Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Utara Dengan Rumah Sakit Permata Bunda Ditinjau Dari Segi Hukum Perdata

(1)

PERJANJIAN PELAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN

RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERDATA

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NIM : 090200414

RIZKI ZALILA DALIMUNTHE

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERJANJIAN PELAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN

RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERDATA

Oleh

NIM : 090200414

RIZKI ZALILA DALIMUNTHE

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG Disetujui Oleh :

NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Sunarto Ady Wibowo, SH., M.Hum Zulkifli Sembiring, SH.M.H NIP. 195203301976011001 NIP. 196010118198803100

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan. Bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimana bentuk perjanjian antara PT. PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda? Bagaimana hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda?Bagaimana apabila terjadi wanprestasi dan cara penyelesaian dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda dan penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah Sakit Permata Bunda? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Hubungan hukum yang terbentuk dalam perjanjian pelayanan kesehatan antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan diberi nama perikatan (verbintenis), dan hukum melalui Pasal 1233 KUH Perdata

Hak dan Kewajiban Pihak Pertama Pasien merupakan tanggung jawab Pihak Pertama berhak atas pelayanan kesehatan yang holistik dan profesional dari Pihak Kedua.Pihak Pertama wajib menyerahkan surat jaminan perawatan yang sekaligus menjadi Surat jaminan pembayaran pada saat penagihan dari Pihak Kedua ke Pihak Pertama.Pihak Pertama wajib menyerahkan nama dan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang untuk menandatangani surat jaminan perawatan. Apabila terjadi pergantian pejabat maka harus disampaikan sesegera mungkin pada Pihak Kedua nama dan tanda tangan pejabat baru baru tersebut. Pihak Pertama wajib melakukan pembayaran kepada Pihak Kedua atas biaya Pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 (Sembilan) perjanjian ini.Hak dan Kewajiban Pihak Kedua Pihak Kedua wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian. Pihak Kedua wajib memastikan formulir Laporan Medis Rawat Inap (Inpatient Medical Core Record) yang disediakan Pihak Pertama sudah dilengkapi sebagaimana mestinya dan dicantumkan secara jelas nama dan tanda tangan dokter yang merawat. Pihak Kedua berhak menolak penggunaan surat jaminan. Bila terjadi wanprestasi yaitu penerima fasilitas tidak dapat memenuhi kewajibannya baik sebagian maupun seluruhnya atas perjanjian oleh penerima fasilitas yang telah ditandatangani sewaktu menyetujui segala bentuk dan syarat-syarat yang telah dibuat dan dipersiapkan dengan sedemikian lengkap oleh pengusaha yang menyediakan barang


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah “PERJANJIAN PELAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERDATA”

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempuranan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan perubahan yang maksimal kepada fakultas dengan meningkatkan saran


(5)

dan prasarana pendidikan di lingkungan kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum sebagai Pembantu Dekan I yang telah membantu para mahasiswa dengan memberikan perubahan dan kemudahan dalam memenuhi segala kebutuhan akademik adminstrasi. 3. Bapak Pembantu Dekan II Safrudin Hasibuan, SH, M.Hum. Yang telah

membantu mahasiswa di dalam pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan kegiatan kampus.

4. Bapak Pembantu Dekan III Muhammad Husni, SH, M.Hum yang telah banyak membantu mahasiswa di bidang kemahasiswaan dan beasiswa. 5. Bapak Dr. Hasyim Purba SH, M.Hum sebagai Pelaksana Ketua

Departemen Hukum Keperdataan yang telah banyak membantu dan memudahkan saya dalam pengajuan judul skripsi.

6. Bapak Sunarto Ady Wibowo, SH., M.Hum, sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, M.H sebagai Pembimbing II yang turut memberikan petunjuk yang sangat banyak serta bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. Ibu Aflah Lubis, SH, M.Hum.


(6)

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada Suami saya Syahri Rahmad Zaini Harahap,SP dan anak saya tercinta Razzaq Al Rasyid Zaini Harahap yang memberikan semangat, doa, banyak dukungan materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

10.Terima kasih buat orang tua tersayang Ayah Ir.H. Irwan Dalimunthe dan Ibunda Hj.Faisyah Elinda Harahap yang telah banyak memberikan semangat, dukungan materil, doa, dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai sekarang.

11.Terima Kasih buat mertua tersayang bou Rosniah Dalimunthe dan amangboru Zainuddin Harahap,Bsc yang telah banyak memberikan semangat, doa, dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai sekarang.

12.Terima kasih buat kakak saya Anni Lovina Dalimunthe, Amd, abang saya dr.Sutan Syarif Muda Dalimunthe, abang ipar saya dr.Julahir Hodmatua Siregar, kakak ipar saya Syaeta Elfi Santi, ST, dan adek ipar saya Nugraha Sari Putri,S.Psi yang selama ini selalu memberi semangat.

13.Seluruh sahabat saya yang telah banyak membantu dan membimbing dalam penulisan skripsi ini. Alda, Oji, Pika, Putri, Monik, Tami, Inka, Mulkan dan semuanya.

14.Keponakan tersayang Fatih, Habibie, Kansya, dan Arfi yang banyak memberikan semangat.


