. Anggota tim harus mempunyai satu kemampuan untuk memahami
timnya, mengakui dan memahami keberadaan anggota tim lainnya, dan juga
memahami akan posisi masing-masing individu dalam tim terhadap personel lainnya
dalam masing-masing posisi dalam tim tersebut.
Goestandi (2000) menuliskan, ada 4 karakter yang lazim muncul pada anggota
tim, yaitu:
a.

Move (penggerak), yaitu yang mengawali dan memprakarsai dan
mengawali seluruh gerak tim.

b.

Follow (pengikut), yaitu tipe yang mendukung si penggerak.

c.

Oppose (pelawan), yaitu tipe yang menentang si penggerak.

d.

Bystand (penyanggah), yaitu tipe yang menawarkan perspektif alternative
terhadap si penggerak.

Masing-masing dari keempat karakter tim tersebut, mempunyai peranan yang
penting dalam membentuk sebuah tim yang efektif. Seorang mover berperan untuk
memberikan arah dan sasaran kegiatan tim, seorang follower berfungsi untuk
membantu merealisasikan sekaligus juga menuntaskan kegiatan tim, seorang opposer
akan berpartisipasi untuk memberikan koreksi terhadap penyimpangan dalam anggota
tim, seorang bystander akan banyak membantu dalam menyelesaikan persoalanpersoalan yang timbul dari sudut pandang yang berbeda. Karakter tim proyek dapat

terbentuk pada budaya dan filosofi yang berbeda setiap organisasi tersebut dan dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Faktor Lingkungan
Gaya Kepemimpinan
Dorongan dan Hambatan

Karakteristik

Team
Performance

Tim Proyek

Gambar 2.2 Model sederhana untuk analisis team performance (Thamhain, 1994)
Nurick & Thamhain (1994) dalam tulisannya menerangkan, ada 4 variabel
yang spesifik yang akan mempengaruhi kinerja sebuah tim proyek dapat berprestasi,
yaitu variabel kepemimpinan (leadership variables), variabel yang berhubungan
dengan tugas atau pekerjaan (task-related variables), yang berhubungan dengan
anggotanya (people-related), dan variabel organisasi atau perusahaan (organizational
variables).
Bubshait & Farooq (1999) menyebutkan tentang faktor-faktor pengaruh
kualitas dan efektivitas suatu tim proyek dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.

Variabel yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan.

b.

Variabel yang berhubungan dengan tugas.

c.

Variabel yang berhubungan dengan organisasi perusahaan.

Menurut Gilbert et al (1995) ada beberapa faktor yang membantu prestasi tim.
Pertama, penugasan kelompok kerja harus ditujukan pada isu spesifik dan nyata bukan
generalisasi yang luas. Kedua, pekerjaan harus dipecah-pecah dan ditugaskan kepada
subkelompok dan anggota. Ketiga, keanggotaan tim harus didasarkan pada apa yang
dapat dicapai oleh setiap anggota dan keterampilan dari masing-masing anggota,
bukan didasarkan pada wewenang formal atau posisi organisasi dari seseorang.
Keempat, setiap anggota tim harus melakukan pekerjaan yang kira-kira sama banyak,
sehingga tidak muncul perasaan iri sesama anggota tim.

2.4.1 Anggota Tim
Anggota tim berhubungan dengan peran serta atau kemampuan anggota tim
dalam bekerja di sebuah kelompok, bagaimana anggota tim saling melakukan
komunikasi dengan anggota lainnya, peranannya dalam tim, keterlibatannya dalam
tim, kemampuan mengatasi masalah, saling mempercayai sesama anggota tim lainnya,
dan komitmen terhadap sasaran proyek. Menurut Soeharto (1995), salah satu cara
untuk meningkatkan kerjasama antara anggota tim adalah mendorong terselenggaranya
komunikasi dan interaksi antar anggota tim, serta pembinaan yang intensif sehingga:
a.

Masing-masing anggota tim mengetahui peranannya dalam tim

b.

Setiap anggota merasa saling diperlukan

c.

Anggota merasakan bahwa dengan bekerjasama sebagai sebuah tim akan
menghasilkan lebih besar daripada bekerja sendiri-sendiri secara terpisah.

Menurut Dinsmore (1993), kerjasama sebuah tim sangat bergantung pada
kualitas hubungan antar anggota tim. Tingkat interaksi antar anggota tim, dapat
meningkatkan kualitas hubungan antar anggota. Apabila ingin membentuk sebuah tim
yang bagus, maka anggota tim harus mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan tim,
interest dengan pekerjaannya, semangat yang tinggi, kemampuan memecahkan
masalah, komunikasi yang baik, keinginan untuk berprestasi besar, saling percaya,
kemampuan untuk mengembangkan diri, dan kemampuan berorganisasi yang baik.

2.4.2 Tugas Tim
Menurut Nurick & Thamhain (1994) variabel yang berhubungan dengan tugas
adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi hasil tugasnya, seperti kemauan untuk
menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya selesai tepat waktu dan tepat biaya (on
budget), mau melakukan inovasi dalam pekerjaannya, kemampuan untuk menghadapi
perubahan di lapangan. Karakteristik sebuah tim yang baik adalah apabila semua
anggotanya mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya, lebih memperhatikan pada
hasil pekerjaannya, inovatif dan kreatif, kemampuan untuk menghadapi perubahan di
lapangan, mementingkan kualitas yang diraih pada pekerjaannya, mempunyai
kemampuan untuk memprediksi trend yang berkembang.
Berdasarkan penjelasan Nurick & Thamhain, tim akan lebih efektif apabila tim
dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, tepat biaya, dan setiap anggotanya
mempunyai kemampuan dan kemauan untuk berinovasi dan menghadapi segala
perubahan di lapangan. Kadangkala perubahan muncul tiba-tiba atau diluar prediksi

sebelumnya, disinilah dituntut kemampuan tim untuk mengatasi dan menyelesaikan
pekerjaannya.

2.4.3 Organisasi Tim
Menurut Nurick & Thamhain (1994), variabel yang berhubungan dengan
organisasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan iklim organisasi, struktur
organisasi, kebijakan organisasi, prosedur yang diterapkan dalam pekerjaan, budaya
yang berkembang dalam organisasi, peraturan organisasi, kondisi ekonomis
perusahaan. Keefektifan organisasi dipengaruhi oleh budaya nasional. Jepang misalnya
sangat menjunjung tinggi kesatuan yang kuat yang melekat pada organisasi. Mereka
juga menjunjung tinggi keyakinan atau keputusan yang diambil secara kelompok.
Sebaliknya, di Amerika Serikat menganut budaya individualisme dengan
identitas didasarkan pada individu dan ada keyakinan yang kuat pada keputusan
individu. Hal seperti ini menurut Gilbert et al. (1995), sangat mempengaruhi iklim
organisasi. Iklim organisasi inilah yang mendukung suatu tim untuk mencapai prestasi
yang gemilang.

2.4.4

Kompetensi Manajer Tim
Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor : KEP-227/MEN/2003, kompetensi kerja adalah kemampuan kerja
setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap kerja sesuai
dengan standard yang ditetapkan. Kompetensi merupakan karakteristik fundamental
pada orang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir, melakukan

generalisasi di berbagai situasi, dan menetap selama waktu yang cukup lama. Lebih
jauh lagi Prihadi (2003) mengemukakan lima tipe kompetensi sebagai berikut:
a.

Motives adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten
yang menimbulkan tindakan.

b.

Traits adalah karakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap
situasi atau informasi.

c.

Self-concepts, dalam kategori ini tercakup sikap-sikap, values, atau selfimage seseorang.

d.

Keterampilan adalah kemampuan melakukan tugas fisik atau mental.

e.

Pengetahuan, kategori ini merujuk pada informasi yang dimiliki seseorang
dalam bidang-bidang tertentu.

Spencer menggambarkan model Iceberg dari level-level kompetensi sebagai
kiasan seperti pada Gambar 2.3.

KNOWLEDGE
Informasi yang dimiliki oleh seseorang didalam suatu area tertentu
SKILLS
Perilaku yang mendemonstrasikan pengetahuan
SELF CONCEPTS
Attitude (sikap), nilai – nilai dan self image (kesan tentang diri sendiri)

TRAITS
Suatu kecenderungan umum untuk berperilaku menurut suatu cara tertentu

MOTIVES
Pikiran – pikiran yang muncul yang menggerakan perilaku
Gambar 2.3 Model Iceberg dari level-level kompetensi

2.4.4.1 Pengetahuan (knowledge)
A Guide to The Project Management Body of Knowledge

mengatakan

manajemen proyek yang efektif menghendaki agar tim manajemen proyek memahami
dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan paling sedikit lima bidang keahlian
berikut:
1. Pengetahuan pokok manajemen proyek.
2. Aplikasi bidang pengetahuan, standar-standar dan peraturan-peraturan.
3. Memahami lingkungan proyek.
4. Pengetahuan dan keterampilan-keterampilan manajemen umum.
5. Interpersonal skills.

2.4.4.2 Keahlian (skill)
Dalam rangka mencapai kinerja proyek yang baik, seorang manajer proyek
harus memiliki skill yang berkaitan dengan pengelolaan proyek. Skill didefinisikan
sebagai suatu kemampuan untuk menerjemahkan pengetahuan (knowledge) kedalam
tindakan (Odusami, 2002). Menurut Time, Webster’s Dictionary (1978), Skill adalah
kemampuan atau keterampilan yang didapatkan dari praktek dan pelatihan.
Agar para manajer proyek efektif dan sukses, mereka tidak hanya harus
menunjukkan skill-skill administrasi dan teknikal yang efisien, tetapi juga harus
mempraktekkan suatu gaya kepemimpinan yang tepat. Gaya kepemimpinan yang
digunakan dapat mempengaruhi moral karyawan dan produktifitas kerja karyawannya,
dengan demikian kesuksesan suatu proyek dapat tergantung secara langsung pada
kepemimpinan yang baik (Burke, 2003). Kepemimpinan (leadership) juga merupakan

suatu aspek yang sangat penting dalam manajemen proyek. Tiga jenis kompetensi
yang berbeda yang diperlukan dalam kepemimpinan yaitu kompetensi kepemimpinan
seperti kemampuan memimpin perubahan, kompetensi fungsional seperti keterampilan
teknik, manajemen sumber daya manusia dan kemampuan personil seperti motivasi
dan ketekunan yang tinggi. Sifat-sifat yang paling tinggi untuk manajer proyek yang
efektif dan untuk proyek yang berhasil adalah membangun tim, komunikasi,
menunjukkan kepercayaan dan fokus atas hasil-hasil diantara bawahan (Nguyen et. al.,
2004).
John (1993) mengemukakan bahwa jabatan manajer proyek merupakan jabatan
yang sangat strategis dalam suatu proyek, karena manajer proyek adalah orang yang
paling bertanggung jawab untuk menyelesaikan proyek tersebut dengan baik. Jabatan
manajer proyek menuntut agar manajer tersebut mampu mengidentifikasi masalah dan
memecahkannya, mengatasi kenyataan bahwa waktu dan perhatiannya akan terserap
oleh ribuan masalah dan persoalan yang beragam,

menyelaraskan penanganan

masalah jangka pendek dan jangka panjang dan dapat memotivasi bawahannya untuk
berprestasi baik dan mengatasi kebiasaan buruk mereka.

2.4.4.3 Sikap dan perilaku (self concepts)
Untuk menjadi pemimpin tidak ada cara ataupun metode pelatihan yang
khusus. Namun, mengetahui karakter dan kualitas jiwa yang dibutuhkan untuk menjadi
seorang pemimpin serta bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, merupakan bekal
dan modal potensial untuk bersikap dan bertindak sebagai pemimpin yang baik.
Adapun kualitas seorang pemimpin adalah (Syah, 2004) :

1. Dinamis dan optimis, serta penuh keyakinan.
2. Aktif dan gigih dalam mengejar sasaran.
3. Berwawasan dan imajinatif.
4. Luwes dan penuh pertimbangan, analistis.
5. Kreatif dan penuh kepastian ide dan tindakan.
6. Sabar dan pantang menyerah, serta simpatik.
7. Tekun dan terus bertindak, serta terorganisasi.
8. Berkharisma dan arif bijaksana, serta tidak gegabah.
Sikap dan perilaku yang penting bagi seorang manajer proyek yang
dikemukakan oleh penulis lainnya adalah sebagai berikut :
1. Cleeland (1995), kompetensi manajer yang efektif menyangkut sifat pada
level dibawah sadar adalah keyakinan pada diri sendiri, perhatian terhadap
pengaruh-pengaruh, proaktif, dan orientasi efisiensi.
2. Project Management Body Of Knowledge Guide (2004), skill-skill seperti
ketegasan, pengaruh, kreativitas, dan grup pendukung merupakan aset-aset
yang berharga ketika mengelola tim proyek.
3. Campbell Martin didalam bukunya “The Successful Engineer : Personal
and Professional skills-a Sourcebook”, mengemukakan beberapa sikap atau
perilaku yang penting seperti kepercayaan diri, kreatif, tegas, mendengar
orang lain, dan memahami orang lain. Seorang manajer proyek harus
memiliki motivasi sendiri yaitu mendorong diri sendiri untuk bertindak dan

mendorong para bawahan untuk bekerja dengan baik agar dapat
menyelesaikan proyek dengan baik.

