Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Isi Unsur Kekerasan dalam Film 9 Naga T1 362004014 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan media massa saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, karena media massa mempunyai peranan menjadi penyampai informasi mengenai kejadian atau peristiwa baik yang telah terjadi di dalam maupun di luar negeri. Menurut Effendi (1993:24) ciri dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Pesan yang disampaikan oleh media massa melalui majalah, koran, tabloid, buku, televisi, radio, internet, dan film diterima secara serempak oleh khalayak luas yang jumlahnya ribuan bahkan puluhan juta.

Film berperan sebagai saran baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulunya serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lain kepada masyarakat umum. Menurut McQuail (1994:13) kehadiran film merupakan respon penemuan waktu luang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga. Film sebagai media massa memiliki kelebihan antara lain dalam hal jangkauan, realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Menurut McQuail (1994:14) film juga memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya menjangkau sekian banyak orang


(2)

dalam waktu singkat dan mampu memanipulasi kenyataan tanpa kehilangan kredibilitas.

Dewasa ini televisi sudah sangat diterima oleh masyarakat, dari segala kalangan. Media audio visual yang menampilkan berbagai tayangan ini telah menjadi sebuah kebutuhan, karena menyediakan dan memberikan berbagai informasi dan hiburan yang mudah di dapat. Secara sepintas, keberadaan televisi memang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat abad ke-21. Hampir semua informasi di berbagai kehidupan bisa diakomodasikan dalam satu media yang bernama televisi. Mulai dari peristiwa-peristiwa penting dalam dan luar negeri, bencana alam, analisis dari para pakar, hingga fenomena kemiskinan dan ketidakbecusan kinerja pemerintahan dapat diketahui masyarakat hanya dengan duduk-duduk dan sambil menyeruput kopi hangat di depan televisi.1

Dari tahun ke tahun TV menjadikan remaja sebagai target penonton yang penting. Ini terlihat dari maraknya program-program acara yang membidik remaja sebagai segmennya. Mulai dari kuis, penayangan film, video klip, infotainmen, reality show dan lain-lain. Diantara semuanya, sinetron remaja tampak cukup menonjol. Saat ini terdapat 11 stasiun televisi nasional. Siaran ini dapat dijangkau oleh rumah-rumah yang memiliki televisi di Indonesia.

1


(3)

Apabila setiap stasiun setiap harinya siaran selama 20 jam sehari maka pada saat ini setiap hari ditayangkan sekitar 220 jam acara telivisi nasional maupun lokal. Sinetron menjadi jenis tayangan yang paling menonjol dan paling tinggi frekuensi penayangannya dibandingkan acara lainnya.

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya tayangan sinetron yang ditampilkan hampir disetiap stasiun televisi swasta nasional. Kebanyakan sinetron yang ditayangkan, menceritakan kehidupan remaja yang kini menjadi andalan diberbagai stasiun nasional. Dengan keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai maka beberapa stasiun televisi merasa terdorong dengan menayangkan sinetron-sinetron remaja yang dianggap menjadi idola bagi pemirsa.2

Komunikasi memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan bagi manusia. Fungsi pemenuhan kebutuhan diantaranya : fungsi informasi, perdebatan dan diskusi, pendidikan memajukan kebudayaan, hiburan (entertainment) dan fungsi integrasi. Komunikasi dapat juga berfungsi seperti halnya yang dikemukakan oleh Rakhmat (2000) dalam bukunya Psikologi Komunikasi .

2


(4)

Dengan komunikasi kita dapat membentuk saling pengertian menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan dan melestarikan peradaban. Tetapi dengan komunikasi bisa saja menyuburkan perpecahan, dan menghidupkan permusuhan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan dan menghambat pemikiran (Rakhmat 2000 : vii) .

Dengan berkembangnya teknologi, sudah tentu akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatif, besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan teknologi tersebut sedangkan dampak positifnya, saat ini jarak bukanlah menjadi kendala lagi. Misalnya dengan menggunakan telepon kita tidak perlu menempuh jarak jauh untuk melakukan komunikasi. Perkembangan teknologi saat ini sangat memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan menggunakan teknologi itu sendiri.

Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk menghibur tetapi juga untuk informasi dan pendidikan. Dalam ceramah-ceramah informasi atau pendidikan kini banyak digunakan film sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan (Effendy, 1993 : 209). Saat ini film merupakan salah satu hiburan yang digemari oleh masyarakat, terutama para remaja. Film-film jaman sekarang selalu berusaha untuk memikat publik yang senang atau gemar film. Para pembuat film menyadari bahwa remaja adalah golongan publik yang lebih


(5)

suka berkumpul bersama teman-teman sebayaknya. Namun demikian dibuatlah film-film dengan cerita-cerita yang menarik para remaja.

Film dapat menyajikan pesan atau objek yang sebenarnya termasuk dramatisir secara audio visual dan unsur gerak (live) dalam waktu bersamaan (broadcast). Sifat yang audio visual tersebut menjadikan film mampu menyampaikan pesan verbal dan non verbal yang dapat dinikmati dalam suasana akrab, enak dan santai. Selain itu juga melalui sifat audio visual yang dimiliki film, bisa membuat apa yang ditampilkan dan apa yang didengar penonton dari sebuah cerita yang disajikan dalam setiap film terasa nyata serta seolah-olah cerita yang ditampilkan terjadi di depan mata para penonton.

Film atau sinetron yang tidak segan-segan menggambarkan kebebasan pergaulan muda-mudi, adegan-adegan seks antara lawan jenis yang tidak sepatutnya dilakukan oleh dua orang yang belum terikat tali perkawinan serta ciuman yang dilakukan ditempat-tempat umum memberikan wacana baru bagi budaya luhur bangsa kita. Dimana pada zaman dulu digambarkan pergaulan muda-mudinya, untuk bertemu di rumah saja membutuhkan prosedur yang sulit dari orang tua. Gambaran semacam ini, sekilas menjadi sebuah tontonan yang menarik, namun sadar ataupun tidak para penontonnya terutama para remaja yang menyaksikan tayangan dari film tersebut sedikitnya mempunyai keinginan untuk meniru apa yang dilihat.3

3


(6)

Film-film Indonesia yang sampai saat ini masih menggunakan budaya latah , hingga kini belum bisa berhenti. Misalnya salah satu film horor laku di pasaran, maka para pembuat film berlomba-lomba untuk membuat film horor lainnya. Namun sayangnya trend tersebut banyak segi negatifnya dari pada segi positifnya. Karena film yang sedang laku di pasaran adalah film-film dengan bumbu kekerasan, seks dan moral.4

Film-film yang hadir dibioskop-bioskop Indonesia serta yang beredar luas di masyarakat bukan saja film produksi dalam negeri tapi juga berasal dari luar negeri. Film-film impor yang notabene beredar juga dinegara kita, juga tidak segan-segan mengekspos kebebasan seksual, kecantikan identik dengan daya tarik fisikal dan seksualitas bukan tidak mungkin melahirkan impresi dan persepsi simplistik terhadap budaya barat sebagai biang keroknya kekosongan budaya adiluhung bangsa kita. Sementara lewat pelaziman (conditioning) yang terus-menerus, produk budaya barat dipandang masyarakat sebagai sesuatu yang sudah umum berlaku. Masyarakat pun tanpa risih menerimanya.5 Protes masyarakat menyangkut penayangan film-film yang dianggap tidak etis dan bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran malah tidak bergeming,

4

http://layarfilm.com/2009/01/03/9-naga/

5


(7)

karena itu tidak dapat diasingkan bila kehadiran film dan televisi berperan dalam menjelma warna buram budaya masyarakat karena daya simbolisme dari televisi telah berperan dalam menggiring manusia untuk memahami realitas menjadi dunia khayalan dan sebaliknya dunia khayalan seakan menjadi realitas. Menurut Esslin, film dan televisi berperan dalam menjelma warna buram budaya masyarakat karena daya simbolisme dari televisi dan film yang bisa mereduksi dan memanipulasi realitas menjadi cermin retak atau fragmen-fragmen tak utuh dari kehidupan (Fahmi, 1997:173). Lewat layar kecil yang berfungsi sebagai jendela dunia, para pemirsanya diarahkan untuk mendefinisikan situasi dengan kehendak elit pengelola informasi. Orang bertindak, mengambil keputusan, tidak berdasarkan realitas, tetapi berdasarkan makna yang diberikan kepada realitas itu (Mulyana dan Subandy, 1997:253).

Kisah dari suatu cerita dalam film memang menarik untuk disaksikan tapi apakah isi dari tayangan tersebut sesuai atau tidak perlu juga diperhatikan, sebab terkadang dalam tayangan film seringkali tersisip aspek kekerasan, seks maupun mistis didalamnya. Hal inilah yang membuat film saat ini banyak yang menuai kritik dari masyarakat yang pendahulu terhadap masa depan para remaja Indonesia. Aspek kekerasan aspek seksualitas dan aspek mistis merupakan aspek-aspek yang sering kali terkandung dalam film di Indonesia. Aspek kekerasan misalnya seringkali dalam tayangan yang ditampilkan memuat tayangan-tayangan kekerasan, hal yang ditakutkan nantinya adalah tayangan seperti ini oleh khalayak


(8)

dapat dinilai sebagai pendidikan kekerasan. Hingga tidak jarang saat ini seringkali ditemukan dalam lingkungan kita yang menirukan adegan kekerasan tersebut.

Dalam hal ini, penulis ingin meneliti dan menelaah film yang didalamnya mengandung unsur kekerasan yang ditampilkan dalam film produksi Reload Pictures dan bekerja sama dengan Sinema Art Picture yang berjudul 9 Naga . Film yang disutradarai Rudi Soedjarwao ini menceritakan tiga orang sahabat yang menjadi pembunuh bayaran. Tiga orang sahabat ini mempunyai masalah perekonomian masing-masing. Marwan sebagai kepala Gank yang selalu manawarkan pekerjaan sadis ini kepada kedua temannya Leni dan Doni. Karena kedua sahabatnya membutuhkan uang untuk keperluan sehari-hari, maka mereka ikut dengan Marwan.

Singkat kata, salah satu sahabat mereka tertembak oleh sahabatnya sendiri ketika terjadi perseturuan dengan polisi. Marwan mengira bahwa yang ia tembak adalah polisi, ternyata temannya sendiri. Marwan dan Leni langsung membuang mayat ke sungai yang biasanya mereka membuang mayat. Esok harinya, Marwan dan Leni bingung harus bilang apa dengan adiknya doni, Adi. Akhirnya Marwan memberanikan diri untuk datang ke kontrakan adik Adi. Pada waktu Marwan menceritakan kejadian sebenarnya, Adi marah dengan memukuli Marwan hingga babak belur. Marwan yang merasa bersalah, berkata kepada Adi, semua kebutuhannya akan ditanggung oleh Marwan.


(9)

Penulis memilih film 9 Naga sebagai objek penelitian bertema kekerasan ini memilikiaudience yang kebanyakan remaja. Alur cerita yang menjurus kepada kekerasan ini banyak dikritik dari para penontonnya. Untuk itu penulis yang peduli akan isi dari sebuah film, akan melakukan penelitian tentang isi film yang menyangkut kekerasan.

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati secara intensif dan melakukan perhitungan adegan kekerasan yang dimunculkan dalam film 9 Naga, lalu menganalisisnya dengan kategorisasi yang telah ditentukan. Dengan penelitian ini, pembaca dapat mengetahui kekerasan apa saja yang terdapat dalam film 9 Naga ini, frekuensi adegan kekerasan dan presentase kekerasannya. Selain itu, pembaca juga dapat mengetahui apakah film ini membawa pesan anti kekerasan ataukah mengumbar kekerasan. Dan kita juga dapat mengetahui apakah film ini membawa dampak positif atau negatif dilihat dari presentase adegan kekerasannya.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah merupakan penyimpangan dari apa yang seharusnya terjadi, penyimpangan antara teori dengan praktek, penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan, penyimpangan antara rencana dengan pelaksanaan, dan penyimpangan antara pengalaman masa lampau dengan yang terjadi sekarang. Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin menelaah tentang isi film yang menyangkut kekerasan yang ditampilkan dalam film 9 Naga . Dengan rumusan masalah sebagai berikut :


(10)

1.3 Persoalan Penelitian

1. Bagaimana kekerasan yang ditampilkan dalam film 9 Naga ?

2. Seberapa sering isi yang menyangkut kekerasan yang muncul dalam film 9 Naga ?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan adegan kekerasan yang digambarkan dalam film 9 Naga .

2. Mendeskripsikan seberapa sering isi adegan yang menyangkut kekerasan yang ditampilkan dalam film 9 Naga .

1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi khususnya di dunia perfilman serta lebih lanjut bermanfaat pula sebagai referensi dan bahan pembanding bagi peneliti selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih jelas mengenai isi dan kualitas film 9 Naga

1.6 Konseptualisasi dan Operasional Konsep

Konsep adalah abstraksi tentang obyek dan kegiatan (envent) yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena yang menarik perhatiannya (Sofian Efendi 1995 : 95).


(11)

1.6.1 Aras Pengukuran Konsep

Aras pengukuran konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1.6.1.1 Konsep yang digunakan 1. Kekerasan

Jika dalam film menampilkan adegan yang mengandung kekerasan, maka dapat berdampak negatif bagi penontonnya, terutama anak-anak dan remaja karena bukan tidak mungkin bagi mereka untuk meniru apa yang dilihat didalam film tersebut. Selain fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, dan hiburan, media massa diyakini merupakan salah satu agen sosialiasi dari nilai-nilai. Nilai itu bisa berupa ideologi, kapitalisme, demokratis, egaliter, maupun nilai-nilai yang berkonotasi kekerasan.

Kekerasan menurut Wignyosoebroto (1997) adalah:

Suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang lebih lemah (atau yang tengah dipandang berada dalam keadaan lebih lemah), berdasarkan kekuatan fisiknya yang superior, dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkannya rasa derita di pihak yang tengah menjadi obyek kekerasan itu. Namun, tak jarang pula tindak kekerasan ini terjadi sebagai bagian dari tindakan


(12)

manusia untuk tak lain dari pada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahankan lagi olehnya.

Lain halnya menurut Jack. D. Douglas dan Frances Chaput Walker (2002) yang mengartikan kekerasan sebagai:

Serangan dengan memukul (assult and battery) merupakan kategori hukum yang mengacu pada tindakan ilegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi aktual kekuatan fisik kepada orang lain. Serangan dengan memukul dan pembunuhan secara resmi dipandang sebagai tindakan individu meskipun tindakan tersebut dipengaruhi oleh tindakan kolektif. Tindakan individu-individu ini terjadi dalam konteks suatu kelompok, sebagaimana kekerasan kolektif (Santoso, 2002:24).

Menurut Yasraf Amir Piliang (2004:244), kekerasan juga diartikan sebagai satu perlakuan dengan cara pemaksaan, maka apa pun bentuk perlakuan di dalamnya melekat unsur-unsur pemaksaan, maka dapat dikatakan sebagai pelaku kekerasan.

Kekerasan bisa dilakukan secara fisik seperti melukai, membunuh dan sejenisnya, maupun hanya lewat kata-kata seperti mengumpat dan menghina, sebagai luapan rasa marah yang sudah mencapai puncaknya kepada orang lain atau obyek kekerasan tersebut. Hal senada diungkapkan Kompas (1993) dengan membagi kekerasan menjadi dua macam yaitu :


(13)

kekerasan berbentuk verbal (kata-kata) dan kekerasan berbentuk fisik (Joseph I. R. 1996).

Robert Baron mendefinisikan kekerasan sebagai tingkah laku individu baik secara fisik maupun secara verbal yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut, atau terhadap obyek-obyek lain (Koswara, 1988:5). Bagaimana kekerasan bisa terbentuk, teori belajar observasional, yang dikembangkan oleh Bandura dan kolega-koleganya cukup mampu menjawab pertanyaan diatas.

Kekerasan adalah yang biasa diterjemahkan dari violence. Violenceberkaitan erat dengan gabungan kata latin vis (daya, kekuatan) dan latus (yang berasal dari ferre, membawa) kemudian yang berarti membawa kekuatan (Windhu, 1992 : 62). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadaminta (1986), kekerasan diartikan sebagai sifat atau hal yang keras; kekuatan; paksaan. Sedangkan paksaan berarti tekanan, desakan yang keras. Kata-kata ini bersinonim dengan kata memperkosa yang berarti menundukan dengan kekerasan; menggahai; memaksa dengan kekerasan. Jadi, kekerasan berarti membawa kekuatan, paksaan dan tekanan.

Menurut Johan Galtung, kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan


(14)

mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya. Kata-kata kunci yang perlu diterangkan yaitu : aktual (nyata) dan potensial (mungkin), dibiarkan, serta diatasi atau disingkirkan. Dengan kata lain, bila potensial lebih tinggi dari yang aktual, ada kekerasan. Jadi, kekerasan disini didefinisikan sebagai penyebab perbedaan antara potensial dan yang aktual. Tingkat realisasi potensial ialah apa yang memang mungkin direalisasikan sesuai dengan tingkat wawasan, sumber daya dan kemajuan yang sudah dicapai pada jamannya.

Media massa diyakini sebagian besar kalangan telah dijadikan sebagai alat transformasi kekerasan. Artinya, media massa dapat mengajarkan kekerasan pada khalayaknya, sehingga secara tidak langsung dapat menuntun mereka kepada perilaku kekerasan sesungguhnya, yakni melalui imitasi dan identifikasi tindakan agresif si tokoh pahlawan.6

Menurut Windhu (1992 : 68) kekerasan dibagi dua hal yaitu: a) Kekerasan Fisik

Kekerasan yang menyebabkan tubuh manusia tersakiti secara jasmani bahkan bisa sampai pembunuhan. Disini jelas bahwa kemampuan somatis korban atau hilang sama sekali.

6


(15)

b) Kekerasan Psikologis

Kekerasan yang menyebabkan kemampuan jiwa (rohani) berkurang. Sama halnya dengan kebohongan, indoktrinasi, ancaman, tekanan yang dimaksudkan meredusir kemampuan mental atau otak.

2. Kategorisasi Kekerasan

Untuk mempermudah dalam penelitian ini, dibutuhkan suatu kategorisasi penelitian yang diambil dari definisi-definisi kekerasan diatas, yaitu :

1. Kekerasan ringan adalah tindakan seperti mendorong hingga jatuh, menyiku, menampar dan segala perbuatan yang menyebabkan korban, tidak berdaya, termasuk dalamnya perkelahian dalam latihan silat dan sejenisnya. 2. Ancaman dengan senjata tidak terbatas pada senjata tajam

ataupun senjata api, segala alat yang digunakan untuk menakut-nakuti lawan dikategorikan sebagai senjata. 3. Penganiayaan berat disini diartikan penganiayaan pada

lawan sehingga menyebabkan lawan tidak berdaya, berdarah, pingsan, hingga tewas.

4. Penembakan disini diartikan sebagai kegiatan baku tembak, ataupun menembak tanpa pihak lain balas menembak. Alat yang digunakan adalah senapan, pistol, atau alat sejenisnya.


(16)

5. Pengerusakan barang-barang disini bukan sekedar melempar sesuatu, tetapi termasuk akibat dari suatu yang berakibat rusaknya barang-brang (misalnya peledakan, kebakaran, membanting lawan pada meja sehingga mejanya rusak, membenturkan lawan pada dinding kaca sehingga kacanya pecah) dan lainnya.

6. Kekerasan dengan kata-kata disini bisa berbentuk umpatan, olok-olok, hinaan, serta perkataan yang menyebabkan lawan bicara tersinggung, emosi marah. Kategori-kategori diatas digunakan untuk kategorisasi dalam penelitian adegan kekerasan dalam film 9 Naga.7


(17)

Tabel 1.1 Operasional Konsep

1.6.1.2 Operasional Konsep

Variabel Dimensi Operasional

Jenis Kelamin Pria Tokoh yang secara visual mempunyai karakteristik atau sebutan sebagai pria.

Wanita Tokoh yang secara visual mempunyai karakteristik atau sebutan sebagai Wanita

Posisi Tokoh Utama Tokoh yang ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita, biasanya peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sikap terhadap diri tokoh atau perubahan pandangan penonton terhadap tokoh tersebut.

Pembantu Peran yang menggambarkan keberadaan seseorang dalam suatu cerita hanya berfungsi untuk membantu atau mendampingi keberadaan tokoh utama.

Bentuk Kekerasan

Fisik Memukul

 Menampar

 Mencekik

 Menendang

 Melempar barang ke tubuh

 Menginjak

 Melukai dengan tangan kosong/alat/senjata


(18)

 Membunuh

Psikologis Membentak

 Menyumpah

 Mengancam

 Merendahkan

 Memerintah

 Melecehkan

 Menguntit, dan

 Memata-matai

Lain-lain Bentuk kekerasan lain diluar kekerasan psikologi dan kekerasan fisik.

Ekspresi kekerasan

Verbal Memaki

 Menyindir

 Sumpah serapah

 Mengancam dan

 Mengeluarkan kata-kata kasar

Non Verbal Memukul

 Menendang

 Merampas

 Mendorong

 Menjambak

 Memperkosa

 Membunuh

 Menodong

 Memalak

 Mencekik

 Melempar


(19)

Sumber : YPMA, Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2009 (Hamantara) Gabungan Gabungan kekerasan verbal dan non verbal. Relasi antar

karakter

Bagaimana hubungan antar karakter yang terlibat dalam peristiwa seperti teman, saudara / sibling, orang tua - anak, kerabat, atasan, bawahan, dsb.


(1)

mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya. Kata-kata kunci yang perlu diterangkan yaitu : aktual (nyata) dan potensial (mungkin), dibiarkan, serta diatasi atau disingkirkan. Dengan kata lain, bila potensial lebih tinggi dari yang aktual, ada kekerasan. Jadi, kekerasan disini didefinisikan sebagai penyebab perbedaan antara potensial dan yang aktual. Tingkat realisasi potensial ialah apa yang memang mungkin direalisasikan sesuai dengan tingkat wawasan, sumber daya dan kemajuan yang sudah dicapai pada jamannya.

Media massa diyakini sebagian besar kalangan telah dijadikan sebagai alat transformasi kekerasan. Artinya, media massa dapat mengajarkan kekerasan pada khalayaknya, sehingga secara tidak langsung dapat menuntun mereka kepada perilaku kekerasan sesungguhnya, yakni melalui imitasi dan identifikasi tindakan agresif si tokoh pahlawan.6

Menurut Windhu (1992 : 68) kekerasan dibagi dua hal yaitu: a) Kekerasan Fisik

Kekerasan yang menyebabkan tubuh manusia tersakiti secara jasmani bahkan bisa sampai pembunuhan. Disini jelas bahwa kemampuan somatis korban atau hilang sama sekali.