(7)

15.Terima kasih buat Saudara-saudara dan Sahabat-sahabat ku yang telah mengarahkan dan memberikan semangat, nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

16.Semua pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat disebut satu persatu.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapat Rahmat dan Ridho Allah SWT. Penulis memohon maaf Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermanfaat dan berkah dalam hal penulisan ingin menggapai cita-cita.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Metode Penelitian... 8

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Secara Umum ... 14

B. Subjek dan Objek Perjanjian ... 18

C. Jenis Perjanjian... 20

D. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian ... 32

E. Asas-Asas Perjanjian Secara Umum. ... 36

BAB III PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA MEDAN A. Pengaturan Pemberian Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang diberikan oleh PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Kepada Pegawai, Pensiunan dan Anggota Keluarganya ... 43


(9)

B. Pengertian layanan dan pelayanan kesehatan ... 45 C. Prinsip Hak dalam Undang-Undang Kesehatan ... 49 D. Hubungan perjanjian layanan kesehatan dengan KUH Perdata 51 E. Dasar dan Manfaat pelayanan kesehatan. ... 55 BAB IV TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PELAYANAN

KESEHATAN ANTARA PT. PLN (Persero) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA

A. Prosedur pelayanan Kesehatan antara PT. PLN (Persero)

wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda .... 56 B. Hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera

Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda ... 59 C. Penyelesaian klaim terhadap Rumah Sakit dalam

perjanjian pelayanan kesehatan apabila pihak

rumah sakit mengalihkan tanggungjawab ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK

Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan. Bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimana bentuk perjanjian antara PT. PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda? Bagaimana hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda?Bagaimana apabila terjadi wanprestasi dan cara penyelesaian dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda dan penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah Sakit Permata Bunda? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Hubungan hukum yang terbentuk dalam perjanjian pelayanan kesehatan antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan diberi nama perikatan (verbintenis), dan hukum melalui Pasal 1233 KUH Perdata

Hak dan Kewajiban Pihak Pertama Pasien merupakan tanggung jawab Pihak Pertama berhak atas pelayanan kesehatan yang holistik dan profesional dari Pihak Kedua.Pihak Pertama wajib menyerahkan surat jaminan perawatan yang sekaligus menjadi Surat jaminan pembayaran pada saat penagihan dari Pihak Kedua ke Pihak Pertama.Pihak Pertama wajib menyerahkan nama dan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang untuk menandatangani surat jaminan perawatan. Apabila terjadi pergantian pejabat maka harus disampaikan sesegera mungkin pada Pihak Kedua nama dan tanda tangan pejabat baru baru tersebut. Pihak Pertama wajib melakukan pembayaran kepada Pihak Kedua atas biaya Pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 (Sembilan) perjanjian ini.Hak dan Kewajiban Pihak Kedua Pihak Kedua wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian. Pihak Kedua wajib memastikan formulir Laporan Medis Rawat Inap (Inpatient Medical Core Record) yang disediakan Pihak Pertama sudah dilengkapi sebagaimana mestinya dan dicantumkan secara jelas nama dan tanda tangan dokter yang merawat. Pihak Kedua berhak menolak penggunaan surat jaminan. Bila terjadi wanprestasi yaitu penerima fasilitas tidak dapat memenuhi kewajibannya baik sebagian maupun seluruhnya atas perjanjian oleh penerima fasilitas yang telah ditandatangani sewaktu menyetujui segala bentuk dan syarat-syarat yang telah dibuat dan dipersiapkan dengan sedemikian lengkap oleh pengusaha yang menyediakan barang


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat. Untuk mewujudkan hal ini, maka diselenggarakan berbagai upaya kesehatan yang didukung oleh sumber daya tenaga kesehatan.

Dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dinyatakan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (12) dinyatakan ; Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


(12)

Tahun 1945 ditegaskan. Bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambugan yang merupakan suatu kegiatan pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut, kesehatan merupakan modal utama dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut kesejahteraan umum meliputi palayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia, maka ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1960 yang telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, untuk selanjunya disebut UUK.

UUK juga memuat tentang tugas pemerintah di bidang pemeliharaan kesehatan, antara lain menyebutkan pemerintahan berusaha agar kesempatan untuk pengobatan dan perawatan bagi rakyat diberikan secara merata di wilayah Indonesia, dengan biaya seringan-ringannya sampai kepada cuma-cuma untuk usaha itu diadakan rumah sakit, poliklinik dan lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang kesehatan. Dalam peraturan perburuhan, peraturan kepegawaian peraturan pensiunan, juga diperlukan kesehatan kepegawaian.


(13)

peraturan kepegawaian. Peratruan pensiunan dan sebagainya, juga diperlukan kesehatan, baik yang bersifat preventif maupun kuratif diatur dengan seksama juga diperhatikan agar pegawai tersebut di atas dilindungi terhadap hal-hal yang mengganggu atau membahayakan kesehatan.1

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: Hal ini berarti sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, diperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan kesehatan.

Perlindungan hukum kesehatan yang diatur di dalam UUK hanyalah menyangkut perlindungan hukum terhadap pemberi jasa pelayanan kesehatan saja. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 53 UUK dinyatakan: “Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.” Sedangkan perlindungan hukum terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan tidak diatur secara jelas di dalam UUK ini.

Perihal Perlindungan tenaga kerja di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 86 dinyatakan:

a. Keselamatan dan kesehatan kerja b. Moral dan kesusilaan; dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal di selenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

1

C.S.T. Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal. 8


(14)

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 173 ayat (1) dinyatakan “Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan”.

