PERAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI MADRASAH ALIYAH RADEN PAKU WRINGINANOM GRESIK.
SKRIPSI
Oleh:
RIZKY TYALESTARI
NIM. D3121212114
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
v
EKTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI MADRASAH ALIYAH RADEN PAKU WRINGINANOM GRESIK”
Kata Kunci : Kegiatan Ekstrakurikuler, Karakter.
Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Oleh karena itu, karakter dalam pendidikan Islam sangat penting untuk dibina dan dibentuk sedini mungkin, sehingga diharapkan nantinya siswa akan memiliki perilaku yang baik atau berakhlakul karimah dalam kehidupan bermasyarakat dan berujung pada ketaqwaan sebagai manusia kepada Tuhannya. MA. Raden Paku Wringinanom Gresik sebagai lembaga pendidikan Islam untuk membentuk karakter para siswanya sehingga memiliki akhlakul karimah dengan mengadakan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang bersifat wajib dan rutin diikuti oleh seluruh warga madrasah. Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan sangat membantu dalam meningkatkan pengetahuan agama dan pengalaman ibadah, dan diharapkan akan membentuk karakter para siswa, sehingga siswa mempuyai bekal untuk tidak terpengaruh pada hal-hal negative di era globalisasi ini.
Dengan dasar tersebut penulis mengambil objek penelitian di Madrasah
Aliyah Raden Paku Wringinanom Gresik dengan judul “Peran Kegiatan
Ekstrakurikuler Keagamaan dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik Di
Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom Gresik”. Adapun rumusan masalah dari judul diatas ialah 1) Apa jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom Gresik?, 2) Bagaimana keadaan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom Gresik?, 3) Bagaimana peran kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom Gresik?.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, sebuah penelitian
yang mana dalam prosedur yang diamati. Sementara, pengumpulan datanya melalui observasi, interview, dan dokumentasi. Data bersifat kualitatif dan peneliti sebagai instrument utama.
Dari data dan penelitian yang dilakukan dapat dikatakan bahwa kegiatan ektrakurikuler keagamaan merupakan kegiatan yang sangat berperan dan memberikan kontribusi yang baik dalam membentuk karakter siswa di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom Gresik. Seluruh warga madrasah ikut berpartisipasi dan melaksanakan kegiatan ektstrakurikuler keagamaan secara aktif dan memberikan dampak kualitas dari aktifitas keagamaan di madrasah sehingga tercipta suasana yang religious, disiplin, serta tanggung jawab.
(6)
ix
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1
B. Rumusan Masalah ……… 6
C. Tujuan Penelitian ………. 6
D. Kegunaan Penelitian ……… 7
E. Ruang Lingkup dan Keterbatasan ………... 8
F. Definisi Operasional ……… 8
G. Sistematika Pembahasan ………. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan …..…………. 13
1. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler ……….... 13
(7)
x
6. Tujuan dan Ruang Lingkup Kegiatan Ekstrakurikuler …..…….. 25
7. Bentuk-Bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler ………..…….. 28
8. Sasaran Kegiatan Ekstrakurikuler ………..…….. 32
B. Kajian Tentang Pembentukan Karakter ……….……. 33
1. Pengertian Karakter ……….……. 33
2. Nilai-Nilai Karakter ……….……. 37
3. Unsur-Unsur Karakter ……….…. 46
4. Factor-Faktor Pembentukan Karakter ……….…. 49
5. Kedudukan dan Pentingnya Pembentukan Karakter …………... 51
6. Tahapan Pembentukan Karakter dan Pengembangan Karakter.... 52
7. Pembiasaan Karakter Di Sekolah ……….………… 56
C. Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam Pembnetukan Karakter Peserta Didik ………... 57
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……… 59
B. Jenis Data dan Sumber Data ………... 60
C. Metode Pengumpulan Data ………. 62
(8)
xi
C. Analisis Data ……… 90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……….. 118
B. Saran ……… 119
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
1
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan adalah upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan baik dalam masyarakatnya, mampu dalam meningkatkan kualitas hidupnya sendiri serta memberikan kontribusi yang bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsanya. Pendidikan merupakan tindakan antisipator, karena apa yang dilaksanakan pada pendidikan sekarang akan diterapkan dalam kehidupan pada masa yang akan datang.
Adapun definisi dari pendidikan itu sendiri ialah; pendidikan, atau dalam bahasa arab disebut Tarbiyah, jika dilihat dari sudut pandang etimologi,
berasal dari tiga kelompok kata, yaitu: Rabaa yarbuu yang berarti bertambah
dan bertumbuh, Rabiyah yarba yang berarti menjadi besar, dan rabba
yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntut, menjaga, dan memelihara. Pendidikan harus dipahami sebagai suatu proses, yaitu proses yang sedang mengalami pembaruan atau perubahan ke arah yang lebih baik.1
1
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), cet. Ke-1, h. 99.
(10)
Menurut Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Nasional Indonesia,
“pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti
(kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras dengan
alam dan masyarakatnya”. Dan secara lebih filosofis, muhammad Natsir menyatakan; “yang dinamakan pendidikan ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti
sesungguhnya.”2
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang system pendidikan, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan dalam rangka mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan sebagai upaya membangun sumber daya manusia yang bermutu, tidak cukup dengan hanya memperhatikan aspek intelektualitasnya
(IQ) saja, tetapi harus seimbang dengan pembangunan kualitas aspek emosi
(EQ) dan aspek spiritual (SQ). Aspek moral, akhlak mulia dan kehidupan
beragama juga harus menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dalam rangka membentuk pola pikir, pola
2
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 5.
(11)
sikap dan pola tindak peserta didik yang mengarah pada hal-hal yang terpuji. Ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar RI 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Namun, pada kenyataannya, banyak sekali peserta didik yang
mementingkan intelektualitasnya (IQ) saja, sementara aspek spiritualnya
dikesampingkan. Akibatnya, banyak peserta didik yang mempunyai perilaku yang buruk di sekolah maupun di luar sekolah.
Dalam masa seperti ini dibutuhkan suatu kualitas individu di masyarakat yang kokoh , dalam arti individu dan masyarakat yang sehat, mandiri, beriman dan bertaqwa, serta cakap dalam kehidupan manusia. Untuk
hal tersebut menjadi tugas dari pendidikan untuk mewujudkannya.3
Memasuki era baru saat ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Tahun 1997 No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah, termasuk dalam hal ini menyangkut otonomi dalam bidang pendidikan. Dengan demikian maka pengelolaan pendidikan yang semula wewenang pusat sekarang menjadi wewenang daerah atau kabupaten. Termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di MA. Raden Paku Wringinanom.
3
(12)
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka yang dilaksanakan di sekolah atau lur asekolah untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang
telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum.4
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah memegang peran yang penting karena menjadi wahana dalam mengembangkan nilai-nilai karakter yang secara teori telah mereka dapatkan. Dalam kegiatan ekstrakurikuler inilah para peserta didik dapat mengasah dan mengaplikasikan nilai-nilai karakter dengan lebih kompleks.
Pengembangan ekstrakurikuler dipandang sebagai elemen vital dalam system pendidikan. Untuk menambah wawasan siswa maka diadakan kegiatan ekstrakulikuler keagamaan dalam rangka membentuk karakter peserta didik agar menjadi manusia yang lebih baik dan berakhlak mulia.
Karakter merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang menyerupai binatang. Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun social ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Mengingat begitu pentingnya karakter, maka instansi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menanamkannya melalui proses pembelajaran.
4
B. Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 271.
(13)
Karena keberhasilan suatu bangsa memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
“Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.”5
Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar atau salah, melainkan bagaimana proses pembiasaan tentang perilaku yang baik sehingga peserta didik mampu memahami, merasakan, dan mau berperilaku baik atau berakhlak mulia. Sehingga terbentuklah tabiat yang baik pula. Mengingat tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foersters, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
Berangkat dari pemaparan diatas, penulis termotivasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pembentukan karakter dengan
judul “Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Dalam Pembentukan
Karakter Peserta Didik Di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom”.
5
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2.
(14)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat meumuskan beberapa masalah yang muncul, yakni:
1. Apa bentuk-bentuk kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang
dilaksanakan di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom?
2. Bagaimana keadaan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden
Paku Wringinanom?
3. Bagaimana peran kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam
pembentukan karakter peserta diidk di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di
Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom.
2. Untuk mengetahui keadaan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah
Raden Paku Wringinanom.
3. Untuk mengetahui peran kegiatan ekstrakurikuler kegamaan dalam
pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom.
(15)
D. Kegunaan Penelitian
Setiap kegiatan pasti mempunyai manfaat dan kegunaan, baik itu berguna bagi diri sendiri maupun berguna bagi orang lain. Begitu pula dengan penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya terurama bagi penulis sendiri. Karena dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menarik minat peneliti lain, khusunya dikalangan mahasiswa, untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang
masalah yang sama dan serupa.6
Oleh karena itu, kegunaan penelitian dalam pembahasan ini sebagai berikut:
1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai bekal teoritis dan praktis dalam
mengimplementasikan peran kegiatan ekstrakulikuler keagamaan dalam pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom.
2. Bagi sekolah yang di teliti, dapat dijadikan bahan dalan mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler keagamaan dalam pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanom.
3. Bagi praktisi pendidikan, dapat memberikan pemahaman dalam
memberikan kegiatan ekstrakulikuler keagamaan, pemecahan masalah dalam kegiatan ekstrakulikuler keagamaan dalam pembentukan karakter
6
Cik Hasan Bisyri, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian Skripsi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), h. 35.
(16)
peserta didik, serta dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan pada umumnya.
E. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah dipaparkan diatas, penulis ingin memberikan batasan masalah dengan fungsi sebagai penyempit obyek yang akan diteliti agar masalah yang diteliti tidak melebar dan jelas pembahasannya sebagai berikut :
1. Penelitian ini membicarakan tentang peran kegiatan ekstrakulikuler
keagamaan dalam pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Raden Paku Wringinanon Gresik.
2. Penelitian ini membatasi pada kegiatan ekstrakurikuler, membaca
Al-Qur’an, sholat dhuha, sholat dhuhur, istighosah, dan banjari.
3. Kesimpulan hasil penelitian ini hanya berlaku di Madrasah Aliyah Raden
Paku Wringinanom Gresik.
F. Defnisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat hal yang didefinisikan, yang dapat diamati atau diobservasi. Konsep ini sangat penting, karena hal yang diamati membuat kemungkinan bagi orang lain
(17)
untuk melakukan penelitian terhadap hal yang serupa, sehingga apa yang
dilakukan penulis terbuka untuk diuji kembali yang lain.7
Berdasarkan judul penelitian, maka peneliti perlu memberikan definisi operasional yang dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap tiap-tiap variabel. Sehingga diharapkan akan terdapat kesamaan pandangan dalam memahami permasalahan dan hasil penelitian yang diperoleh. Definisi
operasional adalah penentuan construct (sifat yang akan diperoleh) sehingga
menjadi variabel yang dapat diukur. Untuk itu peneliti memberikan definisi operasional sebagai berikut :
1. Peran
Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya.
2. Kegiatan
Kegiatan adalah proses dilakukannya suatu aktifitas.
3. Ekstrakurikuler
Ekstrakulikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah untuk memperkaya
7
(18)
dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah
dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum.8
4. Pembentukan Karakter
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Sedangkan pembentukan yakni berasal dari kata bentuk, yang dimaksud kata pembentukan disini adalah merubah sifat, perilaku, watak, dan adab sopan santun. Pembentukan merupakan proses, cara, atau perbuatan membentuk.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan, bahwa pembentukan karakter ialah suatu proses, cara, atau perbuatan membentuk sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti seseorang yang pada akhirnya akan membedakan seseorang dengan yang lain.
5. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota msyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
8
(19)
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan skripsi yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dipaparkan tentang pendahuluan yang berisi tentang latar, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian , alasan memilih judul, definisi operasional, keterbatasan penelitian serta sitematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TENTANG KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
Dalam bab ini menguraikan tentang uraian teoritis yang meliputi diskripsi tentang pengertian kegiatan ekstrakurikuler, dasar hokum kegiatan ekstrakurikuler, nilai dan kegunaan ektrakurikuler, asas pelaksanaan kegiatan ektrakurikuler, fungsi dan manfaat kegiatan ekstrakurikuler, tujuan dan ruang lingkup kegiatan ekstrakurikuler, jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler, dan sasaran kegiatan ekstrakurikuler. Serta deskripsi mengenai pengertian karakter, nilai-nilai karakter, unsur-unsur karakter, factor pembentukan karakter, kedudukan dan pentingnya pembentukan karakter, juga dipaparkan mengenai tahapan pembentukan dan pengembangan karakter.
(20)
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai jenis penelitian, subyek penelitian, metode pengumpulan data, juga dijelaskan mengenai teknik analisis data.
BAB IV LAPORAN HASI PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang deskripsi data yaitu tentang gambaran umum obyek penelitian, meliputi sejarah berdirinya sekolah, letak geografis sekolah, struktur organisasi sekolah, keadaan guru, peserta didik, karyawan, saran dan prasarana sekolah, penyajian dan analisis data.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan ini sekaligus saran-saran.
(21)
13
A. Kajian Pustaka Tentang Kegiatan Ekstrakurikuler 1. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah harus menjadi landasan moral, etik, dan spiritual yang kuat dalam membentuk pribadi siswa agar menjadi muslim yang taat beribadah. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat ditempuh melalui berbagai jenis kegiatan, baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Menurut Kamus umum Bahasa Indonesia, kegiatan diartikan sebagai aktivitas, keaktifan: usaha yang sangat giat (Poerwodarminto: 2002). Ekstrakurikuler dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
mempu nyai arti kegiatan yang bersangkutan di luar kurikulum atau
diluar susunan rencana pelajaran (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989).
Ekstrakurikuler adalah merupakan kegiatan belajar yang dilakukan diluar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah untuk memperluas wawasan atau kemampuan yang telah
dipelajarai dari berbagai mata pelajaran.1
1
(22)
Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan, di luar struktur program yang pada umumnya
merupakan kegiatan pilihan.2 Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang
dilakukan di luar jam pelajaran baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar jam pelajaran baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki peserta didik dari
berbagai bidang studi.3
Menurut direktorat pendidikan menengah kejuruan, ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah agar lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari
dari berbagai mata pelajaran dari kurikulum yang ada di sekolah.4
Ekstrakurikuler merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan siswa di luar
jam tatap muka, dilaksanakan di sekolah maupun di luar jam sekolah.5
Secara sederhana, istilah kegiatan ekstrakurikuler mengandung pengertian yang menunjukkan segala macam aktivitas di sekolah atau lembaga pendidikan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran. Menurut A. Hamid Syarief (1995), kegiatan ekstrakurikuler ialah kegiatan yang
2
Ibid., h. 271.
3
Moh. Uzar Usman dan Lilis Setyowati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Posdakarya, 1993), h. 22.
4
B. Suryo Subroto, Proses Belajar, Ibid. h. 271.
5
Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, Pedoman Praktis Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 98.
(23)
diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai keadaan dan kebutuhan sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler berupa kegiatan yang pengayaan dan perbaikan yang berkaitan dengan program intrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler diarahkan untuk memantapkan pembentukan kepribadian dan juga untuk lebih mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh dalam program intrakurikuler dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan.6
Sedangkan berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SK Mendikbud) Nomor 060/U/1993, Nomor 061/U/1993 dan Nomor 080/U/1993 dikemukakan, bahwa kegiatan ekstrakurikuler ialah kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler berupa kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan yang berkaitan dengan program kurikuler.
Dari definisi diatas, kegiatan ekstrakurikuler mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kegiatan dilakukan di luar jam mata pelajaran biasa.
b. Kegiatan dilakukan baik di luar maupun di dalam sekolah.
6
A. Hamid Syarief, Pengenalan Kurikulum Sekolah dan Madrasah, (Citra Umbara Bandung, 1995).
(24)
c. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pesrta didik.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan di luar stuktur program sekolah yang dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa agar memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa. Kegiatan ekstrakurikuler ini dimaksudkan untuk mengembangkan potensi siswa
dalam satu bidang pelajaran yang diminati oleh sekelompok siswa.7
2. Dasar Hukum Kegiatan Ekstrakurikuler
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah mata pelajaran yang wajib diberikan di Sekolah Dasar dan Menengah. Sebagaimana disebutkan pada pasal 12, UU RI No. 20 Tahun 2003, bahwa peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Dalam Peraturan Pemerintah RI No.55 Tahun 2007 Pasal 3, tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib
7
(25)
menyelenggarakan pendidikan agama. Pengelolaan pendidikan agama
dilaksanakan oleh Menteri Agama.8
Proses pembelajaran PAI di sekolah harus diberikan melalui 2 (dua) program, yaitu program intrakurikuler dan ekstrakurikuler, agar tujuan dan kompetensi PAI dapat dicapai sesuai standar yang diharapkan. Namun demikian, prestasi dan kompetensi peserta didik di lembaga pendidikan pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam saat ini umumnya belum mencapai tingkat kompetensi yang menggembirakan. Indikasinya antara lain adalah rendahnya kejujuran, kerjasama, kasih sayang, toleransi, disiplin, termasuk juga dalam aspek integritas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.Peserta didik pada tingkat satuan pendidikan ini juga terindikasi banyak melakukan penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama, norma hukum, dan norma susila, seperti terlibat narkoba, minum-minuman keras, tawuran, dan pergaulan bebas yang terkesan menjadi trend kehidupan anak remaja. Kemampuan
mereka dalam hal praktek peribadatan, membaca, hafalan (tahfidz), dan
menulis huruf Al Qur'an juga umumnya masih rendah.
Fenomena tersebut ada hubungannya dengan masalah sebagai berikut:9
8
Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam:Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Gramedia, 2001).
9
(26)
a. Terbatasnya jumlah alokasi waktu yang tersedia dalam standar isi kurikulum untuk pembelajaran intrakurikuler Pendidikan Agama Islam.
b. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah kurang
mampu mengembangkan potensi, watak, akhlak mulia, dan kepribadian siswa. Di samping itu, kegiatan intrakurikuler juga kurang berorientasi kepada pembentukan moral dan akhlakul karimah yang seharusnya diberikan dalam bentuk pengalaman dan latihan-latihan.
c. Perkembangan global bidang teknologi, informasi, dan
telekomunikasi pada sisi lain memiliki implikasi negative bagi penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah.
d. Faktor lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga juga sering
menjadi kendala bagi keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional, Undang-Undang system pendidikan nasional mengamanatkan perlunya penetapan standar nasional pendidikan. Sebagai tindak lanjut, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang terdiri atas delapan (8) standar yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
(27)
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Panduan mengenai kegiatan ekstrakurikuler terdapat dalam Lampiran Standar Isi berdasar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas No. 22 tahun 2006). Dalam Lampiran Standar Isi baik untuk tingkat SD, SMP, dan SMA dinyatakan bahwa struktur kurikulum terdiri atas 3 komponen yaitu komponen mata pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri. Komponen mata pelajaran tiap tingkat pendidikan berbeda jumlahnya. Untuk SD ditetapkan 8 mata pelajaran, SMP 10 mata pelajaran, dan tingkat SMA berkisar antara 13 sampai 16 mata pelajaran tergantung pada jurusan dan kelas.
Komponen muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan. Sedangkan komponen pengembangan diri dimaksudkan bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
(28)
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan social, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Berdasarkan sistematika penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler termasuk bagian dari komponen pengembagan diri dalam struktur kurikulum tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK. Struktur kurikulum ini terdapat dalam Lampiran Standar Isi yang yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Permendikna No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
3. Nilai dan Kegunaan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler memiliki nilai dan kegunaan sebagai
berikut:10
a. Memenuhi kebutuhan kelompok
b. Menyalurkan bakat dan minat
c. Memberikan pengalaman dan eksploratif
d. Mengembangkan dan mendorong motivasi terhadap pelajaran
e. Mengikat para peserta didik di lembaga pendidikan
f. Mengembangkan loyalitas terhadap lembaga pendidikan
g. Mengintegrasikan kelompok-kelompok soisal
10
Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Mandar Maji, 1992), h. 129.
(29)
h. Mengembangkan sifat-sifat tertentu
i. Memberikan kesempatan pemberian bimbingan dan layanan secara
terformat.
4. Asas Pelaksanaan Ekstrakurikuler
a. Harus dapat meningkatkan pengayaan peserta didik, baik ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
b. Memberi tempat serta mendorong penyaluran bakat dan minat peserta
didik sehingga mereka terbiasa melakukan kesibukan yang positif.
c. Adanya perencanaan yang telah diperhitungkan secara matang
sehingga tujuan dari ektrakurikuler dapat tercapai.
d. Adanya monitoring pelaksanaan kegiatan serta evaluasi program.11
5. Fungsi dan Manfaat Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
Dengan memperhatikan kegiatan-kegiatan Eskul, kita akan menyadari betapa besar fungsi dan makna kegiatan tersebut. Miller, Mayer dan patricck, seperti yang di kutip parcy E.Burrup dalam bukunya Modern High School Administration, menunjukkan berbagai macam
fungsi kegiatan eskul. Mereka menunjukkan ahwa kegiatan
11
Departemen Agama Republik Indonesia, Kurikulum Madrasah Aliyah, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994), h. 6.
(30)
Ekstrakulikuler mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa, bagi pengembanganm kurikulum dan bagi masyarakat.
Sumbangan kegiatan ekstrakulikuler terhadap efektifitas
penyelenggaraan sekolah, antara lain yaitu:
a. Untuk meningkatkan efektifitas kerjasama antara siswa, guru-guru
(faculty), staf-staf dan suvervisi.
b. Untuk lebih mempersatukan berbagai bagian dalam sekolah.
c. Untuk memberikan sedikit pengetahuan dalam rangka membantu
remaja dalam waktu senggangnya.
d. Untuk memberikan kesempatan yang lebih baik kepada guru agar
lebih memahami kekuatan-kekuatan yang dapat memotivasi para siswa dalam memberikan respon terhadap berbagai situasi problematika yang mereka hadapi.
Sumbangan kegiatan ekstrakulikuler terhadap masyarakat
disekitarnya diantaranya ialah:12
a. Untuk meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat
secara lebih baik (to promote better school and community relation).
b. Untuk mendorong perhatian yang lebih besar dari masyarakat dalam
membantu sekolah (to encourage greater community interest in and
support of the school).
12
(31)
Demikianlah betapa besar fungsi dan arti kegiatan ekstrakulikuler dalam menuju tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Tentu hal ini akan
dapat terwujud manakala pengelolaan kegiatan ekstrakulikuler
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, khususnya tentang pengaturan siswa. Peningkatan kedisiplinan para siswa dan semua petugas yang berperan .kegkiatan ekstrakulikuler dilaksanakan di luar jam-jam sekolah. Kita menyadari bahwa mengatur siswa di luar kelas biasanya lebih sulit daripada mengatur siswa di dalam kelas. Apalagi kegiatan ekstrakulikuler biasanya melibatkan banyak pihak, tentu nya hal ini memerlukan peninggkatan administrasi yang lebih tinggi kepekaan para pengelola,
khususnya penanggung jawab pengetahuan ssangat diperlukan.13
Kegiatan ekstakulikuler yang dilaksanakan sekolah, tentuya membaawa manfaat, baik bagi siswa, pihak sekolah, maupun bagi masyarakat luas, secara terinci manfaat kegiatan ekstrakulikuler di antaranya sebagai berikut:
a. Manfaat kegiatan ekstrakulikuler keagamaan bagi siswa :
1) Untuk memberikan kesempatan bagi pemantapan ketertarikan
yang telah tertanam serta pembangunan keterkaitan yang baru.14
13
Depdikbud.,Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Sebagai Salah Satu Jalur Pembinaan Kesiswaan. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Dirjend Dikdasmen, 1998).
14
(32)
2) Untuk memberikan pendidikan social melalui pengalaman dan pengamatan, terutama dalam hal perilaku kepemimpinan, persahabatan, kerjasama dan kemandirian.
3) Untuk membangun semangat dan mentalitas bersekolah.
4) Untuk memberikan rasa kepuasan bagi perkembangan jiwa anak
atau pemuda.
5) Untuk mendorong pembangunan jiwa dan moralitas.
6) Untuk menguatkan kekutan mental dan jiwa.
7) Untuk memberikan kesempatan untuk bisa lebih bergaul bagi
siswa.
8) Untuk lebih memperluas interaksi siswa.
9) Untuk memberikan kesempatan kepada para siswa dalam melatih
kapasitas kreatifitas mereka yang lebih mendalam.15
b. Manfaat kegiatan ekstrakulikuler bagi pengembangan kurikulum
1) Untuk memberikan tambahan pengayaan pengalaman kelas.
2) Untuk mengeksplorasi pengalaman belajar yang baru yang
mungkin bisa menunjang kurikulum agar lebih berkembang.
3) Untuk memberikan tambahan kesempatan dalam bimbingan
kelompok ataupun individu.
15
(33)
c. Manfaat kegiatan ekstrakulikuler keagamaan bagi Masyarakat:
1) Untuk mempromosikan sekolah yang lebih baik kepada
masyarakat.
2) Untuk meningkatkan ketertarikan yang lebih besar pada
masyarakat.
3) Untuk meningkatkan dorongan masyarakat kepada sekolah.
4) Untuk memberikan motivasi kepada masyarakat untuk tetap
mendukung sekolah.
d. Manfaat kegiatan ekstrakulikuler bagi sekolah:
1) Untuk membantu perkembangan kerjasama kelompok yang lebih
efektif antara personel dan penanggung jawab akademis siswa.
2) Untuk mengintegrasikan lebih dekat beberapa devisi sekolah.
3) Untuk menyediakan sedikit peluang yang dirancang untuk
membantu siswa dalam memanfaatkan situasi guna memecahkan masalah yang dihadapi.
6. Tujuan dan Ruang Lingkup Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakulikuler yang merupakan seperangkat pengalaman belajar memiliki nilai-nilai manfaat bagi pembentukan kepribadian siswa.
(34)
Tujuan kegiatan ekstrakulikuler antara lain sebagai berikut:16
a. Meningkatkan dan memantapkan pengetahuan siswa
b. Mengembangkan bakat, minat, kemampuan dan keterampilan dalam
upaya pembinaan kepribadian.
c. Mengenal hubungan antar mata pelajaran dalam kehidupan
masyarakat.
Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler di sekolah menurut direktorat pendidikan menengah kejuruan adalah:
a. Kegiatan ekstrakulikuler harus dapat meningkatkan kemampuan siswa
beraspek kognitif, efektif dan psikomotor.
b. Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya penbinaan
pribadi menuju pembinaan manusia yang seutuhnya yang positif. Sedangkan ruang lingkupdari kegiatan eskul mencakup dari semua kegiatan yang dapat menunjang dan mendukung kegiatan eskul dengan ciri-ciri:17
a. Lebih memperluas wawasan.
b. Menerapkan penerapan berbgai mata pelajaran yang pernah di
pelajari.
c. Memerlukan pengorganisasian tersendiri mengingat tugas dan
kegiatan yang kompleks.
16
Departemen Agama RI, Basic Kompetensi Guru ( Jakarta : Proyek Pembibitan Calon Tenaga Kependidikan Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Agama RI, 2004), h. 29.
17
(35)
d. Dilakukan di luar jam pelajaran
Dalam usaha membina dan mengembangkan program
ekstrakurikuler hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:18
a. Materi kegiatan yang dilakukan dapat memberikan pengayaan bagi
peserta didik
b. Sejauh mungkin tidak membebani peserta didik
c. Memanfaatkan potensi lingkungan
d. Memanfaatkan kegiatan-kegiatan industry dan dunia usaha.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
adalah sebagai berikut:19
a. Kegiatan ekstrakurikuler yang diberikan kepada peserta didik secara
perorangan atau kelompok ditetapkan oleh sekolah berdasarkan minat peserta didik, tersedianya fasilitas yang diperlukan serta adanya guru atau petugas untuk itu, jika diperlukan.
b. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk diberikan kepada peserta
didik hendaknya diperhatikan keselamatannya dan kemampuan peserta didik dan kondisi social budaya setempat.
18
B. Suryo Subroto, Proses Belajar, Ibid. h. 276.
19
(36)
7. Bentuk-Bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
Menurut Buku Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler PAI yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (2010) terdapat beberapa bentuk kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dapat diterapkan/dilaksanakan di sekolah antara lain:
a. Tuntas Baca Tulis Al-Qur’an (TBTQ)
Tuntas Baca Tulis Al-Qur’an (TBTQ) adalah kegiatan khusus
yang dilakukan oleh sekolah di luar jam pelajaran dalam rangka mendidik, membimbing, dan melatih keterampilan membaca, menulis,
menghafal, dan memahami arti Al-Qur’an, khususnya bagi para
peserta didik yang belum memiliki kompetensi membaca dan menulis Al-Qur’an. Kegiatan ini sangat penting mengingat kemampuan
membaca Al-Qur’an merupakan langkah awal pendalaman dan
pengakraban Islam lebih lanjut.20
Mengingat pentingnya penguasaan aspek Al-Qur’an dalam mata
pelajaran PAI, maka TBTQ dijadikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib.
b. Pembiasaan Akhlak Mulia
Pembiasaan Akhlak Mulia (SALAM), adalah upaya yang dilakukan oleh sekolah secara rutin dan berkelanjutan dalam
20
(37)
membangun karakter (character building) keagamaan dan akhlak mulia peserta didik, sebagai proses internalisasi nilai-nilai keagamaan agar peserta didik terbiasa bersikap, berbicara, dan berperilaku terpuji dalam kehidupan keseharian. Melalui kegiatan pembiasaan, diharapkan peserta didik memiliki karakter dan perilaku terpuji baik dalam komunitas kehidupan di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.
c. Pekan Keterampilan dan Seni PAI (PENTAS PAI)
Pekan Keterampilan dan Seni PAI (PENTAS PAI) adalah wahana kompetisi dikalangan peserta didik dalam berbagai jenis keterampilan dan seni agama yang diselenggarakan mulai tingkat sekolah, gugus, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi sampai dengan tingkat nasional. Jenis keterampilan yang dapat dilombakan antara lain: Musabaqah
Tilawatil Qur’an, kaligrafi, hafalan surat pendek, pidato, cerdas cermat, khutbah Jum’at, hafalan do’a, menjadi imam, adzan, puisi,
kesenian Islam seperti nasyid, qasidah, dan lain-lain. Mengenai jenis keterampilan yang dilombakan, setiap sekolah atau daerah dapat memilih jenis lomba yang cocok dan lebih memasyarakat di daerahnya masing-masing.
(38)
d. Pesantren Kilat (SANLAT)
Pesantren kilat adalah kegiatan pesantren yang dilaksanakan pada saat liburan sekolah, dengan waktu yang relatif singkat di bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan. Pesantren Kilat disebut juga Pesantren Ramadhan apabila dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Rentang waktu pelaksanaan Sanlat bisa 3, 5, 7 hari, atau lebih disesuaikan dengan kebutuhan.
Presiden RI dalam sambutan pencanangan pecan nasional penyelenggaraan Pesantren Kilat tahun 1996 tanggal 14 Juni 1996 di Istana Negara menyampaikan bahwa: Pesantren Kilat adalah penting dan strategis agar peserta diidk memahami, lebih menghayati, dan makin banyak mengamalkan ajaran Islam yang mereka anut. Juga kelak mereka menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.21
e. Ibadah Ramadhan (IRAMA)
Kegiatan lbadah Ramadhan (Irama) adalah salah satu kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dilakukan selama bulan suci Ramadhan, dengan durasi waktu mulai malam pertama shalat tarawih sampai dengan kegiatan halal bihalal (bersalam-salaman saling
21
(39)
maafan) yang dilaksanakan dalam nuansa perayaan hari raya Idul Fitri. Kegiatan ibadah bulan suci Ramadhan antara, lain meliputi: shalat wajib, salat tarawih, salat sunat lainnya, tadarrus, buka bersama, sanlat, zakat fitrah, santunan anak yatim, mendengarkan ceramah di masjid, mushalla di televisi dan lain sebagainya sampai dengan kegiatan halal bihalal.
f. Wisata Rohani (WISROH)
Wisata Rohani adalah salah satu kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan yang dapat dilakukan dalam bentuk out bound atau umroh
pelajar yang ditujukan sebagai wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus memperoleh pengetahuan dan pengalaman religius yang bermanfaat. Dengan mengacu kepada pendekatan dan prinsip belajar aktif dan menyenangkan, perlu diadakan kegiatan wisata rohani bagi peserta didik untuk sekaligus menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan pengamalan keagamaan. Kegiatan wisata rohani, pada gilirannya diharapkan juga dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
g. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
Kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) adalah kegiatan memperingati Hari Besar Islam, dengan maksud syiar Islam sekaligus
(40)
menggali arti dan makna dari suatu Hari Besar Islam. Hari Besar Islam yang dimaksud, antara lain; Maulid Nabi, Isra Mi'raj, Nuzulul Qur'an, dan Tahun Baru Islam atau bulan Muharram, Idul Fitri dan Idul Adha.
h. Shalat Jum’at Berjamaah
Bagi sebuah sekolah yang memilki fasilitas untuk
menyelengggarakan sholat Jum’at berjamaah, bisa menjadikan
aktifitas ibadah ini sebagai sebagian dari program kegiatan ekstrakulukuler, dalam kegiatan ini siswa tidak hanya sekedar menjalankan sholat secara berjamaah , tetapi siswa juga ikut terlibat dalam penyelenggaraannya.
8. Sasaran Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
Sasaran pokok kegiatan Ekstrakulikuler keagamaan di sekolah di arahkan untuk:
a. Memperkuat rasa keimanan dan ketakwaan para peserta didik
terhadap sang pencipta sebagai tujuan akhir dalam kehidupannya.
b. Menumbuhkan minat dan motivasi peerta didik dalam menghayati
dan mengamalkan ajaran islamsecara konsisten
c. Mendorong tumbuhnya semangatuntuk memperluas pemahaman
(41)
d. Meningkatkan dan mengembangkan karakter dan kepribadian peserta didik sebagai subyek dan agen pembangunan nasional.
e. Mewujudkan media dkwah Islamiyah di tingkat sekolah yang di
kelola secara sistematis dan terarah serta kreatif.
B. Kajian Tentang Pembentukan Karakter 1. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”,
“kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”,
dalam bahasa Yunani character dari charassein yang berarti membuat
tajam, membuat dalam dan dalam bahasa Indonesia lazim digunakan
dengan istilah karakter.22 Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter
diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran.
Dalam Kamus Indonesia Arab, ada dua kata yang memiliki makna
karakter, yaitu “akhlak” dan “tabi’ah”. Selain bermakna karakter, kalimat
22
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 2.
(42)
tersebut juga berarti watak, pembawaan, kebiasaan.23 Begitu pula dalam Kamus Al-Munawwir, kata yang memiliki arti karakter sama persis
dengan yang disebutkan diatas.24
(Hornby & Parnwell, 1972: 49) karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Hermawan Kertajaya (2010:
3) mendefinisikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu
benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan „mesin’
pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.
Istilah karakter dan kepribadian atau watak sering digunakan secara bertukar-tukar, tetapi Allport menunjukkan kata watak berarti normative, serta mengatakan bahwa watak adalah adalah pengertian etis dan
menyatakan Character is personality evaluated and personality is
character devaluated (watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak yang tak dinilai).
Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Hal-hal yang sangat abstrak yang
23
Rusyadi, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 391.
24
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), h. 364 dan 863.
(43)
ada pada diri seseorang. Sering orang menyebutnya dengan tabiat atau
perangai.25
Apapun sebutannya, karakter ni adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. Banyak yang memandang atau mengartikannya identic dengan kepribadian. Karakter ini lebih sempit dari kepribadian dan hanya merupakan salah satu aspek kepribadian sebagaimaan juga tempramen. Watak dan karakter berkenaan dengan kecenderungan penilaian tingkah laku individu berdasarkan standar-standar moral dan etika.
Sikap dan tingkah laku seorang individu dinilai masyarakat sekitarnya sebagai sikap dan tingkah laku yang diinginkan atau ditolak,
dipuji atau dicela, baik maupun jahat.26
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Griek mengemukaakan bahwa karakter dapat didefinisikan sebagai
panduan dari pada segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain.
25
Abdul Majid, Pendidikan Karakter, Ibid. h. 12.
26
(44)
b. Simon Philips mendefinisikan karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
c. Doni Koesoema A. memahami bahwa karakter sama dengan
kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
d. Winnie memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian
tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua,
istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang baru bias
disebut „orang yang berkarakter’ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
e. Sedangkan Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat
dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
(45)
2. Nilai-Nilai Karakter
Menurut Richard Eyre & Linda dalam Abdul Majid, nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang mebghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain.
Lebih lanjut, Richard menjelaskan bahwa nilai adalah suat kualitas yang dibedakan menurut: a) kemampuan untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering diberikan kepada orang lain; dan b) kenyataan atau (hokum) bahwa makin banyak nilai yang diberikan kepada orang lain,makin banyak pula nilai serupa yang dikembalikan dan diterima dari
orang lain.27
Adapun nilai-nilai karakter disini meliputi:
a. Nilai karakter yang hubungannya dengan Tuhan:
1) Religious
b. Nilai kebangsaan:
1) Nasionalisme
2) Menghargai keagamaan
c. Nilai karakter dalam hubungan dengan lingkungan:
1) Peduli social dan lingkungan
d. Nilai karakter dalam hubungan sesama
1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
27
(46)
2) Patuh pada aturan-aturan social
3) Menghargai karya dan prestasi orang lain
4) Santun
5) Demokratis
e. Nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri:
1) Jujur
2) Bertanggung jawab
3) Disiplin
4) Percaya diri
5) Kerja keras
6) Berjiwa wira usaha
7) Berfikir logis, kritis, kreatif, inovatif
8) Mandiri
9) Ingin tahu
(47)
Berikut ini dikemukakan 18 nilai karakter versi Kemendiknas antara lain:
Nilai karakter menurut Kemendiknas28
No. Nilai Karakter Makna Nilai Karakter
1 Religius Yakni ketataan dan kepatuhan dalam
memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini
adalah sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.
2 Jujur Yakni sikap dan perilaku yang
mencerminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan dan
perbuatan (mengetahui yang benar,
mengatakan yang benar, dan
melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan
sebagai pribadi yang dapat
28
(48)
dipercaya.
3 Toleransi Yakni sikap dan perilaku yang
mencerminkan penghargaan
terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4 Disiplin Yakni kebiasaan dan tindakan yang
konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5 Kerja Keras Yakni perilaku yang menunjukkan
upaya secara sungguh-sungguh
(berjuang hingga titik darah
penghabisan) dalam menyelesaikan
berbagai tugas, permasalahan,
pekerjaan, dan lain sebagainya dengan sebaik-baiknya.
(49)
mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan
masalah, sehingga selalu
menemukan cara-cara baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7 Mandiri Yakni sikap dan perilaku yang tidak
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas dan persoalan. Akan tetapi, hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh
melemparkan tugas dan
tanggungjawab kepada orang lain.
8 Demokratis Yakni sikap dan cara berfikir yang
mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dan orang lain.
9 Rasa ingin tahu Yakni cara berfikir, sikap, dan
perilaku yang mencerminkan
penasaran dan keingin tahuan
(50)
didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10 Semangat kebangsaan
atau nasionalisme
Yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan Bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi, individu atau golongan.
11 Cinta tanah air Yakni sikap dan perilaku yang
mencerminkan rasa bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12 Menghargai prestasi Yakni sikap terbuka terhadap
prestasi orang lain serta mengakui
kekurangan diri sendiri tanpa
mengurangi semangat berprestasi lebih tinggi.
13 Komunikatif senang
bersahabat atau pro
Yakni sikap dan tindakan terbuka
(51)
aktif komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
14 Cinta damai Yakni sikap dan perilaku yang
mencerminkan suasana damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran
dirinya dalam komunitas atau
masyarakat tertentu.
15 Gemar membaca Yakni kebiasaan dengan tanpa
paksaan untuk menyediakan waktu
secara khusus guna membaca
berbagai informasi, baik buku,
koran, jurnal, dan lain sebagainya sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16 Peduli lingkungan Yakni sikap dan tindakan yang selalu
berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17 Peduli social Yakni sikap dan perbuatan yang
mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
(52)
membutuhkannya.
18 Tanggung jawab Yakni sikap dan perilaku seseorang
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan
dengan diri sendiri, social,
masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama.
Sedangkan menurut Lickona yang dikutip oleh Muchlas Samani
dalam bukunya yang berjudul Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan
formal dan nonformal adalah sebagai berikut:29
a. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang
dikatakan dan dilakukan, berani karena benar, dapat dipercaya, dan tidak curang.
b. Tanggung jawab, melakukan tugas dengan sepenuh hati, bekerja
dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.
c. Cerdas, berpikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh
pertimbangan, rasa ingin tahu yang tinggi, berkomunikasi efektif dan
29
(53)
empatik, bergaul secara santun, menjunjung kebenaran dan kebajikan, mencintai Tuhan dan lingkungan.
d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan,
terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang.
e. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun,
toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar orang lain, mau berbagi, tidak merendahkan orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta damai dalam menghadapi persoalan.
f. Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis,
berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru, ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru.
g. Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa
tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai saling berbagi, agar dapat hasil yang terbaik, tidak egoistic.
(54)
3. Unsur-Unsur Karakter
Ada beberapa unsur karakter, yaitu:
a. Sikap
Sikap seseorang biasanya menjadi karakter yang dimilikinya. Sikap seseorang tersebut sesuatu yang ada di hadapannya, biasanya menunjukkan bagaimana karakternya. Menurut Oskamp, sikap itu dipengaruhi oleh proses evaluasi yang dilakukan individu. Ada empat
factor yang mempengaruhinya:30
1) Factor Genetik dan Fisologik: sikap dapat dipelajari, namun
demikian individu membawa ciri sifat tertentu sejak lahir. Kondisi-kondisi fisiologi juga berpengaruh terhadap sikap yang ditentukan.
2) Pengalaman Personal: pengalaman personal yang dialami
langsung akan berpengaruh lebih besar daripada pengalaman tidak langsung.
3) Pengaruh orang tua: peran orang tua sangat berpengaruh terhadap
sikap individu. Sikap orang tua akan menjadi model bagi anak-anaknya.
30Fathul Mu’in,
Pendidikan Karakter Konstrektrakurikuleri Teoretik dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 168-171.
(55)
4) Kelompok sebaya atau masyarakat akan memberikan pengaruh kepada individu. Ada kecenderungan bahwa seorang individu berusaha untuk sama dengan teman sekelompoknya.
5) Media massa memberikan pengaruh terhadap sikap individu.
Banyak tampilan dan tontonan menarik, memotivasi, dan memprovokatori individu untuk memiliki atau meniru apa yang ada dalam media massa itu.
b. Emosi
Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dialami
manusia yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis. Sikap seseorang dipengaruhi oleh emosi yang dirasakannya ketika itu. Menurut Daniel Goleman, emosi dapat dibagai
menjadi beberapa bagian, yakni:31
1) Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal
hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, dan bermusuhan.
2) Kesedihan: pedih, sedih, muram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, putus asa, dan depresi.
3) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, waspada, tidak
tenang, ngeri, panic, dan pobia.
4) Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur,
bangga, takjub, pesona, girang, dan maniak.
31
(56)
5) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, bakti, dan hormat.
6) Terkejut: terkesiap dan terpana.
7) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, dan tidak suka.
8) Malu: rasa salah, hina, aib, dan hancur lebur.
c. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan perspektif pada manusia dalam memandang kenyataan dan ia memberikan dasar bagi manusia untuk mengambil pilihan dan menentukan keputusan. Jadi, kepercayaan dibentuk salah satunya oleh pengetahuan. Apa yang kita ketahui membuat kita menentuan sesuatu berdasarkan apa yang kita ketahui.
d. Kebiasaan dan kemauan
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan. Sedangkan kemauan adalah hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan
nilai-nilai yang lain, yang tidak sesuai dengan pencapaian tujuan.32
Kebiasaan dan kemauan yang baik akan menimbulkan karakter yang baik pula.
32
(57)
e. Konsepsi Diri
Proses konsepsi diri merupakan konsep totalitas, baik sadar maupun tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Konsepsi diri adalah bagaimana saya harus membangun diri, dan
bagaimana saya menempatkan diri dalam kehidupan.33 Karakter yang
dimiliki seseorang akan dipengaruhi oleh bagaimana dalam mengonsep dirinya.
4. Faktor-Faktor Pembentukan Karakter
Karakter itu tidak terbentuk begitu saja, tetapi terbentuk melalui beberapa factor yang mempengaruhi. Adapun factor-faktor tersebut ialah:
a. Factor biologis
Factor yang berhubungan dengan keadaan jasmani atau sering disebut Faktor psikologis. Factor ini berasal dari keturunan atau pembawaan yang dibawa sejak lahir. Yang mempunyai peranan pada beberapa unsur kepribadian dan mempengaruhi tingkah laku seseorang.
b. Factor social
Adalah masyarakat, yakni manusia lain disekitar individu yang mempengaruhi individu yang bersangkutan. Termasuk di dalamnya
33
(58)
adat istiadat, peraturan yang berlaku dan bahasa yang digerakkan. Sejak anak dilahirrkan sudah mulai bergaul dengan orang sekitar. Pertama-pertama dengan keluarga. Keluarga sebagai salah satu factor social yang mempunyai posisi terdepan dalam memebrikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Bagaimanapun juga keluarga terutama orang tua adalah pembinaan pribadi pertama dalam hidup manuisa sebelum mereka mengenal dunia luar.
Disamping keluarga, sekolah juga mempengaruhi
pembentukan kepribadian anak. Bahkan sekolah dianggap sebagai factor terpenting setelah keluarga, sekolah merupakan jenjang kedua dalam pembentukan kepribadian muslim.
c. Factor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana anak itu dibesarkan. Karena setiap kebudayaan mempunyai nilai yang harus dijunjung tinggi oleh manusia yang hidup dalam kebudayaan tersebut.
Mentaati dan mematuhi nilai dalam kebudayaan itu menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan. Dismaping itu harus mempunyai kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.
(59)
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepribadian seseorang tumbuh dan berkembang atas dua kekuatan, yakni kekuatan dari dalam yang berupa factor biologis dan kekuatan dari luar yang berupa factor social dan factor kebudayaan. Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara menggunakan faktor ajar bagi faktor eksternal dan factor dasar
bagi factor intern.34
5. Kedudukan dan Pentingnya Pembentukan Karakter
Beberapa factor penyebab rendahnya pembentukan karakter adalah:
a. System pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter,
tetapi lebih menekankan pengembangan intelektual, misalnya system evaluasi pendidikan menekankan aspek kognitif/akademik, seperti Ujian Nasional (UN).
b. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembentukan karakter
yang baik.
Pendidikan karakter itu penting dan mendesak bagi bangsa kita, karena bangsa kita telah lama memiliki kebiasaan-kebiasaan yang kurang kondusif untuk membangun bangsa yang unggul.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
34
(60)
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
6. Tahapan Pembentukan dan Pengembangan Karakter
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara pendidik dan peserta didik, yang dilakukan secara sadar dan terencana, dalam rangka mengembangkan potensi peserta diidk yang dimilikinya ke arah yang lebih optimal.
Tahap-tahap pembentukan karakter disini meliputi:
a. Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan adab (budi
pekerti) yang baik.
b. Suruhlah anak-anakmu menjalankan shalat jika mereka sudah berusia
tujuh tahun. Dan jika sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan shalat. Dan pisahkanlah tempat tidurnya.
c. Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda: anak itu pada hari ke tujuh
dari kelahirannya disembelihkan aqiqahnya, serta diberi nama dan disingkirkan dari segala kotoran-kotoran, jika ia telah berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya dan jika telah berusia 13 tahun dipukul agar mau shalat (diharuskan).
(61)
Pengembangan atau pembentukan karakter peserta didik diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh satuan pendidikan dan semua stakeholder-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter
pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan
kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan akpasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Pelaksanaan pendidikan karakter dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit).
Karakter tidak terbatas pada kebiasaan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan , belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kegiatan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen yang baik,
yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling
(perasaan, penguatan emosi tentang moral), dan moral action (perbuatan
bermoral). Hal ini diperlukan agar peserta didik atau warga sekolah lain yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat
(62)
memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).
a. Moral Knowing
Dalam tahap ini, tujuan diorientasikan pada penguasaan
pengetahuan tentang nilai-nilai. Peserta didik dalam tahapan ini harus mampu (a) membedakan nilai akhlak baik dan buruk, nilai-nilai yang perlu dlakukan dan yang etrlarang (b) menguasai dan memahaminya secara logis dan rasional mengapa nilai-nilai akhlak penting dimilikidalam kehidupan, dan mengapa nilai-nilai buruk dihindari dalam kehidupan (c) mengenal sosok-sosok figur teladan akhlak (karakter) yang dipelajari melalui berbagai kajian, termasuk figure Nabi Muhammad SAW., sebagai telahadan kehidupan sehari-hari.
Berangkat dari hal tersebut diatas, maka dimensi-dimensi yang
termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah kesadaran moral, pengetahan tentang nilai-nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian mengambil sikap,
dan pengenalan diri.35
b. Moral Loving/Moral Feeling
Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang haus dirasakan oleh peserta didik,
35
(63)
yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri, kepekaan terhadap derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri, kerendahan hati.
Dalam rangka mengembangkan moral feeling atau moral
loving siswa, guru menyentuh sisi emosional siswa, sehingga akan tumbuh dalam diri mereka kesadaran, keinginan, dan kebutuhan
sehingga peserta didik mampu berkata dalam dirinya, “oh.. iya saya harus seperti itu..” “ saya perlu berbuat baik kepada siapapun…” dan
seterusnya. Dalam pelaksanaannya, guru dapat memberikan cerita atau kisah-kisah yang menyentuh hati, serta membiasakan bersikap baik, dan bersikap empati kepada siapapun. Dalam rangka menumbuhkan sikap empati dan kasih sayang, kejujuran dalam berucap dna bertindak, guru dapat melatih dengan cara memberikan keteladanan
kepada mereka.36
c. Moral Action
Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Unruk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek yang lain dari karakter yang kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.
Moral action merupakan keberhasilan dari pendidikan karakter kepada peserta diidk. Dimana peserta didik mampu melaksanakan
36
(64)
nilai-nilai karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik semakin berlaku ramah, sopan dalam berbicara, hormat kepada guru dan orang tua, penyayang, jujur dalam segala tindakan baik ucapan maupun perbuatan, bersikap disiplin dalam belajar, cinta dan kasih sayang, adil, murah hati dan lain sebagainya. Maka dalam hal ini, contoh teladan dari guru dan semua warga sekolah menjadi hal
yang penting.37
7. Pembiasaan Karakter Di Sekolah
Pada dasarnya, sekolah merupakan suatu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khusunya dalam bidang pendidikan pengajaran yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna di dalam rumah maupun masjid.
Namun, hendaknya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral (karakter/akhlak) peserta didik, disamping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan peserta didik.
Dengan kata lain, agar sekolah menjadi lapangan social bagi anak, dimana pertumbuhan mental, moral, dan segala aspek kepribadian dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang dikatakan oleh Zakiyah Daradjat bahwa hendaklah segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan
37
(65)
dan pengajaran (baik guru, pegawai-pegawai, buku-buku, peraturan-peraturan, alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, akhlak yang tinggi dan pengembanagn bakat, sehingga peserta didik dapat tenang dalam pertumbuhannya dan jiwanya tidak goncang.
C. Peran Kegiatan Ektrakurikuler Keagamaan dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan dalam angka mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan, termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh para peserta didik sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup maupun
lingkungan sekitar.38
Tujuan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan pada umumnya adalah menghendaki peserta didiknya memiliki akhlakul karimah atau moralitas yang baik. Tujuan ini adalah sebagai upaya dalam penyempurnaan tujuan Pendidikan Agama Islam untuk membentuk insan kamil.
Akhlakul karimah merupakan urat nadi dari ajaran agama Islam, akhlakul karimah memegang peranan penting dalam membentuk karakter atau kepribadian seorang anak. Melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ini mengandung pendidikan agama dan pendidikan akhlak yang berfungsi
38
(66)
sebagai konsumsi hati dan sebagai penuntun akhlakul karimah. Oleh karena itu pembentukan karakter atau akhlak sangat penting melalui proses pendidikan yang disalurkan melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan bagi peserta didik. Karena secara tidak langsung kegiatan ekstrakurikuler ini dijadikan sebagai aspek esensial pendidikan karakter yang ditujukan kepada
jiwa dan pembentukan akhlak atau karakter siswa.39
Karena pentingnya agama dan ilmu menjadikan keduanya sebagai pegangan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Oleh karena itulah pada umumnya sekolah atau madrasah banyak yang memberi jam pelajaran tambahan atau kegiatan tambahan diluar jam pelajaran dalam bentuk ekstrakurikuler yang khusus dalam bidang keagamaan, agar para siswa dapat memperoleh pengetahuan yang seimbang antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum serta dapat menerapkan dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.40
Dengan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ini diharapkan dapat membentuk kepribadian siswa menjadi yang taat terhadap ajaran agama, sekaligus guna menciptakan suasana kondusif bagi terwujudnya suasana yang bernuansa keagamaan di madrasah.
