Bahan Ajar HI HPI 7

RUANG LINGKUP
Secara material
meliputi persoalan perdata sehari-hari  sepanjang mengandung
adnya unsur asing (foreign element)
a. Hukum Perorangan
status personil, Kewaganegaraan ,Domisili, Badan
Hukum.
b. Hukum keluarga
Perkawinan, Hubungan orang tua dan anak, Perceraian, Adopsi dan
Harta Perkawian.
c. Hukum Harta Kekayaan
Hak-hak kebendaan, Perjanjian/ Perikatan, Perbuatan Melawan
Hukum
d. Hukum Waris



Secara Formal
Meliputi persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan :
a. Pilihan Hukum (Choice of Law) 

Conflict of Laws
b. Pilihan Hakim ( Chice of Court/
Jurisdiction)
Conflict of jurisdiction
c. Pengakuan Hakim Nasional
terhadap Putusan Hakim Asing.

TUJUAN HPI


Secara Material
a. Untuk melancarkan interaksi antar
anggota masyarakat internasional
b. Untuk memberikan kepastian hukum
c. Untuk mewujudkan keadilan sesuai
dengan budaya hukum para pihak
d. Untuk mencapai kesejahteraan
melalui interaksi sosial

Secara Formal

a. Untuk menentukan fakta-fakta hukum sebagai
suatu perkara HPI
b. Untuk menentukan kewenangan yurisdiksional
suatu pengadilan
c. Untuk menetapkan hukum yang berlaku ( Lex
Causae) melalui :
- menentukan fakta-fakta dam perkara (titik
taut)
- melekukan kualifikasi terhadap fakta dan
persoalan hukumnya
- menentukan kaidah HPI yang relevan
berdasarkan hukum nasional (Lex Fori)
d. Untuk menyelesaikan perkara berdasarkan Lex
Causae


Asas-asas HPI yang tumbuh &
berkembang pada masa ini :
1. Lex Rei Sitae/ Lex situs  Terhadap
benda=benda tetap tunduk pada

hukum dimana benda itu berada
2. Lex Domicili  Hak dan Kewajiban
seseorang tunduk pada hukum dimana
di memiliki tempat tinggal tetap
3. Lex Loco Contraktus  Terhadap
perjanjian berlaku hukum pada tempat
dimana perjanjian itu dibuat.
-

b.

-

Asas Personal – Genealogis
Abad ke 6 s/d 10
Hukum dalam prose penyelesaian sengketa adalah
hukum dari pihak tergugat
Kecakapan membuat Perjanjian => berdasarkan
hukum personal masing-masing pihak
Pewarisan dilaksanakan berdasarkan hukum

personal pihak pewaris
Pengalihan hak milik dilaksanakan sesuai hukum
pihak yanh mengalihkan
Perbuatan melawan hukum diselesaikan berdasrkan
hukum si pelakunya
Pengesahan perkawinan dilaksanakan sesuai
dengna hukum pihak suami

b.

-

Asas Personal – Genealogis
Abad ke 6 s/d 10
Hukum dalam prose penyelesaian sengketa adalah
hukum dari pihak tergugat
Kecakapan membuat Perjanjian => berdasarkan
hukum personal masing-masing pihak
Pewarisan dilaksanakan berdasarkan hukum
personal pihak pewaris

Pengalihan hak milik dilaksanakan sesuai hukum
pihak yanh mengalihkan
Perbuatan melawan hukum diselesaikan berdasrkan
hukum si pelakunya
Pengesahan perkawinan dilaksanakan sesuai
dengna hukum pihak suami

c.


Asas Teritorial
Abad ke 11 s/d 12, terjadinya transformasi
struktur masyarakat dari geneologis ke
masyarakat teritorialistik, dengan dua ciri
utama:
- Di kawasan Eropa Utara (Inggris, Prancis,
Jerman) munculnya kelompok-kelompok feodal
yang cenderung memberlakukan hukum mereka
secara eksklusif terhadap siapa saja yang
berada dalam teritori mereka  tuan-tuan tanah

tidak mengakui hukum asing atau hak-hak yang
telah diperoleh berdasrkan hukum asing.

Sejarah Perkembangan
HPI
di ITALIA (abad ke 13 s/d
15)




Accursius (1228)=> awal tumbuhnya Teori Statuta => Bila
seseorang berasal ari suatu kota di Itlia, digugat di kota lain, maka ia
tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena ia
bukan subyek hukum dari kota lain itu.
Bortalus (1315-1357) = Bapak HPI. Sebagai pencetus teori statuta
(sebagai pengembangan pendapat Accurius). Bortalus berpendapat
bahwa statuta-statuta suatu kota dapat dikelompokan atas 3 jenis
statuta, yaitu :


1. Statuta Personalia =>menyangkut dgn statuspersonal atau
kedudukan hukum seseorang, dengan objek pengaturan meliputi
masalah-masalah pribadi dan keluarga =>Statuta personalia
inidiberikan kpd warga yg bertempat tinggal tetap di wilayah kota
ybrs. => Statuta Personalia tetap melekat dan berlaku dimanapun
warga tsb berada =>bersifat ekstra teritorial.
2. Statuta Realia => menyangkut dg status hukum kebendaan =>
Thd statuta ini berlaku prinsip teritorial => hanya berlaku di
wilayah kota yg memperlakukannya => Statuta ini berlaku thd
siapa saja (warga kota/pendatang/orang asing) yg berada di
wilayah kota tsb.
3. Statuta Mixta => menyangkut dg perbuatan-perbuatan hukum =>
Thd statuta ini berlaku prinsip teritorial seperti pd Statuta Realia.