Meningkatnya peranan hukum dalam pelayanaan kesehatan, antara lain disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat di bidang ilmu kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara lebih luas dan mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang telah membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerja sama dengan pertanggungjawaban di antara sesama pemberi bantuan dan pertanggungjawaban terhadap pasien, meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan.2

PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatra Utara selanjutnya disingkat PLN merupakan salah satu perusahaan yang mempekerjakan banyak karyawan/pegawai yang bergerak di bidang pelayanan tenaga listrik kepada masyarakat, dalam menjalankan usahanya PLN harus melaksanakan undang-undang tersebut. Pada kenyataannya, PLN telah berusaha memperhatikan kesejahteraan pegawai pensiunan dan anggota keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dengan fasilitas yang telah diberikan kepada pegawai, pensiunan dan anggota keluarganya, seperti: transportasi, pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas kesehatan.

2

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien). (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 77


(15)

Khusus mengenai fasilitas kesehatan, perusahaan memberikan pengobataan untuk pegawai, pensiunanan dan anggota keluarganya dengan menyediakan sarana kesehatan berupa poliklinik perusahaan, serta perjanjian pelayanaan kesehatan dengan rumah sakit, sehingga setiap pegawai, pensiunan dan anggota keluarganya dapat berobat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Setiap pegawai, pensiunan dan anggota keluargannya dapat berobat di tempat PLN telah mengadakan perjanjian pelayanan kesehatan, diantaranya dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan dengan pemotongan gaji tiap bulannya.

Besarnya perhatian PLN terhadap kesejahteraan pegawai, pensiunan dan anggota keluarganya sehingga penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah telah sesuai dengan yang direncanakan dengan mengamalnya mengenai Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda Ditinjau Dari Segi Hukum Perdata dalam bentuk skripsi.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk perjanjian antara PT. PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda?

2. Bagaimana hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda?


(16)

3. Bagaimana penyelesaian klaim terhadap Rumah Sakit dalam perjanjian pelayanan kesehatan apabila pihak rumah sakit mengalihkan tanggungjawab?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan melaksanakan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda.

3. Untuk mengetahui penyelesaian klaim terhadap Rumah Sakit dalam perjanjian pelayanan kesehatan apabila pihak rumah sakit mengalihkan tanggungjawab

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulisan lakukan adalah: 1. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata khususnya mengenai perjanjian layanan kesehatan antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda. 2. Secara praktis

Agar masyarakat mengetahui proses perjanjian yang terjadi antara PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan.


(17)

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelursan dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis menemukan judul skripsi antara lain Gleni (Deby Amalia, 2008) dengan judul Perjanjian Layanan Kesehatan antara PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara-Riau dan NAD dengan Rumah Sakit Gleni, adapun permasalahan dalam penelitian adalah bagaimana bentuk perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni, bagaimana Hak dan Kewajiban PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni, Bagaimana wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni dan Bagaimana penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni.

Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah Sakit Permata Bunda Ditinjau dari Segi Hukum Perdata. Jadi penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain.

Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang Bagaimana bentuk perjanjian antara PT. PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda? Bagaimana hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah


(18)

Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda? Bagaimana penyelesaian klaim terhadap Rumah Sakit dalam perjanjian pelayanan kesehatan apabila pihak rumah sakit mengalihkan tanggungjawab. Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka penulis tertarik mengambil judul ini sebagai judul skripsi. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.3 Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam suatu penelitian diperlukan adanya metodologi penelitian yang harus disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti metodologi penelitian yang dipergunakan pelbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Akan tetapi setiap ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada perbagai perbedaan.4

Penelitian dan penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

3

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hal 1.

4


(19)

1. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.5

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku III;

Aspek yuridis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Perjanjian Kerjasama antara PLN dengan Rumah Sakit Umum Permata Bunda antara lain:

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

3) Perjanjian Kerjasama Tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Pegawai PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda.

Aspek normatif yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Perjanjian Kerjasama yang dibuat antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan. 2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat.6

5

Ibid, hal.52. 6


(20)

Metode deskriptif analisis tersebut menggambarkan peraturan yang berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut perlindungan hukum bagi peserta askes dalam perjanjian kerjasama tentang pelayanan kesehatan bagi pegawai PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda.

3. Sumber dan Jenis Data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu : data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan Data Primer yang diperoleh dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara studi pustaka atau literatur.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut :

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari UUK7

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan tentang bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku atau literatur-literatur yang berkaitan dengan perjanjian

8

7

Ibid. hal 23-24 8


(21)

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Hukum Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasan. Data yang diperlukan dalam penulisan ini diperoleh melalui:

1) Study Kepustakaan (Library research)

Informasi data yang informasi itu berupa tulisan yang berbentuk skripsi, buku ilmiah, hasil penelitian, majalah yang kemudian disimpulkan.Dengan demikian data yang diteliti dalam suatu penelitian dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat. Dalam penelitian ini data kepustakaan yang dipakai adalah Perjanjian Kerjasama antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda.

