STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANTARA ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B.

STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR
ANTARA ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Damai Ridlo Sarihasih
NIM 11111241051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
DESEMBER 2015
i

ii


iii

iv

MOTTO
“Jika anak dihadapkan pada lingkungan yang tepat, dan memberikan peluang
kepada mereka untuk secara bebas merespon terhadap lingkungan tersebut, maka
pertumbuhan alami anak terbuka dalam kehidupan mereka”
(Maria Montessori)
“Kesempatan datang bagai awan berlalu. Pergunakan ketika ia nampak di
hadapanmu”
(Ali bin Abi Tholib)

v

PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
1.


Ayah dan ibuku yang telah memberikan banyak hal.

2.

Program Studi PG PAUD FIP UNY yang kubanggakan.

3.

Agama, nusa, dan bangsa.

vi

STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANTARA
ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B
Oleh
Damai Ridlo Sarihasih
NIM 11111241051
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini berdasarkan asumsi bahwa keterampilan
motorik anak desa lebih baik dari anak kota. Desa terdapat lapangan dan sawah

sehingga anak desa memiliki lahan yang luas untuk bermain dan beraktivitas fisik
motorik. Sebaliknya, kota tidak terdapat lahan yang luas untuk anak kota bermain
dan beraktivitas fisik motorik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan anak kota
kelompok B.
Penelitian ini merupakan penelitian survei. Populasi penelitian ini adalah:
1) anak-anak kelompok B yang bersekolah di TK yang dekat dengan lapangan dan
sawah di Kecamatan Sanden dan 2) anak-anak kelompok B yang bersekolah di
TK yang dekat dengan jalan raya di Kecamatan Wirobrajan. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu meliputi: 1) TK desa yang dekat dengan lapangan dan
sawah serta memiliki halaman luas yaitu TK PKK 106 Merten dan TK Pertiwi 12
Sorobayan dan 2) TK kota yang dekat dengan jalan raya dan memiliki halaman
yang sempit yaitu TK RK Sindurejan dan TK ABA Kuncen I. Sampel penelitian
ini adalah 60 anak usia 5-7 tahun (kelompok B) yang terdiri dari: 1) 14 anak
perempuan dan 16 anak laki-laki yang beralamat di desa dan 2) 14 anak
perempuan dan 16 anak laki-laki yang beralamat di kota. Metode pengumpulan
data menggunakan observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi. Validasi instrumen penelitian menggunakan expert
judgement. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk

penyajian data dan uji t independen untuk pengujian hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara keterampilan motorik kasar antara anak desa dan anak kota
kelompok B (p=0,070). Dapat disimpulkan bahwa lapangan dan sawah di desa
tidak dimanfaatkan oleh anak-anak kelompok B untuk aktivitas bermain motorik
kasar, sehingga tidak terdapat perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak
desa dan kota kelompok B.
Kata kunci: Keterampilan motorik kasar, anak desa, anak kota, kelompok B.

vii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah
dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan
judul “Studi Komparasi Keterampilan Motorik Kasar antara Anak Desa dan Kota
Kelompok B”. Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya

bimbingan, bantuan, saran, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan
mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

2.

Ketua Jurusan PAUD dan Penasehat Akademik penulis yang telah
memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk tugas
akhir skripsi.

3.

Bapak Dr. Slamet Suyanto, M. Ed dan Ibu Nur Hayati, M. Pd, dosen
pembimbing skripsi yang berkenan mengarahkan dan membimbing penulis
dalam penyusunan skripsi ini.


4.

Bapak Banu Setya Adi, M.Pd, validator yang turut membimbing penulis
sehingga penyelesaian tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
viii

5.

Seluruh kepala sekolah, pendidik, dan anak-anak kelompok B di TK RK
Sindurejan, TK ABA Kuncen I, TK Pertiwi 12 Sorobayan, dan TK PKK 106
Merten yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian
di masing-masing TK.

6.

Bapak Suwardi, ibu Endang Susilowati, kakak-kakakku Naning, Nanang, dan
Esti, dan adikku Anggun atas segala do’a, kesabaran, perhatian dan kasih
sayang serta dukungannya.


7.

Tema-teman: Budi S., Rohyati, Sri Harnani, Yosimi, Saesti, Mella Nuraziza,
Arinda A., Firda, Ika Windya, Ratna Jati, Kurnia Sari, dan Giwang Rudira
atas motivasi, perhatian, keceriaan, dan kebersamaannya.

8.

Teman-teman Prodi PG-PAUD angkatan 2011.

9.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga keikhlasan dan amal baiknya mendapat balasan

dari Allah SWT, serta skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli
terhadap pendidikan terutama pendidikan anak usia dini dan bagi para pembaca
umumnya.
Yogyakarta,

Penulis

ix

Oktober 2015

DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL..........................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................

iv


MOTTO..............................................................................................................

v

PERSEMBAHAN..............................................................................................

vi

ABSTRAK..........................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR........................................................................................

viii

DAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................


xiii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................

1

B. Identifikasi Masalah.....................................................................................

5

C. Pembatasan Masalah....................................................................................

6

D. Rumusan Masalah........................................................................................

6


E. Tujuan Penelitian.........................................................................................

6

F. Manfaat Penelitian.......................................................................................

6

G. Devinisi Operasional...................................................................................

7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Keterampilan Motorik Kasar
1. Pengertian keterampilan motorik kasar.................................................

9

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan motorik kasar...........

10

3. Tahapan keterampilan motorik kasar....................................................

12

4. Fungsi keterampilan motorik kasar.......................................................

17

5. Keterampilan motorik kasar anak.........................................................

19

x

6. Penilaian keterampilan motorik kasar...................................................

28

B. Kajian tentang Desa dan Kota
1. Karakteristik fisik desa..........................................................................

29

2. Karakteristik fisik kota...........................................................................

31

C. Penelitian yang Relevan..............................................................................

33

D. Kerangka Pikir............................................................................................

33

E. Hipotesis.....................................................................................................

35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian..........................................................................................

36

B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................... 36
C. Populasi dan Sampel Peneitian.....................................................................

37

D. Variabel Penelitian.......................................................................................

38

E. Metode Pengumpulan Data........................................................................... 39
F. Instrumen Penelitian.....................................................................................