Sejarah Perkembangan
HPI
di PERANCIS (abad ke 16)


Charles Dumoulin (1500-1566)

=>Memperluas lingkup Statuta Personalia
=>Memasukan perjanjian sbg objek
pengaturannya, dgn argumentasi :
 Para pihak dalam perjanjian memiliki kebebasan
berkontrak, termasuk kebebasan memilih
hukum yg berlaku dlm kontrak mereka.
 Kebebasan memilih hukum tsb akan melekat
terus bagi para pihak dimanapun mereka
berada. => Merupakan masalah status personal
seseorang yg bersifat ekstra teritorial.



Bertrand Dargentre (1523-16030
=>Memperluas lingkup Statuta Realia
=>Memasukan perjanjian dan perbuatan hukum
lain sebagai objek pengaturannya, dgn
argumentasi :
 Adanya kedudukan seseorang (Statuta Personalia) yg
berkaitan dgn hak milik orang tsb atas suatu benda

(Statuta Realia), atau ada juga perbuatan-perbuatan
hukum (Statuta Mixta) yg dilakukan di teritorial tertentu.
 Apabila seseorang meninggal dunia yg meninggalkan
benda-benda tetap di berbagai negara, maka warisan
itu tdk hanya diatur oleh satu sitem hukum, tetapi
setiap benda tersebut tunduk pada hukum tempat letak
benda itu (Lex Rei Sitae).

Sejarah Perkembangan
HPI
di BELANDA (abad ke 17)


Ulrik Huber (1636-1694) =>Mengembangkan
konsep Statuta menjadi kedaulatan eksklusif
negara. =>Penyelesaian perkara HPI bertitik
tolak dari 3 prinsip dsar, yaitu :

 Hukum Statuta Negara hanya berlaku dalam batasbatas teritorial negara tsb.
 Setiap orang (warga negara / orang asing) yg berada

dalam teritorial suatu negara, merupakan subjek
hukum dan harus tunduk pada hukum negara
tersebut.
 Meskipun demikian berdasarkan asas “sopan Santun”
antar negara (comitas gentium) =>hukum dari
negara asal tetap berlaku dimana saja sepanjang
tidak bertentangan dgn kepentingan subjek hukum di
negara yg menjadi pengakuan.



Johannes Voet (1647-1714) =>Mempertegas
asas Comitas Gentium :

 Pemberlakuan hukum asing di suatu negara
bukanlah merupakan kewajiban Hukum
Internasional (publik) atau bukan karena adanya
sifat hubungan hukum pada suatu perkara HPI,
tetapi hanya demi sopan santun pergaulan antar
negara.

 Suatu negara tidak berhak menuntut pemberlakuan
hukumnya di negara lain.
 Pemberlakuan asas sopan santun tersebut harus
ditaati oleh setiap negara =>asas ini dianggap
sebagai bagian dari hukum nasional.
 Suatu perbuatan hukum tunduk pada hukum
setempat (Locus Regit Actum)

TEORI-TEORI MODERN
HPI abad ke 19
VON SAVIGNY (1849 )








Titik tolak torinya => suatu hubungan hukum yang sama harus
memberi penyelesaian yang sama pula, baik diselesaikan oleh
hakim negara A, maupun hakim negara B => sehingga
putusannya juga akan sama-sama di mana-mana.
Pengakuan terhadap hukum asing bukan hanya berdasrakan
comitas, tapi berdasarkan pada manfaat dan fungsi yang
dipenuhinya bagi semua pihak.
Untuk setiap bentuk hubungan hukum, dapat ditentukan tempat
kedudukan hukum nya (Legal Seat) melalui pengamatan terhadap
hubungan hukum tersebut dengan bentuk titik-titik taut => jika
sudah ditemukan tempat kedudukan hukum => maka sistem
hukum pada tempat itulah yang digunakan sebagai Lex Causae.
Tempat kedudukan hukum itu merupakan “pusat gaya berat”
(center of gravity) dari suatu hubungan hukum => yang banyak
dimanfaatkan untuk menentukan hukum yang seharusnya
berlaku dalam suatu perjanjian ( the proper law of contract)








MANCINI (1851)
TITIK TOLAK TEORINYA => semua bangsa mempunyai
kedudukan yang sama dalam masyarakat antar bangsa =>
timbulnya hukum internasional karena adanya hidup bersama
antar bangsa => timbulnya negara karena adanya bangsa.
Hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya =>
kebangsaan
Dalam setiap sistem hukum terdapat 2 jenis hubungan hukum :
- kaidah-kaidah hukum yang menyangkut kepentingan
perseorangan
- kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga
ketertiban hukum
Berdasarkan kriteria tersebut => terdapat 3 asas HPI
- kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi
setiap warganegar dimanapun dan kapanpun juga => prinsip
persinil
- kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat
teritorial => berlaku bagi setiap orang yang berada dalam
wilayah yurisdiksi suatu negara => prinsip teritorial
- Para pihak yang berjanji boleh memilih hukum manakah yang
akan berlaku bagi perjanjian mereka => prinsip pilihan hukum



