Efektifitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya.

(1)

EFEKTIVITAS KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI

13 SURABAYA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

Saila El-Adzkiya D01213048

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Saila El-Adzkiya, 2017. Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam Pembentukan Akhlak Peserta Didik Di SMP Negeri 13 Surabaya.

Kata Kunci : Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan, Pembentukan Akhlak.

Manusia berbuat sesuai dari mana ia berasal, maka lingkungan yang membentuk manusia. SMP Negeri 13 Surabaya membuat lingkungannya melalui kegiatannya ekstrakurikuler keagamaan agar mudah untuk membentuk akhlak peserta didik. Maka dari sini awal penelitian bermula yakni tentang efektivitas kegitan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan deskriftif-analisis, dengan menggunakan metode pengumpul data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pertama kegiatan esktrakurikuler keagamaan

di SMP Negeri 13 Surabaya diantaranya banjari, qosidah qiro’ah, tadarus, sholat dhuha, dhuhur, dan ashar berjama’ah, jum’at bersih, peringatan hari besar islam. Dan kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) yang diadakan sebagai penunjang pada mapel PAI (Pendidikan Agama Islam), mengenai tujuan yang disusun telah sejalan dengan tujuan dari pendidikan nasional dan petunjuk teknis dan pedoman pembinaan BTA. Materi pembelajarannya ialah cara membaca dan menulis

al-qur’an, menghafal surat-surat pendek dan tata cara sholat, dan mengenai aspek akhlak yaitu dengan pemberian nasihat dan menggunakan metode yang disesuaikan dengan guru dan siswa. Kedua, pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya sudah terlaksana melalui berbagai metode yang digunakan, serta didukung oleh factor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak Ketiga jika kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) bekerja sendirian dalam membentuk akhlak peserta didik maka belum dikatakan efektiv, karena ada beberapa hal yang belum dilakukan sehingga menghambat pembentukan akhlak peserta didik, diantaranya: kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) di SMP Negeri 13 Surabaya ini dilaksankan hanya satu kali dalam seminggu, dan merupakan kegiatan ekstrakurikuler pilihan, mengenai materi yang diajarkan juga sangat kurang mendukung, serta belum terlaksananya metode transinternalisasi yaitu terjadinya komuniakasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara nyata. Dengan demikian kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 13 Surabaya saling bekerja sama dalam membentuk akhlak peserta didik, sehingga peserta didik yang berakhlakul karimah.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. KegunaanPenelitian ... 7

E. Penelitian Terdahulu... 8

F. Definisi Operasional dan Batasan Masalah ... 10

G. SistematikaPembahasan... 12

BAB II : LANDASAN TEORI ... 15

A. Tinjauan Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 15

1. PengertianKegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 15

2. Pengertian Kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ... 16

3. Tujuan Kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ... 19

4. Ruang Lingkup Materi BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ... 20

B. Tinjauan Pembentukan Akhlak Peserta Didik ... 21

1. Pengertian Pembentukan Akhlak ... 21

2. Metode Pembentukan Akhlak ... 25

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 31

C. Tinjauan Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam Pembentukan Akhlak Peserta Didik ... 35.

BAB III : METODE PENELITIAN ... 38

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 38


(8)

C. Tahap-Tahap Penelitian ... 41

1. Tahap Pra Penelitian ... 41

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 41

3. Tahap Analisis Data... 42

4. Tahap Penulisan Laporan ... 43

D. Sumber dan Jenis Data ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

1. Observasi... 45

2. Wawancara ... 47

3. Dokumentasi ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 49

1. Reduksi Data ... 54

2. Penyajian Data... 55

3. Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan ... 55

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 57

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 57

1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 13 Surabaya ... 57

2. Profil Letak Geografis SMP Negerin 13 Surabaya ... 58

3. Visi dan Misi SMP Negeri 13 Surabaya ... 59

4. Tujuan SMP Negeri 13 Surabaya ... 60

5. Struktur Organisasi SMP Negeri 13 Surabaya ... 60

6. Keadaan Guru, Karyawan, dan Peserta Didik SMP Negeri 13 Surabaya ... 63

7. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 13 Surabaya ... 68

B. Penyajian Data ... 69

1. Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan di SMP Negeri 13 Surabaya 69 2. Pembentukan Akhlak Peserta Didik di SMP Negeri 13 Surabaya .. 80

3. Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Pembentukan Akhlak Peserta Didi di SMP Negeri 13 Surabaya ... 85

C. Analisis Data ... 89

1. Analisis Data Kegiatan EkstrakurikulerKeagamaan di SMP Negeri 13 Surabaya ... 89

2. Analisis DataPembentukan Akhlak Peserta Didik di SMP Negeri 13 Surabaya ... 93

3. Analisis Data Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Pembentukan Akhlak Peserta Didi di SMP Negeri 13 Surabaya .... 106

BAB V : PENUTUP ... 116

A. KESIMPULAN ... 116

B. SARAN ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119 LAMPIRAN


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak globalisasi yang terjadi mengakibatkan berbagai fenomena nyata yang dialami oleh bangsa ini, sebagaimana apa yang telah didengar dan diketahui oleh bangsa indonesia sendiri. Tawuran antar pelajar, peredaran narkoba yang tidak hanya beredar dikalangan orang dewasa tetapi beredar dikalangan para remaja hingga anak-anak, peredaran foto dan video porno dikalangan pelajar, kasus pemerkosaan, penjambretan, dan berbagai macam kasus criminal yang sering menghiasai kaca televisi bangsa indonesia.

Kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi dikalangan orang yang tidak berpendidikan namun sebaliknya, terjadi dikalangan orang-orang yang berpendidikan, seperti yang telah kita ketahui terjadinya korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, penggunaan narkotika oleh pegawai pemerintahan, pungli yang dilakukan oleh pegawai daerah. Sebenarnya mereka adalah pemimpin dan aktor-aktor masyarakat yang seharusnya memberikan uswah kepada masyarakat, akan tetapi yang terjadi sebaliknya. Dalam Al-Qur’an suasana dunia seperti ini dilukiskan dengan kata “al-fasad”, sebagaimana diabadikan Allah dalam firmannya:


(10)

2

يََبْلا ْيِ ُداَسَفْلا َرَهَظ

اَيِيرْحَبْلاَو

اَنلا ىيدْيَأ ْتَبَسَك

يس

ُييل

ُهَقْ ييذ

َضْعَ ب ْم

ييذَلا

َنْوُعيجْرَ ي ْمُهَلَعَل ْوُليمَع

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan

yang benar).” (QS. Ar-Rum [30];41).1

Berbagai kasus diatas memberikan gambaran mengenai kondisi moral bangsa indonesia yang semakin merosot, inilah ancaman dan gejala kebangkrutan moral bangsa yang terlihat jelas. Jika terjadi hal seperti ini siapakah yang salah?. Saya rasa tidak pantas, jika kita hanya menyalahkan satu aspek saja karena semua aspek memiliki peran yang sangat penting serta saling bekerja sama untuk membenahi bangsa ini, terutama aspek pendidikan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.2 Maka pendidikan dapat berkontribusi dengan para pemerintah dan pejabat setempat untuk membenahi moral masyarakat. Sesuai dengan misi Rasulullah saw diutus ke bumi, yang tercantum dalam hadits beliau;

1Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta Timur; CV.Darus Sunnah, 2012),

h. 409.


(11)

3

اَص َميََتُيِ ُتْثيعُب اََّإ

َحيل

َِْا

َلْخ

يق

Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik

(HR. Bukhari)3.

Mereka adalah pengganti Rasulullah saw. untuk berjihad dalam membenahi moral bangsa. Manusia tanpa pendidikan ibarat sayur tanpa garam. Dengan demikian manusia tersebut akan sulit untuk berinteraksi dengan sesama manusia. Bahkan kedudukan manusia akan rendah seperti binatang. Oleh karenanya pendidikan adalah wadah bagi masyarakat untuk membentuk kepribadian bangsa dari segi karakter, sikap dan pengetahuan. Seperti dasar pendidikan nasional adalah falsafah negara pancasila dan UUD 1945. Pasal 3 dalam Tap MPR Nomor IV/MPR/1973 menjelaskan hal ini;

“Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia

pembangunan berpancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.” Selain itu UU No. 20 tentang system pendidikan nasional pasal 3 menyatakan; “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban


(12)

4

bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab”.4

Pengertian pendidikan sangat selaras dengan tujuan pendidikan, yakni membentuk peserta didik tidak hanya berintelektual, tetapi juga membentuk kepribadian muslim yang sempurna. Dan tujuan pendidikan nasional pun sangat selaras dengan tujuan pendidikan islam yang dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba, yakni tujuan pendidikan islam terbagi menjadi dua macam, yaitu; pertama tujuan sementara ialah, tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmani, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan, jasmani, rohani, dan sebagainya. Dan yang kedua yakni tujuan akhir dari pendidikan islam ialah terwujudnya kepribadian muslim. Yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran islam. Aspek-aspek tersebut diantaranya tingkah laku luar, kagiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya.5

4 Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung;PT. Remaja Rosdakarya,

2013), h. 131-132.

5Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 2007), h.


(13)

5

Maka pendidikan dapatlah membentuk kepribadian manusia

dengan cara pembinaan yang terprogram dengan baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Dalam konteks keindonesiaan, terdapat berbagai jenis pendidikan, seperti; pondok pesantren, madrasah, sekolah umum yang bercirikan islam, dan ada pula jenis pendidikan non formal seperti TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an), majelis ta’lim dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan aset dari pendidikan nasional. Maka jenis pendidikan islam tersebut dapat membantu dalam memberdayakan dan membangun umat islam di Indonesia secara optimal. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni berkeinginan para peserta didik memiliki ketaqwaan dan berakhlakul karimah.

Salah satu lembaga pendidikan yang dapat menyumbangkan

bantuannya untuk membenahi bangsa ini ialah SMP Negeri 13 Surabaya. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang dinaungi oleh departemen pendidikan nasional. Walaupun sekolah ini sekolah umum tetapi masih tetap memegang teguh nilai-nilai islam, terbukti dari kegiatan-kegiatan ekstra keagaaman sekolah yang diadakan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, diantara kegiatan tersebut diantaranya sholat dhuha berjama’ah, doa bersama sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, sholat dhuhur dan ashar berjama’ah, banjari, kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), qiro’ah, jum’at bersih, qosidah,


(14)

6

peringatan hari besar islam seperti mauled nabi, isra’ mi’raj, pondok romadhan.

Kegiatan tersebut ialah kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh lembaga pendidikan seperti SMP Negeri 13 Surabaya, agar peserta didik dapat memahami makna islam serta membantu perkembangan akhlak peserta didik menjadi lebih agamis. Hal demikian seperti firman Allah SWT.

ْلُق

بَرَ ف يهيتَليكاَش ىَلَع ُلَمْعَ ي ٌلُك

ْنَيِ ُمَلْعَأ ْمُك

الْييبَس ىَدَْأَوُ

“Katakanlah (Muhammad): "Tiap-tiap orang berbuat menurut

pembawaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa

yang lebih benar jalanNya.” (QS. Al-Isra’ [17];84)

Firman Allah SWT. diatas telah jelas bahwa perbuatan manusia itu menurut dari asal manusia berada, maka lingkungan sekolah memberikan dorongan dari kegiatan-kegiatan keagaam yang mampu membentuk akhlak peserta didik. Berdasarkan paparan di atas, maka siginifikansi penelitian ini adalah sejauh mana kegiatan ekstrakuriler keagamaan yang berada di SMP Negeri 13 Surabaya mampu membentuk akhlak peserta didik. Dengan demikian peneliti ini berjudul “Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Pembentukan Akhlak Peserta Didik Di SMP Negeri 13 Surabaya’.


(15)

7

Dari latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kegiatan ektrakurikuler keagaaman di SMP Negeri 13 Surabaya?

2. Bagaimana pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya?

3. Bagaimana efektifitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri13 Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ialah;

1. Untuk mengetahui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 13 Surabaya.

2. Untuk mengetahui pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya.

3. Untuk mengetahui efektifitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya?

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam manajemen pembentukan akhlak dari kegiatan ekstrakurikuler keagaaman


(16)

8

2. Secara sosial dan praktis

Dari Penelitian ini dapat dijadikan wacana bagi calon guru yang akan terjun dalam proses belajar mengajar sehingga calon guru tersebut diharapkan mampu menjadi guru yang professional dalam pembentukan akhlak.

Bagi lembaga yang bersangkutan, penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan.

E. Penelitian Terdahulu

Adanya penelitian terdahulu ini sebagai acuan dan pedoman bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Adapun penelitian terdahulu dari

judul “Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam

Pembentukan Akhlak Peserta Didik di SMP Negeri 13 Surabaya” ialah penelitian yang telah diselesaikan oleh saudari Lina Nur Abidah yang

berjudul “Efektivitas Program Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam

Pembentukan Moralitas Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Purwoasri Kediri”, jurusan pendidikan agama islam fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan universitas islam negeri sunan ampel, tahun 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program ekstrakurikuler keagamaan, factor apa saja yang dapat menghambat program ekstrakurikuker keagamaan, dan bagaimana efektifitas program ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan moralitas siswa. Dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatuf, yang pengumpulan


(17)

9

datanya menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Penelitian ini menyatakan bahwa program ekstrakurikuler keagamaan sangat memberikan efek dan kontribusi dalam membentuk moralitas siswa.

Penelitian ini sangat berbeda jauh dari penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Lina Nur Abidah lebih kepada program dari ekstrakurikuler keagamaan, sedangkan penulis lebih pada kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dilaksanakan. Kedua penelitian dari Lina Nur Abidah yang diteliti bentuk moralitas siswa. Sedangkan penulis lebih pada bentuk akhlak peseta didik. Moralitas dan akhlak memiliki perbedaan, jika moralitas itu adalah aturan-aturan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, maka moralitas itu bersifat terbatas dan dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman, karena sesuai dengan pemikiran manusia. Sedangkan akhlak aturan-aturan yang berdasarkan pada al-qur’an dan hadits, maka bersifat mutlak, dan absolute, tidak akan berubah sepanjang zaman.

Maka penelitian yang dilakukan oleh Lina Nur Abidah, yaitu efek dari program ekstrakurikuler keagamaan dalam membantu peserta didik untuk membedakan antara baik dan buruk berdasarkan prinsip masyarakat. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah efek dari kegiatan ekstrakurikulum keagamaan dalam membentuk tabiat peserta didik yang berdasarkan al-qur’an dan hadits. Perbedaan yang ketiga terletak pada


(18)

10

subyek penelitian, jika penelitian yang dilakukan oleh Lina Nur Abidah subjeknya ialah warga Madrasah Aliyah Negeri Purwoarsi Kediri. Adapun subyek dari penelitian ini ialah warga SMP Negeri 13 Surabaya.

F. Definisi Operasional dan Batasan Masalah.

1. Definisi Operasional

Definisi operasional ini dimaksud untuk memperjelas atau mempertegas kata-kata atau istilah kunci yang diberikan pada judul penelitian;

“EFEKTIVITAS KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

KEAGAMAAN DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 13 SURABAYA”

a. Efektivitas

Suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas. kualitas, dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terdahulu. 6 Maka efektifitas dapat dikatakan tepat gunanya suatu system atau kegiatan yang dilakukan. b. Ekstrakulikuler

6 https;//dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian efektifitas/ diakses pada tanggal 10


(19)

11

Ekstrakurikuler ialah kegiatan tambahan di luar struktur program dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa agar memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa.7

c. Pembentukan

Pembentukan adalah proses, cara, perbuatan membentuk,

pembentukan cabinet baru mendapat tantangan dari pihak oposisi.8 Maka pemebentukan dapat dikatakan sebagai berbagai perbuatan atau upaya yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. .

d. Akhlak

Secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata khuluq. yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku, atau tabi’at. Sedangkan secara istilah akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. 9

e. Peserta didik

Dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1989 anak didik disebut peserta didik. Dalam uraian ini anak didik disebut subyek didik. Nilai

7Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta: PT. Rinerka Cipta, 1997), h. 271.

8

www.kamuskbbi.id/kbbi/artikata.php?mod=view&Pembentukan&id=47034-arti-maksud-definisi-pengertian-Pembentukan.html diakses pada tanggal 10 Oktober 2016.


(20)

12

kemanusiaan sebagai individu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkat optimal dan criteria kehidupan sebagai manusia, warga negara yang diharapkan. 10

2. Batasan Masalah

Untuk memperoleh data yang relevan dan memberikan arah yang pembahasan pada tujuan yang telah dirumuskan, maka ruang penelitian ini akan condong pada kegiatan ekstrakurikuler BTQ (Baca Tulis

Al-Qur’an), akan tetapi tetap memaparkan mengenai kegiatan

ekstrakurikuler yang terdapat pada SMP Negeri 13 Surabaya.