2) Wawancara (Interview)

Wawancara adalah cara memperoleh data/informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan sebagai pelengkap dari data sekunder yang ada.9

5. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, yang diperoleh dari lapangan, yang berupa hasil wawancara

9


(22)

yang dilakukan terhadap responden. Setiap data primer maupun data sekunder yang telah terkumpul setelah ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci, langsung dianalisis, kemudian disusun supaya lebih sistematis, dan selanjutnya ditarik kesimpulan. Hasil dari kesimpulan yang merupakan data yang tersaji dalam bentuk sistematis tersebut dijadikan dasar yang dituangkan dalam bentuk penulisan hukum ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi yang berjudul Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah Sakit Permata Bunda Ditinjau Dari Segi Hukum Perdata, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, Perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian perjanjian secara umum, subjek dan objek perjanjian, jenis perjanjian, syarat-syarat sahnya perjanjian dan asas-asas perjanjian secara umum.


(23)

BAB III PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA MEDAN

Pada bagian ini akan membahas tentang Pengaturan Pemberian Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara kepada Pegawai, Pensiunan dan Anggota Keluarganya. pengertian layanan dan pelayanan kesehatan, prinsip-prinsip dalam pelayanan kesehatan, hubungan perjanjian layanan kesehatan dengan KUH Perdata dan Dasar dan Manfaat pelayanan kesehatan.

BAB IV TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PELAYANAN

KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA

Pada bagian ini berisikan mengenai prosedur pelayanan Kesehatan antara PT. PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda dan hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda serta penyelesaian klaim terhadap Rumah Sakit dalam perjanjian pelayanan kesehatan apabila pihak rumah sakit mengalihkan tanggungjawab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian perjanjian secara umum

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.10 Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrech.11

Para Sarjana Hukum Perdata umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas.

Hukum perjanjian diatur dalam buku III BW (KUHPerdata). Pada pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi daipada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

12

Adapun kelemahan-kelemahan dari defenisi di atas adalah seperti diuraikan berikut ini :13

10

Suharnoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Prenada Media, Jakarta, 2004), hal. 117. 11

C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), hal 10

12

Ibid

13


(25)

a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih menguikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya dating dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak. Seperti misalnya pada perjanjian jual-beli , sewa-menyewa.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung konsensus, seharusnya digunakan kata persetujuan.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan perjanjian tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.


(26)

Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.14

“Perjanjian adalah : Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut :

15

“Sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”

Menurut Wirjono Projodikioro, yang dimaksud dengan perjanjian adalah :

16

“Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan

Menurut M. Yahya Harahap mengemukakan:

14

Komariah, Hukum Perdata, (Malang :UMM Press, 2008), hal.169.

15

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung, 1987, hal.9.

16


(27)

hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.17

“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebihuntuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang”.

Menurut Tirtodiningrat menyatakan bahwa:

18

“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan”.

Menurut Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa:

19

17

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung :Penerbit Alumni, 1986), hal. 6.

18

Tirtodiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta : Pembangunan, 1986, hal.83

19

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 78.

Perbedaan-perbedaan pendapat para sarjana mengenai defenisi dari perjanjian memang berbeda-beda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab dalam mengemukakan defenisi dari perjanjian itu, para pakar hukum tersebut memiliki sudut pandang yang saling berbeda satu sama lain. Namun dalam setiap defenisi yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut tetap mencantumkan secara tegas bahwa dalam perjanjian terdapat pihak-pihak yang menjadi subjek dan objek dari perjanjian tersebut yaitu adanya hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak yang menyangkut pemenuhan prestasi dalam bidang kekayaan. Adapun yang menjadi dasar hukum dari perjanjian ini antara lain Buku ke Tiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan


(28)

B. Subjek dan Objek Perjanjian

Menurut R. Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain:20 a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan

perbuatan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum

b. Ada kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar kebebasan menentukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan, atau penipuan), dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya.

Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif akibat hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan (veerneetigbaar), artinya perjanjian tersebut batal jika ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan untuk objek perjanjian, dinyatakan bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya objek tersebut dapat ditentukan. Bahwa objek tersebut dapat berupa benda yang sekarang ada dan benda yang nanti akan ada. Sehingga dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian, antara lain:

1. Barang-barang yang dapat diperdagangkan (pasal 1332 KUHPerdata),

20


(29)

2. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (pasal 1333 KUHPerdata) Tidak menjadi halangan bahwa jumlahnya tidak tentu, asal saja jumlah itu di kemudian hari dapat ditentukan atau dihitung.

3. Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (pasal 1334 ayat 2 KUHPerdata).

Sedangkan barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah :

1. Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang dipakai negara,

2. Barang-barang yang dilarang oleh undang-undang, misalnya narkotika, 3. Warisan yang belum terbuka.

Menurut Subekti, mengenai objek perjanjian ditentukan bahwa :21

1. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak harus cukup jelas untuk menetapkan kewajiban masing-masing.

2. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaan.

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigbaar). Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

21


(30)

C. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu:22

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan. c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata

d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata.

Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.23

22

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : Alfabeta, 2003), hal 82

23


(31)

Menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:24

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang melakukannya. Misalnya: kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal: dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

Perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal: Disatu pihak berprestasi sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya prestasi dan kontra prestasi.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya: Masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya: Dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam buku III KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama.

24


(32)

e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir

Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misal: jual beli.

f. Perjanjian yang sifatnya istimewa

1) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban. Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan pasal-pasal berikutnya (Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata).

2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

3) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).25

Abdul Kadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu:26

a) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua

25

Ibid.

26


(33)

belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.

b) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan).

c) Perjanjian bernama dan tidak bernama.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d) Perjanjian kebendaan dan Perjanjian Obligatoir.

Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan


(34)

barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.

Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

e) Perjanjian konsensual dan perjanjian real.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata). Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap prbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak keetika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".27

Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah:28

a. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:

27

Ibid.

28


(35)

1) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;

2) Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

3) Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban; 4) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan

bewijsovereenkomst;

5) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieckrechtelijke overeenkomst;

b. Kontrak Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.


(36)

Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak campuran yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan, title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum. Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundang-undangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

c. Kontrak menurut Bentuknya

Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang


(37)

suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.

d. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.

1) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam


(38)

melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.

2) Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalahperjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.

e. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan. f. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan.

Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang


(39)

utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

g. Perjanjian dari Aspek Larangannya

Pasal 1337 dinyatakan “suatu sebab terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, sebagaimana disajikan berikut ini.

1) Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

2) Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah ;

a) Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan


(40)

3) Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.

4) Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

5) Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. 6) Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

7) Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usah yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.


(41)

8) Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

9) Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

10)Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jas dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

11)Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan / atau jasa tertentu. Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil


(42)

pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

12)Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepad pihak dan atau pada tempat tertentu.

13)Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S, jenis atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.

D. Syarat-syarat sahnya perjanjian

Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan


(43)

3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal

Ad.1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan pada para pihak, Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah penyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui oleh orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan: bahasa yang sempurna dan tertulis;

a. Bahasa yang sempurna secara lisan;

b. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

c. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

d. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.29 Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.

29

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Rineka Cipta, 1997), hal. 7.


(44)

Ad.2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Maksudnya adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum dinyatakan dalam Pasal 1330 KUH Perdata yaitu :

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan:

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang-undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Ad.3) Suatu hal tertentu;

Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, suatu hal tertentu artinya barang yang menjadi objek perjanjian paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak menjadi soal asalkan dapat ditentukan kemudian.30

30


(45)

Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian mengenai : 31

1. Jenis barang,

2. Kualitas dan mutu barang,

3. Buatan pabrik dan dari Negara mana, 4. Buatan tahun berapa,

5. Warna barang,

6. Ciri khusus barang tersebut, 7. Jumlah barang,

8. Uraian lebih lanjut mengenai barang itu.

Dengan demikian, perjanjian yang objeknya tidak tertentu atau jenisnya tidak tertentu maka dengan sendirinya perjanjian itu tidak sah. Objek atau jenis objek merupakan syarat yang mengikat dalam perjanjian.

Ad.4) Suatu sebab yang halal.

Sebab atau causa yang dimaksudkan undang-undang adalah isi perjanjian itu sendiri. Jadi sebab atau causa tidak berarti sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang dimaksud.32

Menurut Subekti, “Sebab atau causa harus dibedakan dengan motif atau desakan jiwa yang mendorong seseorang untuk membuat suatu perjanjian”.33

31

C.S.T Kansil, Op.Cit, hal. 227. 32

Komariah, Op.Cit hal. 175 33

Subekti, Op. Cit


(46)

oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Akibat hukum dari perjanjian yang berisi causa yang tidak halal, mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk membuat pemenuhan perjanjian di muka hakim.

E. Asas-Asas Dalam Perjanjian

Dalam khasanah hukum perjanjian di kenal beberapa asas yang menjadi dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu perjanjian. Asas perjanjian itu harus merupakan suatu kebenaran yang bersifat fundamental, disamping itu asas semestinya tidak dapat ditimpangi, kecuali ada hal-hal yang dianggap luar biasa dan lebih jelas kandungan meteri kebenarannya.34

34

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), hal 68

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.


(47)

Adapun beberapa asas dalam perjanjian itu antara lain :35 1. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)

Sejalan dengan arti konsensualisme (persesuaian kehendak) itu sendiri yang merupakan kesepakatan, maka atas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.36

2. Asas kebebasan berkontrak

Dapat dikatakan bahwa saat terjadinya adalah pada saat dicapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Sejak terjadinya kesepakatan itu, maka saat itu perjanjian menjadi mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Keterangan tentang kata sepakat menjadi asas dalam suatu perjanjian dapat pula dilihat bunyi Pasal 1320 KUH Perdata bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yang satu diantaranya adalah kata sepakat. Dengan tercapainya kata sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan mengikat para pihak.

Menurut asas ini, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutana, kebiasaan dan Undang-Undang. Asas kebebasan berkontrak ini dapat kita lihat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang menyebutkan: Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat unuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan

35

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1991) hal 71

36

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal 47


(48)

undang. Degnan adanya penyatuan semacam ini sebenarnya kebebasan para pihak di dalam melahirkan suatu perjanjian menjadi tidak bebas lagi. Namun demikian dengan adanya pembatasan ini setiap orang menjadi sadar bahwa perjanjian itu haruslah ditujukan demi untuk kebaikan dan tidak merugikan orang lain.

Dalam satu putusannya Mahkamah Agung pernah memperlihatkan bahwa betapa asas kebebasan berkontrak itu harus berpegang pada kepatutan sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No. 935 K/Pdt/1985 dalam kasus sewa beli mobil. Salah satu pertimbangannya, Mahkamah Agung berpendapat isi perjanjian yang melenyapkan hak beli sewa atas barang yang telah dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau kesulitan pembayaran angsuran tanpa mempertimbangkan jumlah angsuran yang telah dibayar, sebagai perbuatan yang tidak patut dari segi keadilan dan moral. Dalam perjanjian sewa beli mobil tersebut telah diperjanjikan kemacetan angsuran mengakibatkan penjual sewa mengambil mobil kembali tanpa mengembalikan uang angsuran yang telah diterimanya37

3. Asas kepribadian

. Perjanjian ini merugikan pihak pembeli sewa, karena haknya tidak seimbang.