39
Ibid., h. 5.
40
Abd. Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pengembangan Watak Bangsa, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), h. 175-176.
(67)
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode artinya cara yang dilakukan dalam penelitian. Sedangkan penelitian adalah upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dengan sistematis untuk mewujudkan
kebenaran.1 Jadi, metode penelitian adalah cara atau teknis yang dijalankan
untuk memproleh fakta, dalam prinsip sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.2
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan berupa penelitian kualitatif yang bersikap deskriptif non statistic. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif, ucapan atau
lisan dan perilaku untuk dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.3
Penelitian social menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, dan berbagai fenomena realitas social yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,
1
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposional, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 24.
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 3
3
Robert Bogdan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.
(68)
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.
Format deskripstif kualitatif pada umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Format ini tidak memiliki ciri seperti air (menyebar ke permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai
fenomena. Dari ciri demikian memungkinkan studi ini dapat amat mendalam.4
B. Jenis Data dan Sumber Data 1. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Yang dimaksud data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat, kata, atau gambar.
Analisa bersumber dari hasil interview, dokumentasi, dan observasi. Interview dengan kepala sekolah, penanggung jawab kegiatan
ektrakurikuler, guru bidang studi Qur’an Hadits dan Fiqh, peserta didik
yang ada hubungannya dengan pokok bahasan tentang kegiatan ekstrakurikuler dalam karakter kemudian ditarik kesimpulan.
Sesuai dengan judul yang penulis angkat, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berbentuk deskriptif.
4
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 68-69.
(1)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian beberapa BAB sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk pelaksanaan ekstrakurikuler keagamaan yang ada di MA Raden Paku Wringinanom Gresik untuk membentuk karakter peserta didik itu dengan terselenggaranya membaca surat Yasin dan Al-Waqiah saat akan memulai pelajaran dan saat akan pulang. Kemudian shalat dhuhur berjamaah yang dilaksanakan di masjid saat jam istirahat kedua, yakni pukul 11.30 WIB. Lalu, ada shalat dhuha yang dilaksanakan saat jam istirahat pertama, yakni pukul 09.30 WIB. Shalat dhuha ini dilaksanakan secara bergantian setiap kelas. Selanjutnya ada Istighosah yang dilaksanakan setiap minggu pertama di awal bulan, dilaksanakan di masjid. Terakhir, ada ekstrakurikuler Banjari yang dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 13.00-15.00 WIB setelah pulang sekolah. Pelaksanaan setiap kegiatan ekstrakurikuler keagamaan sudah berjalan dengan baik. 2. Gambaran karakter siswa MA Raden Paku Wringinanom Gresik dengan
adanya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan tersebut sudah cukup baik. Terlihat dari sikap siswa yang semakin religious dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler keagamaan tersebut. Siswa MA
(2)
Raden Paku Wringinanom mempunyai perilaku yang sopan santun dalam bersikap dan berbicara dengan orang lain. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ini juga membentuk karakter siswa menjadi jauh lebih baik. Terbukti dari segi perilaku, misalnya dengan kebiasaan kegiatan sholat berjamaah, siswa menjadi lebih disiplin, jujur, bertanggung jawab dalam melaksanakan sholat 5 waktu.
3. Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di MA Raden Paku Wringinanom Gresik memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter siswa MA Raden Paku Wringinanom Gresik. Terbukti dari sebelum adanya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ini, karakter siswa MA Raden Paku Wringinanom Gresik bisa dibilang kurang baik, terlihat malas-malasan saat waktu sholat tiba. Namun, sejak adanya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di MA Raden Paku Wringinanom Gresik, maka karakter siswa menjadi lebih baik, seperti siswa lebih disiplin dalam shalat, sopan santun, bertanggung jawab, gemar membaca, dll.
B. Saran-Saran
Setelah penulis melihat hasil penelitian di MA Raden Paku Wringinnaom Gresik mengenai peran kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam pembentukan karakter peserta didik serta demi kemajuan dan perbaikan dalam bidang kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, maka penulis merasa perlu untuk saran-saran sebagai berikut:
(3)
120
1. Untuk jenis kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dilaksanakan di MA Raden Paku Wringinanom Gresik hendaknya ditambah lagi, karena dengan banyaknya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang dilaksanakan akan semakin efektif dalam membentuk karakter siswa MA Raden Paku Wringinanom Gresik. Selain itu, potensi yang dimiliki siswa juga bisa tersalurkan dengan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang lain, seperti kaligrafi, BTQ, dll.
2. Dalam proses berlangsungnya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, hendaknya semua guru juga ikut serta dalam pelaksanaanya. Lebih tegas dalam mengatur para siswa untuk diajak beribadah bersama. Diadakannya sanksi jika memang diperlukan bagi siswa yang melanggar peraturan atau tata tertib guna membentuk karakter disiplin siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Adanya penanggung jawab setiap kegiatan juga dipandang perlu untuk memantau sejauh mana keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut.
3. Kepada para siswa MA Raden Paku Wringinanom Gresik, hendaknya mempertahankan perilaku baik yang selama ini telah dilakukannya, kalau perlu lebih ditingkatkan lagi agar bisa terbentuk nilai-nilai karakter yang lainnya.
(4)
Revisi VI), Jakarta: Rineka Cipta. cet. Ke-13
Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Bisyri, Cik Hasan. 2001. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian Skripsi, Jakarta: Raja Grafindo
Bogdan, Robert. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Departemen Agama Republik Indonesia. 1994. Kurikulum Madrasah Aliyah,
Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI. 2004. Basic Kompetensi Guru, Jakarta: Proyek Pembibitan Calon Tenaga Kependidikan Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Agama RI
Departemen Agama RI. 2005. Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Depdikbud. 1998. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Sebagai Salah
Satu Jalur Pembinaan Kesiswaan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan: Dirjen Dikdasmen
Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati. 1990. Pedoman Praktis Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta: Rineka Cipta
Dradjat, Zakiyah. 1995. Ilmu Fiqh, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta
Hamalik, Oemar. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum, Bandung: Mandar Maji
(5)
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa, Jakarta: Puskur Majid, Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposional, Jakarta: Bumi Aksara
Mattew B. Milles dan Michael A. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Penerjemah: Rohendi Rohidi), Jakarta: UI Press
Meleong, Lexu J. 1992. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya
Moh. Uzar Usman dan Lilis Setyowati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar, Bandung: Posdakarya
Mu’in, Fathul. 2011. Pendidikan Karakter Konstrektrakurikuler Teoritik dan
Praktik, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Belajar. cet. Ke-1
Munawwir, Ahmad Warson. 2010. Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif
Nata, Abudin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Gramedia
Nizar, Moh. 2009. Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indo
Rasyid, Sulaiman. 1986. Fiqh Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo Rusyadi. 1995. Kamus Indonesia Arab, Jakarta: Rineka Cipta
Sahlan, Asmaun. 2009. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya
Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi), Malang: UIN-Maliki Press Samani, Muchlas. 2011. Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Setiawan, Benni. 2006. Manifesto Pendidikan Di Indonesia, Yogyakarta: Arus Media
(6)
Subagyo, Joko. 2004. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta
Subrata, Suyardi. 1988. Metodologi Penelitian I, Jakarta: Raja Grafindo
Subroto, Suryo. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitati, Kualitatif, R
& D, Bandung: Alfabeta
Sutrisna, Oteng. 1991. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press Suyanto, Agus. 1998. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara Baru
Syarief, Hamid. 1995. Pengenalan Kurikulum Sekolah dan Madrasah, Bandung: Citra Umbara
Umar, Bar Wani. 1993. Sistematik Tasawwuf, Solo: Ramadhani Umar, Imran Abu. 1995. Peringatan Khoul, Kudus: Menara, 1995