PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG TENTANG TIDAK DIPERBOLEHKANNYA GUGATAN NAFKAH MADIYYAH ANAK DALAM BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA.

PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG
TENTANG TIDAK DIPERBOLEHKANNYA GUGATAN NAFKAH

MA>D}IYYAH ANAK DALAM BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN
TUGAS DAN ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA

SKRIPSI
Oleh:
Robi’atul Adawiyah
C51211155

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal al-Syakhsiyyah
Surabaya
2015

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang
tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku pedoman
pelaksanaan tugas dan administrasi Peradilan Agama ini merupakan hasil penelitian

lapangan yang bertujuan untuk menjawab permasalahan bagaimana pandangan
hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah
ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama, dan bagaimana analisis yuridis terhadap pandangan hakim Pengadilan
Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak
dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.
Data penelitian disajikan dengan menggunakan metode deskriptif analisis untuk
menggambarkan dan menjelaskan data secara rinci dan sistematis segala fakta yang
dihadapi, kemudian dianalisis menggunakan pola pikir induktif yaitu menganalisis
data yang berangkat dari suatu yang bersifat khusus dan ditarik kesimpulan yang
bersifat umum. Dalam hal ini penulis meninjau data yang bersifat khusus yaitu
pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dengan menggunakan teori yang bersifat umum yaitu
kewajiban orang tua terhadap anak secara yuridis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pandangan hakim Pengadilan Agama
Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak terbagi
menjadi dua macam pendapat. Pendapat pertama adalah setuju, nafkah ma>d}iyyah
anak tetap tidak bisa dituntut secara mutlak karena lil intifa’ bukan lil tamlik.
Pendapat kedua adalah tidak setuju, nafkah ma>d}iyyah anak bisa dituntut karena
telah jelas diatur dalam perundang-undangan Indonesia bahwa ayah memiliki

kewajiban utama dalam menafkahi anak hingga dewasa dan belum ditemukannya
dalil al-Qur’an dan Hadis yang menyatakan nafkah anak adalah lil intifa’.
Secara yuridis pandangan hakim yang setuju dengan tidak diperbolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama kurang relevan dengan peraturan lainnya. Seperti
dalam pasal 41 UU Perkawinan dan pasal 156 Kompilasi Hukum Islam disebutkan
bahwa ayah tetap wajib menafkahi anak meskipun orang tua bercerai hingga anak
umur 21 tahun, sedangkan dalam pasal 13 dan 77 UU Perlindungan anak
menyebutkan bahwa anak berhak mendapat perlindungan dari hal penelantaran.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran bahwa masalah
nafkah ma>d}iyyah anak ini perlu dikaji secara mendalam. Adapun hakim diharapkan
dalam memutuskan perkara tidak hanya mengikuti peraturan Mahkamah Agung
yang ada, tetapi melihat fakta-fakta yang terjadi. Sehingga bisa lahir putusan yang
lebih relevan dengan keadaan saat ini dan adil bagi semua pihak.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iii
PENGESAHAN .................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TRANSLITERASI .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah........................................................................... 11
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 12
D. Kajian Pustaka ................................................................................... 13
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 15
F. Kegunaan Hasil Penelitian ................................................................. 16
G. Definisi Operasional .......................................................................... 17
H. Metode Penelitian .............................................................................. 18
I. Sistematika Pembahasan ................................................................... 22
BAB II NAFKAH ANAK DALAM FORMULASI YURIDIS
A. Pengertian dan Hak-hak Anak

1. Pengertian Anak ............................................................................ 24
2. Hak-hak Anak................................................................................ 27
B. Nafkah Ma>d}iyyah Anak
1. Pengertian Nafkah ......................................................................... 32

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Kadar Pemberian Nafkah .............................................................. 34
3. Gugurnya Pembayaran Nafkah ..................................................... 37
C. Konstruksi Hukum Nafkah Anak
1. Perspektif Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 .......... 39
2. Perspektif Kompilasi Hukum Islam .............................................. 43
3. Perspektif Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun
2002 ............................................................................................... 46

BAB

III


KETENTUAN NAFKAH MA>D}IYYAH ANAK DALAM
PERSPEKTIF REGULASI DAN HAKIM PENGADILAN
AGAMA MALANG

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Malang
1. Letak Geografis Pengadilan Agama Malang................................. 51
2. Wewenang Pengadilan Agama Malang ........................................ 52
3. Visi dan Misi Pengadilan Agama Malang .................................... 54
B. Peraturan Tidak Diperbolehkannya Gugatan Nafkah Ma>d}iyyah Anak
Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama
1. Latar Belakang Lahirnya Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama ..................................................... 55
2. Peraturan Tidak Diperbolehkannya Gugatan Nafkah Ma>d}iyyah
Anak .............................................................................................. 57
C. Pandangan Hakim Pengadilan Agama Malang tentang Tidak
Diperbolehkannya Gugatan Nafkah Ma>d}iyyah Anak Dalam Buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama .... 58


ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB IV ANALISIS YURIDIS PANDANGAN HAKIM PENGADILAN
AGAMA MALANG TENTANG TIDAK DIPERBOLEHKANNYA
GUGATAN NAFKAH MA>D}IYYAH ANAK DALAM BUKU
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN ADMINISTRASI
PERADILAN AGAMA
A. Analisis Terhadap Pandangan Hakim Pengadilan Agama Malang
Tentang Tidak Diperbolehkannya Gugatan Nafkah Ma>d}iyyah Anak
Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Adminisrasi
Peradilan Agama ................................................................................. 72
B. Analisis Yuridis terhadap Pandangan Hakim Pengadilan Agama
Malang Tentang Tidak Diperbolehkannya Gugatan Nafkah
Ma>di} yyah Anak Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama ........................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 86
B. Saran................................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term)
yang berasal dari bahasa Arab yang ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi
yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
Arab

Indonesia


Arab


‫ب‬

B

‫ظ‬

z}

‫ت‬

T

‫ع‬



‫ث‬

Th


‫غ‬

Gh

‫ج‬

J

‫ؼ‬

F

‫ح‬

h}

‫ؽ‬

Q


‫خ‬

Kh

‫ؾ‬

K

‫د‬

D

‫ؿ‬

L

‫ذ‬

Dh


‫ـ‬

M

‫ر‬

R

‫ف‬

N

‫ز‬

Z

‫ك‬

W

‫س‬

S

‫ق‬

H

‫ش‬

Sh

‫ء‬



‫ص‬

s}

‫ي‬

Y

‫ض‬

d}

‫أ‬

‫ط‬

Indonesia
t}

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers Disertations
(Chicago and London: The University of Chicago Press, 1987).
B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan Huruf Arab

Nama

َ‫ا‬
ِ‫ا‬

fath{ah

Indonesia
A

Kasrah

I

d}amah

U

‫ا‬

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah
tersebut berh}arakat sukun. Contoh: iqtid}a>’
2. Vokal Rangkap (diftong)
Tanda dan
Nama
Huruf Arab
‫ـَى‬
fath}ah dan alif
‫ـَو‬
fath}ah dan wawu
Contoh: bayna
:

maud}u>’

)‫(اقتضاء‬
Indonesia

Keterangan

Ay
Aw

a dan y
a dan w

(‫)بن‬
)‫(موضوع‬

3. Vokal Panjang (mad)
Tanda dan
Huruf Arab

Nama

Indonesia

Keterangan

‫ػ ػ ػ ػ ػػَا‬
‫ػ ػ ػ ػػِي‬

fath}ah dan alif

a>

a dan garis di atas

kasrah dan ya’

i>

i dan garis di atas

‫ػ ػ ػ ػ ػػُو‬

d}ammah dan wawu

u>

u dan garis di atas

Contoh: al-jama>’ah
: takhyi>r

)‫(اجماعة‬
(‫)خير‬

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

:yadu>ru

(‫)يدير‬

C. Ta>’ Marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta>’ marbut}ah ada dua:
1. Jika hidup (menjadi mud}a>f) transliterasinya adalah t.
2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh:

shari>’at al-Isla>m

)‫(شريعة ااساـ‬

:

shari>ah isla>mi>yah

)‫(شريعة إسامية‬

D. Penulisan Huruf Kapital
Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat
yang ditulis dengan transliterasi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan
yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama diri, tempat,
judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan sunatulla>h yang apabila dijalankan termasuk dalam
ibadah. Perkawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau
kontrak keperdataan biasa, akan tetapi mempunyai nilai ibadah. Oleh karena itu,
suami isteri dalam suatu perkawinan mempunyai tanggung jawab secara vertikal
kepada Tuhan Yang Maha Esa di samping mempunyai hak dan kewajiban secara
timbal balik antara suami dan isteri serta anak-anak yang lahir dalam
perkawinan.1
Namun dalam pergaulan antara suami isteri tidak jarang terjadi perselisihan
dan pertengkaran yang terus menerus, ataupun terdapat sebab-sebab lain yang
menyebabkan suatu perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, sedangkan
upaya-upaya damai yang dilakukan oleh kedua belah pihak maupun keluarga
tidak membawa hasil yang maksimal sehingga pada akhirnya jalan keluar yang
harus ditempuh tidak lain adalah perceraian.
Seperti halnya perkawinan yang menimbulkan hak dan kewajiban, perceraian
membawa akibat-akibat hukum bagi kedua belah pihak dan juga terhadap anakanak yang dilahirkan dalam perkawinan. Putusnya perkawinan karena perceraian
menurut pasal 149 Kompilasi Hukum Islam ada akibat hukum tersendiri bagi si
1

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 69.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

suami yaitu dengan munculnya kewajiban setelah menjatuhkan talak terhadap
isterinya, antara lain dengan memberikan muth’ah untuk menggembirakan bekas
istri, memberikan nafkah selama masa ‘iddah, melunasi mas kawin, dan
membayar nafkah untuk anak-anaknya.2
Sebagaimana diketahui bersama bahwa anak harus dinafkahi dengan baik
sesuai kemampuan orang tua, anak merupakan penerus bangsa yang mengemban
tugas bangsa yang belum terselesaikan oleh generasi-generasi sebelumnya.
Sebagai penerus cita-cita bangsa dan negara, anak harus dapat tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat rohani dan jasmani, cerdas,
bahagia, berpendidikan dan bermoral tinggi. Oleh karena itu anak harus
memperoleh kasih sayang, perlindungan, pembinaan, dan pengarahan yang
tepat.3
Hal tersebut juga terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:

ِ ‫ود لَه ِرْزقُه َن وكِسوتُه َن بِالْمعر‬
ِ
‫س إِاَ ُو ْس َع َها‬
ُ َ‫وف اَ تُ َكل‬
ُ ْ َ ُ َ ْ َ ُ ُ ُ‫َو َعلَى ال َْم ْول‬
ٌ ‫ف نَ ْف‬
Artinya: ‚Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.‛4
Bahwa nafkah bagi suami terhadap isteri dan anak adalah suatu kewajiban
yang harus dipenuhi. Terlebih orang tua terhadap anak-anaknya. Apabila seorang
suami menthalaq isterinya, sedangkan isteri itu mempunyai anak, maka isterinya
2

Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: USU Press, 1998), 26.
Djaman Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: CV. Thoha Putra, 2003), 97.
4
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu, 2005), 55.

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

itulah yang berhak mengasuh anak tersebut hingga berusia minimal tujuh tahun
dan mengenai biaya hidup (nafkah) si anak-anak dibebankan suami yang
menceraikannya sesuai dengan kemampuannya.5
Untuk menjamin kesejahteraan dan ketentraman anak terutama anak bawah
umur di Indonesia diberlakukan Undang-undang yang mengatur secara rinci
masalah h{ad{anah dan biaya pemeliharaan anak akibat perceraian untuk
memberikan perlindungan bagi masa depan anak. Seorang ayah mempunyai
kewajiban terhadap anaknya untuk mencukupi kebutuhan ekonomis, baik dalam
bentuk pangan, sandang, perumahan, dan kesehatan. Segala kebutuhan anak
termasuk biaya pendidikannya adalah menjadi tanggung jawab ayah menurut
kemampuannya.6
Menyadari demikian pentingnya anak dalam kedudukan keluarga, individu,
masyarakat, bangsa dan Negara maka Undang-undang telah mengatur hak-hak
anak misalnya dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang
No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 3 tahun
1997 Tentang Pengadilan Anak, dan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam dan berbagai peraturan perundang-undangan lain.
Demikian pula hak-hak anak diakui oleh sejumlah putusan pengadilan.7

5

Maftuh Asnan, dkk, Risalah Fiqh Wanita, (Surabaya: Terbit Terang, 2001), 381.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam, (Semarang: CV. Thoha Putra, 2005), 126.
7
Wirjono Projodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung : Sumur Bandung, 1984), 7.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Pada pasal 34 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
secara tegas menyebutkan bahwa suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya. Pasal ini memberi justifikasi bahwa kedudukan suami sebagai
kepala rumah tangga atau pemimpin bertanggung jawab memberikan nafkah atas
keluarganya, artinya ia bertanggung jawab memberikan jaminan terhadap
kebutuhan pihak-pihak yang berhak memperoleh nafkah yaitu istri dan anakanaknya, baik untuk keperluan rumah tangga, pemeliharaan anak maupun
pendidikan bagi anak sesuai dengan kemampuannya.8
Kehadiran anak itu sendiri dalam perkawinan menimbulkan hubungan hukum
antara anak dan orangtua. Hubungan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
antara orang tua dan anak. Kewajiban orang tua ini dapat dilihat dari ketentuan
dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang disebutkan dalam
pasal 45 ayat (1)bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anakanak mereka sebaik-baiknya. Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan bahwa
kewajiban orang tua dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun
perkawinan orang tua putus.9

8
9

M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, 68.
Tim Citra Umbara, Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Bandung:Citra
Umbara, 2012), 24.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Namun meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan
anak,

pada

kenyataannya

masih

banyak

anak

yang

tidak

beruntung

(disadvantaged children) dalam mencukupi kehidupannya. Sebagai salah satu
faktor

ketidak

beruntungan

anak

dalam

proses

pertumbuhan

dan

perkembangannya adalah tidak tercukupinya aspek rohani maupun aspek jasmani
berupa pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan yang layak bagi
anak. Hal ini diakibatkan adanya kelalaian seorang ayah dalam menafkahi
anaknya.10
Hal tersebut mencul sebagai sebuah masalah, kelalaian seorang ayah dalam
menafkahi anaknya ketika masih terikat dalam perkawinan ini memiliki dampak
yang luar biasa buruk untuk anak itu sendiri atau si ibu. Ibu disini harus
mengambil alih tugas secara keseluruhan urusan rumah tangga baik untuk
membiayai segala keperluan biaya anak atau merawat dan membesarkannya.Anak
disini juga sangat dirugikan karena tidak berhasil mendapatkan haknya sebagai
seorang anak, seperti mendapat pendidikan yang layak, kebutuhan sandang,
pangan, dan lain sebagainya.
Adanya kelalaian dalam memberikan nafkah merupakan permasalahan yang
sering terjadi dikalangan masyarakat. Terjadinya disebabkan kurangnya
kesadaran masyarakat tentang bagaimana pentingnya melaksanakan kewajiban
pemberian nafkah atau pihak yang berhak memperoleh nafkah juga kurang