Asas kepribadian ini terdapat di dalam Pasal 1315 KUH Perdata, yang dinyatakan: Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.

37


(49)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata ini, seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan dirinya untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian.

Pihak ketiga tidak dapat diperjanjikan oleh pihak yang mengadakan perjanjian, karena salah satu syarat sahnya perjanjian harus ada kata sepakat, yang berarti pula bahwa dalam perjanjian itu pihak ketiga hadir untuk memberi kata sepakat. Logikanya, kalau dalam suatu perjanjian ditetapkan suatu janji untuk pihak ketiga, maka akan merugikan pihka ketiga yang tidak tahu apa-apa dan tidak mengikatkan dirinya.38

Sedangkan asas obligator mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja,

Namun demikian Undang-undang memberikan kekecualian terhadap asas ini sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1316 KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan pasal ini bahwa pihak yang mengadakan perjanjian, diperbolehkan menetapkan janji untuk pihak ketiga sebagai penanggung akan berbuat sesuatu.

Di samping ketiga asas yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada lagi beberapa asas pelengkap tersebut mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan Undang-undang. Asas ini pada pokoknya hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak.

38


(50)

belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomsi) yaitu melalui penyerahan (livering).39

a. Sepakatnya mereka mengikatkan diri.

Di samping asas-asas yang telah disebutkan di atas kiranya juga perlu diperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian. Hal ini dianggap penting, sebab suatu perjanjian yang dilahirkan tanpa melihat kepada syarat-syarat ini maka perjanjian yang dibuat itu kan menjadi bakal karenanya. Adapun mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian ini adalah sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat-syarat yakni:

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Kesepakatan para pihak di dalam perjanjian dikenal dengan asas konsesualisme sebagaimana telah dijelaskan di atas. Menurut R. Subekti asas konsensualisme ini menunjukkan syarat mutlak bagi hukum perjanjian yang modern untuk tercipatanya kepastian hukum. Adapun yang dimaksud dengan asas konsensualisme adalah suatu perjanjian telah lahir pada saat terjadinya kesepakatan para pihak. Persesuaian kehendak ini dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan/surat dan lain-lain.40

39

Subekti, Jaminan Untuk Pemberian Perjanjian Menurut Hukum Indonesia (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1999), hal 61

40


(51)

Perjanjian berakhir karena :

a. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu; b. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;

c. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus;

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya kejadian yang berada di luar kekuasannya, misalnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Keadaan memaksa absolute adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolute (force majeur) :

b. Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata); kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.

c. Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan


(52)

manusia atau kemungkinan tertimpah bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.

d. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja;

e. Putusan hakim;

f. Tujuan perjanjian telah tercapai;

g. Dengan persetujuan para pihak (herroeping)41

41


(53)

BAB III

PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA DENGAN RUMAH SAKIT

PERMATA BUNDA MEDAN

A. Pengaturan Pemberian Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara kepada Pegawai, Pensiunan dan Anggota Keluarganya.

Pemeliharaan kesehatan adalah upaya untuk menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan pegawai beserta keluarganya dilingkungan PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara. Pemberian fasilitas kesehatan ini telah diatur dalam Keputusan Direksi No. 029-3.SKU/432/DIR/2011 tentang Pelayanan Kesehatan Bagi Pegawai dan atau pensiunan beserta keluarganya (lampiran 1)

Dari hasil penelitian pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara di bagian bidang SDM dan Administrasi bahwa yang berhak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan adalah pegawai dan anggota keluarga yang terdaftar dan diakui perseroan yaitu istri dan anak paling banyak 3 (tiga) orang bagi anak ditentukan batas usianya untuk bisa mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yaitu usia 25 tahun dan tidak/belum pernah kawin, tidak mempunyai penghasilan sendiri dan masih menjadi tanggungan pegawai. Yang berhak pemeliharaan kesehatan :

1. Pegawai


(54)

a. Seorang isteri dan

b. Anak paling banyak 3 orang

Sarana pelayanan pemeliharaan kesehatan yang ada di PT.PLN : 1. Dokter

2. Rumah Sakit 3. Apotik

4. Laboratorium dan sarana tempat pemeriksaan penunjang lainnya.

Jenis pelayanan pemeliharaan kesehatan yang ditanggung oleh Perseroan antara lain :

a. Rawat jalan b. Rumah Inap

c. Pemeriksaan kehamilan

d. Pertolongan persalinan s/d. Anak ke 3

Pemeriksaan penunjang/pemeriksaan khusus untuk peneguhan diagnosa.Pelayanan pemeliharaan meliputi :

a. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum atau dokter gigi

b. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, tidak termasuk perawatan wajah dan kecantikan (skin care)

c. Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit, tidak termasuk bedah plastik (kosmetik) kecuali akibat kecelakaan kerja

d. Pertolongan persalinan atau gugur kandung berdasarkan indikasi medis e. Pelayanan keluarga Berencana, bedah minor (khitan) dan imunisasi


(55)

f. Alat-alat rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi alat tubuh seoptimal mungkin termasuk kaca mata hanya bagi Pegawai upaya peningkatan kesehatan Pegawai yang diselenggarakan oleh perseroan secara masal g. Obat yang diperlukan sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas.