2.4.5 Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan berdasarkan adalah merupakan suatu kegiatan melepaskan
hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas
tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Tanah-tanah yang dibebaskan dengan
mendapatkan ganti rugi dapat berupa:
a. Tanah-tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan Undang-undang
No. 5 Tahun 1960.
b. Tanah-tanah dari masyarakat hukum adat.
Pembebasan hak atas tanah wajib disertai dengan pemberian ganti rugi dan
harus berpedoman pada peraturan yang berlaku serta dalam penentuan bentuk dan
besarnya ganti rugi harus diusahakan dengan asas musyawarah antara pihak yang
bersangkutan dengan mempertimbangkan/memperhatikan harga dasar setempat yang
ditetapkan secara berkala oleh Panitia.
Salah satu kendala utama dalam penyelesaian proyek jaringan transmisi di PLN
adalah pembebasan lahan. Hal ini sangat menghambat kinerja waktu penyelesaian
proyek- proyek PLN di seluruh Indonesia. Ini merupakan tantangan bagi PLN dalam
upaya menyediakan listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu, direksi PT
PLN (Persero) telah mengeluarkan Keputusan Direksi No. 0289.K/DIR/2013 tanggal 9
April 2013 tentang “Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Penyediaan Tenaga Listrik,
Biaya Operasional Pengadaan Tanah dan Biaya Operasional Kompensasi di

Lingkungan PT PLN (Persero)”. Keputusan ini adalah peraturan pelaksanaan dalam
pengadaan tanah di lingkungan PT PLN (Persero) sebagai tindak lanjut dari
berlakunya Undang-undang No 02 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat
(3). Keputusan ini berlaku sebagai aturan pada pengadaan tanah khusus untuk
kepentingan penyediaan tenaga listrik di luar penugasan dari Pemerintah.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pembebasan lahan di antaranya adalah
sebagai berikut :
a.

Alas hak kepemilikan tanah tidak jelas

Permasalahan alas hak kepemilikan tanah yang akan dibebaskan banyak terjadi
di lapangan. Tanah yang akan dibebaskan sering tidak jelas siapa pemiliknya.
Ketidakjelasan alas hak tersebut tak jarang menimbulkan sengketa para pihak
yang merasa berhak atas tanah dimaksud.
b.

Sengketa kepemilikan

Seringkali terjadi sengketa kepemilikan atas tanah yang akan dibebaskan oleh
PLN. Keadaan ini tentu turut memperlambat PLN dalam membebaskan tanah
yang dibutuhkan.
c.

Pemilik enggan melepas tanah miliknya

Dalam beberapa kesempatan, pihak pemilik tanah enggan melepaskan
kepemilikan tanahnya karena beberapa alasan, diantaranya:
1

Harga terlalu rendah.

2

Ada sumber daya alam yang lebih berharga yang melekat di tanah
miliknya, dibanding harga ganti rugi yang ditawarkan.

3

Pihak pemilik tanah memanfaatkan momen untuk mendapatkan harga ganti
rugi tinggi yang tidak realistis.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembebasan lahan adalah sebagai
berikut:
a.

Dukungan Aparat Pemda/Muspika

Sukses dan lancarnya pembebasan tanah tidak terlepas dari bantuan pihak
Pemda dan/atau Muspika setempat. Sikap kooperatif aparat Pemda dan/atau
Muspika akan sangat membantu lancarnya proses pengadaan tanah. Sikap
kooperatif
kepemilikan,

tersebut

diantaranya

bantuan

dalam

bantuan

memfasilitasi

dalam

mengeluarkan

sosialisasi,

bukti

musyawarah

-

musyawarah dan pertemuan - pertemuan PLN dengan masyarakat pemilik
tanah.
b.

Karakter masyarakat

Karakter masyarakat suatu daerah sangat berpengaruh pada kelancaran
pengadaan tanah untuk PLN. Keadaan sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya
suatu masyarakat di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Faktor faktor tersebut turut mempengaruhi kelancaran pengadaan tanah untuk PLN.
c.

Sumber Daya Manusia (Pelaksana/Tim Pengadaan Tanah)

Pelaksana/Tim Pengadaan Tanah PLN belum dibekali dengan pengetahuan
yang mumpuni ketika terjun ke lapangan untuk melaksanakan proses
pengadaan tanah. Selain itu, personil yang ada masih kurang, namun dapat

disiasati dengan meminta bantuan warga sekitar dan memberdayakan aparat
desa setempat.

2.5

Statistik yang Digunakan dalam Analisa

2.5.1 Mean atau Rata-rata ( x )
Nazir (1999) menyatakan bahwa mean (rata-rata), yang sering digunakan
adalah rata-rata hitung (arithmetic mean). Rata-rata hitung untuk data kuantitatif yang
terdapat dalam sebuah sampel dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh
banyak data. Jika X1, X2, …………….Xn adalah n buah pengamatan, maka mean
dicari dengan rumus:
N
_

x=
Dimana:



f x
i

i

i =1

N

(2.1)

= Nilai rata-rata variabel
N = Jumlah observasi
Xi = Skor skala pengukuran
fi

= Frekuensi

2.5.2 Simpangan Baku (Standar Deviasi)
Simpangan baku (standar deviasi) adalah suatu nilai yang menunjukan tingkat
(derajat) variasi kelompok atau ukuran standar penyimpangan dari reratanya. Simbol
standar deviasi populasi adalah σ . Pada prinsipnya perhitungan standar deviasi sama
dengan perhitungan lain pada ukuran pemusatan dimana terdapat perbedaan formula

maupun cara perhitungan untuk data tunggal dan data berkelompok. Adapun rumus
untuk menghitung standar deviasi untuk data berkelompok adalah sebagai berikut :

(∑ f .xi )

∑f
∑f

2

∑ f .xi

σ =

Dimana:

2

σ

= Standar deviasi

f

= Frekuensi

Xi = Skor skala pengukuran

2.5.3 Pengertian Regresi Linier
Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan
penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam
analisis regresi dikenal 2 jenis variabel yaitu:
1. Variabel Respon disebut juga variabel dependen yaitu variabel yang
keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya.
2. Variabel Prediktor disebut juga dengan variabel independen yaitu variabel
yang bebas karena tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Untuk mempelajari hubungan-hubungan antara variabel bebas maka regresi
linier terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Analisis regresi sederhana (simple analysis regression).
2.

Analisis regresi berganda (multiple analysis regression).

Analisis regresi sederhana merupakan hubungan antara dua variabel yaitu
variabel bebas (independent variable) dan variabel tidak bebas (dependent variabel),

sedangkan analisis regresi berganda merupakan hubungan antara 3 variabel atau lebih,
yaitu sekurang-kurangnya dua variabel bebas dengan satu variabel tidak bebas. Tujuan
utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel (dependent
variable) jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya sudah ditentukan.

2.5.4 Analisis Regresi Linier Sederhana
Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis
dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal dengan variabel bebas
tunggal. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah yang dihubungkan
dengan satu peubah tidak bebas.

2.5.5

Analisis Regresi Linier Berganda
Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan

antara peubah respon (dependent variabel) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
lebih dari satu prediktor (independent variabel). Regresi linier berganda hampir sama
dengan regresi linier sederhana, hanya saja pada regresi linier berganda variabel
bebasnya lebih dari satu variabel penduga. Tujuan analisis regresi linier berganda
adalah untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih.

2.5.6

Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2003), bahwa populasi merupakan sekelompok entitas

yang lengkap yang dapat berupa orang, kejadian atau benda yang mempunyai

karakteristik tertentu yang berada dalam suatu wilayah dan memenuhi syarat – syarat
tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.