Karena kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) merupakan kegiatan yang tidak hanya mengajarkan cara membaca dan menulis al-qur’an dengan benar, namun didalam kegiatan tersebut biasanya guru memberikan nasihat-nasihat dan didorong dengan interaksi antara guru dan peserta didik, serta menelaah al-qur’an dan mengaplikasikannya dengan baik. Adapun kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang lain ialah banjari, qosidah, qiroah, jumat bersih, sholat dhuha, dhuhur dan ashar berjama’ah, istighosah, tadarus.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memahami alur penelitian ini penulis membuat sistematika pembahasan. Penelitian ini dibahasa secara tuntas dalam lima bab. Pada


(21)

13

Bab pertama penulis membahasa tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Pada bab kedua, peneliti mengkaji teori yang terdiri dari dua sub bab: pertama tentang kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang mencangkup pengertian kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, pengertian kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), tujuan kegiatan BTQ (Baca Tulis Qur’an), dan ruang lingkup materi kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an). Pada sub bab kedua membahas mengenai pembentukan akhlak yang terdiri dari: pengertian pembentukan akhlak, metode-metode pembentukan akhlak, dan factor yang mempengaruhi pembentukan akhlak. Dan pada sub bab tiga tentang efektivitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik.

Bab ketiga membahas metodelogi penelitian yang terdiri dari; jenis dan pendekatan penelitian, subjek dan objek penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat yakni laporan hasil penelitian yang terdiri dari tiga sub bab: sub bab pertama gambar umum obyek penelitian yang terdiri dari: sejarah singkat berdirinya SMP Negeri 13 Surabaya, profil dan letak geografis SMP Negeri 13 Surabaya, visi dan misi SMP Negeri 13 Surabaya, tujuan SMP Negeri 13 Surabaya, struktur organisasi SMP


(22)

14

Negeri 13 Surabaya, keadaan guru, karyawan dan peserta didik SMP Negeri 13 Surabaya. Selanjutnya pada sub bab kedua berisi penyajian data terdiri dari: data kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, data pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya, dan data efektivitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya. Kemudian pada sub bab kertiga berisi analisi data yaitu: analisis data kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 13 Surabaya, analisis data pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya, dan efektivitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri13 Surabaya.

Sedangkan bab kelima berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan

1. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan

Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, pada dasarnya, terdiri dari empat kata, yaitu kegiatan, ekstra, kurikuler, dan keagamaan. Secara bahasa arti dari kata esktra adalah tambahan diluar yang resmi.1 Adapun

pengertian kegiatan esktrakurikuler menurut Suryosubroto ialah kegiatan tambahan diluar struktur program dilaksanakan diluar jam pelajaran biasa agar memperkaya dan memperluas wawasan.2 Adapun

pengertian kegiatan ekstrakurikuler menurut Direktorat Pendidikan ialah kegiatan diklat diluar jam yang tercantum pada struktur kurikulum. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan untuk pengembangan bakat dan minat serta untuk memantapkan pembentukan kepribadian peserta didik.3

Dengan demikian kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ialah kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah sebagai kegiatan tambahan

1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 291.

2Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta: PT. Rinerka Cipta, 1997), h. 271. 3Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kurikulum SMK 2014, (Jakarta; April, 2004),


(24)

16

diluar jam pelajaran agar memperkaya dan memperluas pengetahuan dan kemampuan peserta didik, dalam lingkup agama islam. Seperti kegiatan ekstrakurikuler banjari, qosidah, qiroah, BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), tadarus, sholat dhuha berjama;ah, dsb.

2. Pengertian Kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an).

Sebelum kita memahami pengertian dari kegiatan BTQ (Baca tulis al-Qur’an) terlebih dahulu penulis uraikan pengertian dari tiap kata. Kata baca berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya di hati), mengeja atau melafalkan apa yang tertulis.4 Menurut Yasin Burhan menbaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa keterampilan yakni, mengamati, memahami dan memikirkan. Sedangkan menurut Ronald Barker dan Robert Ekskarpit, membaca merupakan penangkapan dan pemahaman ide, aktifitas pembaca yang diiringi curahan jiwa dalam menghayati naskah. Setelah proses yang bersifat mekanis tersebut berlangsung, maka nalar dan intuisi kita bekerja pula, berupa proses pemahaman dan penghayatan. Dengan penghayatan, pembaca berarti telah pula merasakan nuansa naskah sehingga bisa pula melangsungkan perenungan.5

4 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.83.

5http://www.s-surya62.blogspot.com/2012/05/pengertian-jenis-dan-tujuanmembaca.html?m=1.


(25)

17

Dari literature pendidikan islam kata baca mengandung dua pengertian yaitu: tilawah dan qiroa’ah. Tilawah mengandung arti mengikuti jejak atau kebijakannya, atau membaca apa adanya yang sesuai dengan aturan yang baik dan benar. Dapat pula dimaknai dengan meneladani sesuai dengan jejak atau martabatnya. Ini sesuai dengan arti membaca yang pertama. Adapun qiroah mengandung makna menelaah, membaca, meneliti, mengkaji, mendalami, atau merenungkan terhadap bahan-bahan bacaan tidak harus berupa teks bacaan, dapat pula dari fenomena-fenomena atau kejadian dsb. Hal ini sesuai dengan pengertian yang disampaikan oleh Yasin Burhan.

Dengan demikian arti dari kata membaca yang berasal dari kata baca memiliki dua pengertian, yakni membaca dalam arti konkret artinya seseorang membaca dari apa yang ia lihat oleh mata atau sebatas hanya melafalkan atau pembunyian lambang tertulis tanpa harus dipahami, kegiatan seperti ini biasanya dilakukan oleh pemula. Dan membaca dalam arti abstrak berarti seseorang tidak hanya sekedar membaca tetapi berusaha untuk memahami makna dari bacaan atau pun fenomena-fenomena yang telah dialami.

Adapun tulisan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ialah menulis membuat huruf (angka dsb.) dibuat dengan pena.6 Jadi tulis merupakan membuat huruf atau pun angka. Dalam literature kependidikan islam pemahaman mengenai tulisan dikembangkan dalam


(26)

18

dua aspek yaitu: khat dan kitabah. Khat mengandunga makna menulis dengan benar dan baik, hal ini biasanya dilakukan oleh anak-anak yang baru belaja menulis. Sedangkan kitabah mengandung makna menulis, mewasiatkan, mewajibkan.

Dengan kata lain penulis menuangkan ide-ide, pengalamannnya dalam tulisan, atau memberikan komentar terhadap apa yang diamatinya, serta mewajibkan pada dirinya untuk menancapkan tulisan dalam hatinya, kegiatan semacam ini biasanya dilakukan oleh tulisan tingkat lanjut.

Kata membaca dan menulis saling sinergi. Pembaca merupakan aktifitas reseptif sedangkan penulis merupakan aktifitas produktif. Dan seseorang yang membaca ia akan mendapatkan idea tau gagas sehingga ia tuangkan dalam tulisan. Maka untuk memperoleh keterampilan menulis, seseorang haruslah membaca.

Sedangkan Al-Qur’an ialah wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasul melalui malaikat Jibril yang berisi pedoman, petunjuk dan sentral kendali segala wacana ideology kehidupan untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. 7

Dari urai diatas penulis mencoba menyimpulkan bahwa kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ialah suatu aktifitas yang mengajarkan atau memberikan bimbingan mengenai cara mebaca dan menulis Al-Qur’an kepada peserta didik agar bahagia di dunia dan akhirat.

7Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an Integrasi Epistemology Bayani, Burhani, Dan Irfani, (Yogyakarta: Mikraj, 2005), h.13.


(27)

19

Kegiatan BTQ (Baca Tulis AL-Qur’an) sesuai dengan firman Allah swt:

آَم ُلْتُأ

َو ِبَتِكْلا َنِم َكْيَلِإ َيِحْوُأ

ِقَأ

ِم

ا

وَلَصل

َة

َنِإ

َةوَلَصلا

ىَهْ َ ت

ِنَع

َِّاُرْكِذَلَوِرَكُْمْلاَوِءآَشْحَفْلا

ْكَأ

َُب َو

َ ي َُّا

ْصَتاَم ُمَلْع

َنْوُعَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut[29]:45)8

3. Tujuan Kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an)

Suatu kegiatan diadakan pastilah ada tujuan yang diharapkan, salah satunya kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) diadakan dengan tujuan agar peserta didik:9

a. Bertaqwa dan beriman kepada tuhan yang maha esa b. Berbudi pekerti luhur

c. Memiliki pengetahuan keagamaan adan keterampilan

d. Dapat memahami isi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dengan baik dan benar

e. Peserta didik senantiasa menjalankan ibadah amaliyah dengan rutin, baik, dan benar.

Pada intinya kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ini diadakan dengan harapan berkembangnya intelegensi yang mengarakan manusia

8Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta Timur; CV.Darus Sunnah, 2012),

h 402.