Dalam Pasal 15 perjanjian kerja sama antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda dinyatakan antara lain :

a. Perjanjian kerja sama ini berlaku terhitung 01 April 2013 sampai dengan 31 Desember 2013.

b. Apabila para pihak ingin memperpanjang kembali perjanjian ini, maka salah satu pihak wajib memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum perjanjian ini berakhir.

c. Dalam hal ini para pihak bermaksud memperpanjang masa berlaku perjanjian sebagaimana dimaksud ayat (2) perjanjian ini, maka perpanjangan masa berlaku perjanjian akan dituangkan dalam bentuk amandemen/addendum yang tidak terpisahkan dari perjanjian induknya.

B. Pengertian layanan dan pelayanan kesehatan, 1. Pengertian Layanan

Pengertian pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.42

42


(56)

Layanan yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (Konsumen, pelanggan, tamu, pasien, penumpang, dan langganan) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh seseorang43. Pelayanan adalah suatu usaha yang bertujuan untuk memuaskan individu dengan memenuhi kebutuhan (needs) ataupun keinginan (wants)individu tersebut.44 Pelayanan kesehatan atau health service adalah upaya yang diselenggarakan oleh organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyebuhkan penyakit, memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Aktivitas yang berdampak kepada bidang kesehatan tetapu bukan merupakan pelayanan kesehatan tersebut sebagai health related activites.45

43

Naimuddin, Deli Putra, Karakteristik Pelayanan, Gramedia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal 21

44

Fitzsimmons, Pelayanan Barang dan Jasa, (Yogyakarta : Kansius, 2001), hal 17 45

Ibid, hal. 8

Perusahan yang mempunyai banyak pengawai, apalagi yang memungkinkan pegawainya disuatu daerah, sebaliknya menentukan jenis atau bentuk pelayanan kesehatan yang akn diberikan kepada pegawainya, baik berupa pelayanan kedokteran (medical service) dan/atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health service).

Sebelumnya telah disebutkan bahwa suatu perusahaan harus memperhatikan kesehatan pegawainya. Untuk keperluan tertentu membutuhkan dana. Dengan dana diharapkan di dapat pelayanan kesehatan yang memadai. Pelayanan kesehatan yang dapat dari dana pembiayaan tersebut haruslah digunakan dengna efektif dan efisien. Efektif berarti pelayanannya memberikan hasil kesembuhan dan memuaskan pasien, sedangkan efisien berarti hemat biaya.


(57)

2. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Kesehatan (Health Care Service) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Azwar yang mengutip pendapat Lavey dan Loomba mengatakan bahwa yang dimaksudkan pelayan kesehatan adalah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri ataupun bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditunjukan terhadap perorangan, kelompok atau masyarakat46

Pelayanan kesehatan saat ini tidak saja bersifat penyembuhan (Kuratif) tetapi juga bersifat pemulihan (Rehabilitatif). Keduanya dilaksanakna secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (Promotif) dan Pencegahan (Preventif). indikator pelayanan yang dapat menjadi prioritas relatif sangat banyak, diantaranya adalah

.

47

1. Kinerja tenaga dokter, adalah perilaku atau penampilan dokter rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran : layanan medis, layanan non medis, tingkat kunjungan, sikap, dan penyampaian informasi.

.

2. Kinerja tenaga perawat, adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi dan kunjungan.

46

Azwar, Menuju Pelayanan Kesehatan yang Bermutu, Jakarta : Yayasan Penerbit IDI, hal 100

47


(58)

3. Kondisi fisik, adalah keadaan saran rumah sakit dalam bentuk fisik seperti kamar rawat inap, jendela pengaturan suhu, tempat tidur, kasur dan sprei. 4. Makanan dan menu, adalah kualitas jenis atau bahan yang dimakan atau

dikonsumsi pasien setiap harinya, seperti nasi, sayuran, ikan, daging, buah-buahan dan minuman, menu makanan adalah pola pengaturan jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien.

5. Sistem administrasi pelayanan, adalah proses pengaturan atau pengelolaan pasien di rumah sakit yang harus diikuti oleh pasien (rujukan dan biasa), mulai dari kegiatan pendaftaran sampai perawat pasien.

6. Pembiayaan, adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada rumah sakit untuk pelayanan yang diterima oleh pasien, seperti biaya dokter, obat-obatan, makan, dan kamar.

7. Rekan medis, adalah catatan atau dokumentasi mengenai perkembangan kondisi kesehatan pasien yang meliputi diagonis perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis, dan hasil pelayanan.

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta yagn penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan oleh prefesi masing-masing.

Ciri pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang dapat diterima (acceptable), dicapai (accessible), menyeluruh (comprehensive), berkeseimbangan (continues) serta bermutu (quality) yang dilakuan secara terpadu


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian mengenai perjanjian pelayanan kesehatan antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan yang telah penulis jelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab V ini penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hubungan hukum yang terbentuk dalam perjanjian pelayanan kesehatan antara PLN dengan Rumah Sakit Permata Bunda Medan diberi nama perikatan (verbintenis), dan hukum melalui Pasal 1233 KUH Perdata

2. Hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dengan Rumah sakit Permata Bunda antara lain :

a. Hak dan Kewajiban Pihak Pertama

1) Pasien merupakan tanggung jawab PIHAK PERTAMA berhak atas pelayanan kesehatan yang holistik dan profesional dari PIHAK KEDUA.