41

G. Validasi Instrumen........................................................................................

42

H. Metode Analisis Data.................................................................................... 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi dan Sampel Penelitian...................................................... 47
B. Deskripsi Data Penelitian............................................................................

48

C. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis.............................................................

51

D. Pengujian Hipotesis.....................................................................................

52

E. Pembahasan.................................................................................................. 53
F. Keterbatasan Penelitian................................................................................ 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..................................................................................................

57

B. Saran............................................................................................................

57

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

59

LAMPIRAN........................................................................................................ 62

xi

DAFTAR TABEL
hal
38

Tabel 1.

Daftar Sekolah dan Jumlah Anak Desa..........................................

Tabel 2.

Daftar Sekolah dan Jumlah Anak Kota........................................... 38

Tabel 3.

Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Motorik Kasar.........................

41

Tabel 4.

Rumus Penggolongan Kategori Keterampilan Motorik Kasar.......

44

Tabel 5.

Penggolongan Kategori Keterampilan Motorik Kasar...................

44

Tabel 6.

Distribusi Frekuensi Keterampilan Motorik Kasar Anak Desa
dan Kota.......................................................................................... 49

Tabel 7.

Hasil Uji Normalitas dengan One Sampel Kolmogorov-Smirnov... 51

Tabel 8.

Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Levene....................................

Tabel 9.

Hasil Uji T Independen dengan bantuan SPSS 16.......................... 52

xii

51

DAFTAR GAMBAR
hal

Gambar 1.

Tahapan keterampilan berlari menurut Gallahue, dkk.
(2012).......................................................................................... 21

Gambar 2.

Tahapan keterampilan melompat menurut Gallahue, dkk.
(2012).......................................................................................... 23

Gambar 3.

Tahapan keterampilan melempar menurut Gallahue, dkk.
(2012).......................................................................................... 25

Gambar 4.

Tahapan keterampilan menangkap menurut Gallahue, dkk.
(2012).......................................................................................... 28

Gambar 5.

Diagram Batang Frekuensi Keterampilan Motorik Kasar Anak
Desa dan Anak Kota.....................................................................

.

xiii

50

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Data Anak Desa dan Anak Kota Kelompok B........................

Hal
62

Lampiran 2.

Instrumen Keterampilan Motorik Kasar..................................

65

Lampiran 3.

Rekapitulasi Keterampilan Motorik Kasar Anak Desa dan
Anak Kota................................................................................ 74

Lampiran 4.

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas......................................

79

Lampiran 5.

Uji Hipotesis.........................................................................

81

Lampiran 6.

Data Tambahan Hasil Wawancara..........................................

83

Lampiran 7.

Surat-Surat.............................................................................

87

Lampiran 8.

Dokumentasi Penelitian...........................................................

97

xiv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
paling pesat secara fisik maupun mental. Pertumbuhan dan perkembangan fisik
motorik, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial,
emosional, intelektual, dan bahasa berlangsung sangat pesat (Slamet Suyanto,
2005: 5-6). Semua aspek perkembangan anak perlu dikembangkan sejak dini agar
anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Perkembangan motorik merupakan salah satu aspek perkembangan yang
berkembang pesat pada masa emas ini. Perkembangan motorik meliputi
perkembangan otot kasar (gross muscle) dan otot halus (fine muscle), yang
selanjutnya disebut motorik kasar dan motorik halus (Slamet Suyanto, 2005: 49).
Desmita (2007: 98) juga mengelompokkan keterampilan motorik dengan nama
keterampilan motorik dasar (gross motor skill) dan keterampilan motorik halus
(fine motor skill).
Perkembangan motorik kasar dan motorik halus merupakan keterampilan
dasar yang harus dikuasai anak untuk mempermudah kehidupan di masa yang
akan datang. Motorik kasar merupakan modal anak untuk menjalani kehidupan
sehari-hari dan bermain dengan teman sebaya, seperti berjalan, berlari, melompat,
meloncat, melempar, menangkap, dan keterampilan motorik kasar yang lain.
Perkembangan motorik kasar pada anak kelompok B atau anak usia 5-7
tahun masuk dalam tahap gerak dasar (fundamental movement phase). Gallahue,

1

Ozmun, dan Goodway (2012: 51) menyatakan bahwa tahap gerak dasar terjadi
pada anak usia 2 sampai 7 tahun. Keterampilan motorik kasar yang berkembang
pada tahap gerak dasar diantaranya berlari, melompat, melempar, dan menangkap.
Pada tahap ini, anak aktif bereksplorasi dan memperoleh pengalaman melalui
gerak tubuh. Salah satu faktor yang mendukung untuk mengembangkan motorik
kasar adalah adanya lahan yang luas untuk bermain. Haywood dan Getchell
(2009: 244) menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki lahan bermain yang
sempit akan memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan
melatih keterampilan motorik.
Anak yang kurang aktif bergerak akan terhambat perkembangan fisik
motoriknya. The American Journal of Human Biology dalam Koran Kompas (1
September 2014) menyatakan bahwa anak-anak yang kurang bergerak beresiko
memiliki keterampilan motorik kasar yang kurang baik. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa anak-anak menghabiskan 75 persen waktu mereka dengan
aktivitas kurang gerak, sehingga anak-anak tersebut memiliki risiko sembilan kali
lebih besar mengalami kurangnya koordinasi motorik dibanding anak-anak sebaya
yang melakukan aktivitas fisik.
Masalah yang muncul adalah anak yang tinggal dan bersekolah di kota
memiliki lahan bermain yang sempit, sedangkan anak yang tinggal dan bersekolah
di desa memiliki lahan bermain yang luas. Perbedaan luasan lingkungan bermain
diduga menyebabkan perbedaan perkembangan motorik kasar. Terdapat asumsi
yang menyatakan bahwa anak desa memiliki keterampilan motorik kasar yang