9Ahmad Nizar Zulmi, Guru BTQ (Baca Tulis A-Qur’an) SMPN 13, Wawancara Pribadi, 8 Maret


(28)

20

sebagai individu untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya dan kualitas jiwa yang selalu setia kepada Allah serta menjalankan moral islam yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw.

4. Ruang Lingkup Materi BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an)

Pembelajaran pendidikan agama islam haruslah memiliki 4 keterpaduan dalam melaksanakan tugasnya, diantaranya 1) keterpaduan kelembaagaan, 2) keterpaduan proses, 3) katerpaduan materi, dan 4) keterpaduan penyelenggaraan.10 Begitupun dengan kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) harus memiliki keterpaduan dengan begitu apa yang diharap dapat terlaksana dengan baik. Misalnya pada keterpaduan materi yakni mengaitkan dan mengintegrasikan materi yang di ajarkan pada kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) dengan materi pelajaran lainnya, contohnya materi tata cara sholat dapat dikaitkan dengan kesehatan orang yang melakukan tatacara sholat dengan baik. Dengan begitu peserta didik akan mudah untuk menyerap pelajaran yang mereka terima. Dan keterpaduan ini tidak hanya menyesuaikan dengan materi yang lain, tetapi harus sesuai dengan tujuan yang diharapkan pada kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an).

Materi-materi yang diajarkan pada kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ini dibagi dalam dua macam yaitu materi pokok dan materi tambahan. Materi pokok ialah materi yang harus dikuasai benar oleh peserta didik dan sebagai alat ukur kelulusan ketika mengikuti kegiatan

10 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, (Bandung: Nuansa, 2003), h.111.


(29)

21

BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an). Contohnya materi tajwid yaitu hukum bacaan nun sukun atau tanwin. Dan materi penunjang atau tambahan ialah materi yang penting pula tetapi tidak sebagai alat ukur kelulusan seperti materi sholat.

Penyusunan materi BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) diserahkan kepada lembaga yang mengadakan. Materi yang diajarkan diantaranya: ilmu tajwid, menulis dan membaca al-qur’an, menghafal juz 30, ibadah amaliyah, kisah-kisah teladan.

B. Pembentukan Akhlak Peserta Didik

1. Pengertian Pembentukan Akhlak.

Sebelum kita memahami pengertian pembentukan akhlak, alangkah baiknya kita memahami makna dari kata akhlak. Menurut Abudin Nata yang beliau kutip dari Kamus Munjid bahwa kata akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar dari kata akhlaqa yukhliqu ikhlaqan, yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan tabi’at, watak

dasar), al-‘adat (kebiasaan atau kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).11 Tetapi ada pendapat yang

menyatakan bahwa kata akhlak ialah isim ghairu mustaq yaitu isim yang tidak memiliki akar melainkan sudah ada demikian adanya dan kata akhlak merupakan jamak dari kata khuluqan atau khilqun.

Adapun pengertian akhlak secara istilah menurut para ahli diantaranya menurut Imam Al-Ghazali, akhlak ialah suatu sifat yang


(30)

22

tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu. Adapun Ibnu Maskawih yang dikenal sebagai pakar akhlak terkemuka menyatakan bahwa akhlak merupakan keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perubatan-perbuatan tanpa melakukan pertimbangan pikiran lebih dahulu.12 Dari pendapat para ahli diatas Abudin Nata menyimpulkan bahwa akhlak terdiri dari lima ciri diantaranya;

Pertama perbutan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua perbuatan akhlak ialah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Bukan berarti pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Akan tetapi pada saat yang bersangkutan melakukan perbuatan ia dalam keadaan sehat akal pikiran dan sadar. Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk, atau perbuatan reflex seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan akhlak. Ketiga, perbuatan akhlak ialah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari luar. Keempat ialah perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh,

12A. Mustofa, Akhlak Tasawuf Untuk Fakultas Tarbiyah Kompnen MKDK, (Bandung; CV Pustaka


(31)

23

bukan main-main atau karena bersandiwara. Dan yang kelima yakni, perbuatan yang dilakukan dengan ikhlak semata-mata karena Allah. 13

Dari penjelasan akhlak diatas, penulis menyimpulkan bahwa akhlak ialah perbuatan yang melekat kuat dalam diri seseorang, yang diwujudkan secara spontanitas tanpa adanya pemikiran dari orang tersebut, dan paksaan dari luar. Jika dikaitkan dengan kehidupan sosial, maka terdapat manusia yang berakhlak baik dan berakhlak buruk, bergantung dengan perbuatan yang mereka lakukan apakah itu perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Berakhlak baik merupakan bekal mendasar yang harus dimiliki individu dalam bersosialisasi, jika suatu individu berakhlak buruk dengan relasi sosialnya maka suatu masyarakat akan mengalami disharmoni atau anomali-anomali yang akan dijumpai dalam kehidupan komunitasnya.

Namun apakah akhlak itu dapat diubah (dibentuk) atau sebaliknya?. Mengenai jawabannya ada dua pendapat. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa akhlak tidak dapat diubah hanya dapat dikontrol sebelum mencapai kemandirian dan kedewasaan. Pendapat ini didasarkan dengan dua hal yang pertama, akhlak adalah postur batin manusia sebagaimana postur fisik manusia, yakni postur yang ada sejak lahir sehingga tidak dapat diubah. Sebagaimana orang yang berhidung pendek tidak akan dapat mengubahnya menjadi mancung. Kedua, bahwa akhlak baik akan muncul jika dapat mengendalikan keinginan

13Abudin, Akhlak, h. 5-7.


(32)

24

(syahwat) dan amarah. Karena keduanya merupakan kepastian tempramen dan watak yang tidak dapat dihindari dari anak manusia.

Dengan demikian akhlak adalah instinct (gharizah) yang dibawa oleh seorang anak sejak lahir, yakni kecenderungan kepada kebaikan yang dikenal dengan fitrah yang terdapat pada diri seorang manusia. Senada dengan ini ada pendapat yang menyatakan bahwa akhlak adalah warisan dari terdahulu yang dibawa oleh keturunannya.

Pendapat kedua mengakui bahwa akhlak dapat diubah, pendapat ini diakui oleh para ulama islam yang cenderung kepada akhlak, yakni Ibnu Maskawih, Ibnu Sina, dan Imam Al-Ghazali. Seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali “Seandainya akhlak tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsi hadits nabi yang mengatakan: perbaikilah akhlak kamu sekalian.”14 Dari sini sudah sangat jelas bahwa akhlak dapatlah diubah (dibentuk), yang pertama bergunalah adanya pendidikan, nasihat, ilmu akhlak dan lain sebagainya. Sebagaimana tercermin dari firman Allah

اَوِةَمْكِِِْْ َكِ بَر ِلْيِبَس ََِإ ُعْدُأ

َمْل

ِعْو

َْْاِةَظ

ُْلِداَجَوِةََس

َيِ َِِْلِِ ْم

ْنَِِ ُمَلْعَأَوُ َكَبَر َنِإ ُنَسْحَأ

َلَض

َع

ْن

َس

ِهِلْيِب

ُمَلْعَأَوَُو

َنْيِدَتْهُمْلِِ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa

14Tim Penysun MKD UIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf, (Surabaya;UIN Sunan Ampel Press,


(33)

25

yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16];125).15

Ayat ini adalah ayat tentang ajakan agar manusia kembali kepada Allah melalui pendidikan, nasihat,dsb. Dan yang kedua bahwa akhlak dapatlah dibentuk karena telah terbukti dengan adanya fakta anak-anak yang tidak dibina akhlaknya atau dibiarkan tanpa adanya bimbingan, arahan, atau pendidikan mereka menjadi anak yang nakal, mengganggu masyarakat, bahkan melakukan perbuatan tercela. Yang ketiga, bahwa tujuan dari pembentukan akhlak sangatlah selaras dengan tujuan pendidikan islam yang berharap terwujudnya kepribadian muslim.

Dari uraian diatas dapatlah kita mengatakan bahwa akhlak merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap potensi rohani yang terdapat dalam diri manusia. Jika pembinaan akhlak tersebut direncanakan dengan baik, sistematik dan dilakukan dengan sungguh-sungguh maka akan menghasilkan anak-anak yang berakhlak mulia. Inilah peran dari pendidikan.

Dengan demikian pembentukan akhlak ialah suatu usaha dengan maksud membentuk anak, melalui pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.

2. Metode Pembentukan Akhlak.

Islam sangat memberikan perhatian yang lebih terhadap akhlak hal ini terlihat dari misi kerasulan Nabi Muhammad saw yang


(34)

26

mengutamakan akhlak. Serta terlihat pula dari perhatian islam dalam pembinaan jiwa dari pada pembinaan fisik. Karena jika jiwa selalu dibina akan tumbuh perbuatan-perbuatan yang baik, dan sebaliknya.

Metode merupakan suatu cara yang sangat dibutuhkan oleh seseorang dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Maka dalam membentuk akhlak diperlukan adanya metode, diantaranya;

Pertama metode paksaan, dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) paksaan ialah mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun tidak berkehendak,16 metode ini diberikan kepada siterdidik pada kondisi-kondisi tertentu.

Kedua metode pembiasaan, dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata pembiasaan berasal dari kata biasa yang memiliki arti lazim, sudah menjadi adat atau sudah sering kali.17 Metode ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad saw;

ه لوسر لاق لاق دج نع هيبا نع بيعش نب ورمع نع

ص

ىل

َلًصلِِ ْمُك َءاَْ بَأ اوُرُم : ملسو هيلع ه

ِة

ِل

ِس ِعْبَس

ُ بِرْضاَو َِْْ

ْمُ ْو

َعِل اَهْ يَلَع

ِ رَ فَو َِِْْس ِرْش

وُق

ْا

َ ْ يَ ب

ُه

ِْف ْم

َمْلا

اَض

ِج

ع

)

مأ اور

د

(

“Dari ‘Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya Rasalullah saw. berkata; “Surulah anakmu mendirikan shalat ketika berumur tujuh

tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya. Ketika ia berumur sepuluh tahun (pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad)

16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2005), h. 814.


(35)

27

Berkenaan dengan ini Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui kebiasaan. jika manusia membiasakan berbuat jahat. Sebaliknya dapat menjadi buruk jika dibiasakan berbuat buruk. Atas hal ini Imam Al-Ghazali menganjurkan agar pengetahuan akhlak diajarkan terlebih dahulu, lalu selanjutnya diaplikasikan dalam tindakan nyata dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia tersebut. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus membiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabiat, habit, dan naturenya secara mendalam dan mendarah daging.18 Metode ini seharusnya dilakukan sejak masa kanak-kanak dan berlangsung secara kontinyu agar dapat mengakar kokoh dalam melakukan perbuatan sehari-hari.

Banyak pakar psikologi yang menggunakan metode ini salah satunya Ivan Pavlov yang terkenal dengan teori pembiasaan klasik (Classical Conditioning), ialah sebuah prosedur penciptaan reflex baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflex tersebut.19 Beliau menggunakan anjing sebagai bahan eksperimennya.

Awal mula anjing tidak mengeluarkan air liur dan ketika bel berbunyi anjing diberikan makanan berupa serbuk daging, menyebabkan anjing itu mengeluarkan air liur, semakin sering kegiatan tersebut diulang,

18Tim Penysun MKD, Akhlak Tasawuf, h. 143-144.


(36)

28

semakin sering pula anjing mengeluarkan air liurnya, tetapi suatu ketika bel berbunyi yang bukan waktu makan anjing tersebut tetap mengeluarkan air liaurnya.

Ketiga Metode keteladanan, ialah sesuatu yang patut ditiru, sedangkan teladan ialah orang yang ditiru dan yang dicontoh atau yang ditiru itu hanya hal-hal yang baik saja. Dalam bahasa arab keteladanan dikenal dengan kata uswah.

Maka metode keteladanan ialah metode yang penerapannya dengan cara memberikan contoh-contoh berupa perbuatan nyata sehingga siterdidik dapat meniru perilaku tersebut. Sebagai mana tercantum dalam firman Allah swt

ْدَقَل

ِلْوُسَر ِْف ْمُكَل َناَك

َوْسُأ َِّا

َحٌة

ََس

ْنَمِ لٌة

ْوُجْرَ ي َناَك

َمْوَ يْلاَو ََّاا

َذَوَرِخَْْا

ََّاَرَك

اًِْْثَك

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak mengingat Allah.(QS. Al-Ahzab [33];21)20

Dari firman Allah diatas memberikan pengertian bahwa seorang pemimpin maupun pendidik haruslah menjadi uswah yang baik bagi bawahannya maupun siterdidik. Dengan begitu akan tercipta manusia yang berakhlakul karimah. Sebagai mana apa yang telah dikatakan oleh Ahmad Tafsir bahwa salah satu syarat menjadi guru ialah berkesusilaan, bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia


(37)

29

sendiri tidak baik perangainya?.21 Maka keteladanan sangat urgen dalam pembentuakan akhlak.

Keempat metode mauidzah, menurut Al-Nahlawi yang dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam menyatakan bahwa mauidzah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancaman.22 Nasihat dapat berupa peringatan, teguran, perintah, maupun motivasi tentang suatu kebaikan. Metode ini telah digunakan sejak zaman sebelum Rasulullah saw, yakni dikisahkan oleh Luqman al-Hakim dengan nasihatnya kepada anaknya yang Allah cantumkan dalam firmannya

ُهُظِعَيَوُ َو ِهِْب ِْ ُناَمْقُل َلاَقْذِإَو

َي

ُب

َْ َََ

ْكِرْشُت

َِِِّ

ٌمْلُظَل َكْرِ شلا َنِإ

ٌمْيِظَع

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(QS. Luqman[31];13)23

Kelima metode ibrah, menurut Al-Nahlawi ibrah ialah suatu kondisi psikis yang meyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menimbulkan hati mengakuinya.24 Maka ibrah dapat disebut dengan faidah, makna yang tersirat, atau pelajaran yang dapat diambil bagi

21Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung, PT. Remaja RosdaKarya,

2011), Cet 11., h. 81.

22 Ibid, h. 145.

23Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan, h. 413. 24Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 145.


(38)

30

orang yang mencoba untuk berpikir mengenai kejadian, ataupun sebuah kisah.

Keenam metode retrospeksi, dalam buku Kamus Ilmiyah Populer retrospeksi ialah meninjau, menghayati kembali kebelakang akan dirinya sendiri.25 Dengan demikian metode retropeksi ialah metode yang mengakui akan adanya kekurangan diri dari pada kelebihan. Seperti apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Sina bahwa jika anda ingin berakhlak mulia maka hal yang lebih dahulu diketahui ialah kekurangan yang ada dalam diri dan membatasi diri dari perbuatan yang tercela sehingga kekurangan itu tidak terwujud dalam kenyataan.

Seorang anak akan mudah dibentuk akhlaknya jika antara tripusat pendidikan saling bekerja sama, dan dapat menggunakan beberapa metode yang terdapat diatas. Pertama kali yang dilakukan oleh orang tua atau guru dalam membentuk akhlak peserta didik dapat menggunakan metode paksaan kemudian dilanjut dengah metode pembiasaan, dan seterusnya.

Misalnya seorang anak yang tidak terbiasa untuk bangun pagi, maka orang tua harus memaksa anaknya dan membiasakaannya untuk tidur lebih awal atau memberikannya alarm. Dan guru dapat membantunya dengan memberikan nasihat yang berkaitan dengan manfaat bangun pagi, serta orang tua juga harus menjadi teladan

25 Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Arkola Surabaya,


(39)

31

dirumah. Lambat laun sang anak akan merasakan adanya perubahan dan akan menjadi suatu kebiasaan yang rutin ia lakukan.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak.

Segala sesuatu yang terjadi disebabkan adanya factor-faktor yang mempengaruhinya. Ada tiga aliran yang menjelaskan mengenai factor yang mempengaruhi pembentukan akhlak. Pertama aliran Nativisme dengan tokohnya Arthur Scopenhauer, yang menyatakan bahwa manusia telah ditentukan oleh factor-faktor pembawaan yang ia bawa sejak lahir. Maka lingkungan tidak memiliki pengaruh terhadap pembentukan akhlak seseorang. Selanjutnya aliran yang menentang aliran Nativisme yakni aliran Empirisme yang salah satu tokohnhya John Locke dengan teorinya Tabularasa, yang menyatakan bahwa manusia lahir ibarat kertas putih maka lingkungan yang akan mewarnai kertas tersebut. Jadi aliran ini, menganggap bahwa perkembangan peserta didik dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman ia hidup.

Ketiga aliran Konvergensi, yang menyatukan dari dua aliran diatas, dengan tokohnya William Stern. Aliran ini menyatakan bahwa factor yang mempengaruhi perkembangan individu tidak hanya ditentukan oleh factor pembawaan yang ia bawa atau factor lingkungan saja, melainkan aktivitas individu tersebut. Aliran ini sesuai dengan pandangan islam, Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits dibawah ini;


(40)

32

َمُأ ِنْوُطُب ْنِم ْمُكَجَرْخَأ َُّاَو

ِتاَه

ُك

َْ ْم

ُمَلْعَ ت

ًأْيَش َنْو

َجَو

َعْمَسلا ْمُكَل َلع

ِئْفَْْاَوَراَصْبَْْاو

ُكْشَت ْمُكَلَعَلَةَد

ْوُر

َن

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl[16];78)26

َق ُلوُقَ ي َناَك ُهَنَأ َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع

َلا

ُسَر

َِّا ُلو

َُّا ىَلَص

َمَلَسَو ِهْيَلَع

ْلا ىَلَع ُدَلوُي َِْإ ٍدوُلْوَم ْنِم اَم

ْطِف

َر

َف ِة

ُاَوَ بَأ

ِهِناَدِ وَهُ ي

ِهِناَرِ صَُ يَو

ِهِناَسِ جََُُو

“Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda, 'Seorang bayi tidak dilahirkan {ke dunia ini} melainkan ia berada dalam kesucian {fitrah}. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi Setiap” (HR. Muslim,)

Dengan demikian pembentukan akhlak individu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu faktot internal dan factor eksternal. Menurut Ali

Mas’ud, bahwa yang mempengaruhi pembentukan akhlak

diantaranya27; 1. Insting (Naluri)

Naluri ialah seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, maka dapat disebut sebagai pembawaan sejak lahir. Dalam bahasa Arab dikenal dengan kata Gharizah. Para ahli psikologi menyebutkan beberapa naluri yang ada pada manusia dan menjadi pendorong dalam tingkah laku diantaranya, naluri makan, naluri bertuhan, naluri keibu bapakan, dan lain sebagainya. Naluri setiap

26Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan, h. 276.


(41)

33

individu sangatlah berbeda, sehingga menyebabkan daya dorong dan kesanggupan dalam berbuat masing-masing manusia berbeda. Dan setiap manusia harus mampu dalam mengelola naluri agar sesuai dengan tuntunan hidayah ilahi.

2. Keturunan

Keturunan ialah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan).28 Namun persamaan

sifat antara orang tua dan anak tidaklah sungguh-sungguh sama, meskipun pada anak kembar, pasti terdapat perbedaan. Sifat-sifat yang biasanya diturunkan orang tua kepada anaknya secara garis besarnya ada dua cara yaitu;

a. Sifat-sifat Jasmani

Sifat-sifat jasmani ini berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anaknya, misalnya orang tua yang sakit fisiknya kemungkinan akan mewariskan penyakit tersebut kepada anaknya.

b. Sifat Rohani

Sifat Rohani ialah lemah atau kuatnya suatu naluri orang tua dapat diturunkan, yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.

3. Lingkungan

28Zubaedi, Desan Pendidikan Karakter Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan,


(42)

34

Lingkungan ialah segala sesuatu yang mengelili individu sepanjang hidupnya. Manusia merupakan makhluk sosial, dengan begitu manusia harus bergaul maka akan timbul interaksi yang saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, maupun tingkah laku. Sesuai dengan firman Allah:

ْلُق

ِتَلِكاَش ىَلَع ُلَمْعَ ي ٌلُك

بَرَ ف ِه

ُك

َأ ْم

ُمَلْع

َِِ

َْأَوُ ْن

ًلْيِبَس ىَد

“Katakanlah (Muhammad): "Tiap-tiap orang berbuat menurut

pembawaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui

siapa yang lebih benar jalanNya.” (QS. Al-Isra’ [17];84)29

4. Kebiasaan

Kebiasan adalah perbuatan yang sering diulang-ulang dan mudah untuk dikerjakan. Ada dua faktor yang penting yang melahirkan adat kebiasaan yaitu;

a. Karena adanya kecenderungan hati kepada perbuatan itu dia merasa senang untuk melakukannya

b. Diperturutkannya kecenderungan hati itu dengan praktek yang diulang-ulang sehingga menjadi biasa.

Orang yang sudah mengerjakan sesuatu karena

kebiasaannya, maka ketika pekerjaan itu akan sukar untuk ditinggalkan dan akan menimbulkan reaksi yang cukup keras dari dalam pribadi tersebut, karena sudah mendarah daging.

5. Kehendak


(43)

35

Kehendak merupakan salah satu factor yang mempengaruhi pembentukan akhlak dan merupakan factor yang menggerakkan manusia untuk berbuat dengan sungguh-sungguh. Seorang dapat bekerja sampai larut malam, dan pergi menuntut ilmu di negeri seberang berkat kekuatan kehendak. Didalam perilaku manusia, kehendak ini merupakan kekuatan yang mendorong manusia berakhlak. Kehendaklah yang mendorong manusia berusaha dan bekerja, tanpa kehendak semua ide, keyakinan, kepercayaan, pengetahuan menjadi pasif dan tidak ada arti bagi hidupnya. 6. Pendidikan

Pendidikan memiliki pengaruh terhadap pembentukan akhlak sebab dalam pendidikan anak didik akan diberikan pendidikan untuk menyalurkan dan mengembangkan bakat yang ia milik, serta turut mematangkan kepribadian manusia, sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya.

C. Efektivitas Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam

Pembentukan Akhlak Peserta Didik

Pengertian pendidikan yang termaktub dalam UU NO 20 Tahun 2003, yakni pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak


(44)

36

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.30

Dari paparan diatas mengenai pendidikan terdapat tiga pokok pikiran utama yaitu 1) usaha sadar dan terencana 2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya 3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan.

Dengan demikian pengertian pendidikan secara sempit dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga pendidikan yang secara sadar memiliki program untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang menyenangkan agar peserta didik aktif mengembangkan potensi diri yang bertujuan memiliki kekuatan spiritual keagamaan serta berakhlakul karimah.

Setiap lembaga pendidikan tidak hanya dapat mengembangkan potensi peserta didiknya tetapi semua peserta didiknya berakhlak mulia, ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan misi kerasulan. Dengan begitu biasanya lembaga pendidikan menyiapkan dan menyediakan kegiatan tambahan diluar jam pelajaran misalnya olah raga, kesenian, banjari, BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), dhuha, sholat berjama’ah dan berbagai macam keterampilan lainnya. Sebagai kegiatan pendorong agar

30


(45)

37

peserta didik memiliki spiritual keagamaan, dan berakhlak mulia dalam keseharian hidupnya.

Seperti halnya kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), peserta didik tidak hanya diajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an, akan tetapi peserta didik juga diajarkan doa keseharian, adab dalam setiap kegiatan dan perbuatan , dan sebagainya.

Dengan begitu BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) merupakan factor yang memiliki pengaruh dalam pembentukan akhlak peserta didik.

Pertama kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) membantu

mengembangkan bakat, serta turut mematangkan kepribadian peserta didik. Dengan diberikannya materi-materi yang terkait dengan akhlak, dan guru pun membiasakan peserta didik dalam berbuat kebajikan. Kedua pendidikan merupakan lingkungan maka disana terdapat berbagai aspek termasuk kegaiatn BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an). Maka akan terjadi interaksi antara guru dan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta didik lainnya sehingga saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat serta tingkah laku. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) sangat efektif dalam membentuk akhlak peserta didik.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ialah cara ilmiyah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1 Dengan demikian metode penelitian ialah tatacara dalam melakukan penelitian yang mencangkup prosedur dan teknik penelitian. Cara yang digunakan dalam melakukan penelitian haruslah dengan cara ilmiyah, yakni bercirikan keilmuan. Diantaranya rasional berarti cara yang digunakan masuk akal, mampu dinalar oleh manusia. Empiris artinya mampu diamati oleh panca indera, maka semua orang dapat mengamati dan mengetahui cara yang digunakan. Dan sistematis artinya prosedur yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan langkah-langkah yang bersifat logis. Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini diantaranya:

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

Menurut Hillway bahwa penelitian ialah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.2 Pada penelitian ini, peneliti langsung melakukan

penelitian

1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D,

(Bandung: Alfabet, 2010), Cet. Ke-11, h. 3.

2 Jamal Ma’mur Asmani, Tuntunan Lengkap Metodelogi Praktis Penelitian Pendidikan Buku Panduan Super Praktis Penelitian Pendidikan Modern Terkini, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), h. 18.


(47)

39

dilapangan atau langsung pada responden, maka jenis penelitian ini disebut dengan jenis penelitian lapangan (field research).

Dan pendekatan yang peneliti gunakan pada penelitian ini ialah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J Moleong ialah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.3

Karakteristik dari penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan tidak ada manipulasi dalam artian tidak ada perlakuan khusus terhadap responden, peneliti sebagai instrument penelitian dengan begitu peneliti dapat dengan mudah memahami maksud dari responden atau apakah kehadirannya tersebut mengganggu. Peneliti menganalisis data secara induktif, berarti dari berbagai gagas atau tema-tema, penelitian mengerucutkan menjadi sebuah tema yang utuh dengan demikian penelitian lebih menekankan pada makna.

B. Subjek Dan Objek Penelitian

Yang dimaksud dengan subyek penelitian akan lebih pas jika dikatan sebagai “seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh

3Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bangdung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998),


(48)

40

keterangan.” Maka jika kita ingin meneliti “keadaan penyelenggaraan perpustakaan sekolah se-Kabupaten Kotagaruda” (suatu penelitian evaluasi, misalnya), yang menjadi subjeknya adalah perpustakaan-perpustakaan sekolah tersebut. Yang menjadi informasi dalam hal ini bisa perpustakaan itu sendiri (dokumen-dokumennya, koleksinya, tata ruangnya, katalogisasinya, system klasifikasinya, system pelayanan pembacanya, dan sebagainya), dan ditambah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perpustakaan tersebut (kepala sekolah, pimpinan sekolah, pustakawan dan lain-lain). 4

Jadi subyek penelitian ialah individu atau organisme yang dijadikan sumber informasi dalam pengumpulan data penelitian. Banyaknya subyek dalam penelitian kualitatif bukan hal yang utama sehingga pemilihan informasi didasari pada kualitas informasi yang didapat.

Adapun pengertian dari obyek penelitian ialah situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis yang ingin difahami secara mendalam apa yang terjadi didalamnya. Namun peristiwa alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, kendaraan, dan sejenisnya dapat disebut sebagai objek penelitian. 5

Pada penelitian ini yang berjudul “Efektivitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan akhlak peserta didik di

4Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995),

Cet. Ke- 3, h. 93.


(49)

41

SMP Negeri 13 Surabaya.” Yang menjadi subjek penelitian ialah seluruh warga sekolah SMP Negeri 13 Surabaya (para staf, para guru, para pegawai, para peserta didik yang mengikuti kegitan ekstrakurikuler keagamaan). Dan kegiatan ekstrakurikuler keagaaman dalam pembentukan akhlak peserta didik sebagai objek penelitian.

C. Tahap-Tahap Penelitian

1. Tahap Pra Lapangan

Ada 6 kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan.6 Enam kegiatan tersebut diantaranya: menyusun rencana penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lingkungan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan perlengkapan penelitian, persoalan etika penelitian.

Pada tahap ini peneliti lebih mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan sebelum melaksanakan penelitian. Seperti membuat proposal, menentukan lapangan penelitian, membuat surat perizinan, kemudian mendatangi lapangan penelitian sekaligus melihat keadaan lapangan agar lebih mudah untuk beriteraksi dengan warga SMP Negeri 13 Surabaya.

2. Tahap Perkerjaan Lapangan


(50)

42

Pada tahap ini terdiri dari tiga bagian yaitu: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data. 7

Setelah peneliti memahami kondisi lapangan dan sudah mempersiapkan diri sebelum melakukan penelitian. Tindakan selanjutnya ialah memasuki lapangan dan ikut berperan serta pada kegiatan yang diteliti.

Pada proses ini peneliti harus memanfaatkan waktu dan berusaha menjalin keakraban dengan responden agar mudah untuk mendapatkan data. Keikut sertaan peneliti tersebut sambil mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan, wawancara, atau menyimak suatu kegiatan. Dan peneliti mencatat data secara simbolik atau menggunakan kata kunci kemudian setelah pulang ke tempat tinggal peneliti bersegera untuk melengkapi catatan tersebut.

3. Tahap Analisis Data

Analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.8

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data kemudian

mengurutkan, mengkategorikannya dengan kode-kode yang bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya menjadi teori

7 Ibid., h. 94. 8 Ibid., h. 103.


(51)

43

subtantif. Untuk menemukan tema dan hipotesis dalam penelitian, peneliti membaca secara teliti catatan lapangan. Dan peneliti juga membaca kepustakaan yang berkaitan dengan masalah studi. Dengan begitu peneliti dapat membandingkan hasil penemuan dari data dengan apa yang dikaitkan dalam kepustakaan professional.

4. Tahap Penulis Laporan

Ada beberapa langkah sebelum menulis laporan diantaranya: menyusun materi data sehingga bahan-bahan itu dapat secepatnya tersedia apabila diperlukan, kemudian peneliti menyusun kerangka laporan, dan mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka yang baru disusun. Setelah pekerjaan tesebut terselesaikan, barulah peneliti menulis laporan.

D. Sumber Dan Jenis Data

Yang dimaksud dengan sumber data ialah subjek dari mana data dapat diperoleh Apabila peneliti menggunakan intrumen penelitian berupa kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan data, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyan-pertanyaan peneliti, baik pertanyan-pertanyaan tertulis maupun lisan.9 Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan dua sumber10 yaitu:

1. Sumber Primer

Sumber primer ialah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer ini disebut juga data asli. Dalam

9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta: Rineka Cipta,

1998), Cet. Ke-11, h. 114.


(52)

44

penelitian ini yang termasuk dalam sumber primer ialah wawancara langsung kepada para staf sekolah, para guru ekstrakurikuler keagamaan, peserta didik yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.

2. Sumber Sekender

Sumber sekunder ialah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, disebut juga data tersedia. Yang termasuk sumber sekunder pada penelitian ini ialah dokumen-dokumen yang mengenai kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, laporan-laporan penelitian terdahulu, dokumen-dokumen sekolah.

Adapun mengenai jenis data peneliti menggunakan jenis data kualitatif yang diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek.11 Menurut Burhan Bungi ada dua bentuk data kualitatif yaitu data kasus dan data pengalaman individu. Data kasus hanya berlaku untuk kasus tertentu serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu. Lebih memungkinkan data kasus mendalam dan konprehensif dalam mengekspresikan suatu objek penelitian. Wilayah data kasus tergantung pada seberapa luas penelitian kasus tertentu. Oleh karenanya data kasus bisa seluas indonesia, provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, dapat hanya beberapa orang, bahkan satu orang.12

11 Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif,

(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), h. 124. 12 Ibid., h. 124.


(53)

45

Sedangkan data pengalam individu dimaksud adalah bahwa

keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai warga masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian.13 Data ini berguna bagi peneliti untuk membantu dalam memperoleh pandangan dari reaksi, tanggapan, interprestasi dan pandangan para warga subjek penelitian yang tidak didapat pada teknik pengumpulan data yang berupa wawancara ataupun obsevasi.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa yang dapat

digunakan sebagai data kualitatif, berupa catatan pribadi individu, memo, majalah, buleting, laporan hasil rapat profil sekolah, proker, RPP kegiatan ekstrakurikuler keagamaan jika ada, atau dokumen dari kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dapat mendukung dalam pengumpulan data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan hal yang paling utama, karena tujuan utama dari penelitian ialah mendapatkan data. Dengan begitu peneliti harus mengetahui teknik pengumpulan data. Menurut peneliti untuk judul “Efektivits Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan

Dalam Pembentukan Akhlak Peserta Didik di SMP Negeri 13 Surabaya”,

teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

13Ibid., h. 125.


(54)

46

Observasi14 ialah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.15 Peneliti

menggunakan teknik observasi, karena dengan mengobservasi obyek penelitian, peneliti dapat dengan mudah untuk mencatat dan memahami situasi yang berada di lapangan. Pada tahap ini peneliti mengikuti kegiatan semua kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, dari awal kegiatan hingga akhir.

Ada berbagai macam bentuk dari teknik observasi ini, tetapi peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi. Dimana peneliti tidak hanya mengamati tetapi peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampat.16 Adapun tahapan dalam melakukan observasi, menurut Sugioyo yakni:

Pertama, peneliti melakukan observasi deskriptif. Yakni ketika peneliti memasuki obyek, peneliti tidak membawa masalah yang akan diteliti. Sehingga peneliti melakukan pengamatan umum dan menyeluruh, dan melakukan deskripsi dengan apa yang diamati. Oleh karena hasil pengamatan masih belum tertata.

14 Kata observasi dalam kamus ilmiah popular berarti pengamatan, pengawasan, peninjauan,

penyelidikan, atau riset. Pius A Partanto Dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 2001), h. 539.

15 Jamal Ma’mur Asmani, Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan Buku Panduan Super Praktis Penelitian Pendidikan Modern Terkini, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), h. 123.


(55)

47

Kedua, peneliti melakukan observasi terfokus, dimana peneliti sudah mulai melakukan analisis taksonomi, sehingga dapat menemukan fokus.