2) PIHAK PERTAMA wajib menyerahkan surat jaminan perawatan yang sekaligus menjadi Surat jaminan pembayaran pada saat penagihan dari PIHAK KEDUA ke PIHAK PERTAMA.

3) PIHAK PERTAMA wajib menyerahkan nama dan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang untuk menandatangani surat jaminan


(2)

perawatan. Apabila terjadi pergantian pejabat maka harus disampaikan sesegera mungkin pada pada PIHAK KEDUA nama dan tanda tangan pejabat baru baru tersebut.

4) PIHAK PERTAMA wajib melakukan pembayaran kepada PIHAK KEDUA atas biaya Pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 (Sembilan) perjanjian ini.

b. Hak dan Kewajiban Pihak Kedua

1) PIHAK KEDUA wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian.

2) PIHAK KEDUA wajib memastikan formulir Laporan Medis Rawat Inap (Inpatient Medical Core Record) yang disediakan PIHAK PERTAMA sudah dilengkapi sebagaimana mestinya dan dicantumkan secara jelas nama dan tanda tangan dokter yang merawat.

3) PIHAK KEDUA berhak menolak penggunaan surat jaminan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

4) Tanda tangan pejabat dan surat jaminan tidak sesuai atau diragukan dengan contoh tanda tangan pejabat PIHAK PERTAMA yang berwenang sesuai lampiran perjanjian ini.

5) PIHAK PERTAMA telah memberitahukan bahwa pasien bukan atau tidak lagi menjadi tanggung jawab PIHAK PERTAMA.

6) PIHAK KEDUA berhak mendapat pembayaran atas pelayanan kesehatan yang diberikan Kepada pasien sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 (Sembilan) perjanjian ini.


(3)

3. Penyelesaian klaim terhadap Rumah Sakit dalam perjanjian pelayanan kesehatan apabila pihak rumah sakit mengalihkan tanggungjawab. Bila terjadi wanprestasi yaitu penerima fasilitas tidak dapat memenuhi kewajibannya baik sebagian maupun seluruhnya atas perjanjian oleh penerima fasilitas yang telah ditandatangani sewaktu menyetujui segala bentuk dan syarat-syarat yang telah dibuat dan dipersiapkan dengan sedemikian lengkap oleh pengusaha yang menyediakan barang, sedangkan apabila pihak Rumah Sakit Permata Bunda gagal dalam operasi, pasien yang ingin berobat keluar negeri harus melapor ke PLN Pusat dengan menjelaskan kegagalan operasi di dalam negeri, pembayaran menggunakan uang pasien terlebih dahulu kemudian diganti oleh pihak PLN hanya 70% tidak termasuk ongkos pesawat, dan apabila ingin dibayarkan 100% oleh pihak PLN harus ada surat rujukan dari rumah sakit besar yang ada di Kota Medan, karena alasan tidak sanggup menanganin pasien dan dirujuk rumah sakit luar negeri

B. Saran

Dari hasil penelitian maka penulis menyarankan sebagai berikut :

1. Di dalam melaksanakan perjanjian pelayanan kesehatan ini hendaklah para pihak baik PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara maupun Rumah Sakit Permata Bunda Medan mematuhi segala klausal-klausal di dalam perjanjian itu serta melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab.

2. Secara berangsur-angsur hukum di Indonesia berkembang searah dengan kebutuhan hukum masyarakat mengalami transisi. Dengan dikeluarkannya


(4)

Undang-undang tentang Yayasan dan dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Jawatan, Rumah Sakit sebagai produsen jasa pelayanan kesehatan mendapat perlindungan hukum.

3. Pengusaha atau perusahaan besar lainnya dapat mencontoh sistem pemberian jaminan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara terhadap pegawainya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Azwar, Menuju Pelayanan Kesehatan yang Bermutu, Jakarta : Yayasan Penerbit IDI 1999

Busro, Achmad, Hukum Perikatan, Semarang :Oetama, 1995.

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam Jakarta : Sinar Grafika, 1994

Deli, Putra Naimuddin, , Karakteristik Pelayanan, Gramedia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung :Penerbit Alumni, 1986.

_________________. Segi-Segi Hukutn Perjanjian,: Bandung : Alumni, 1986

Fitzsimmons, Pelayanan Barang dan Jasa, Yogyakarta : Kansius, 2001

Kansil, C.S.T., Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2001.

___________., Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, 2006

Komalawati, Veronica, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien). Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002.

Komariah, Hukum Perdata, Malang :UMM Press, 2008.

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Rineka Cipta, 1997.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung : 1990. Projodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981


(6)

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1991.

Raharjo, Handri. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004.

Soekanto, Soejono, Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta: Prenada Media, Jakarta, 2004. Subekti, R., Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung, 1987. Subekti R., Hukum Perjanjian, Jakarta : Pembimbing Masa, 1997.

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : Alfabeta, 2003. Salim H.S., Hukum Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2006

Subekti, Jaminan Untuk Pemberian Perjanjian Menurut Hukum Indonesia Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1999

Tirtodiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta : Pembangunan, 1986.

B. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia, Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

C. Website

diakses tanggal 15 April 2013

Wawancara dengan Sri Rusmida Assiten Officer adminitrasi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara