AGAMA SEBAGAI MEDIA KONTESTASI POLITIK : STUDI KAMPANYE POLITIK SAMBARI-QOSIM DALAM PEMILIHAN BUPATI GRESIK TAHUN 2015 DALAM TINJAUAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER DI DESA LOWAYU KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK.
Gresik)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi
Oleh:
MUHAMMAD NUR MUHIBBIN
NIM. B75213058
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Muhammad Nur Muhibbin, 2017, Agama Sebagai Media Kontestasi Politik (Studi Kampanye Politik Sambari-Qosim dalam Pemilihan Bupati Gresik Tahun 2015 dalam Tinjauan Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer di Desa Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik), “Skripsi Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Suanan Ampel Surabaya.”
Kata Kunci : Agama, Politik
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai agama yang dijadikan sebagai media untuk melakukan kampanye politik oleh salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil bupati Gresik tahun 2015, serta mengkaji pula hubungan Antara Agama dan Politik dalam Masyarakat Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dan sebab agama dijadikan sebagai media kontestasi politik, serta mengetahui pula hubungan Antara agama dan politik yang ada di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Guna melengkapi data penelitian yang digunakan peneliti menggunakan subyek primer maupun subyek sekunder. Teori yang digunakan untuk melihat fenomena sosial tentang agama sebagai media kontestasi politik di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik adalah teori Herbert Blumer tentang Interaksionisme Simbolik.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa agama digunakan sebagai media kontestasi politik di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik karena calon Wakil Bupati “Mohammad Qosim” merupakan seorang Kyai, sehingga lebih mudah baginya melakukan kampanye dengan konsep agama. selain itu jika dilihat dari aspek hubungan agama dan politik, agama masih sangat dijunjung tinggi dan di anggap syakral oleh masyarakat Lowayu, begitupun seorang Kyai, sebagai tokoh agama yang masih sangat ditaati dan dijadikan teladan dalam bersikap dan bertingkah laku. Secara tidak langsung masyarakat Lowayu menyukai pemimpin memiliki beground agama yang baik karena mereka berharap agar pemimpin mereka tidak hanya dapat memimpin mereka dalam pemerintahan dan politik saja melainkan juga dapat dijadikan pemimpin umat dalam beragama dan bertingkah laku.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... viii
ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Konseptual ... 6
F. Sistematika Pembahasan ... 10
BAB II :AGAMA DAN POLITIK DALAM PRESPEKTIF HERBERT BLUMER ... 12
A. Penelitian Terdahulu ... 12
B. Agama dan Politik ... 16
C. Kerangka Teori ... 44
BAB III : METODE PENELITIAN ... 51
(8)
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52
C. Pemilihan Subyek Penelitian ... 52
D. Tahap-Tahap Penelitian ... 56
E. Teknik Pengumpulan Data ... 57
F. Teknik Analisis Data ... 59
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 60
BAB IV : AGAMA SEBAGAI MEDIA KONTESTASI POLITIK ... 61
A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 61
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72
C. Analisis Data ... 87
BAB V : PENUTUP ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Dokumen yang relevan
3. Biodata
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya partai partai Islam belakangan ini menimbulkan
perdebatan sendiri, dalam pandangan kelompok tertentu ini merupakan perwujudan dari hadirnya kembali politik Islam atau secara istilah disebut dengan repolitisasi Islam. Penilaian pertama dengan munculnya repolitisasi Islam bernada positif, Karena seperti agama lain Islam tidak dapat di pisahkan dengan politik. Sedangkan penilaian kedua, Intonasinya adalah negatif. Istilah politisasi terhadap apa saja selalu merupakan bagian dari rekayasa yang bersifat manipulatif. Bisa dibayangkan apa jadinya bila hal tersebut dikenakan pada sesuatu yang mempunyai sifat ilahiah seperti agama, dalam hal ini adalah Islam.
Tidak diketahui secara persis apa yang dimaksud oleh sementara
pihak yang melihat maraknya kehidupan politik Islam dewasa ini sebagai sesuatu fenomena yang dapat diberi label repolitisasi Islam. Meskipun demikian, kalau menilik indikator utama yang digunakan sebagai dasar penilaian itu adalah munculnya sejumlah partai yang menggunakan simbol dan asas Islam atau yang mendukung utama komunitas Islam,maka tidak terlalu salah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud adalah munculnya kembali kekuatan politik Islam. Hal yang demikian itu, di dalam
(10)
perjalanannya selalu terbuka kemungkinan untuk mempolitikan bagian bagian dari apa yang menjadi dasar idiologi partai-partai tersebut.
Satu tahun yang lalu saat pemilihan kepala daerah dilakukan secara
serentak tampak sekali pasangan calon, anggota partai, organisasi-organisasi masyarakat maupun organisasi-organisasi keagamaan menyiapkan diri. Agama menjadi hal yang paling sering diperbincangkan, terutama ketika agama disandingkan dengan isu-isu politik.
Umumnya pada masyarakat-masyarakat beragama, partai politik
menjadi salah satu kendaraan kelompok-kelompok agama untuk mencapai tujuan dan kepentingan tertentu. Orang sering memperdebatkan ungkapan apakah "agama untuk politik", atau "politik untuk agama". Yang pertama, menurut sebagian orang, cenderung merendahkan posisi agama, karena politik dijadikan sebagai tujuan, sedangkan agama dijadikan alat. Yang kedua “politik untuk agama”, Seolah tampak lebih pantas, karena mereka menganggap agama tetap luhur, Sementara politiklah yang merupakan alat.
Kedua frase itu sebetulnya problematik, karena itu perlu dihindari
dalam konteks berpolitik yang sehat. "Agama untuk politik" bisa mengambil contoh partai-partai politik yang menggunakan teks-teks,
idiom-idiom, simbol-simbol, atau ajaran-ajaran agama dengan
memaksakannya seolah teks-teks itu mendukung posisi politik yang telah diambil partai bersangkutan. Agama menjadi kemasan, sementara isinya kepentingan politik.
(11)
Politik identitas dengan menggunakan simbol-simbol primordial sebetulnya dapat ditemukan di hampir semua masyarakat klasik, pertengahan, dan modern. Simbol-simbol seperti etnisitas, ras, agama, dan Gender, menjadi senjata ampuh bagi suatu perjuangan mencari tujuan tertentu. Namun, identitas harus dipahami sebagai tidak statik, tidak begitu saja ada, tidak natural.
Pada suatu saat, seseorang atau kelompok tertentu menggunakan
identitas tertentu, tetapi pada saat lain, dalam konteks berbeda, ia atau kelompok itu menggunakan identitas berbeda. Itu berarti, agama amat rentan terhadap manipulasi.
Agama dalam masyarakat desa Lowayu kecamatan Dukun
kabupaten Gresik menjadi sesuatu yang di anggap syakral, dihormati dan dijunjung tinggi. Seluruh masyarakat yang tinggal di desa tersebut beragama Islam. Sebagian besar masuk dalam golongan Nahdhotul Ulama’ dan sebagian kecil merupakan golongan Muhammadiyah. Walaupun demikian masyarakat di desa tersebut begitu rukun dan saling toleransi dalam menjalankan ibadahnya masing-masing.
Saat pemilihan Bupati Gresik dilakukan Lowayu menjadi salahsatu
desa yang paling mendapat perhatian lebih dari ketiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Gresik, selain karena masyarakatnya banyak, Lowayu juga termasuk desa terbesar di kecamatan Dukun. Masyarakatnya yang agamis menjadi salah satu strategi para calon bupati dan wakil bupati
(12)
yang bertarung untuk melakukan pendekatan politik melalui agama. Seperti yang dilakukan pasangan calon nomer urut satu.
Pasangan yang diusung oleh partai demokrat dan partai
kebangkitan bangsa ini melakukan strategi politik melalui kegiatan santunan anak yatim yang diadakan di masjid Nurul Huda Lowayu, mengadakan acara istighosah bersama yang dilakukan di rumah salah satu tim pemenangan pasangan calon, yang mengundang masyarakat luas dalam hal ini adalah masyarakat Lowayu dan sekitarnya, mengadakan ceramah agama yang melibatkan ibu ibu Muslimat dan Fatayat NU sekecamatan Dukun, serta memberikan paket ziarah Wali lima untuk ibu ibu muslimat dan fatayat NU di desa Lowayu.
Tidak hanya itu strategi politik yang dilakukan pasangan nomor
urut satu ini juga melakukan pendekatan personal kepada para tokoh-tokoh ulama’ dan tokoh masyarakat di desa tersebut, Dengan mendatangi “sowan” ke beberapa tokoh agama yang memiliki basis dukungan yang banyak.
Selain pasangan calon nomor urut satu, pasangan calon nomor urut
dua dan tiga juga melakukan strategi politik yang sama seperti apa yang dilakukan oleh pasangan calon urut satu, hanya saja apa yang dilakukan pasangan calon nomor urut dua dan tiga ini tidak sebanyak apa yang dilakukan oleh nomor urut satu, Mereka hanya melakukan pendekatan politik melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat serta menggelar acara ceramah agama yang menghadirkan masyarakat secara luas.
(13)
B. Rumusan Masalah
Mengapa agama dijadikan sebagai media kontestasi politik dalam pemilihan Bupati di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik? C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui latar belakang agama yang dijadikan sebagai media kontestasi politik di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi diri sendiri dan masyarakat pada umumnya, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan dapat dijadikan sebagai tambahan dalam memperkaya ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan bahan referensi mahasiswa sosiologi, ilmu politik, maupun program studi lainnya, serta dapat memperkaya kajian sosiologi, terutama mengenai kasus yang berkaitan
dengan teori – teori yang dipaparkan.
2. Manfaat praktis
Jika dilihat dalam prespektif manfaat praktis penelitian ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi publik dalam mewujudkan pemilih cerdas, sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk memilih mana
(14)
pemimpin yang benar-benar mampu untuk memimpin Gresik selanjutnya, serta dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian yang sejenis secara lebih mendalam dan dalam ruang lingkup yang lebih luas.
E. Definisi Konseptual
a. Agama
Agama adalah keyakinan atau kepercayaan kepada tuhan.1Dalam
mendefinisikan pengertian agama, Harun Nasution, secara implisit menyamakan begitu saja antara pengertian konsep agama dan din. Ia menarik benang merah antara kedua konsep tersebut dengan menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah agama, dan din mengerucut pada makna yang sama yaitu berupa ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan-ikatan inilah yang dalam pandangan Harun Nasution, memberikan pengaruh bagi
kehidupan sehari-hari manusia.2
Sedangkan terhadap “din”, term yang disepadankan dengan “agama”, oleh Harun Nasution dimasukkan sebagai kata yang berakar dari rumpun Bahasa Semit. Kata ini berarti undang-undang atau hukum. Dalam Bahasa Arab, kata yang sama mengandung arti “menguasai”, “menundukkan”, “patuh”, “hutang”, “balasan” dan “kebiasaan”. Dalam
1Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: ARKOLA,
2001), 9.
2 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Cetakan V (Jakarta:
(15)
memaknai masing-masing makna kata tersebut, Harun menjelaskan bahwa pengertian agama secara umum terkandung dalam istilah-istilah yang telah dibahas. Ia kemudian mengambil sebuah konklusi bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah yang merujuk pada agama
di atas ialah kata “ikatan”. Jadi agama adalah ikatan-ikatan yang harus
dipegang dan dipatuhi manusia.3
Dalam konteks ini agama yang di maksud adalah agama Islam yang diwakili oleh golongan Muhammadiyah dan Nahdhotul Ulama’ di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik. Dengan segala bentuk kegiatan keagamaannya seperti istighosah, santunan anak yatim, ceramah agama dan lainnya masyarakat di harapkan dapat tetap memegang erat dan mengikatkan dirinya dengan ajaran ajaran agama.
b. Media
Media adalah perantara informasi,penengah,wahana dan wadah.4
Selain itu media juga didefinisikan sebagai alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar manusia, maka media yang paling dominasi dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya
3
Ibid,1
(16)
diproses oleh pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan
sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan.5
Media juga dapat di sebut segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan. Kata media berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti "perantara" atau "pengantar", yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan.
Jadi dalam pengertian yang lain, media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain. Dalam konteks ini media yang di maksud adalah alat atau strategi politik yang dilakukan oleh pasangan calon untuk medapatkan dukungan dari masyarakat desa Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.
c. Kontestasi
Kontestasi berasal dari kata kontes yang artinya perlombaan,
pameran, atau pertandingan.6 Selain itu kontestasi juga dapat di
definisikan sebagai persaingan yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mendapatkan posisi yang strategis,baik dalam hal prestasi, maupun kekuasaan. Secara sederhana kontestasi juga dapat disebut dengan perlombaan yang dilakukan untuk mendapatkan hadiah tertentu. Dalam konteks ini kontestasi yang dimaksud adalah kompetisi atau
5
Cangara Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 119.
(17)
perhelatan politik yang dilakukan oleh ketiga pasangan calon untuk mencapai tujuan sebagi Bupati dan wakil Bupati periode 2015-2020.
d. Politik
Politik adalah ilmu ketatanegaraan, kata kolektif yang menunjukan
pemikiran dan bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.7 Selain itu
politik juga dapat didefinisikan segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.sebagai istilah, “politik” pertama kali dikenal melalui buku plato yang berjudul Politeia yang juga dikenal dengan Republik.
Kemudian muncul karya Aristoteles yang berjudul Politeia. Kedua karya ini dipandang sebgai pangkal pemikiran politik yang berkembang kemudian. Dari karya tersebut dapat diketahui bahwa politik merupakan istilah yang dipergunakan untuk konsep pengaturan masyarakat, sebab yang di bahas dalam kedua kitab tersebut adalah masalah-masalah yang berkenaan bagaimana pemerintahan dijalankan agar terwujud masyarakat politik atau Negara yang paling baik. Dengan demikian, dalam konsep tersebut terkandung berbagai unsur, seperti lembaga yang menjalankan aktivitas pemerintahan, masyarakat sebagai pihak yang
(18)
berkepentingan, kebijaksanaan dan hokum yang menjadi sarana
pengaturan masyarakat, dan cita-cita yang hendak dicapai.8
Dalam konteks ini politik dimaksud sebagai kekuasaan atau jabatan sebagai bupati dan wakil bupati Gresik yang di peroleh melalui pemilihan umum yang dilakukan pada tanggal 9 desember 2015 di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan kemudahan dan menggambarkan garis besar kerangka pembahasan pada pembaca, peneliti akan menguraikan sistematika penelitian ini ke dalam lima bab, sebagai berikut:
Bab I merupakan deskripsi yang menjelaskan tentang obyek yang diteliti, fokus permasalahan, tujuan permasalahan, serta alasan penelitian dilakukan. Oleh karena itu bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.
Bab II berisi tentang kajian teori yang digunakan, dalam bab ini peneliti memberikan gambaran mengenai definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian, definisi konsep tersebut harus digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi penelitian terdahulu dan teori yang akan digunakan dalam menganalisis judul penelitian “ Agama sebagai Media Kontestasi politik di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik”.
8Abdul Mu’in Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran (Jakarta: PT Raja
(19)
Bab III berisi tentang metode penelitian, peneliti memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan di lapangan serta bagaimana menyusun pembahasan tentang metode penelitian yang bukan sekedar jiplakan dari laporan penelitian orang lain tetapi memuat apa yang peneliti temukan di lapangan. Oleh karena itu maka dalam bab ini terdiri dari jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik pemeriksaan keabsahan data.
Bab IV berisi penyajian data, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data primer maupun data skunder. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, table atau bagian yang mendukung data. Dalam menganalisis data, peneliti dapat mengemukakan kecenderungan kecenderungan yang ada, pola-pola berdasarkan kategori-kategori yang disusun oleh subyek untuk menjelaskan dunianya. Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisisan data dengan menggunakan teori yang relevan yakni yang relevan dengan “Agama sebagai Media Kontestasi politik di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik”.
Bab V berisi penutup yang memberi kesimpulan dari hasil penelitian menjadi penting bab penutup. Disamping itu adanya saran dan rekomendasi dari hasil penelitian ada pada bab penutup ini.