FAKTOR / FAKTA

-

Kewarganegaraan yang bersangkutan
Bendera kapal (laut/udara)
Tempat domisili tetap seseorang/tempat kedudukan
suatu Badan Hukum
Tempat kediaman/alamat seseorang berada
Tempat letaknya suatu benda berada
Tempat terjadinya suatu perbuatan hukum dilakukan
Tempat timbulnya akibat suatu perbuatan hukum
=> pelaksanaan perjanjian
Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum
Tempat perbuatan-perbuatan resmi dilakukan
Tempat penyelesaian perkara diajukan
Pilihan hukum yang telah disepakati para pihak

-

TITIK TAUT



PEMBEDAAN / MACAM-MACAM TITIK
TAUT
1. TITIK TAUT PRIMER  Fakta/faktor yang
menunjukan suatu peristiwa adanya unsur asing
dalam suatu peristiwa hukum => HPI=> sehingga TTP
adalah titik taut yang membedakan suatu peristiwa
sebagai suatu peristiwa HPI => bukan hanya sebagai
peristiwa hukum intern semata  TTP = Titik Taut
Pembeda
2. TITIK TAUT SEKUNDER  Fakta/faktor yang
menentukan hukum mana yang harus diberlakukan
bagi suatu peristiwa hukum => sehingga TTS adalah
titik taut yang akan menentukan Lex Causae/
applicable law  TTS = Titik Taut Penentu



CARA MENENTUKAN LEX CAUSAE

1.Perhatikan peristiwa hukum yang terjadi => cari titik taut
primer berdasarkan Lex Fori => Apakah peristiwa hukum
tersebut peristiwa HPI atau bukan?
2.Jika ternyata merupakan peristiwa HPI => lakukan
kualifikasi => berdasarkan Lex FORI :
Kualifikasi Fakta => pengkategorian fakta-fakta yang
ada pada suatu peristiwa hukum ke dalam kategori hukum
yang sudah ada dalam sistem hukum tertentu, Misalnya :
Masalah harta warisan, Wanprestasi, Keabsahan Kontrak,
dsb
Kualifikasi Hukum => pengkategorian kaedah hukum
yang ada pada suatu sistem hukum ke dalam
pengelompokan suatu kategori hukum tertentu, Misalnya :
Perbuatan Melawan Hukum, Pelaksanaan Perjanjian, dsb

3. Perhatikan peristiwa hukum yang terjadi => cari titik taut sekunder
berdasarkan Lex Fori => sebagai proses untuk menentukan sistem hukum
mana yang berlaku => Lex Causae
Pengecualian terhadap penerapan Lex Fori :
Kewarganegaraan => ditentukan oleh hukum yang bersangkutan
Kebendaan => hukum dimana benda itu berada
Perbuatan melawan hukum => hukum dimana perbuatan hukum tersebut
dilakukan
Kontrak => hukum yang dipilih para pihak
Konvensi HPI yang telah disetujui oleh negara-negara peserta
4. Titik taut yang didapat menurut Lex Causae => akan menentukan kaedah dari
sistem hukum yang harus berlaku => Lex Causae => Lex Fori => sistem
hukum yang lain ?
5. Selesaikan masalah HPI berdasrkan kaedah hukum materil yang harus berlaku

PENYELESAIAN
PERKARA HPI
Peristiwa hukum di bidang hukum
perdata
Dapat berupa peristiwa hukum perdata
internasional
Faktor-faktor yg
menentukan hal ini adalah :
Ada
atau tidak adanya unsur-unsur asing /
forign element dalam perkara tsb
(Titik Taut)

Apabila di dalam peristiwa hukum
perdata ada tdp unsur asing
maka peristiwa itu termasuk dalam HPI
Faktor yg membedakan apakah
termasuk HPI atau bukan
ditentukan oleh Titik Taut Primer / Titik
Taut Pembeda (TTP), terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kewarganegaraan
Bendera kapal
Domisili
Tempat kediaman
Tempat kedudukan pribadi hukum
Tempat dilakukannya isi suatu perjanjian

Faktor yg menentukan sistem hukum yg
berlaku
dinamakan Titik Taut
Penentu/ / Titik Taut Sekunder (TTS)
TTS tdk banyak diatur melalui
perundang-undangan
tetapi
sebagian TTS ditemui dalam
jurisprudensi
Contoh beberapa
hubungan hukum dan hukum yg berlaku
HUBUNGAN HUKUM mengenai:Lex causae
Status personil
Lex domicili
Perjanjian kerja
Lex contraktus
Testamen
Lex loci actus
Perjj Jual Beli

Lex`Actus

Tahap Penyelesaian Perkara
HPI