2

lebih baik dari anak kota. Akan tetapi, belum ada data penelitian yang
membuktikan asumsi tersebut.
Kecamatan Sanden adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Bantul
yang masih memiliki lahan yang luas untuk anak-anak bermain. Berdasarkan situs
resmi Kabupaten Bantul, Kecamatan Sanden memiliki kepadatan penduduk 1.441
jiwa/km2. Selain itu, 41,4% penduduk Kecamatan Sanden adalah petani, sehingga
lahan pertanian masih luas. Keadaan desa tersebut memberikan kesempatan pada
anak-anak untuk bermain dengan aman di luar rumah. Anak-anak desa memiliki
kesempatan beraktivitas fisik motorik dengan teman-temannya di lapangan,
persawahan, perkebunan, pekarangan, dan sungai.
Berbeda dengan Kecamatan Sanden, Kecamatan Wirobrajan adalah salah
satu Kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki lahan sempit untuk anak-anak
bermain. Berdasarkan Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2011, Kecamatan
Wirobrajan memiliki kepadatan penduduk 14.144 jiwa/km2. Kecamatan
Wirobrajan memiliki sebagian besar perumahan yang padat, jalan raya yang
ramai, jalan kampung yang sempit, pertokoan, dan gedung. Keadaan kota tersebut
membuat anak kota memiliki lahan bermain yang lebih sempit dan tidak aman
untuk bermain di luar rumah.
Sekolah adalah lingkungan bermain anak selain di rumah. Fotini
Venetsanou dan Antonis Kambas (2010: 323) menyatakan bahwa anak-anak yang
bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) yang memiliki banyak ruang terbuka
untuk bermain, gedung olah raga, lapangan, dan tempat bermain memiliki

3

keterampilan motorik kasar yang lebih tinggi daripada anak-anak yang bersekolah
di TK yang memiliki ruang terbatas untuk olahraga dan bermain bebas.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 17 Februari 2015, TK PKK 106
Merten dan TK Pertiwi 12 Sorobayan yang berlokasi di Desa Gadingharjo dan
Gadingsari dalam wilayah Kecamatan Sanden berada dekat dengan lapangan dan
area persawahan. Adanya lapangan dan persawahan memberikan kesempatan
pada guru dan anak untuk melakukan aktivitas fisik motorik. Selain itu, sekolah
memiliki halaman yang cukup luas dan alat main outdoor untuk anak-anak
bermain. Pada saat istirahat, anak-anak bermain sepak bola, bersepeda, memanjat
pohon, dan bermain pada alat main outdoor.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 16 dan 28 Februari 2015, TK RK
Sindurejan dan TK ABA Kuncen I berlokasi di Jalan S. Parman dan Jalan HOS
Cokroaminoto terletak di Kecamatan Wirobrajan memiliki tempat bermain yang
sempit. Lokasi TK berada di dekat jalan raya, sekitar pertokoan, dan perumahan
padat penduduk. Anak-anak bermain di tempat yang sempit saat istirahat. Anakanak tidak bisa beraktivitas motorik kasar dan cenderung memilih permainan yang
hanya membutuhkan tempat yang sempit, seperti bermain alat main outdoor dan
bermain APE di dalam atau di luar kelas. Sebagian besar anak-anak diantarjemput oleh orangtua menggunakan kendaraan karena rumah anak jauh dari
rumah.
Anak yang bertempat tinggal dan bersekolah di desa memiliki lahan
bermain yang luas. Anak desa memiliki kesempatan yang luas untuk bermain dan
beraktivitas fisik, sehingga keterampilan motorik kasar anak desa dapat

4

berkembang dengan baik. Berbeda dengan anak desa, anak kota yang bertempat
tinggal dan bersekolah di kota memiliki lahan bermain yang sempit. Anak kota
memiliki ruang gerak yang sempit untuk bermain dan beraktivitas fisik, sehingga
anak kota memiliki keterampilan motorik kasar yang kurang baik.
Berdasarkan permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak desa
memiliki kesempatan untuk beraktivitas fisik motorik di lahan yang luas
dibandingkan dengan anak kota. Hal tersebut memunculkan asumsi bahwa
terdapat perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota dimana
anak desa lebih baik daripada anak kota. Belum ada penelitian yang membuktikan
asumsi tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
yang berjudul “Studi Komparasi Keterampilan Motorik Kasar antara Anak Desa
dan Kota Kelompok B”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Lahan bermain anak di desa diduga lebih luas daripada di kota sehingga anak
desa memiliki kesempatan beraktivitas fisik motorik lebih banyak daripada
anak kota.
2. Halaman TK desa lebih luas daripada halaman TK kota sehingga anak desa
memiliki kesempatan beraktivitas fisik motorik lebih banyak daripada anak
kota saat istirahat.

5

3. Perbedaan luasan lahan bermain di desa dan kota diduga menyebabkan
perbedaan perkembangan motorik kasar antara anak desa dan kota.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian ini lebih
difokuskan pada perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota
kelompok B meliputi berlari, melompat, melempar, dan menangkap.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat merumuskan
suatu permasalahan, yaitu “Apakah terdapat perbedaan keterampilan motorik
kasar antara anak desa dan kota kelompok B?”

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B.

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan paparan di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Menambah informasi tentang perbedaan keterampilan motorik kasar antara
anak desa dan kota kelompok B.

6

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam
rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi dari teori yang telah
ada.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pendidik sebagai bahan masukan dalam pembelajaran motorik kasar di TK. Hasil
penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi orangtua sebagai tambahan
pengetahuan tentang keterampilan motorik kasar saat anak berada di rumah.

G. Definisi Operasional
Menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan definisi
operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Keterampilan motorik kasar yang dimaksud dalam penelitian ini difokuskan
pada keterampilan motorik kasar dalam tahap gerak dasar. Kategori
keterampilan motorik kasar yang akan diteliti, yaitu lokomotor dan
manipulatif. Kategori lokomotor meliputi berlari dan melompat. Kategori
manipulatif meliputi melempar dan menangkap. Keterampilan motorik kasar
diukur menggunakan tahapan keterampilan berlari, melompat, melempar, dan
menangkap menurut Gallahue, Ozmun, dan Goodway (2012: 194, 205-206,
227, 235).
2. Anak desa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak-anak yang
bersekolah beralamat di daerah pedesaan. Anak kota yang dimaksud dalam

7

penelitian ini adalah anak-anak yang bersekolah dan beralamat di daerah kota
kecamatan.

8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Keterampilan Motorik Kasar
1. Pengertian keterampilan motorik kasar
Keterampilan motorik kasar (gross motor skill) meliputi keterampilan otototot besar lengan, kaki, dan batang tubuh, seperti berjalan dan melompat.
Perkembangan

fisik

pada

anak-anak

ditandai

dengan

berkembangnya

keterampilan motorik, baik kasar maupun halus (Desmita, 2007: 98). Otot kasar
atau otot besar ialah otot-otot badan yang tersusun dari otot lurik. Otot ini
berfungsi untuk melakukan gerakan dasar tubuh yang terkoordinasi oleh otak,
seperti berjalan, berlari, melompat, menendang, melempar, memukul, mendorong,
dan menarik. Oleh karena itu, gerakan tersebut dikenal dengan istilah gerakan
dasar (Slamet Suyanto, 2005: 50).
Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005: 117-118) menjabarkan bahwa
keterampilan gerak dasar biasa dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup.
Keterampilan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori, yaitu lokomotor,
nonlokomotor, dan manipulatif.
1) Keterampilan lokomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu
tempat ke tempat yang lain atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti
lompat dan loncat. Keterampilan gerak lainnya adalah berjalan, berlari,
skipping, melompat, meluncur, dan lari seperi kuda berlari (gallop).
2) Keterampilan nonlokomotor dilakukan di tempat, tanpa ada ruang gerak yang
memadai. Keterampilan nonlokomotor terdiri dari menekuk dan meregang,

9

mendorong dan menarik, mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar,
mengocok, melingkar, melambung, dan lain-lain.
3) Keterampilan manipulatif dikembangkan ketika anak menguasai macammacam obyek. Keterampilan manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan
kaki, tetapi bagian lain dari tubuh juga dapat digunakan. Manipulatif obyek
jauh lebih unggul daripada koordinasi mata-kaki dan tangan-mata. Bentukbentuk kemampuan manipulatif terdiri dari gerakan mendorong (melempar,
memukul, menendang), gerakan menerima (menangkap) obyek adalah
kemampuan penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan bola yang
terbuat dari bantalan karet (bola medisin) atau bola lain dan gerakan
memantul-mantulkan bola atau menggiring bola.
Dari beberapa penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa motorik kasar
adalah keterampilan gerak dasar yang melibatkan otot kasar untuk meningkatkan
kualitas hidup, seperti berjalan, berlari, melempar, menangkap, melompat, dan
keterampilan yang lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan motorik kasar
Mahendra (1998) dalam Sumantri (2005: 110-113) menjabarkan bahwa
faktor-faktor penentu keterampilan motorik kasar dibedakan menjadi tiga faktor
utama, yaitu:
a. Faktor proses belajar (learning process)
Proses belajar yang baik harus mendukung upaya pembelajaran pada
setiap anak atau peserta didik. Dalam hal pembelajaran motorik, proses belajar
yang harus diciptakan adalah dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang

10

digariskan oleh teori belajar yang diyakini kebenarannya serta dipilih berdasarkan
nilai manfaatnya, berbagai tanda serta langkah yang bisa menimbulkan berbagai
perubahan dalam perilaku anak ketika sedang belajar gerak motorik harus
diupayakan

kehadirannya.

Teori-teori

pembelajaran

mengarahkan

pada

pemahaman tentang metode pengembangan atau pembelajaran yang efektif,
apakah suatu kegiatan pengembangan cocok disampaikan dengan metode latihan
versus problem solving, atau metode pengembangan terprogram, semua
merupakan pola-pola yang akan mengarahkan pada pencapaian keterampilan
motorik.
b. Faktor pribadi (personal factor)
Setiap orang (pribadi) merupakan individu yang beda, baik dalam fisik,
mental sosial, maupun kemampuan-kemampuannya. Setiap manusia merupakan
individu-individu yang memiliki ciri, kemampuan, minat, kecenderungan, serta
bakat yang berbeda-beda. Jika hak tersebut terpenuhi maka kesuksesan seseorang
dalam menguasai sebuah keterampilan motorik banyak juga ditentukan oleh ciriciri atau kemampuan dan bakat dari masing-masing orang. Semakin baik
kemampuan dan bakat anak dalam keterampilan tertentu, maka akan semakin
mudah ia menguasai keterampilan yang dimaksud. Ini membuktikan bahwa faktor
pribadi merupakan faktor yang mempengaruhi penguasaan keterampilan motorik.
c. Faktor situasional (situasional factors)
Faktor situasional berhubungan dengan faktor lingkungan dan faktorfaktor lain yang mampu memberikan perubahan makna serta situasi pada kondisi
pembelajaran. Dalam faktor situasional ini termasuk faktor-faktor seperti tipe

11

tugas yang diberikan, peralatan yang digunakan termasuk media kegiatan
pembelajaran, dan kondisi sekitar saat pembelajaran dilangsungkan. Haywood dan
Getchell (2009: 244) menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki lahan bermain
yang sempit akan memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas fisik
dan melatih keterampilan motorik. Selain itu, Fotini Venetsanou dan Antonis
Kambas (2010: 323) menyatakan bahwa anak-anak yang bersekolah di TK yang
memiliki banyak ruang terbuka untuk bermain, gedung olah raga, lapangan, dan
tempat bermain memiliki keterampilan motorik kasar yang lebih tinggi daripada
anak-anak yang bersekolah di TK yang memiliki ruang terbatas untuk olahraga
dan bermain bebas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi perkembangan motorik anak usia dini yakni faktor proses belajar,
faktor pribadi, dan faktor situasional. Lingkungan merupakan salah satu faktor
situasional yang mempengaruhi perkembangan motorik anak.
3. Tahapan keterampilan motorik kasar
Gallahue, dkk. (2012: 49-55) menjabarkan bahwa tahapan keterampilan
motorik kasar yang dilalui manusia sebagai berikut:
a. Tahap gerak refleks (reflexive movement phase)
Tahap gerak refleks dialami oleh janin sampai bayi usia 1 tahun.
Gerak pertama yang dilakukan oleh bayi adalah gerak refleks. Refleks artinya
tidak sadar yang merupakan bentuk dasar dari tahap perkembangan motorik.
Melalui aktivitas refleks, bayi memasukkan informasi tentang lingkungan
paling dekat. Reaksi bayi terhadap sentuhan, cahaya, suara, dan perubahan

12

tekanan merupakan penyebab aktivitas gerak tak sadar. Refleks primitif pada
bayi, seperti refleks rooting, dan refleks menghisap merupakan mekanisme
untuk bertahan hidup. Refleks postural merupakan bentuk kedua dari gerak
tak sadar yang meliputi refleks melangkah dan refleks merangkak yang akan
menjadi gerak sadar nantinya.
b. Tahap gerak rudimentari (rudimentary movement phase)
Tahap gerak rudimentari (belum sempurna) terjadi pada bayi baru
lahir sampai usia 2 tahun. Gerak rudimentari merupakan bentuk pertama
gerak sadar. Gerak keseimbangan pada bayi saat mengontrol kepala, leher,
dan otot tubuh; aktivitas manipulatif meliputi meraih, memegang, dan
melepas; serta gerakan lokomotor meliputi merangkak dan berjalan.
c. Tahap gerak dasar (fundamental movement phase)
Tahap gerak dasar terjadi pada anak usia 2 sampai 7 tahun. Anak aktif
bereksplorasi dan memperoleh pengalaman melalui gerak tubuh. Pada tahap
ini, anak mengembangkan berbagai gerakan dari keseimbangan, lokomotor,
dan manipulatif. Anak-anak mengalami peningkatan kontrol gerakan yang
dibuktikan dari kemampuan anak menerima perubahan pada tugas tertentu.
Pola gerakan dasar merupakan pola dasar yang dapat dilihat. Aktivitas
lokomotor meliputi berlari dan melompat; aktivitas manipulatif meliputi
melempar dan menangkap; dan aktivitas keseimbangan meliputi berjalan di
papan titian dan berdiri dengan satu kaki merupakan contoh dari gerak dasar
yang berkembang di usia dini.

13

Subtahap permulaan (initial stage) terjadi pada anak usia 2 sampai 3
tahun. Karakteristik gerakan pada subtahap ini adalah beberapa bagian dari
rangkaian gerakan belum jelas, ditandai dengan keterbatasan atau melebihlebihkan penggunaan tubuh ketika bergerak, dan buruknya koordinasi dan
ritme gerakan. Emerging elementay stage terjadi pada anak usia 3 sampai 5
tahun. Pada subtahap ini, kontrol motorik dan koordinasi ritme gerakan
semakin meningkat. Proficient stage terjadi pada anak usia 5 sampai 7 tahun.
Subtahap ini ditandai dengan gerakan yang terkontrol, terkoordinasi, dan
efisien. Keterampilan gerak dasar telah matang.
d. Tahap gerak spesialisasi (specialized movement phase)
Tahap gerak spesialisasi terjadi pada usia 7 tahun ke atas. Selama
tahap ini, gerakan menjadi alat yang diaplikasikan pada berbagai gerakan
yang kompleks untuk aktivitas sehari-hari, rekreasi, dan olahraga. Tahap
gerak spesialisasi merupakan masa dimana keterampilan dasar dari
keseimbangan, lokomotor, dan manipulasi semakin halus, kompleks, dan
rumit yang digunakan pada situasi tertentu.
Transitional stage terjadi pada anak usia 7 sampai 10 tahun. Pada
subtahap ini, anak mulai menggabungkan dan mengaplikasikan keterampilan
gerak dasar untuk menunjukkan keterampilan spesilisasi pada olahraga dan
rekreasi. Berjalan di jembatan tali, lompat tali, dan bermain sepakbola
merupakan contoh dari subtahap ini. Application stage terjadi pada anak usia
11 sampai 13 tahun. Pada subtahap ini, kemampuan kognitif dan pengalaman
meningkat yang membuat individu belajar dan berpartisipasi mengambil

14

keputusan berdasarkan berbagai tugas, individual, dan lingkungan. Misalnya,
anak usia 12 tahun menyukai aktivitas kelompok dan mengaplikasikan
strategi pada suatu permainan yang menjadi alasan koordinasi dan
kelincahannya menjadi baik. Lifelong utilization stage terjadi pada anak usia
14 tahun sampai dewasa. Level performa seseorang dapat berkisar dari atlet
profesional dan olimpiade, olahraga rekreasi, dan keterampilan untuk
kehidupan sehari-hari yang sederhana.
E. Nuraeni (2003) dalam Sumantri (2005: 108-110) juga mengemukakan 4
kategori atau tingkat perkembangan keterampilan motorik, yaitu:
a. Tingkat 1
Pada tingkat terendah, refleks yang didominasi oleh keterampilan motorik
pada usia tiga sampai empat bulan pertama. Misalnya, reflek pertama adalah
reflek menggenggam terlihat saat menyentuhkan benda pada tangan bayi, reflek
menjejak terlihat saat memberdirikan bayi di lantai atau di atas meja. Reflekreflek pertama memberikan kesempatan kepada bayi untuk berinteraksi dengan
dunianya tetapi biasanya reflek ini akan menghilang pada usia empat bulan.
Meskipun respon yang didapat tidak diteliti secara langsung, beberapa ahli
percaya bahwa refleks ini melatih bagian mata, kepala, badan, dan paru-paru
untuk kepentingan refleks motorik.
b. Tingkat 2
Kegiatan bergerak termasuk berguling, merangkak, berdiri, berjalan
dengan bantuan dan berjalan tanpa bantuan adalah tingkatan selanjutnya.
Kemampuan bergerak ini biasanya muncul pada usia antara empat sampai

15

tigabelas bulan. Sekitar 85% sampai 90% bayi menunjukkan kemampuan ini pada
urutan kronologis yang sama. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, beberapa ahli
menyatakan bahwa bayi yang tidak memperlihatkan kemampuan gerak yang
“normal” memiliki resiko tinggi untuk kesulitan berjalan dan atau berbicara tapi
sangat sedikit bukti yang mendukung pernyataan ini.
c. Tingkat 3
Tingkat ketiga sering disebut keterampilan motorik dasar yang muncul
dari mulai akhir masa bayi sampai usia 6-7 tahun. Kemampuan bergerak pada
tingkat 3 seperti berlari, melompat, dan kontrol benda seperti melempar,
menangkap, memukul, menendang, dan memantulkan. Berjalan sebagai
keterampilan motorik terakhir juga dikategorikan sebagai salah satu keterampilan
motorik dasar. Penggunaan kata “dasar” menjelaskan bahwa kemampuankemampuan ini merupakan keterampilan awal untuk mempelajari hal lain
terutama kemampuan bergerak. Keterampilan motorik pada tiga tingkat pertama
kadang dikategorikan sebagai kemampuan phylogenetic (pengembangan suatu
makhluk) artinya merupakan hal yang biasa untuk semua makhluk.
d. Tingkat 4
Pada tingkatan teratas adalah keterampilan motorik khusus yang kadangkadang dikategorikan sebagai kemampuan ontogenetic (kemampuan individu)
karena kemampuan ini tidak ditunjukkan oleh semua orang tapi secara spesifik
yang mengarah pada kebutuhan dan minat seseorang. Ada banyak keterampilan
motorik khusus yang memiliki bentuk lebih spesifik dari keterampilan motorik
dasar. Misalnya, gaya melompat dan memukul pada saat servis di permainan voli.

16

Pada umumnya kemampuan tersebut dipelajari setelah keterampilan motorik dasar
didapatkan secara utuh dari mulai 6-7 tahun sampai seterusnya.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa anak kelompok B (5-7
tahun) masuk pada tahap gerak dasar (tingkat 3) dan akan memasuki tahap gerak
spesialisasi (tahap 4). Pada tahap gerak dasar, anak mengembangkan berbagai
gerakan dari keseimbangan, lokomotor, dan manipulatif.
4. Fungsi keterampilan motorik kasar
Hurlock (1978: 150) menjabarkan beberapa fungsi keterampilan motorik
kasar sebagai berikut:
a. Kesehatan yang baik
Kesehatan yang baik bergantung pada latihan motorik kasar. Hal tersebut
penting bagi perkembangan dan kebahagian anak. Apabila koordinasi motorik
sangat jelek dan prestasi anak berada di bawah standar teman sebayanya, maka
anak memperoleh kepuasaan yang sedikit dalam kegiatan fisik dan kurang
termotivasi untuk mengambil bagian dalam kegiatan fisik.
b. Katarsis emosional
Anak dapat melepaskan tenaga yang tertahan dan membebaskan tubuh dari
ketegangan, kegelisahan, dan keputusasaan melalui kegiatan fisik. Anak dapat
mengendurkan diri secara fisik dan psikologis.
c. Kemandirian
Semakin banyak anak melakukan sendiri, semakin besar kebahagiaan dan
rasa

percaya

dirinya.

Kebergantungan

ketidakmampuan diri.

17

menimbulkan

kekecewaan

dan

d. Hiburan diri
Pengendalian motorik memungkinkan anak berpartisipasi dalam kegiatan
yang akan membuat kesenangan baginya meskipun tidak ada teman sebaya.
e. Sosialisasi
Perkembangan motorik yang baik juga bermanfaat sebagai penerimaan
anak dan menyediakan kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial.
Keunggulan perkembangan motorik memungkinkan anak memainkan peran
kepemimpinan.
f. Konsep diri
Pengendalian motorik menimbulkan perasaan aman secara psikologis.
Rasa aman psikologis akan menimbulkan rasa percaya diri, sehingga
mempengaruhi perilaku anak.
Selain berbagai fungsi di atas, penguasaan keterampilan motorik kasar
dalam tahap gerak dasar mempunyai fungsi yang lain. Keterampilan gerak dasar
membantu anak untuk mengontrol tubuh, memanipulasi lingkungan, dan
membentuk keterampilan yang kompleks termasuk olahraga dan kegiatan rekreasi
lain. Keterampilan gerak dasar juga digunakan sebagai keterampilan yang
memungkinkan dalam aktivitas formal dan informal (bermain, olahraga dan
menari) di sekolah, di klub olahraga, di kelompok komunitas, dan di rumah
(Wafaa dan Ghaly, 2010: 466).
Anak-anak membangun pengetahuan untuk bergerak secara efektif dan
efisien. Berbagai keterampilan motorik kasar menjadi dasar dari keterampilan
olahraga dan tarian tertentu. Misalnya, anak-anak yang memiliki kesempatan yang

18

banyak latihan dalam menendang suatu obyek dengan berbagai ukuran, bentuk,
dan jarak. Anak akan mempunyai banyak pola gerakan menendang ketika anak
bermain sepak bola (Gallahue, dkk., 2012: 187).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi motorik kasar
adalah untuk mendukung perkembangan yang lain. Perkembangan fisik
berhubungan dengan kesehatan yang baik bagi anak. Perkembangan sosial
emosional meliputi katarsis emosi, kemandirian, dan sosialisasi dengan teman
sebaya. Perkembangan psikologis yang meliputi hiburan diri dan konsep diri.
Selain itu, keterampilan gerak dasar dapat menjadi pijakan untuk masuk pada
tahap gerak spesialisasi.
5. Keterampilan motorik kasar anak
Perkembangan motorik kasar anak usia 5-7 tahun masuk pada tahap gerak
dasar (fundamental movement phase). Pada tahap ini, anak-anak perlu menguasai
keterampilan gerak dasar yang meliputi keterampilan lokomotor dan keterampilan
manipulatif. Berikut penjelasan keterampilan gerak dasar yang perlu dikuasai
anak:
a. Keterampilan lokomotor
Gallahue, dkk. (2012: 223) dan Gabbard (2014: 290-301) menyatakan
keterampilan lokomotor meliputi berlari (running), melompat (horizontal
jumping), berjengket (hopping), skipping, leaping, galloping, dan sliding.
Keterampilan lokomotor yang dipilih dalam penelitian ini, yaitu keterampilan
berlari dan melompat. Berikut ini penjelasan dari keterampilan berlari dan
melompat.

19

1) Keterampilan berlari
Gallahue, dkk. (2012: 225) menyatakan bahwa berlari adalah gerak
lokomotor yang melibatkan badan condong ke depan dengan kaki bergerak
secara bergantian sebagai pijakan. Sumantri (2004: 75) menjabarkan
bahwa gerakan berlari merupakan perkembangan dari gerakan berjalan.
Gerakan dasar anggota tubuh pada saat berlari menyerupai gerakan
berjalan. Perbedaannya terletak pada irama ayunan langkah pada lari lebih
cepat dan saat-saat kedua kaki tidak menginjak tanah. Pada usia antara 5
sampai 6 tahun, keterampilan berlari pada umumnya sudah dikuasai oleh
anak, sehingga mampu menggunakan keterampilan berlari itu secara
efektif dalam aktivitas bermain.
Perkembangan keterampilan berlari menunjukkan 4 tahapan. Tahap
1 disebut juga dengan tahap permulaan atau initial stage. Keterampilan
berlari pada tahap permulaan menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) lengan
diangkat, (b) langkah kaki melebar ke samping dan pendek dengan lutut
diangkat tinggi, dan (c) kaki mendarat datar. Tahap 2 dan tahap 3 disebut
juga tahap menuju mahir atau emerging stage. Keterampilan berlari pada
tahap 2 menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) lengan diangkat setinggi pinggang
dan (b) badan tetap tegak. Tahap belari pada tahap 3 menunjukkan ciriciri, yaitu (a) gerakan tangan dan kaki bergerak berlawanan dan (b) lengan
lurus (Gallahue, dkk., 2012: 224-226)
Keterampilan berlari anak usia 5 sampai 7 tahun (kelompok B)
berada pada tahap 4. Tahap 4 pada keterampilan berlari merupakan tahap

20

mahir. Gallahue, dkk. (2012: 224-227) menyatakan bahwa keterampilan
berlari tahap 4 dapat dikuasai anak laki-laki sekitar usia 4 tahun dan anak
perempuan sekitar usia 5 tahun. Keterampilan berlari pada tahap 4
menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) kaki mendarat pada jari kaki atau tumit,
(b) tangan dan kaki bergerak berlawanan, (c) siku ditekuk, dan (d) badan
mulai condong ke depan sekitar 10o saat berlari untuk menambah kekuatan
dan kecepatan.

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Gambar 1. Tahapan keterampilan berlari menurut Gallahue, dkk. (2012: 226-227)
2) Keterampilan melompat (horizontal jumping)
Melompat adalah suatu gerak lokomotor yang melayang dan
mendarat menggunakan kedua kaki secara bersamaan. Melompat

21

merupakan keterampilan yang memerlukan kekuatan otot, koordinasi
berbagai anggota tubuh, dan keseimbangan dinamis. Ada tiga fase
melompat, yakni fase persiapan dimana posisi tubuh bersiap untuk
melompat; fase produksi kekuatan dimana tubuh menghasilkan kekuatan
yang diperlukan untuk melayang; dan fase penyelesaian dimana tubuh
mendarat dan mengurangi kekuatan (Gallahue, dkk., 2012: 233).
Perkembangan keterampilan melompat memiliki 4 tahapan. Tahap
1 pada keterampilan melompat disebut juga dengan tahap permulaan atau
initial stage. Keterampilan melompat pada tahap 1 menunjukkan ciri-ciri,
yaitu: (a) cenderung melompat secara vertikal daripada horisontal, (b)
lengan diayunkan ke belakang saat mendarat untuk mengerem, dan (c)
kaki tidak diluruskan saat melompat. Tahap 2 dan tahap 3 disebut juga
tahap menuju mahir atau emerging stage. Keterampilan melompat pada
tahap 2 menunjukkan ciri yakni lengan diayunkan seperti sayap (Gallahue,
dkk., 2012: 224).
Keterampilan melompat anak usia 5 sampai 7 (kelompok B) tahun
berada pada tahap 3. Gallahue, dkk. (2012: 234) menyatakan bahwa
keterampilan melompat tahap 3 dapat dikuasai anak laki-laki dan anak
perempuan sekitar usia 6 tahun. Pada tahap 3, anak melompat dengan ciriciri meliputi: (a) lengan diayunkan ke depan dengan siku berada di depan
badan, (b) lengan ditarik setinggi kepala, dan (c) kaki lurus saat melompat.
Keterampilan melompat tahap 4 disebut dengan tahap mahir (proficient

22

stage). Tahap ini memiliki ciri-ciri, yakni: (a) mengayunkan tangan sampai
di atas kepala dan (b) tangan dan kaki lurus saat melompat.

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Gambar 2. Tahapan keterampilan melompat menurut Gallahue, dkk. (2012: 235)
b. Keterampilan manipulatif
Gabbard (2014: 302-320) menyatakan keterampilan manipulatif
meliputi melempar (catching), melempar (throwing), menendang (kicking),
memukul (striking), memantul (dribbling), dan climbing. Gallahue, dkk.
(2012:

191)

menyatakan

bahwa

keterampilan

manipulatif

meliputi

menangkap (catching), melempar (throwing), menendang (kicking), punting,
dan memukul (striking). Keterampilan manipulatif yang dipilih dalam

23

penelitian ini, yaitu keterampilan melempar dan menangkap. Berikut ini
penjelasan beberapa keterampilan melempar dan menangkap.
1) Keterampilan melempar
Gallahue, dkk (2012: 191-192) menyatakan bahwa melempar
adalah gerak manipulatif kompleks yang melibatkan interaksi dari
koordinasi berbagai bagian tubuh untuk mentransfer kekuatan pada bola.
Sumantri (2004: 87) berpendapat bahwa melempar adalah gerakan
mengarahkan satu benda yang dipegang dengan cara mengayunkan
tangan ke arah tertentu. Gerakan ini dilakukan dengan menggunakan
kekuatan tangan dan lengan serta memerlukan koordinasi beberapa unsur
gerakan pada bahu, togok, dan kaki. Kemampuan melakukan gerakan
melempar akan terus berkembang dan pada usia 6-6,5 tahun bentuk
gerakan sudah baik.
Perkembangan keterampilan melempar memiliki 5 tahapan.
Tahap 1 pada keterampilan melempar disebut juga dengan tahap
permulaan atau initial stage. Tahap 1 ditujukkan pada anak usia 2-3
tahun. Keterampilan melempar pada tahap 1 menunjukkan ciri-ciri, yaitu:
(a) tangan mengayunkan bola secara vertikal, (b) kaki tidak bergerak, dan
(c) badan tidak berputar. Tahap 2 sampai tahap 4 disebut dengan tahap
menuju mahir (emerging stage). Keterampilan melempar tahap 2
menunjukkan ciri-ciri, yakni: (a) tangan mengayunkan bola secara
horisontal, (b) melempar seperti ketapel, serta (c) pinggul, badan, dan
bahu berputar (Gallahue, dkk., 2012: 192-193).

24

Pada tahap 3, gerakan melempar anak masih ipsilateral, yakni
badan bertumpu pada kaki dan tangan dengan sisi yang sama.
Keterampilan melempar anak usia 5 sampai 7 tahun (kelompok B) berada
pada tahap 4. Keterampilan melempar tahap 4 dapat dikuasai anak lakilaki dan anak perempuan sekitar 6,5 tahun. Pada tahap 4, gerakan
melempar sudah berubah menjadi kontralateral, yaitu melangkahkan kaki
yang berlawanan dengan tangan untuk melempar. Keterampilan
melempar tahap 5 disebut dengan tahap mahir (proficient stage). Ciri-ciri
tahap ini meliputi: (a) mengayunkan tangan seperti busur, dan (b)
gerakan melempar kontralateral (Gallahue, dkk., 2012: 192-193).