Ketiga, peneliti melakukan observasi terseleksi, pada tahap ini peneliti menguraikan focus yang diuraikan sehingga data lebih rinci. Dan diharapkan peneliti telah menemukan pemahaman yang mendalam atau hipotesis.

2. Wawancara

Teknik wawancara juga sering disebut dengan interview. Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.17

Peneliti tidak hanya menggunakan teknik observasi saja tetapi juga menggunakan teknik wawancara sebagai teknik pengumpul data. Dengan begitu apa yang tidak didapat pada teknik observasi maka akan dilengkapi pada teknik wawancara.

Dari beberapa literature yang peneliti baca, macam-macam wawancara sangat banyak, diantaranya; wawancara terstruktur, wawancara tidak terstruktur, wawancara semistruktur, pembicara informal, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, wawancara baku terbuka, wawancara tim atau panel, dll.


(1)

115

Dalam kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) dan kegiatan sehari

-hari di sekolah tahapan kesatu dan kedua sudah terlaksana dengan baik,

tetapi tahap ketiga belum terlihat. Sebenarnya tahapan ketiga

merupakan tahapan yang utama karena tahapan tersebut merupakan

hasil dari pembentukan akhlak. Maka dari penjelasan diatas kegiatan

BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) belum dikatakan efektif dalam

pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya. Maka

pembentukan akhlak akan terlaksana dengan baik jika antara kegiatan


(2)

116

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan kajian teoritis dan analisis data berdasarkan

penelitian dan penemuan dilapangan, maka peneliti dapat mengambil

kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. SMP Negeri 13 Surabaya meskipun bukan sekolah yang bercirikan

islam akan tetapi sekolah ini tidak menyisihkan nilai-nilai islam,

terbukti dari kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang diadakannya,

diantaranya, kegiatan banjari, qiroah, qosidah, BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), jum’at bersih, sholat dhuha, dhuhur, dan ashar berjama’ah, tadarus, istighosah. Adapun kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur'an) di

SMP Negeri Surabaya, merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang tidak

diwajibkan. Tujuan pelaksanaannya pun sudah sejalan dengan tujuan

pendidikan nasional dan tujuan dari petunjuk teknis dan pedoman

pembinaan BTA (Baca Tulis Al-Qur’an). Mengenai proses pelaksanaan

pembelajarannya sama seperti proses ketika pembelajaran mapel PAI

(Pendidikan Agama Islam). Dan metode yang digunakan sesuai dengan

kenyaman guru dan peserta didik, baik itu menggunakan metode tolawati, nahdiyah ataupun qiro’ati. Sedangkan materi yang diajarkan

yaitu yang berkaitan dengan cara membaca dan menulis al-qur’an


(3)

117

sholat, serta guru juga menyelipkan nasihat di awal, atau di

tengah-tengah, ataupun di akhir pembelajaran.

2. Pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya, sudah

terlaksana sejak peserta didik masuk. Diantaranya metode yang

digunakan yaitu metode pembiasaan dengan membiasakan salaman

ketika bertemu dengan guru, metode keteladanan dari guru-guru BTQ

(Baca Tulis Al-Qur’an) dan para guru mapel yang lain, metode nasihat

dengan guru memberikan nasihat di sela-sela pembelajaran ataupun

ketika berkomunikasi, metode ibrah yakni guru memberikan

kisah-kisah terdahulu sehingga peserta didik dapat mengambil pelajaran atas

kisah tersebut, dan metode paksaan, seperti guru memberikan paksaan

ketika waktu sholat dhuhur berlangsung. Dan factor-faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukan akhlak yaitu; insting beragama yang

dimiliki oleh peserta didik, keturunan dari orang tua yang agamis,

lingkungan sekolah yang mendukung dari kegiatan keagamaan,

kebiasaan-kebiasaan dari orang tua dan dari sekolah, kehendak yang

dimiliki oleh peserta didik, serta pendidikan yang didapat peserta didik

ketika di rumah, di masyarakat, dan di sekolah.

3. Jika kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) bekerja sendiri dalam

membentuk akhlak peserta didik dapat dikatakan blum efektif, karena

ada beberapa kendala dan hal yang belum terlaksana, diantaranya:

pertama kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) hanya dilaksanakan 80


(4)

118

diwajibkan hanya sebagai pilihan bagi yang berminat, materi yang

kurang mendukung, serta belum terlasananya tahapan ketiga dari

strategi yang disodorkan oleh Muhaimin yaitu tahapan transinternalisasi

yaitu terjadinya komunikasi dua kepribadian yang masing-masing

terlibat secara nyata. Namun karena kegiatan BTQ (Baca Tulis Al-qur’an) merupakan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang tidak bekerja sendiri dalam membentuk akhlak peserta didik. Maka

pembentukan akhlak peserta didik di SMP Negeri 13 Surabaya sudah

berjalan dengan baik dan efektif.

B. Saran

1. Diharapkan kedepannya bagi lembaga dapat mengadakan kegiatan BTQ

(Baca Tulis Al-Qur’an) dengan kapasitas waktu yang lebih panjang,

serta kegiatan ekstrakurikuler ini dapat diubah menjadi kegiatan yang

wajib diikuti oleh peserta didik. Serta materi pembelajarannya dapat

ditambah mengenai aspek akhlak. Dan menambahkan kegiatan-kegiatan

keagamaan yang lebih mendukung pada pembentukan akhlak.

2. Diharapkan kedepannya guru dapat mengimplementasikan tahapan

ketiga dari strategi yang ditawarkan oleh Muhaimin.

3. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengkaji kegiatan BTQ (Baca


(5)

119

DAFTAR PUSTAKA

A Sahertian, Piet. 1994. Profil Pendidikan Profesional. Yogaykarta: Andi Offset.

Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:

Amzah, 2007.

Arifuddin. 2015. Keluarga Dalam Pembentukan Akhlak Islamiah Kajian Dakwah

Islam Melalui Pendekatan Fenomenologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cet.

Ke-11. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2001. Metodelogi Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif

Dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif Ancangan Metodologi,

Presentasi, Dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan, Dan Humaniora. Bandung: Pustaka Setia.

Departemen Agama RI, 2012. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta Timur:

CV.Darus Sunnah.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kurikulum SMK 2004.

Jakarta; April.

Hamalik, Oemar. 2012. Psikologi Belajar Dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Hamalik, Oemar. 2013. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

http://www.s-surya62.blogspot.com/2012/05/pengertian-jenis-dan-tujuan-membaca.html?m=1.

https;//dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian –efektifitas/

Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan.2007. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:

Pustaka Setia.

J. Moleong, Lexy. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet Ke-9 Bangdung:

PT. Remaja Rosdakarya.

M.Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian Cet Ke-3. Jakarta: PT


(6)

120

Ma’mur Asmani, Jamal. Tuntunan Lengkap Metodelogi Praktis Penelitian Pendidikan Buku Panduan Super Praktis Penelitian Pendidikan Modern Terkini. Jogjakarta: DIVA Press.

Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mas’ud, Ali. 2012. Akhlak Tasawuf. Surabaya: CV. Dwiputra Pustaka Jaya. Masy’ari, Anwar. 1990. Akhlak Al-Qur’an. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Muhaimin, 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam Pemberdayaan,

Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan.

Bandung: Nuansa.

Mustofa, A. 1999. Akhlak Tasawuf Untuk Fakultas Tarbiyah Kompnen MKDK.

Bandung: CV Pustaka Setia.

Nata, Abuddin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, Dan R&D. Cet Ke-11.Bandung: Alfabet.

Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. 1997. Jakarta: PT.

Rinerka Cipta.

Suyudi, 2005. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an Integrasi Epistemology

Bayani, Burhani, Dan Irfani. Yogyakarta: Mikraj.

Syah, Muhibbin 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Tafsir, Ahmad. 2011. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam Cet Ke-11.

Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.

Tim Penysun MKD UIN Sunan Ampel, 2013. Akhlak Tasawuf. Ce Ke- 3.

Surabaya;UIN Sunan Ampel Press.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

www.catatanmuslim.com/2016/05/ kumpulan-hadits-tentang-akhlak-terlengkap.

html,

www.kamuskbbi.id/kbbi/artikata.php?mod=view&Pembentukan&id=47034-arti-maksud-definisi-pengertian-Pembentukan.html


Dokumen yang terkait

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 1

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 13

KORELASI ANTARA KEGIATAN KEAGAMAAN DENGAN PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SMA ISLAM SIDOARJO.

0 0 136

PERAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI MADRASAH ALIYAH RADEN PAKU WRINGINANOM GRESIK.

0 9 131