10

Rina Wijayanti, Hak-hak Anak, (Jakarta: Sinar Pustaka, 2010), 39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

pengetahuannya tentang cara menuntut hak-haknya. Akibatnya, tidak sedikit
anak dan isteri yang terlantar begitu saja karena kelalaian suaminya.
Secara hukum, baik dalam hukum Islam maupun dalam hukum positif,
kewajiban untuk menafkahi keluarga (khususnya anak) merupakan kewajiban
primer seorang ayah.11 Terlebih dalam kultur masyarakat Indonesia yang sebagian
besar masih berciri patriarki dengan mengdepankan maskulinitas peran seorang
ayah, maka menjadi keniscayaan seorang ayah untuk menafkahi keluarga,
khususnya anak.12
Dengan beratnya beban ibu dalam menanggung semua kebutuhan keluarga
akibat seorang ayah yang lalai dalam menunaikan kewajibannya, maka hal
tersebut mendorong para ibu ketika terjadi sebuah perceraian untuk tidak lupa
melakukan gugatan kepada suaminya untuk membayar nafkah ma>d}iyyah (lampau)
anaknya karena dianggap nafkah tersebut adalah hutang yang harus dibayar. Akan
tetapi hal tersebut tidak bisa terpenuhi karena adanya peraturan yang melarang.
Mengenai masalah tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak
tersebut tercantum dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama Edisi Revisi 201013 yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung.
Peraturan Mahkamah Agung tersebut menjadi salah satu pedoman penting
dan menjadi patron para hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam
11

Tim Citra Umbara, Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawianan, 21.
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 13.
13
Buku yang diterbitkan Mahkamah Agung RI sebagai pedoman atau acuan bagi seluruh aparat
Peradilan Agama terutama para Hakim, Panitera dan Jurusita dalam melaksanakan tugas di bidang
administrasi peradilan dan teknis peradilan.
12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

memutuskan masalah salah satunya mengenai gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.
Adapun peraturan tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak
dalam buku berbunyi:‛ Nafkah anak merupakan kewajiban ayah, dalam hal ayah
tidak mampu, ibu berkewajiban untuk memberi nafkah anak (Pasal 41 huruf a dan
b Undang-undang No. 1 Tahun 1974). Oleh karena nafkah anak merupakan
kewajiban ayah dan ibu, maka nafkah lampau anak tidak boleh dituntut oleh isteri
sebagai hutang suami (tidak ada nafkah ma>d}iyyah anak)‛.14
Oleh karena itu, adanya peraturan Mahkamah Agung dalam buku tersebut
masih menjadi perdebatan di kalangan para hakim Pengadilan Agama khususnya
hakim Pengadilan Agama Malang. Adapun hakim Pengadilan Agama Malang
terdapat pro kontra tentang Peraturan Mahkamah Agung tersebut yang menolak
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak. Hal ini terjadi karena tidak adanya keterangan
jelas mengenai h}ujjah maupun peraturan perundang-undangan yang mendasari
Mahkamah Agung menetapkan hal tersebut. Dalam pertimbangan tersebut, h}ujjah
atau dalil tersebut tidak dinukil, sehingga masih menimbulkan pertanyaan di
kalangan hakim dan praktisi lainnya.15
Dalam sebuah Yurisprudensi MA No.608k/AG/2003 hanya dijelaskan bahwa
nafkah ma>d}iyyah anak yang tidak terbayarkan adalah lil intifa’ bukan lil tamlik,

14

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, buku 2,
edisi 2010, 223.
15
Musthofah, Wawancara, Malang, 29 Desember 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

sehingga tidak dapat digugat. Hal tersebutlah yang dijadikan alasan bagi hakim
yang setuju terhadap tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.16
Perdebatan terus berlanjut dikalangan para hakim karena terdapat sebab yang
lain, yaitu dalam Yurisprudensi MA No. 24k/AG/2003 dan Buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama tentang diperbolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah isteri. Meskipun kedua pihak sudah bercerai, istri
sebagai termohon berhak dan diperbolehkan untuk melakukan gugatan atas nafkah
yang tidak dipenuhi oleh pemohon (suami) yang disebut pula dengan nafkah

ma>d}iyyah (nafkah terhutang atau nafkah lampau).
Maka beberapa kalangan hakim beranggapan bahwa apabila gugatan nafkah

ma>d}iyyah isteri dapat dikabulkan maka gugatan nafkah ma>d}iyyah anak
seharusnya juga bisa dikabulkan. Karena sesungguhnya menafkahi anak adalah
hak kedua orang tua utamanya ayah hingga anak dewasa nanti. Hal tersebut
menjadikan dilema sendiri bagi para hakim untuk memutus perkara gugatan
nafkah ma>d}iyyah anak. Mereka beranggapan bahwa tidak diperbolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak sebagaimana dalam Buku Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Peradilan Agama tersebut tidak bisa diterapkan secara
mutlak tetapi melihat kondisi permasalahan yang terjadi.17
Selanjutnya muncul pendapat lain dari hakim yang mengatakan bahwa
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dapat dikabulkan jika ayah dengan sengaja
16
17

Ibid.
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

melalaikan membayar nafkah anak tersebut padahal ia dalam kondisi mampu
bahkan berlebih secara material dan moril. Pada kondisi demikian maka nurani
dan ijtihad hakim tersebut yang harus dilakukan. Akan tetapi di lain pihak,
Peraturan Mahkamah Agung juga merupakan salah satu sumber hukum yang
harus digunakan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Oleh karena itu,
dengan demikian bahwa ijtihad baru hakim untuk mengabulkan gugatan nafkah

ma>d}iyyah anak dianggap menyalahi Peraturan Mahkamah Agung yang tercantum
dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.18
Hakim adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman guna untuk
menegakkan keadilan. Dalam menjalankan tugasnya hakim terkadang menjadi
terompet Undang-undang dalam kasus hukum yang telah jelas ditentukan
sehingga hakim tinggal menerapkannya, tetapi pada saat yang lain hakim dituntut
untuk bisa menafsirkan Undang-undang dan berijtihad dengan kemampuannya
sendiri, yakni saat Undang-undang belum secara khusus mengatur atas kasus
tertentu.19 Penulis mengangkat tema tentang pandangan para hakim dikarenakan
hakim sebagai pelaku utama penegak hukum sehingga pendapat hakim dianggap
sangat penting.
Adapun alasan penulis dalam menentukan pandangan hakim Pengadilan
Agama Malang dikarenakan terjadinya pro kontra terhadap peraturan tidak

18
19

Ibid.
Wildan Sayuti, Etika Profesi Kode Etik Hakim, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
Mahkamah Agung, 2001), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Adapun sebelumnya
penulis telah melakukan observasi awal ke Pengadilan Agama Jombang untuk
mengetahui bagaimana pandangan hakim terhadap peraturan tersebut. Akan
tetapi, hasil dari observasi tersebut menyatakan hakim Pengadilan Agama
Jombang sebagian besar kontra dengan peraturan tersebut. Sehingga dengan ini
penulis lebih tertarik menggunakan perspektif pandangan hakim Pengadilan
Agama Malang karena adanya pro kontra dikalangan para hakim.
Berangkat dari pemahaman di atas, maka permasalahan tentang tidak
diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak perlu dikaji dan diteliti secara
mendalam dengan menggunakan perspektif pandangan para hakim di Pengadilan
Agama Malang. Mengingat Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama ini dijadikan sebagai acuan para hakim dalam mumutus perkara
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak. Adapun seorang hakim adalah pejabat yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur Undang-undang dan sesuai dengan
tugas dan wewenangnya yaitu menerima, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan padanya, termasuk juga hakimlah yang mengeluarkan sebuah
putusan nantinya.
Atas dasar itu, persoalan ini akan dijadikan bahan skripsi oleh penulis dengan
judul

‚Pandangan

Hakim

Pengadilan

Agama

Malang

Tentang

Tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Diperbolehkannya Gugatan Nafkah Ma>d}iyyah Anak Dalam buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama‛.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi yang dapat
dihimpun dalam penelitian ini adalah:
a. Pengertian nafkah ma>d}iyyah anak.
b. Dasar hukum nafkah ma>d}iyyah anak.
c. Kadar pemberian nafkah ma>d}iyyah anak.
d. Akibat tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.
e. Pandangan

hakim

Pengadilan

Agama

Malang

tentang

tidak

diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.
f. Analisis terhadap pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang
tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama
2. Batasan Masalah
Dalam suatu penelitian, sangat sulit untuk meneliti semua permasalahan
yang ada pada bidang yang diteliti, oleh karena itu setiap peneliti akan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

membatasi masalah yang akan diteliti, begitu juga halnya dengan penelitian
ini, yang akan diteliti hanya masalah-masalah tertentu saja.
Mengingat hal tersebut di atas, penulis perlu membatasi masalah yang
akan diteliti dengan tujuan agar penulis dapat mencapai sasaran penelitian
dan tidak terjadi kesimpang siuran dalam menafsirkan masalah yang ada.
Adapun masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah mengenai
pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama, dan analisis yuridis terhadap pandangan
hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan
nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama.

C. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di
atas, ada beberapa pokok permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi
ini, adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak
diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam Buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

2. Bagaimana analisis yuridis terhadap pandangan hakim Pengadilan Agama
Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam
Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan
gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang
mungkin pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya sehingga diharapkan tidak
ada pengulangan materi penelitian secara mutlak.
Sejauh penelitian penulis terhadap karya-karya ilmiah maupun laporan
penelitian, pembahasan tentang nafkah ma>d}iyyah anak ini belum banyak yang
menggunakannya untuk bahan penelitian. Adapun ada beberapa penelitian yang
berhubungan diantaranya adalah:
1. Anugrah Putra Adinugroho dengan skripsinya yang berjudul ‚Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Nafkah Lampau Karena Kelalaian Bekas Suami
(Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 1843/Pdt.G/2007/Pa.Jr)‛.
Pembahasan dalam skripsi ini adalah tentang ditolaknya gugatan pembayaran
nafkah lampau yang belum terbayarkan karena suami dianggap lalai di
Pengadilan Agama Jember. Putusan tersebut dianggap kurang tepat karena
meskipun pada prinsipnya dalam Yurisprudensi MA RI seorang istri tidak
diperbolehkan untuk menggugat nafkah lampau anak, akan tetapi penulis

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

berpendapat bahwa hal tersebut tidak bisa diterapkan secara mutlak.
Sehingga jika suami dianggap mampu maka nafkah tersebut bisa digugat
agar dibayar. Dalam skripsinya menyimpulkan bahwa putusan Pengadilan
Agama Jember Nomor: 1843/Pdt.G/2007/Pa.Jr dianggap kurang tepat.20
2. Skripsi yang ditulis oleh Vivine Aqurista Muji Lestari Tahun 2005 yang
berjudul ‛Gugatan Nafkah Terhutang dan Penyelesaiannya (Studi Kasus di
Pengadilan

Agama

Pasuruan

Tahun

2003)‛.

Dalam

penelitiannya

menjelaskan tentang deskripsi perkara nafkah terhutang baik nafkah isteri
atau anak pada tahun 2003 di PA Pasuruan dan bagaimana pelaksanaan
eksekusi atas perkara nafkah terhutang. Adapun dalam skripsinya
menghasilkan kesimpulan bahwa pelaksanaan eksekusi atas perkara nafkah
terhutang masih terjadi perbedaan dalam beberapa putusan, Hakim memiliki
pandangan yang berbeda-beda dalam memutuskan perkara karena belum
adanya peraturan yang mengatur dengan jelas.21
3. Ahmad Zuhdi Muhdlor dan Natsir Asnawi dalam artikel pendeknya yang
berjudul ‚Apakah nafkah ma>d}iyyah (lampau) anak yang tidak terbayarkan
mutlak lil intifa’? (Kajian Terhadap Kaidah yurisprudensi MA RI Nomor
608k/AG/2003)‛. Artikel ini menjelaskan tentang nafkah ma>d}iyyah anak
yang terdapat dalam kaidah Yurisprudensi MA RI Nomor 608k/AG/2003.
20

Anugrah Putra Adinugraha, ‚Gugatan Nafkah Lampau Karena Kelalaian Bekas Suami (Studi
Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 1843/Pdt.G/2007/Pa.Jr)‛ (Skripsi--Universitas Jember,
Jember, 2008).
21
Vivine Aqurista Muji Lestari, ‚Gugatan Nafkah Terhutang dan Penyelesainnya (Studi Kasus di
Pengadilan Agama Pasuruan 2003)‛ (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Adapun mereka mengkritisi bahwa Yurisprudensi MA RI Nomor
608k/AG/2003 ini masih perlu dikaji secara mendalam, karena tidak ada dalil
yang menjelaskannya.22
Adapun penelitian yang sedang penulis lakukan ini terkait tentang nafkah

ma>d}iyyah anak. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian penulis dengan
penelitian lainnya. Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya adalah Penelitian ini fokus terhadap adanya perbedaan
pandangan hakim Pegadilan Agama Malang tentang tidak dibolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak yang terdapat dalam Buku Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Adapun dari perbedaan pandangan
hakim tersebut kemudian oleh penulis akan dianalisa secara yuridis dengan
menggunakan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undangundang No. 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak dan Kompilasi Hukum Islam.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Malang
tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam Buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.

22

Zuhdi Muhdlor dan Natsir Asnawi,‚Apakah nafkah ma>d}iyyah(lampau) anak yang tidak terbayarkan
mutlak lil intifa’? (Kajian Terhadap Kaidah yurisprudensi MA RI Nomor 608k/AG/2003)‛, dalam
http://badilag.net/artikel/publikasi-nafkah-madliyah-anak.html, diakses pada 14 Nopember 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

2.

Untuk mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap pandangan hakim
Pengadilan Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah

ma>d}iyyah anak dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Aspek teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan atau referensi bagi

peneliti berikutnya dan dapat memberikan pengertian dan pemahaman serta
kesadaran yang kuat akan pentingnya pemberlakuan suatu hukum yang dapat
mengakomodir kesejahteraan masyarakat akan pemahaman terhadap nafkah

ma>d}iyyah anak serta menegakkan keadilan.
2.

Aspek praktis
Hasil penelitian ini dapat memperkaya wacana khususnya di bidang

hukum mengenai masalah nafkah ma>d}iyyah anak, dan dapat digunakan
sebagai pegangan selanjutnya. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan
dalam upaya mempertimbangkan dalam hal gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan arti dan maksud
dalam judul ini, maka perlu ditegaskan bahwa pengertian kata-kata yang terdapat
dalam judul ini adalah sebagai berikut:
1. Pandangan Hakim
Pendapat yang berdasar pada pengetahuan hakim-hakim di Pengadilan
Agama Malang terhadap tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah
anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama.
2. Gugatan
Suatu surat yang didalamnya mengandung sengketa dan memuat surat
gugatan tentang nafkah ma>d}iyyah anak.
3. Nafkah Ma>d}iyyah Anak
Nafkah lampau atau nafkah terhutang, yakni nafkah yang pada waktu
setelah terjadinya akad nikah tidak dibayarkan seorang ayah kepada anaknya.
Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tentang tidak
diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak terdapat dalam peraturan
Mahkamah Agung yang tercantum dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas
dan Administrasi Peradilan Agama Edisi 2010.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan skripsi ini
adalah bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam Buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.

H. Metode Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini termasuk penelitian lapangan (field

research), oleh karena itu data yang dikumpulkan merupakan data langsung dari
lapangan sebagai obyek penelitian yang bersumber dari pandangan hakim
Pengadilan Agama Malang. Adapun penulisan skripsi ini menggunakan metode
pembahasan sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi yang digunakan penelitian penulis adalah Pengadilan
Agama Malang.
2. Data yang dikumpulkan
Data yang dihimpun adalah data tentang :
a. Data yang terkait tentang pandangan hakim Pengadilan Agama Malang
tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.
b. Data yang terkait dasar hukum hakim Pengadilan Agama Malang tentang
tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.
3. Sumber Data
Sumber data adalah tempat di mana kita mendapatkan data, dalam
penelitian lapangan terdapat dua jenis sumber data yaitu:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari
objek penelitian oleh orang yang melakukan penelitian.23 Pada penelitian
kali ini, sumber data primernya adalah Hakim Pengadilan Agama Malang
dan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder diperoleh dari dokumen, catatan-catatan atau
tulisan yang berhubungan dengan masalah nafkah ma>d}iyyah anak seperti:
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
3) Kompilasi Hukum Islam.
4) Yurisprudensi Mahkamah Agung 2007.
4. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data tersebut digunakan teknik sebagai berikut:
a. Observasi24 yaitu suatu cara atau proses yang komplek dan dilakukan
secara sistematis, terencana, terarah untuk mengamati fenomena suatu
kelompok untuk mendapatkan suatu informasi untuk melanjutkan
penelitian. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di Pengadilan
Agama Malang.

23
24

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), 62
Moh. Nazhir, Metode Penelitian, (Bogor, Ghalia Indonesia,2005), 52.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

b. Wawancara (Interview)25 yaitu teknik memperoleh data dengan tanya
jawab langsung secara lisan. Adapun dalam penelitian ini dengan hakimhakim Pengadialan Agama Malang. Wawancara ini dilakukan dengan
pokok pertanyaan yang telah disiapkan kemudian dilanjutkan dengan
variasi wawancara guna memperoleh data yang diperlukan.
c. Dokumenter26 yaitu suatu cara untuk memperoleh data dari buku-buku,
catatan-catatan, ataupun dokumen yang berhubungan dengan penelitian.
Dalam hal ini yaitu nafkah ma>d}iyyah anak.
5. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan tahapan
sebagai berikut:
a.

Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi
kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan
serta relevansinya dengan permasalahan.27

b.

Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan
masalah.28

25

Ibid.
Ibid., 53.
27
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), 91.
28
Ibid.
26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

6. Teknik Analisis Data
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap baik dari lapangan
maupun dokumenter, tahap berikutnya adalah tahap analisis. Seperti halnya
teknik pengumpulan data, analisis data juga merupakan bagian yang penting
dalam penelitian, karena dengan menganalisis, data dapat diberi arti dan
makna yang jelas sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah dan
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini sesuai dengan arah studi yang dipilih maka teknik
analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode
yang menggambarkan dan menjelaskan data secara rinci dan sistematis
tentang pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak
diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak. Kemudian menggunakan
pola pikir induktif artinya menganalisis data yang berangkat dari suatu yang
bersifat khusus yaitu mengenai pandangan hakim Pengadilan Agama Malang
tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak lalu ditinjau
menggunakan ketentuan umum yakni kewajiban orang tua terhadap anak.
Adapun dalam analisisnya penulis menggunakan tinjauan yuridis yaitu
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-undang No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kompilasi Hukum Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

I. Sistematika Pembahasan
Secara umum, skripsi ini dibagi dalam lima bab. Dimana satu sama lain
saling berkaitan dan merupakan suatu sistem yang urut untuk mendapatkan suatu
kesimpulan dalam mendapatkan suatu kebenaran ilmiah. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua berisi landasan teori, yang terdiri dari tinjauan umum tentang
nafkah anak, meliputi tentang

pengertian anak, hak-hak anak, pengertian

nafkah, nafkah ma>d}iyyah (terhutang) anak, kadar pemberian nafkah, gugurnya
kewajiban membayar nafkah, kewajiban orang tua terhadap anak berdasarkan
Undang-undang No. 1 Tahun 1974, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, dan
berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak.
Bab ketiga memuat hasil temuan, yaitu tentang pandangan hakim Pengadilan
Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.
Bab ini terdiri dari deskripsi tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah
anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama, gambaran umum Pengadilan Agama Malang, yang meliputi letak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

geografis, wewenang, visi-misi, serta uraian pandangan hakim Pengadilan
Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya gugatan nafkah ma>d}iyyah anak.
Bab keempat merupakan bab yang membahas kajian analisis yuridis terhadap
pandangan hakim Pengadilan Agama Malang tentang tidak diperbolehkannya
gugatan nafkah ma>d}iyyah anak dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama.
Bab kelima adalah Penutup yang merupakan bagian akhir, terdiri atas
kesimpulan dari seluruh uraian skripsi ini yang selanjutnya diberikan saran-saran
agar para pembaca dapat mengambil manfaat dari pembahasan yang ada
didalamnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

BAB II
NAFKAH ANAK DALAM FORMULASI YURIDIS

A. Pengertian dan Hak-hak Anak
1. Pengertian Anak
Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan
kedua setelah ayah dan ibu. Sekalipun hasil dari hubungan yang tidak sah
secara kacamata hukum. Anak mengandung banyak arti apalagi bila kata anak
diikuti dengan kata lain misalnya anak turunan, anak kecil, anak sungai, anak
negeri, dan lain sebagainya.1 Anak adalah putra putri kehidupan, masa depan
bangsa dan Negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan agar dapat
berkembang mental dan spiritualnya secara maksimal.2
Pengertian anak dalam hukum perdata tidak diatur secara eksplisit.
Pengertian anak selalu dihubungkan dengan kedewasaan, sedangkan
kedewasaan tidak ada keseragaman dalam berbagai peraturan perundangundangan di Indonesia. Sedangkan definisi anak menurut Hukum yang
berlaku di Indonesia itu bervariasi menurut sudut pandang hukum itu
sendiri.3 Adapun diantaranya adalah:

1

Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, (Bandung: Grafika, 1992), 83.
Darwan Prints dalam Iman Jauhari, Hak-Hak Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Bangsa
Press, 2003), 80.
3
Soepomo, Hak dan Kewajiban Anak, (Bandung: Grafika, 2003), 33.
2

24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

a. Undang-Undang Indonesia
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) pasal 330 ayat 1
menyatakan bahwa anak adalah mereka yang belum mencapai umur
genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Sedangkan dalam Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 1 angka 5
menyebutkan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah
18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih
dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.4
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.5
Adapun Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak lugas mengatur
mengenai kapan seorang digolongkan sebagai anak. Adapun secara
tersirat dalam pasal 6 ayat 2 menyatakan bahwa syarat perkawinan bagi
seorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapat ijin orang tuanya,
dan pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa minimal usia anak dapat kawin
yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun.6

4

Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 17.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, 18.

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Di sisi lain, pasal 47 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
menyatakan bahwa anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum
melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama
mereka tidak mencabut kekuasaan orang tuanya. Sedangkan dalam Inpres
RI Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam mengenai batas
usia dewasa diatur dalam pasal 98 ayat 1 dinyatakan bahwa dewasa
adalah 21 tahun sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik dan mental
ataupun belum pernah melakukan perkawinan.7
Dari beberapa Undang-undang diatas, anak yang dimaksud dalam
pemberian nafkah ini adalah seseorang yang belum mencapai umur 21
tahun dan belum pernah menikah.8
b. Yurisprudensi Mahkamah Agung
Dalam yurisprudensi tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia,
tidak ada keseragaman mengenai batas kedewasaan, sebagai gambaran
dalam putusan Mahkamah Agung No. 53 K/SIP/152 tanggal 1 Juni 1955
dinyatakan bahwa 15 tahun dianggap telah dewasa untuk kasus yang
terjadi di wilayah Bali. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 601
K/SIP/1976, dinyatakan bahwa tanggal 18 November 1976 umur 20

7
8

Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1999), 18.
Ibid., 19.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

tahun dianggap telah dewasa untuk perkara yang terjadi di daerah
Jakarta.9
c. Hukum Kebiasaan (Hukum Adat dan Hukum Islam)
Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang
dianggap dewasa, Menurut penelitian Supomo tentang Hukum Perdata
adat di Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang
diukur dari segi: 1. Dapat bekerja sendiri, 2. Cakap untuk melakukan apa
yang di syaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung
jawab, 3. Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.10
Demikian pula dalam hukum Islam, batasan kedewasaan tidak
berdasarkan hitungan usia, tetapi sejak ada tanda-tanda perubahan
badaniah, baik bagi anak pria, demikian pula bagi anak wanita.11

2. Hak-Hak Anak
Dalam ajaran Islam, anak adalah amanah Allah kepada