2.5.7

Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari responden dengan
cara dari daftar pertanyaan atau kuesioner. Dengan menggunakan kuesioner, maka
responden yang membaca daftar pertanyaan dan menjawabnya atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan. Data ini merupakan data yang utama atau pokok dari obyek
yang diteliti. Hasil penelitian yang dicapai merupakan pengolahan dari data yang
diterima ini. Sebelum dilakukan pengelolahan data, terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner. Data sekunder dalam penelitian ini
digunakan untuk mengisi kebutuhan akan tujuan khusus pada beberapa hal, dan
sebagai bagian terpadu dari sebuah penelitian yang besar. Prosedur penelitian meminta
beberapa eksplorasi awal yang pernah dilakukan untuk mempelajari apakah hasil
penelitian sebelumnya dapat memberi sumbangan bagi studi yang sedang dilakukan.
Data dari sumber sekunder membantu memutuskan apa kebutuhan penelitian
selanjutnya perlu dilakukan sekaligus menjadi sumber hipotesis. Penulis bertindak
sebagai pemakai data. Sumber penting untuk mengumpulkan data sekunder adalah
perpustakaan, baik berupa buku-buku literatur, jurnal, maupun data yang disimpan di
CD-ROM, dimana data tersebut dapat ditampilkan dalam layar komputer lalu dicetak.
Database dalam CD-ROM ini tidak hanya mencakup terbitan-terbitan berkala dari
jurnal-jurnal penelitian, tetapi ada juga data statistik, indeks, abstrak, daftar bibliografi,

dan bahan-bahan sumber semuanya tersedia melalui beraneka ragam layanan yang
dilanggani perusahaan , perpustakaan, dan individu.

2.5.8

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji kualitas data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan uji validitas

dan reliabilitas instrumen merupakan uji yang digunakan untuk menguji layak atau
tidak layaknya suatu instrumen penelitian dijadikan sebagai sumber data dalam suatu
penelitian. Uji validitas dan reliabilitas data pada umumnya dilakukan terhadap 30
responden yang diambilan dari sampel penelitian.

2.5.9 Uji Validitas Instrumen Penelitian
Uji validitas dimaksudkan untuk menilai sejauh mana suatu alat ukur diyakini
dapat dipakai sebagai alat untuk mengukur item-item pertanyaan/pernyataan kuesioner
dalam penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengikur

validitas butir

pertanyaan/pernyataan kuesioner adalah Korelasi Product Moment dari Karl Pearson
(validitas isi/content validity) dengan cara mengkorelasikan masing-masing item
pertanyaan/pernyataan kuesioner dan totalnya, selanjutnya membandingkan r tabel
dengan r hitung.
Penentuan valid tidaknya pertanyaan/pernyataan kuesioner ditentukan melalui
besarnya koefisien korelasi, yaitu: jika r hitung positif dan r hitung > r tabel, maka
skor butir pertanyaan/pernyataan kuesioner valid dan sebaliknya, jika r hitung negative
dan r hitung < r tabel, maka skor butir pertanyaan/pernyataan kuesioner tidak valid.
Ghozali (2005) dan Sekaran (2002) menentukan: jika α r < α 5%, maka skor butir

pertanyaan/pernyataan kuesioner valid dan sebaliknya, jika α r > α 5%, maka skor
butir pertanyaan/pernyataan kuesioner tidak valid.

2.5.10 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui instrumen penelitian yang dipakai
dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan teknik cronbach alpha, dimana suatu instrumen dapat dikatakan reliabel
bila memiliki koefisien keandalan atau alpha sebesar: (a) 0,8 sangat baik (Sekaran, 2002).

2.5.11 Metode Analisis Data
Setelah seluruh data yang diperoleh melalui kuisioner terkumpul, kemudian
dilakukan tahapan penelitian selanjutnya yaitu metode analisa data dengan cara
kualitatif dan kuantitatif, yaitu hasil survey berupa kuesioner dari responden diolah
sesuai dengan metode yang digunakan. Adapun metode analisis dimaksud meliputi
analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Disiplin Kerja, Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

2 81 119

Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Utara Dengan Rumah Sakit Permata Bunda Ditinjau Dari Segi Hukum Perdata

1 83 89

Pengaruh Kepribadian Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.PLN (PERSERO) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

31 221 126

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) AREA PELAYANAN DAN JARINGAN JEMBER

0 4 13

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

0 0 19

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

0 0 2

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

0 0 6

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Penyelesaian Proyek Jaringan Transmisi Pada Perusahaan Kontraktor Rekanan PT. Pln (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

1 4 4

Pengaruh Disiplin Kerja, Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pengaruh Kepribadian Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.PLN (PERSERO) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I

0 0 7