(20)
BAB II
AGAMA DAN POLITIK DALAM PRESPEKTIF HERBERT BLUMER
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini didasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya
yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Agama Sebagai Media Kontestasi Politik, sebagai berikut:
1. Rujukan penelitian yang pertama adalah skripsi dari Rofiatu Rosida
mahasiswi jurusan Politik Islam Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2013 yang berjudul KIAI DAN PARTAI POLITIK (Fenomena mobilisasi santri dalam
PKNU 2009 di Pondok Suci Manyar Kabupaten Gresik).1
Penelitian terdahulu ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pengasuh Pondok Pesantren Mambaus Sholihin yang berada di desa Suci kecamatan Manyar Kabupaten Gresik melakukan mobilisasi terhadap para santri yang berada di pondoknya, hal itu dilakukan karena PKNU merupakan partainya para ulama yang sengaja di dirikan para ulama untuk ikut serta berkontribusi terhadap bangsa dan agama melalui jalur politik.
Jika dilihat dari persamaannya penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini maka sama sama menggunakan metode kualitatif
1Rofiatul Rosida, “Kyai dan Partai Politik” (SH.Skrip, Institut Agama Islam Negeri
Sunan Ampel, 2009).
(21)
yang cara memperoleh datanya adalah dengan melakukan obsevasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan orang orang yang terkait dengan tujuan untuk menjelaskan secara mendalam hubungan agama dan politik.
Sedangkan perbedaan Antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah jika penelitain terdahulu meneliti salah satu partai politik dan kyai yang melakukan mobilisasi politik melalui pondok pesantren dengan menjadikan santri dan kyai sebagai obyek penelitian maka penelitian saat ini justru lebih menjadikan masyarakat, tokoh agama dan tokoh politik sebagai obyek penelitiannya, secara lokasi penelitian yang akan dilakukan juga lebih luas karena menjadikan satu desa sebagai lokasi penelitain.
2. Rujukan yang kedua adalah skripsi dari Eri Kusumawati mahasiswi
Program Studi Sosiologi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2012, yang berjudul KIAI DAN POLITIK PRAKTIS (Studi atas keterlibatan politik Kyai dalam masyarakat di Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Tambak Beras Jombang).2
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang menjelaskan dan mendiskripsikan hubungan Kyai dan Santri dalam politik di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Jombang. Jika dilihat dari
2Eri Kusumawati, “Kyai dan Politik Praktis” (SH.Skrip, Institut Agama Islam Negeri
(22)
persamaannya penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini maka sama sama menggunakan metode penelitian kualitatif yang cara memperoleh datanya adalah dengan melakukan obsevasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan orang orang yang terkait dengan tujuan untuk menjelaskan secara mendalam hubungan agama dan politik.
Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak dari fokus penelitiannya, jika penelitian ini lebih memfokuskan penelitiannya kepada peran Kyai dalam melakukan memobilisasi politik terhadap para Santrinya. Maka penelitian yang akan dilakukan lebih fokus kepada simbol-simbol agama yang dipakai sebagai alat kampanye politik. Selain itu lokasi penelitian yang akan di lakukan juga lebih luas karena menjadikan satu desa sebagai lokasi penelitian dan juga informan yang di wawancarai lebih bervariatif.
3. Rujukan ketiga adalah skripsi dari Rofiatus Sholihah, mahasiswi
Program Studi Filsafat Politik Islam, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang berjudul KYAI DAN BLATER DALAM MASYARAKAT MADURA (Relasi Kekuatan Politik Lokal Dalam Pemenangan Pilkades di Desa Nagasareh
Kecamatan Banyuates Sampang).3
3Rofiatus Sholihah, “Kyai dan Blater dalam Masyarakat Madura” (SH.Skrip, Universit
as Islam Negeri Sunan Ampel, 2015).
(23)
Jika dilihat dari persamaannya penelitian terdahulu dan penelitian saat ini maka sama sama menggunakan metode penelitian kualitatif yang cara memperoleh datanya adalah dengan obsevasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan orang orang yang terkait dengan tujuan untuk menjelaskan secara mendalam hubungan agama dan politik. Sedangkan jika dilihat dari perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini maka tampak jelas sekali kalau penelitian terdahulu hanya berfokus pada peran Kyai dan Blater dalam melakukan mobilisasi politik sedangkan dalam penelitian saat ini lebih fokus pada simbol-simbol agama yang dipakai sebagai alat mobilisasi masyarakat di desa Lowayu.
B. Agama dan Politik 1. Agama
Menurut Dadang Kahmad, Ada beberapa istilah untuk menyebutkan Agama diantaranya adalah: religion (Inggris), religie (Belanda), religio (Latin), dan diin (Arab). Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua
bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare”
yang berarti mengikat.4
Menurut Cicero dalam bukunya Ismail, relegare berarti melakukan sesuatu perbuatan dengan penuh penderitaan, yakni jenis
4
(24)
perilaku peribadatan yang dikerjakan berulang-ulang dan tetap.5
Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan
al-milah. Kata al-din sendiri mengandung berbagai arti. Ia bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan), al-adat
(kebiasaan), al- ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan
(kekuasaan dan pemerintahan), al- tadzallul wa al-khudu (tunduk
dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid (penyerahan dan
meng-Esakan Tuhan).
Agama sebagai suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi untuk disebut “agama” yang terdiri dari tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik yang mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka yang di dalamnya mengandung komponen ritual.
Secara lebih komprehensif, ahli- ahli psikologi agama Glock & Stark menandaskan bahwa agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan- persoalan yang dihayati
sebagai sesuatu yang paling maknawi (ultimate meaning).
Sedangkan pengertian agama menurut Quraish Shihab adalah
5 Faizal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis
(25)
ketepatan ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Karakteristik agama adalah hubungan makhluk dengan Sang Pencipta, yang terwujud dalam sikap batinnya, tampak dalam ibadah yang dilakukannya serta tercermin dalam perilaku kesehariannya. Dengan demikian agama meliputi tiga pokok persoalan yaitu tata keyakinan, tata peribadatan dan tata
kaidah.6
Keberagaman diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan ritual (beribadah), tetapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu keberagaman seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi.
Dengan demikian agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Pengertian keberagamaan berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Glock dan Stark adalah seberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut
6 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreatifitas Dalam
(26)
seseorang.7
Agama sering dimaknai sebagai dimensi yang dikenal dengan keyakinan dan dipraktekkan dengan ritual dan bertendensi pada sikap baik atau juga bisa disebut akhlak. Sebagaimana kita ketahui bahwa keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula seperti halnya menjadi seorang pemimpin yang jujur, adil dan berakhlakul karimah. Seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 208 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.8
Islam menyuruh umatnya untuk beragama secara menyeluruh, tidak hanya pada satu aspek saja melainkan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan. Islam sebagai suatu sistem yang menyeluruh terdiri dari beberapa aspek atau dimensi. Setiap muslim baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak harus didasarkan pada Islam. Dalam melakukan aktivitas ekonomi, sosial, maupun politik, seorang Muslim diperintahkan untuk melakukannya dalam rangka
7 Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), 76.
8 Depag RI, Alqur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Baqarah Ayat 208 (Jakarta: Yayasan
(27)
beribadah kepada Allah. Di manapun dan dalam keadaan apa pun, setiap muslim hendaknya berislam. Esensi Islam adalah tauhid atau peng-Esaan Tuhan, tindakan yang meng-Esakan Allah Yang Maha Esa, pencipta yang mutlak dan transeden, penguasa segala yang ada. Searah dengan pandangan Islam, Glock dan Stark menilai bahwa
kepercayaan keagamaan adalah jantungnya dimensi keyakinan.9
Seperti dalam hadis, Rasulullah bersabda, yang artinya:
Dari Ibn Umar ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Agama Islam dibangun atas lima unsur yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba daan utusan Allah, mengerjakan shalat, membayar zakat, mengerjakan haji dan berpuasa pada bulan Ramadhan. (HR.Bukhari dan Muslim)
Agama dalam islam mencakup lima hal di antaranya adalah akidah, ibadah, amal, akhlak dan pengetahuan. Seorang Muslim yang religius akan memiliki ciri utama berupa akidah yang kuat. Akidah menyangkut keyakinan kepada Allah, Malaikat, Rosul, dan hubungan manusia dengan tuhan. Inti dimensi akidah dalam islam
adalah tauhid.10
Ibadah menyangkut pelaksanaan hubungan antar manusia dengan Allah menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh
9 Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami, 78.
(28)
dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam berislam dimensi peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, zakat, puasa, haji, membaca al-Qur’an, do’a, dzikir dan sebagainya. Amal (akhlak) menyangkut
pelaksanaan hubungan manusia dengan sesama makhluk.11
Wujud umat beragama yang semestinya dapat diketahui adalah perilaku sosial seseorang. Kalau seorang pemimpin selalu melakukan perilaku yang positif dan konstruktif kepada orang lain, dengan di motivasi agama, maka itu adalah wujud keberagamannya. Itulah salah satu hal yang menjadi tolak ukur. Masyarakat Lowayu dalam memilih Bupati dan wakil Bupatinya pada tanggal 9 desember 2016. Mereka berharap dengan memilih pemimpin yang berlatar belakang tokoh agama, dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat Gresik secara umum dan masyarakat Lowayu pada khususnya.
(29)
Dalam rumusan Glock dan Stark, dimensi ini menunjuk pada seberapa jauh seseorang dalam berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Yang berhubungan dengan dunianya terutama dengan sesama manusia. Dalam agama Islam, manifestasi dimensi ini meliputi disiplin, menghargai waktu, memperjuangkan kebenaran dan keadilan, meningkatkan kualitas diri sendiri maupun orang lain, bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Akhlak merujuk pada spontanitas tanggapan atau perilaku seseorang atau rangsangan yang hadir padanya, sementara ikhsan merujuk pada situasi dimana
seorang merasa sangat dekat dengan Allah.12
Ihsan merupakan bagian dari akhlak. Bila akhlak positif seseorang mencapai tingkatan yang optimal, maka ia memperoleh berbagai pengalaman, dan penghayatan keagamaan itulah ihsan dan merupakan akhlak yang tinggi. Dalam religiusitas islam, dimensi ihsan mencakup perasaan dekat dengan Allah, perasaan nikmat dalam melaksanakan ibadah, perasaan doa-doa didengar oleh Allah, perasaan tentang kehadiran Allah, takut melanggar larangan,
tersentuh dan bergetar ketika mendengar asma-asma Allah.13
Misalnya suara adzan dan lantunan ayat suci al-Qur’an. Selain
keempat hal di atas ada lagi hal penting yang harus diketahui dalam keberagamaan menurut islam yakni pengetahuan keagamaan
(30)
seseorang.14
Dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Masalah ilmu atau pengetahuan menjadi hal yang sangat penting dalam islam. Bila ada persoalan yang dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama serta persoalan kehidupan, maka islam mendorong fleksibilitas
dan pilihan rasional yang terefleksi dalam ijtihad (kajian
sungguh-sungguh untuk merumuskan kaidah hukum yang baru).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Agama adalah keyakinannya terhadap adanya Tuhan yang diwujudkan dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan- Nya dengan keikhlasan hati dan dengan seluruh jiwa dan raga, dengan
penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan yang
diekspresikan dengan melakukan aktivitas sehari-hari, ibadah, berdoa, membaca kitab suci, dan bersosialisasi dengan masyarakat dan lain-lain.
Agama juga berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, dan ketaatan. Keterkaitan ini akan memberikan pengaruh pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu
(31)
tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang
dianutnya.15
Seperti halnya saat pesta demokrasi dilakukan, agama menjadi pendorong seseorang dan juga menjadi pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihannya. Masyarakat Lowayu yang beragama Islam cenderung menyukai seorang figur pemimpin yang religius daripada nasionalis. Maka tidak heran jika dari masa ke masa yang muncul sebagai Bupati Gresik mayoritas adalah berlatar belakang seorang kyai atau tokoh agama.
Keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supernatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, keberagamaan seseorang meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak.
(32)
Agama menurut Glock dan Stark, ada lima macam dimensi keberagaman, yaitu: dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi penghayatan
(eksperiensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dimensi
pengetahuan agama (intelektual).16
1. Ideologis atau keyakinan (Religious Belief). Dimensi ideologis
menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dengan Indikatornya antara lain: yakin dengan adanya Tuhan, mengakui kebesaran Tuhan, pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan ikhlas, selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan atas ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama Tuhan.
Keimanan terhadap Tuhan akan mempengaruhi terhadap
keseluruhan hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan perbuatannya. Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan emosional, sentimen dan akal, serta selalu memelihara hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat berpikir logis dan positif dalam
(33)
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya.
2. Ritualistik atau peribadatan (Religious Practice). Dimensi
ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang diperintahkan oleh agamanya. Kepatuhan ini ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara konsisten. Apabila jarang dilakukan maka dengan sendirinya keimanan seseorang akan luntur. Praktek-praktek keagamaan yang dilakukan individu meliputi dua hal, yaitu:
a. Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
diperintahkan oleh agama yang diyakininya dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah ditetapkan.
Dengan Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan.
(34)
mempunyai ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan frekuensi dan intensitas dalam beribadah.
Dengan Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan pekerjaan dan selalu
mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu yang
menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang tenang, aman dan merasa memperoleh bimbingan serta perlindungan-Nya.
Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkan
masalah yang membuat dirinya tertekan.
3. Eksperiensial atau pengalaman (Religious Feeling). Dimensi
pengalaman menunjukkan seberapa jauh tingkat kepekaan seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman keagamaannya. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh dan dirasakan individu selama menjalankan ajaran agama yang diyakini. Pengalaman spiritual akan memperkaya batin seseorang
(35)
sehingga mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam cobaan dalam kehidupan.
Hal tersebut menyebabkan individu akan lebih
berhati-hati dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang membuat dirinya merasa tertekan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang. Dengan Indikatornya antara lain: sabar dalam menghadapi cobaan, menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan.
4. Intelektual atau pengetahuan (Religious Knowledge). Dimensi
ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat dalam kitab suci ajaran agamanya.
Bagi individu yang mengerti, menghayati dan
mengamalkan kitab sucinya akan memperoleh manfaat serta kesejahteraan lahir dan batin. Untuk menambah pemahaman tentang agama yang diyakini, maka seseorang perlu menambah pengetahuan dengan mengikuti ceramah keagamaan atau membaca buku agama sehingga wawasan tentang agama yang diyakini akan semakin luas dan mendalam. Dengan mantapnya pemahaman seseorang tentang ajaran agama yang diyakininya,
(36)
maka individu cenderung menghadapi tekanan dengan berusaha
menyelesaikan masalahnya langsung pada penyebab
permasalahan dengan membuat suatu rencana dan membuat keputusan. Indikatornya antara lain: mendalami agama dengan membaca kitab suci, membaca buku- buku agama, perasaan yang tergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci, dan memperhatikan halal dan haramnya makanan.
5. Konsekuensial atau penerapan (Religious Effect). Dimensi
konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku hidupnya sehari-hari.
Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh
kebermaknaan spiritual seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan seseorang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya antara lain: perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling mengasihi, selalu optimis dalam menghadapi persoalan, tidak mudah putus asa, fleksibel dalam menghadapi berbagai masalah, bertanggung
(37)
jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan
di atas maka peneliti mengacu pada teori Glock dan Stark sebagai dasar dalam pembuatan skala karena teori tersebut mencakup lima dimensi yang mendasari individu dalam religiusitas. Dimensi tersebut meliputi: ideologis atau keyakinan (religious belief), ritualistik atau peribadatan (religious practice), eksperiensial atau pengalaman (religious feeling), intelektual atau pengetahuan (religious knowledge), dan konsekuensial atau penerapan (religiouseffect).
2. Tujuan Agama
Adapun tujuan dari Agama itu sendiri adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing Manusia yang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat “kehidupan selanjutnya”.
Selain itu Agama juga mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat sekitarnya, selain itu sebagai pembuka jalan kepada Sang Pencipta manusia. Tuhan yang Maha Esa ketika telah mati. Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang tidak
(38)
dapat diubah meskipun masyarakat telah menerima itu berubah dalam
struktur dan cara berfikirnya.17
3. Fungsi Agama
Selain itu adapula fungsi agama, fungsi agama adalah peran agama dalam mengatasi persoalan persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa aman, sejahtera, stabil dan sebagainya. Di samping itu Jalaluddin berpendapat bahwa agama memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi Edukatif
Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.
b. Fungsi Penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada
penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat.
c. Fungsi Perdamaian
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama.
17“Agama Pengertian Fungsi dan Tujuan,” diakses 16 Desember 2016,
(39)
d. Fungsi Pengawasan Sosial
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara individu maupun kelompok.
e. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.
f. Fungsi Transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.
g. Fungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama,
(40)
akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h. Fungsi Sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi agama bagi manusia yaitu fungsi edukatif, fungsi penyelamat, fungsi perdamaian, fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk solidaritas,
fungsi transformatif, fungsi kreatif dan fungsi sublimatif.18
4. Peran Pemimpin Agama dalam Pembangunan
Pembangunan dalam konteks ini tidak hanya ditujukan untuk memberantas kemiskinan dan menjembatani kesenjangan, tetapi secara lebih luas diorientasikan bagi perubahan-perubahan di masyarakat pada umumnya ke arah yang lebih maju dan sejahtera. Oleh karena itu, pembangunan sering diorientasikan sebagai seperangkat kegiatan yang dilakukan dengan penuh kesadaran guna meraih perubahan-perubahan di masyarakat dalam segala sektor. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Jack Lyle yang mengatakan bahwa pembangunan tidak lain adalah suatu program yang berencana bagi perubahan yang sengaja diadakan.
18S Astuti, “Definisi Agama,” 2011,
(41)
Dalam pelaksanaan pembangunan perlu keterlibatan banyak pihak, khususnya segenap komponen kekuatan suatu masyarakat yang ada pada suatu bangsa, seperti politisi, kaum birokrat, ekonom,
teknokrat, budayawan, para pendidik dan juga para pemimpin agama.19
Membahas peran para pemimpin agama dalam pembangunan sangat menarik karena pembangunan diorientasikan pada upaya-upaya manusia yang bersifat utuh dan serasi antar kemajuan aspek lahiriyah dan kepuasan aspek batiniyah. Corak pembangunan seperti ini didasarkan pada pemikiran bahwa keberadaan manusia yang akan dibangun, pada dasarnya terdiri dari unsur jasmani dan rohani.
Kedua unsur itu tentu harus terisi karena jika tidak terisi salah satu unsur maka akan terjadi ketidak seimbangan dalam diri manusia, sama artinya dengan tidak tercapainya keutuhan dalam pembangunan secara sempurna.
Keterlibatan para pemimpin agama dalam pembangunan ini dalam aspek pembangunan unsur rohaniyahnya. Unsur ini mustahil dapat terisi jika tanpa peranan dari para pemimpin agama. Dengan demikian peran pemimpin agama dalam pembangunan sangat diperlukan, selain itu peran pemimpin agama secara lebih luas juga berperan sebagai motivator, pembimbing, dan pemberi landasan etis dan moral serta menjadi mediator dalam segala aspek pembangunan. Seperti yang tertera di bawah ini:
(42)
1. Pemimpin agama sebagai motivator
Tidak dapat disangkal bahwa para pemimpin agama dengan keilmuan dan kharismatisnya dapat memberi dorongan terhadap masyarakat. Mulai dari turut serta mengentaskan kemiskinan, memecahkan masalah, hingga mengajak melakukan hal-hal yang positif untuk mewujudkan kemajuan suatu bangsa.
2. Pemimpin agama sebagai pembimbing moral
Peran selanjutnya yang dilakukan seorang pemimpin agama dalam pembangunan adalah sebagai pembimbing moral dengan menanamkan prinsip-prinsip etika dan moral masyarakat.
Selain itu dengan keilmuannya para pemimpin agama memberikan tuntunan dan patokan yang tertuang dari kitab suci, sabda nabi dan hukum-hukum agama yang merupakan elaborasi sabda tuhan menurut para pemimpin agama masa lalu. Mereka jadikan bahan untuk membimbing arah kegiatan pembangunan secara menyeluruh. Tidak cukup disitu kepribadian religius pemimpin agama seperti sikap adil, jujur, taat kepada ajaran serta tawakal kepada tuhan juga merupakan alat yang cukup ampuh dalam membimbing aktivitas masyarakat.
3. Pemimpin agama sebagai mediator
Peran penting pemimpin agama yang tidak kalah pentingnya dalam masyarakat adalah sebagai penengah atau sebagai mediator. Dalam kaitan dengan pembangunan di
(43)
masyarakat pemimpin agama dianggap sebagai wakil dari masyarakat. Maka dari itu pemimpin agama memposisikan dirinya sebagai alat komunikasi masyarakat dengan pengusaha, masyarakat dengan pemerintah, orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya. Bahkan salah satu contohnya adalah saat
pemerintah merealisasikan program keluarga berencana
pemimpin agama menjadi salah satu pihak yang berpengaruh dalam kesuksesan program tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pemimpin agama dalam pembangunan sangat penting. 5. Politik
Politik berasal dari kata politic (inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal terebut berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini diambil dari kata latin politicus dan bahasa yunani (Greek) polticos yang berarti relating to a citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city ”kota”, istilah polis jelas mengingatkan kita pada sebuah fenomena yang berkembang di abad yunani kuno, utamanya ketika sokrates menerjemahkan polis sebagai kota yang setaraf dengan negara.
Politik kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti yaitu: Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan sesuatu Negara atau terhadap
(44)
Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan yaitu ilmu politik.
Politik dari Plato dan Aristoteles merupakan kata yang dipergunakan untuk konsep pengaturan masyarakat. Kedua filsuf tersebut menekankan pembahasan tentang politik berkaitan dengan masalah pemerintahan dijalankan agar terwujud sebuah masyarakat
politik atau negara yang paling baik.20 Upaya tersebut berhasil, maka
politik memerlukan seperangkat alat atau unsur-unsurnya seperti
menjalankan pemerintahan, masyarakat sebagai pihak yang
berkepentingan, kebijakan dan hukum-hukum yang menjadi sarana pengaturan masyarakat, dan cita-cita hendak dicapai.
Dalam pemikiran politik Islam terdapat paling tidak tiga aliran atau corak pemikiran politik yang muncul di dunia Islam, yaitu: yang pertama aliran berpendirian bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan serba lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk kehidupan bernegara.
Lebih jauh aliran ini berpendapat bahwa umat Islam hendaknya kembali kepada sistem politik (ketatanegaraan) Islam dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem politik barat. Aliran ini disebut revivalisme, yaitu suatu paham politik yang menginginkan kebangkitan Islam lewat partai politik Islam yang diteladani oleh Nabi Muhammad dan Khulafaur Rosyiddin.
20Abd. Mu’in Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an (Jakarta: Raja
(45)
Pemikiran yang kedua aliran berpendirian bahwa al qur’an tidak mengatur masalah politik dan negara. Lebih jauh pendukung aliran ini berpendapat bahwa Nabi Muhammad hanyalah seorang Rasul biasa dengan tugas tunggal, yakni mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia menjunjung tinggi budi pekerti luhur dan Muhammad tidak pernah dimaksudkan dan mengepalai negara dan politik.
Aliran ini disebut sekularisme suatu paham yang memisahkan agama dari negara atau politik, aliran ini menolak pendasaran politik pada Islam, atau paling tidak menolak determinasi bentuk negara politik pada Islam.
Pemikiran yang ke tiga aliran berpendapat bahwa bahwa alqur’an tidak terdapat sistem politik, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan berpolitik. Sesungguhnya dalam Islam tidak terdapat kekuasaan keagamaan selain kewenangan untuk memberikan peringatan secara baik, mengajak orang lain ke arah kebaikan dan menariknya dari keburukan serta kewenangan ini diberikan kepada setiap muslimin, baik berpangkat tinggi maupun rakyat biasa.
Mengartikan politik ke dalam dua definisi, pertama pandangan yang mengkaitkan politik dengan negara, yakni dengan urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah. Kedua, pandangan yang mengaitkannya dengan masalah kekuasaan, otoritas atau konflik.
(46)
Perbedaan pengertian ini berkaitan dengan dipergunakannya pendekatan tradisional dan pendekatan perilaku.
Sejatinya efektivitas pembumian nilai-nilai, etika dan peradaban yang menghargai martabat manusia disosialisasikan melalui contoh nyata elite pemimpin yang kemudian di turun ratakan sampai pada tingkat aparat di lapangan. Contoh nyata elite pemimpin mesti diikuti para aparat penegak hukumnya akan menjadikan pembelajaran sosial yang efektif bagi rakyat demi meningkatkan kepatuhan hukum dan kedisiplinan social.
Akibat semua itu, kekhawatiran yang muncul adalah memudarnya kesakralan atau karismatik kepemimpinan kyai terutama mereka (kyai) yang berpolitik praktis. Apalagi jika kekuasaan (pemerintah) yang diperoleh saat ini dari "hasil upaya kyai", maka hal-hal negatif yang mencuat dalam menjalankan amanah rakyat bisa jadi berdanpak buruk terhadap citra kyai tersebut.
Dalam kondisi Negara centang perenang, penegakan hukum masih karut marut dan situasi perpolitikan yang masih kacau balau, kental dengan ketidak-menentuan, sebaiknya kyai jangan terlibat jauh atau larut dalam politik praktis (low politics). Justru kepemimpinan dan power politik yang dimiliki kyai diharapkan berupaya mencerahkan masyarakat luas melalui fatwa-fatwa atau nasehat yang dibutuhkan umat. Kyai mesti berada di segala golongan karena keberadaan kyai merupakan lambang moralitas dan akhlak mulia, manusia Indonesia
(47)
berbudi pekerti luhur yang makin sirna dan langka. Melalui moral force keterpurukan bangsa dapat dicegah tidak malah tambah runyam.
Bukankah ini yang disebut high politics atau politik tingkat tinggi sang kyai. Pendekatan tradisional meliputi beberapa aspek, yang pertama, pendekatan historis yang menekankan bahasanya pada perkembangan ide-ide politik yang besar. Kedua, pendekatan ligalistik yang menekankan pembahasannya pada konstitusi dan perundang-undangan sebuah negara, dan ketiga, pendekatan institusional yang menekankan pada masalah- masalah institusi politik, seperti lembaga legislatif, eksekutif, dan lembaga yudikatif.
Sedangkan pendekatan perilaku menekankan pada perhatiannya pada perilaku aktor politik. Pendekatan ini menerima institusi politik yang sebagai aspek penting dalam politik. Hakikat politik adalah kegiatan yang terdapat pada sekitar institusi politik yang dimanifestasikan oleh aktor-aktor politik, seperti tokoh-tokoh
pemerintahan dan wakil-wakil rakyat.21
Adapun definisi Politik dari sudut pandangan Islam adalah pengaturan urusan-urusan (kepentingan) umat baik dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan hukum-hukum Islam. Pelakunya bisa negara (khalifah) maupun kelompok atau individu rakyat.
Politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan urusan-urusan rakyat yang didasarkan kepada hukum-hukum Islam. Adapun
21
(48)
hubungan antara politik dan Islam secara tepat digambarkan oleh
Imam al-Ghajali: “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar.
Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap”.
Berbeda dengan pandangan Barat politik diartikan sebatas pengaturan kekuasaan, bahkan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dari politik. Akibatnya yang terjadi hanyalah kekacauan dan perebutan kekuasaan, bukan untuk mengurusi rakyat. Hal ini bisa kita dapati dari salah satu pendapat ahli politik di barat, yaitu Loewenstein yang berpendapat “politic is nicht anderes als der kamps um die Macht” (politik tidak lain merupakan perjuangan kekuasaan).
6. Tujuan Politik
Tujuan politik dan strategi nasional Indonesia telah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang menyatakan ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Sehingga jelas sekali bisa kita simpulkan bersama-sama, bahwa tujuan utama politik dan strategi nasional Indonesia adalah untuk:
(49)
a. Melindungi hak-hak seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali dan menjaga pelaksanaan kewajiban-kewajiban, dengan melaksanakan pemerintahan untuk mengatur keamanan.
b. Mensejahterakan kehidupan seluruh bangsa Indonesia.
c. Melaksanakan sistem pendidikan agar bisa memajukan bangsa dan
negara.
d. Menjaga keamanan untuk menjaga perdamaian dan kehidupan
sosial yang seimbang, baik dalam negeri maupun luar negeri. 7. Fungsi Politik
Terdapat beberapa fungsi dalam politik di Indonesia, sebagai berikut:
a. Perumusan kepentingan, adalah fungsi menyusun dan
mengungkapkan tuntutan politik suatu negara. Fungsi ini umumnya dijalankan oleh LSM atau kelompok-kelompok kepentingan.
b. Pemaduan kepentingan, adalah fungsi menyatupadukan
tuntutan-tuntutan politik dari berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan ke dalam berbagai alternatif kebijakan. pelakunya adalah Partai Politik.
c. Pembuatan kebijakan umum, adalah fungsi untuk
mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah. pelakunya adalah lembaga eksekutif bersama dengan legislatif.
(50)
d. Penerapan kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Pelaku fungsi ini adalah aparat birokrat atau PNS.
e. Pengawasan pelaksanaan kebijakan adalah fungsi menyelaraskan
perilaku masyarakat atau pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelakunya
adalah lembaga hukum atau peradilan.22
Selain itu politik berfungsi juga apabila kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalani fungsi barulah analisa perbandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik mempunyai tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh Prof. Almond sebagai berikut:
a. Sosialisasi Politik
Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial tertentu.
22“Fungsi Politik,” MASYUSBLOG, diakses 17 Desember 2016,
(51)
b. Rekruitmen Politik
Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
c. Komunikasi Politik
Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui
masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik.
8. Strategi Politik Gerakan Islam
Sejarah mencatat bahwa perjuangan umat Islam untuk
mengislamkan Negara berlangsung dalam ragam corak dan bentuk, mula-mula hanya murni menyebarkan Islam dikalangan warga Negara (periode sebelum kemerdekaan), berkembang menjadi politik setelah kemerdekaan.
Periode setelah kemerdekaan umat Islam memiliki cita-cita politik yang bersifat idiologis yakni memobilisasi kesadaran masyarakat, kuncinya bukan lagi negara akan tetapi system, dahulu ada upaya untuk mencapai negara dengan system ideal namun beralih menjadi upaya dengan system rasional. tetapi cara berfikir seperti ini berbeda dengan kalangan idiologis Islam yang menganggap negara sebagai factor krusial bagi penerapan hukum syariat, kemudian berubah menjadi gerakan politik menuju system syariat dalam struktur Negara.
(52)
Secara umum dapat digambarkan dua pendekatan Islam politik dalam beberapa tahun terakhir ini yang salah satunya adalah teori kultural politik. Pendekatan ini diartikan sebagai tindakan keagamaan yang bermotif politik. Tindakan keagamaan bertujuan untuk menyadarkan, mencerahkan, dan memberdayakan. Pendekatan ini tidak semuanya bermuatan kultural tetapi ia mengandung makna-makna politis.
Emmerson misalnya mencoba mengaitkan doktrin formal antara Islam dengan politik atau Islam dengan negara. Menurut Anwar, bahwa yang sebenarnya disebut Islam kultural itu sendiri pada dasarnya bukan konsep yang apolitis tetapi untuk memahami proses penarikan dirinya dari politik, tetapi kesadaran politik tetap ada dan dikembangkan, hanya saja ia tidak terpusat pada bentuk politik praktis yang bersifat temporer, jangka pendek, dan secara sempit mengembangkan politik partisipan.
Sebagian Islam baik liberal maupun revivalis menganggap Islam sebagai agama yang bersifat integrative, kaffah, dan menyatu dengan segala aspek kehidupan. Kelompok revivalis mempertahankan model keberagaman lama yang mempertahankan doktrin-doktrin klasik Islam sebagai kebenaran ”autentik” oleh karena itu kegiatan politik harus menjadi kegiatan integral dari kehidupan yang utuh.
Maka dari itu mengherankan jika ada muslim yang menjauhi apalagi membenci, kegiatan tertentu yang akan menentukan arah
(53)
kehidupan dan nasibnya, misalnya menjauhi kegiatan ekonomi dan politik. Kehidupan dunia harus direbut dan dikendalikan agar sesuai
dengan ajaran-ajaran tuhan.23
C. Kerangka Teori
Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer
Interaksi merupakan proses dimana kemampuan berpikir dikembangkan dan diperlihatkan. Semua jenis interaksi memperbesar kemampuan kita untuk berpikir. Dalam kebanyakan interaksi, aktor harus memperhatikan orang lain dan menentukan kapan dan bagaimana cara menyesuaikan aktivitasnya terhadap orang lain.
Teori interaksionisme-simbolik dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge Herbert Mead dan Herbert Blummer. Awal perkembangan interaksionisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran yaitu salah satunya aliran Chicago, yang dipelopori oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati..
Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah
dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun, dibanding
penelitian naturalistik dan etnografi yang juga memanfaatkan
23Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern (Jakarta: Kencana, 2010),
(54)
fenomenologi, interaksionisme simbolik memiliki paradigma penelitian tersendiri.
Model penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih mendasarkan pada interaksi kultural antar personal, sekarang telah berhubungan dengan aspek masyarakat dan atau kelompok. Karena itu bukan mustahil kalau awalnya lebih banyak dimanfaatkan oleh penelitian
sosial, namun selanjutnya juga diminati oleh peneliti budaya.24
Blumer membedakan dua bentuk interaksi:
1. Interaksi non-simbolik, berupa percakapan dan gerak-isyarat menurut
Mead yang tidak melibatkan pemikiran. Dalam interaksi ini individu tidak perlu melakukan proses berfikir, ia hanya melakukan respon secara langsung saat orang memberikan stimulus kepadanya dengan menggunakan simbol tertentu, baik berupa gerakan maupun ucapan.
2. Interaksi simbolik, melibatkan proses mental. Sedangkan dalam
interaksi simbolik ini individu menggunakan otaknya untuk berfikir saat orang memberikan stimulus kepadanya, kemudian setelah berfikir ia mempertimbangkan dan merespon stimulus tersebut.
Bagi Blumer interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang
ada pada sesuatu bagi mereka.
2. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang
lain.
24
(55)
3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung., makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu.
Tindakan-tindakan yang mereka lakukan itu akan melahirkan batasan-batasan bagi orang lain. Blumer membedakan tiga jenis objek:
1. Objek fisik seperti kursi atau pohon.
2. Objek sosial seperti seorang mahasiswa atau ibu.
3. Objek abstrak seperti gagasan atau prinsip moral.
Blumer menyatakan bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan menstranformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Menurut Blumer, tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa “kekuatan luar” dan tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam”.
Blumer menyanggah individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambarannya ialah ia membentuk objek-objek itu misalnya berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir professional. Individu sebenarnya sedang merancang objek-objek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud penafsiran atau
bertindak berdasarkan simbol-simbol.25
25
(56)
Dengan demikian manusia merupakan actor yang sadar dan refleksif yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai proses self indication. Proses self indication ini terjadi dalam kontek sosial dimana individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang laindan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu.
Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakan-tindakan mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum fungsionalis sebagai struktur sosial. Blummer lebih senang menyebut fenomena ini sebagai tindakan bersama, atau pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan yang berbeda dari partisipan yang bereda pula.
Setiap tindakan berjalan dalam bentuk prosesual, dan masing-masing saling berkaitan dengan tindakan prosesual dari orang lain. Blummer menegaskan prioritas interaksi kepada struktur dengan menyatakan bahwa “proses sosial dalam kehidupan kelopoklah yang menciptakan dan menghancurkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang
menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok”.
Dengan kata lain norma-norma seperti yang dibahas oleh kaum fungsional struktural tidak menentukan perilaku individu, individu bertindak selaras demi menyangga norma-norma atau aturan perilaku. Kaum fungsinal structural menekankan bahwa manusia merupakan produk
(57)
dari masing-masing masyarakatnya, kaum interaksi-simbolis menekankan
sisi lain yaitu bahwa struktur sosial merupakan hasil interaksi manusia.26
Bagi Blumer, studi masyarakat harus merupakan studi dari tindakan bersama dan masyarakat merupakan hasil dari interaksi-simbolis. Manusia dilihat saling menafsikan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menururt mode stimulus-respon.
Seseorang tidak langsung memberi respon pada orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan individu, blumer menyatakan, dengan demikian interaksi manusia dijembatin oleh penggunaan simbol-simbol, penafsiran, kepastian makna dari tindakan-tindakan oleh orang lain.
Blumer tidak mendesakan prioritas dominasi kelommpok atau struktur, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan individu; masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan-tindakan orang-orang dan kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan-tindakan orang itu.
Dalam melihat masyarakat menegaskan perbedaaan kaum fungsional structural dan interaksionis simbolis, pertama dari sudut interaksi simbolik. Organisasi masyarakat manusia merupakan suatu kerangka dimana tindakan sosial berlangsung dan bukan merupakan penentu tindakan itu.kedua organisasi yang demikian dan perubahan yang
(58)
terjadi didalamnya adalah untuk dari kegiatan unit-unit yang bertindak dan tidak oleh kekuatan-kekuatan yang mebuat unit-unit itu berada diluar
penjelasan.27
Interaksionisme simbolik yang diketengahkan blumer mengandung sejumlah ide-ide dasar seperti:
1. Masyarakat terdiri dari manusia yang saling berinteraksi kegiatan
tersebutsaling bersesuaian melalui tindakan bersama membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial
2. Interaksi terdiri dari berbagai yang berhubungan dengan kegiatan
orang lain interaksi simbolik penafsiran
3. Objek-objek, tidak mempunyai makna lebih merupakan produk
interaksi simbolik. Objek-objek dapat diklafikasikan kedalam ketiga kategori yang jelas:objek fisik, objek sosial dan objek abstrak.
4. Manusia tidak hanya mengenal objek ekternal, mereka dapat melihat
dirinya sebagai objek. Undangan terhadap diri sendiri lahir disaat proses disaat interaksi simbolik.
5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative, yang dibuat oleh
manusia itu sendiri.
6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh
anggota-anggota kelompok. Hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia sebagai besar tindakan bersama tersebut
(59)
ulang hingga stabil melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai ”kebudayaan dan “aturan sosial”
Teori interaksionisme simbolik digunakan sebagai pisau analisis
dalam penelitian ini karena dianggap memiliki keterkaitan dengan kasus yang diteliti. Calon Bupati dan Wakil Bupati Sambari Halim Radianto dan Mohammad Qosim saat itu menjadikan simbol agama sebagi alat untuk mendapatkan suara sebanyak banyaknya dari masyarakat Lowayu khususnya dan masyarakat Gresik secara umum.
Dalam tahap tersebut berlangsung yang namanya interaksi
simbolik karena saat kampanye politik calon Bupati dan Wakil Bupati memberikan stimulus kepada para masyarakat sebagai calon pemilih agar mereka memilihnya saat pemilihan Bupati dilakukan. Salah satu stimulus yang diberikan adalah dengan memberi paket ziarah wali kepada ibu-ibu muslimat dan fatayat, kemudian memberi santunan anak yatim, mengajak berdoa’a bersama masyarakat serta memberikan ceramah agama yang berisikan pidato politik “ kampanye”.
Stimulus yang diberikan oleh pasangan calon tersebut tampaknya cukup berhasil karena saat tanggal 9 Desember pasangan Sambari Qosim memenangkan kontestasi yang ada. Ini menjadi tanda bahwa terdapat stimulus dan respon yang baik dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gresik tahun 2015.
(60)
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan penelitian yakni
yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan.1
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif, maksudnya adalah berusaha untuk menuturkan keadaan, tingkah laku, atau makna dari keadaan dan tingkah laku yang ada berdasarkan data-data kualitatif
yang telah dikumpulkan.2 Dalam hal ini, peneliti langsung terjun ke informan,
yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh politik dan masyarakat.
Adapun alasan menggunakan deskriptif karena bagian dari karakteristik pendekatan kualitatif dibutuhkan data deskriptif dengan kata-kata, bukan mengangkakan data, serta bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti berusaha mendeskripsikan tentang apa yang membuat para pasangan calon menggunakan agama sebagai media
1Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2014), 3–5.
2Cholid Narbuko, dkk, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1997), 4.
(61)
kontestasi politik, serta bagaimana hubungan agama dan politik di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah di desa Lowayu kecamatan Dukun kabupaten Gresik. Alasan dipilihnya tempat penelitian tersebut karena masyarakat desa Lowayu memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, memiliki jumlah penduduk yang seluruhnya adalah beragama Islam, serta menjadi destinasi politik bagi para pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Gresik, karena Lowayu merupakan salah satu Desa terbesar di kabupaten Gresik.
Adapun waktu penelitian ini kurang lebih selama tiga bulan. Peneliti mulai menggali data dari bulan November 2016 - Januari 2017. Sehingga data yang didapat lebih beragam dan valid.
C. Pemilihan Subyek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actor), aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin dipahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi”
di dalamnya.3
Penelitian kualitatif deskriptif memerlukan informan kunci yang akan
mendukung data peneliti. Menurut Spradley4, informan kunci (key
3Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, 297.
4Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi,
(62)
informant)adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki informasi pokok pada budaya tertentu. Informasi kunci akan menjadi sumber fenomena yang di teliti.
Subyek yang akan diteliti ditentukan langsung oleh peneliti berkaitan dengan masalah dan tujuan peneliti. Sedangkan besarnya jumlah responden tidak ditentukan oleh pertimbangan responden. Dalam pengumpulan data didasarkan pada kejenuhan data dan informasi yang diberikan. Jika beberapa responden yang dimintai keterangan diperoleh informasi yang sama, maka itu sudah dianggap cukup untuk proses pengumpulan data yang diperlukan sehingga tidak perlu meminta keterangan dari responden berikutnya.
Subyek dalam penelitian ini adalah tokoh agama yang meliputi ustadz atau kyai yang ada di desa Lowayu, tokoh politik yang meliputi calon Bupati dan wakil Bupati atau bisa juga tim pemenangan pasangan calon, tokoh masyarakat yang meliputi kepala desa, staf desa atau yang lainnya, yang dirasa memiliki peran penting dalam masyarakat Lowayu, serta masyarakat yang ada di desa Lowayu.
Para informan ini yang telah memberikan informasi serta pemikirannya. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Ibu Tarmiyatun
Ibu Tarmiyatun adalah masyarakat desa Lowayu. Seorang ibu
(63)
2. Ibu Samillah
Ibu Samillah adalah masyarakat Lowayu yang aktif dalam kegiatan
keagamaan, saat ini beliau menjadi kader Fatayat NU Ranting Lowayu dan juga anggota PKK Lowayu. Beliau berusia 35 tahun.
3. Bapak Sumarto
Bapak Sumarto adalah salah satu tokoh politik yang ada di
Lowayu, beliau merupakan anggota Tim Sukses pasangan Samabari-Qosim di Lowayu. Beliau saat ini berusia 48 tahun.
4. Bapak Tarjim
Bapak Tarjim adalah masyarakat Lowayu yang aktif dalam dunia
pendidikan dan sosial. Saat ini beliau menjadi pengurus lembaga pendidikan Hidayatus Salam Lowayu, selain itu beliau juga sebagai Ketua RT 09 RW 03 Lowayu. Beliau berusia 50 tahun.
5. Bapak Miftahul huda
Bapak Miftahul Huda adalah masyarakat Lowayu yang aktif dalam
oraganisasi social dan keremajaan. Saat ini beliau menjadi anggota Karang Taruna Lowayu dan Tim Pemenangan Pasangan Sambari-Qosim. Beliau berusia 25 tahun.
6. Bapak Abdul Aziz
Bapak Abdul Aziz adalah tokoh agama yang ada di desa Lowayu,
beliau juga aktif dalam pembangunan pendidikan dan keagamaan di Lowayu. Beliau berusia 50 tahun.
(1)
Gambar 4.2
Pasangan Bupati Sambari-Qosim
(2)
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama adalah sebuah keyakinan, pedoman dan tuntunan untuk umat Islam dalam berprilaku dan mengambil keputusan, begitu pula saat masyarakat Lowayu menghadapi proses pemilihan Bupati Gresik tahun 2016. Pasangan Sambari Halim Radianto dan Mohammad Qosim mengambil aspek agama sebagai jembatan dalam berkampanye politik, hal itu dilakukan karena masyarakat Lowayu termasuk masyarakat yang religius sehingga pendekatan yang dilakukan harus menggunakan pendekatan agama seperti ceramah agama, santunan anak yatim,do’a bersama, memberi paket ziarah wali lima,dan lain-lain.
Jika dilihat dalam prespektif interaksionisme simbolik herbert blumer proses pemilihan Bupati Gresik tahun 2016 tersebut lebih cenderung masuk dalam interaksi simbolik, karena dalam proses interaksinya menggunakan proses mental atau proses berfikir sebelum melakukan respon terhadap stimulus yang diberikan.
Proses stimulus diberikan oleh para pasangan calon dalam beberapa acara kampanye politiknya, baik dalam acara do’a bersama, santunan anak yatim, dan lan-lain. Sedangkan setelah itu masyarakat mulai melakukan proses berfikir atau proses mental, untuk mempertimbangkan kelayakan pasangan calon tersebut. Hasil dari proses berfikir tersebut kemudian dimunculkan saat pencoblosan dilakukan, yaitu pada tanggal 9
(3)
desember 2016. Penentuan pemilihan pasangan dan Pencoblosan tersebutlah yang disebut sebagai respon dari stimulus yang diberikan oleh para pasangan calon saat kampanye sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa Agama Sebagai Media Kontestasi politik dalam Prespektif Herbert Bumer termasuk pada jenis interaksi simbolik karena melibatkan proses mental yang dilakukan oleh masyarakat Lowayu sebagai pemilih.
B. Saran
Dalam penelitan yang berupa karya tulis skripsi yang berjudul “Agama Sebagai Media Kontestasi Politik di Desa Lowayu Kecamatan Dukun kabupaten Gresik” peneliti melihat bahwa proses kampanye politik yang ada di desa Lowayu merupakan proses dinamika politik yang cukup unik, agama dijadikan sebagai media untuk berkontestasi. Kampanye yang dilakukan Sambari-Qosim juga terbilang baik karena apa yang dilakukannya bukan hanya sekedar berorasi saja tetapi juga mengajak masyarakat untuk berdo’a dan bersholawat bersama.
Namun peneliti mengingatkan kepada para pembaca dan khususnya masyarakat Lowayu, agar jangan hanya melihat calon bupati dan wakil Bupati dari kampanye politiknya saja, mereka juga haru melihat bagaimana kiprah dan peran calon Bupati dan Wakil Bupati sebelum beliau mencalonkan diri.
Selain itu peneliti juga berpesan kepada para pembaca dan masyarakat Lowayu khususnya, agar tidak hanya melihat isu-isu agama yang di munculkan saat kampanye politik saja, tetapi juga harus
(4)
benar-95
benar memperhatikan bagaimana visi-misi dan program-program yang di canangkan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terhadap Masyarakat Lowayu khusunya dan masyarakat Gresik secara umum. Karena satu pilihan akan menentukan nasib masyarakat Lowayu dan masyarakat Gresik dalam lima tahun ke depan.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR PUSTAKA
“Agama Pengertian Fungsi dan Tujuan.” Diakses 16 Desember 2016.
http://gudangilmuvaame.blogspot.co.id/2015/08/agama-pengertian-fungsi-dan-tujuan.html.
Agustin, Risa. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Serba Jaya, 2010.
Bisri, Cik Hasan, dan Eva Rufaida. Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Depag RI. Alqur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Baqarah Ayat 208. Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1974.
Djamaluddin Ancok, dan Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Djumhur, dan M. Suryo. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu,
1975.
Endraswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.
“Fungsi Politik.” MASYUSBLOG. Diakses 17 Desember 2016.
http://gendoetblog.blogspot.co.id/2011/03/fungsi-politik.html.
Hafied, Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Ismail, Faizal. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis.
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Jurdi, Syarifuddin. Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana, 2010.
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Kusumawati, Eri. “Kyai dan Politik Praktis.” SH.Skrip, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2012.
Mochtar Mas’oed, dan Colin MacAndrews. Perbandingan Sistem Politik.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Mucharam, Fuad Nashori dan Rachmy Diana. Mengembangkan Kreatifitas Dalam
prespektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara kudus, 2002.
Narbuko, Cholid, dan dkk. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1997.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Cetakan V. Jakarta:
Universitas Indonesia, 1985.
Partanto, Pius A., dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
ARKOLA, 2001.
Ritzer, George. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Robert, Thouless H. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2000.
Rosida, Rofiatul. “Kyai dan Partai Politik.” SH.Skrip, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2009.
S Astuti. “Definisi Agama,” 2011.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23300/3/Chapter%20II.pdf. Salim, Abd. Mu’in. Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994.
Salim, Abdul Mu’in. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1994.
Sholihah, Rofiatus. “Kyai dan Blater dalam Masyarakat Madura.” SH.Skrip, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2015.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.
———. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2014.