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5
Gambar 3. Tahapan keterampilan melempar menurut Gallahue, dkk. (2012: 194)

25

2) Keterampilan menangkap
Gallahue, dkk. (2012: 203) menyatakan menangkap adalah gerak
manipulatif yang bertujuan untuk mempertahankan kepemilikan terhadap
suatu objek. Sumantri (2004: 89) memaparkan bahwa keterampilan
menangkap berkembang sejalan dengan kemampuan anak untuk
menaksir kecepatan dan jarak benda yang akan ditangkap serta ketepatan
reaksi gerak tangan. Anak semakin mampu bergerak menyesuaikan
posisi tubuh dan tangannya sesuai dengan benda yang akan ditangkap.
Pada usia 5 sampai 6 tahun, gerakan menangkap semakin baik tetapi
untuk menguasai gerak ini dengan baik baru dicapai usia lebih kurang 6
tahun.
Perkembangan keterampilan menangkap memiliki 5 tahapan.
Pada tahap 1 sampai 3, menangkap menggunakan bola besar. Pada tahap
4 dan 5, menangkap menggunakan bola kecil. Keterampilan menangkap
tahap 1 disebut juga dengan tahap permulaan atau initial stage.
Keterampilan menangkap tahap 1 memiliki ciri-ciri, yaitu: (a) gerakan
tangan yang tertunda, (b) tangan lurus di depan badan lalu gerakan
menggayung bola ke dada, (c) kaki tidak bergerak (Gallahue, dkk., 2012:
192).
Tahap 2 sampai tahap 4 disebut dengan tahap menuju mahir atau
emerging stage. Ciri-ciri keterampilan menangkap pada tahap 2, yaitu:
(a) tangan melingkari bola, (b) bola dipeluk di dada, dan (c) kaki tidak
bergerak atau kaki bergerak satu langkah. Ciri-ciri menangkap tahap 3,

26

yakni: (a) tangan menangkap dari bawah bola dan (b) kaki bergerak satu
langkah untuk mendekati bola (Gallahue, dkk., 2012: 192).
Keterampilan menangkap anak usia 5 sampai 7 tahun (kelompok
B) berada pada tahap 4. Keterampilan menangkap tahap 4 dapat dikuasai
anak laki-laki sekitar usia 6 tahun dan anak perempuan sekitar 5 tahun.
Pada tahap 4, anak dapat menangkap bola dengan kedua tangan saja
apabila lemparan bola diarahkan pada badan anak (antara bahu sampai
pinggang). Anak kemungkinan tidak bisa menangkap bola apabila
lemparan bola diarahkan di luar badan anak. Selain itu, saat menangkap,
reaksi gerakan kaki anak hanya diam saja atau terbatas satu langkah saja
(Gallahue, dkk., 2012: 205).
Keterampilan menangkap tahap 5 disebut dengan tahap mahir
atau proficient stage. Anak dapat menguasai keterampilan menangkap
tahap 5 pada usia 76 bulan untuk perempuan dan 82 bulan untuk lakilaki. Ciri-ciri menangkap tahap 5, yakni: (a) dapat menggerakkan seluruh
badannya untuk menangkap bola dan (b) menangkap bola dengan kedua
tangan saja (Gallahue, dkk., 2012: 205).

27

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5

Gambar 4. Tahapan keterampilan menangkap menurut Gallahue, dkk.
(2012: 205-206)
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan lokomotor
yang dimaksud pada penelitian ini meliputi berlari dan melompat. Keterampilan
manipulatif yang dimaksud pada penelitian ini meliputi melempar dan
menangkap.
6. Penilaian keterampilan motorik kasar
Alat penilaian keterampilan motorik kasar dibagi dua jenis, yaitu
instrumen produk dan instrumen proses. Instrumen produk merupakan instrumen
motorik kasar secara kuantitatif, seperti seberapa jauh bola dilempar, seberapa
cepat berlari, seberapa berat beban yang diangkat. Instrumen proses merupakan
instrumen motorik kasar secara kualitatif yang berfokus pada bentuk, gaya, atau
28

gerakan anggota tubuh yang digunakan pada suatu keterampilan motorik kasar
(Gallahue, dkk., 2006: 423).
Gallahue, dkk., 2006: 424 menyatakan bahwa instrumen proses menjadi
pilihan yang baik digunakan untuk mengukur keterampilan motorik kasar pada
anak usia dini yang normal, sedangkan instrumen produk lebih cocok untuk
mengukur keterampilan motorik kasar orang dewasa. Penelitian ini menggunakan
instrumen proses yang cocok untuk mengukur keterampilan motorik kasar anak
usia dini. Inst

Dokumen yang terkait

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN KREATIF PADA ANAK KELOMPOK B Mengembangkan Kemampuan Motorik Kasar Melalui Permainan Kreatif Pada Anak Kelompok B TK Az Zahra Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun 2013/2014.

0 2 18

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN KREATIF PADA ANAK KELOMPOK B Mengembangkan Kemampuan Motorik Kasar Melalui Permainan Kreatif Pada Anak Kelompok B TK Az Zahra Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun 2013/2014.

0 3 8

PENINGKATAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN LEMPAR TANGKAP BOLA KELOMPOK B Peningkatan Motorik Kasar Anak Melalui Permainan Lempar Tangkap Bola Kelompok B TK ABA Pandes 1 Wedi Klaten Tahun 2012/2013.

1 1 14

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI STIMULASI GERAK BINATANG.

3 14 42

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN EGRANG BATHOK KELAPA PADA ANAK KELOMPOK B DI TK ABA BANJARHARJO II KALIBAWANG KULON PROGO.

2 2 212

UPAYA PENGEMBANGAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANAK KELOMPOK B MELALUI AKTIVITAS PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK DI TAMAN KANAK-KANAK ABA PATEHAN.

0 15 134

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI GERAK LOKOMOTOR PADA ANAK KELOMPOK B TK ABA GONDANG.

0 4 166

PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN ENGKLEK PADA ANAK KELOMPOK A TK PUSPASIWI 2 SLEMAN.

0 3 169

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR anak

0 1 9

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN EGRANG BATHOK KELAPA PADA ANAK KELOMPOK B TK KARTIKA IV-15

1 4 10