6


(2)

b) Kekerasan Psikologis

Kekerasan yang menyebabkan kemampuan jiwa (rohani) berkurang. Sama halnya dengan kebohongan, indoktrinasi, ancaman, tekanan yang dimaksudkan meredusir kemampuan mental atau otak.

2. Kategorisasi Kekerasan

Untuk mempermudah dalam penelitian ini, dibutuhkan suatu kategorisasi penelitian yang diambil dari definisi-definisi kekerasan diatas, yaitu :

1. Kekerasan ringan adalah tindakan seperti mendorong hingga jatuh, menyiku, menampar dan segala perbuatan yang menyebabkan korban, tidak berdaya, termasuk dalamnya perkelahian dalam latihan silat dan sejenisnya. 2. Ancaman dengan senjata tidak terbatas pada senjata tajam

ataupun senjata api, segala alat yang digunakan untuk menakut-nakuti lawan dikategorikan sebagai senjata. 3. Penganiayaan berat disini diartikan penganiayaan pada

lawan sehingga menyebabkan lawan tidak berdaya, berdarah, pingsan, hingga tewas.

4. Penembakan disini diartikan sebagai kegiatan baku tembak, ataupun menembak tanpa pihak lain balas menembak. Alat yang digunakan adalah senapan, pistol, atau alat sejenisnya.


(3)

5. Pengerusakan barang-barang disini bukan sekedar melempar sesuatu, tetapi termasuk akibat dari suatu yang berakibat rusaknya barang-brang (misalnya peledakan, kebakaran, membanting lawan pada meja sehingga mejanya rusak, membenturkan lawan pada dinding kaca sehingga kacanya pecah) dan lainnya.

6. Kekerasan dengan kata-kata disini bisa berbentuk umpatan, olok-olok, hinaan, serta perkataan yang menyebabkan lawan bicara tersinggung, emosi marah. Kategori-kategori diatas digunakan untuk kategorisasi dalam penelitian adegan kekerasan dalam film 9 Naga.7

7


(4)

Tabel 1.1 Operasional Konsep

1.6.1.2 Operasional Konsep

Variabel Dimensi Operasional

Jenis Kelamin Pria Tokoh yang secara visual mempunyai karakteristik atau sebutan sebagai pria.

Wanita Tokoh yang secara visual mempunyai karakteristik atau sebutan sebagai Wanita

Posisi Tokoh Utama Tokoh yang ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita, biasanya peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sikap terhadap diri tokoh atau perubahan pandangan penonton terhadap tokoh tersebut.

Pembantu Peran yang menggambarkan keberadaan seseorang dalam suatu cerita hanya berfungsi untuk membantu atau mendampingi keberadaan tokoh utama.

Bentuk Kekerasan

Fisik Memukul

 Menampar

 Mencekik

 Menendang

 Melempar barang ke tubuh

 Menginjak

 Melukai dengan tangan kosong/alat/senjata


(5)

 Membunuh

Psikologis Membentak

 Menyumpah

 Mengancam

 Merendahkan

 Memerintah

 Melecehkan

 Menguntit, dan

 Memata-matai

Lain-lain Bentuk kekerasan lain diluar kekerasan psikologi dan kekerasan fisik.

Ekspresi kekerasan

Verbal Memaki

 Menyindir

 Sumpah serapah

 Mengancam dan

 Mengeluarkan kata-kata kasar

Non Verbal Memukul

 Menendang

 Merampas

 Mendorong

 Menjambak

 Memperkosa

 Membunuh

 Menodong

 Memalak

 Mencekik

 Melempar


(6)

Sumber : YPMA, Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2009 (Hamantara) Gabungan Gabungan kekerasan verbal dan non verbal. Relasi antar

karakter

Bagaimana hubungan antar karakter yang terlibat dalam peristiwa seperti teman, saudara / sibling, orang tua - anak, kerabat, atasan, bawahan, dsb.