Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Kekerasan terhadap Anak dalam Film “Elif” T1 362012086 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Berlakang Masalah
Media bukan lagi hal yang asing bagi kita, dan sudah menjadi bagian yang

melekat dalam kehidupan kita. Media memudahkan kita memperoleh informasi,
media mampu menggerakan emosi, menghibur, membentuk opini sekaligus
memberikan pengaruh yang kuat bagi kita. Bagi media, masyarakat dianggap
sebagai komoditas, karena semakin tinggi daya tarik khalayak terhadap media,
semakin tinggi pula rating serta keuntungan yang didapat. Daya tarik khalayak
inilah yang membuat industri media membuat produk–produk untuk menarik
perhatian khalayak demi memperoleh keuntungan yang besar, namun terkadang
melupakan hal – hal yang bersifat pelanggaran etika maupun moral, dan salah satu
yang produknya adalah film (Haryatmoko, 2007 : 9).
Dewasa ini film merupakan media yang sangat disukai oleh masyarakat,
karena

kehadirannya


sangat

menghibur.

Film

merupakan

aktualisasi

perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman film
mengalami perkembangan, baik dari teknologi yang digunakan maupun tema
yang diangkat. Bagaimanapun, film telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya
yang melatarbelakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog
antar tokoh dalam film. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang
sudah sangat dikenal. Dengan caranya sendiri, film memiliki kemampuan untuk
mengantar pesan secara unik, dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi
media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film
kartun, bintang televisi, film seri, serta lagu. Dalam perkembangan media
komunikasi massa sekarang ini, film menjadi salah satu media yang efektif untuk

menyampaikan pesan-pesan. Film berperan sebagai sarana modern yang
digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan dan
diakrabi oleh khalayak umum. Di samping itu film juga menyajikan cerita,

1

peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian lainnya kepada masyarakat umum
(Mc Quail, 2011 : 36).
Film sebagai salah satu jenis media massa yang menjadi saluran berbagai
macam gagasan, konsep, serta dapat memunculkan dampak dari penayangannya.
Ketika seseorang melihat sebuah film, maka pesan yang disampaikan oleh film
tersebut secara tidak langsung akan berperan dalam pembentukan persepsi
seseorang terhadap maksud pesan dalam film. Seorang pembuat film
merepresentasikan ide-ide yang kemudian dikonversikan dalam sistem tanda dan
lambang untuk mencapai efek yang diharapkan. Film tidak hanya sekedar refleksi
dari realitas. Sebaliknya, film merupakan representasi atau gambaran dari realitas,
film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode,
konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya (Sobur, 2001 : 127) .
Salah satu gambaran dari realitas yang berlaku di tengah masyarakat
adalah kekerasan. Gambaran dari realitas ini tercermin jelas dalam film-film yang

tengah beredar di masyarakat. Bisa dibilang hampir semua film mengandung
unsur kekerasan, bahkan film kartun pun sarat dengan adegan kekerasan. Salah
satu bentuk kekerasan yang kerap terjadi saat ini adalah kekerasan terhadap anak.
Dalam pemberitaan media massa kerap menunjukkan bahwa dewasa ini, anak
merupakan objek dari kekerasan. 1Sebagai contoh, kekerasan hingga berujung
pada kematian sebagaimana yang dialami oleh Anggeli di Bali beberapa waktu
silam. 2Kementerian Hukum dan HAM sendiri mencatat bahwa pada tahun 2014
sampai pada pertengahan tahun 2015 terjadi 919 kasus tindak kekerasan yang
sebagian besar korbannya tidak hanya perempuan tapi juga anak-anak.
Muatan-muatan seperti kekerasan, yang seharusnya tidak diperbolehkan
dalam sebuah film sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Perfilman maupun
peraturan yang dibuat KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Tetapi peraturan
tersebut tidak menjadikan beberapa pembuat film melakukan tanggung jawab
1

http://bali.tribunnews.com/2015/06/18/engeline. Di anduh pada 28 - 10 -2015.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/04/27/m34tjt-kasus-kdrt-meningkat.Di
anduh pada 28 - 10-2015).

2


2

tersebut. Pelanggaran-pelanggaran kekerasan ini ditampilkan tidak hanya berupa
bentuk non-verbal tetapi juga dari sisi verbal dalam sebuah film. Kekerasan
merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, perkataan kasar dan lainnya ) yang menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif
untuk melakukan perilaku yang merusak ( Haryatmoko, 2007 :126 ).
Apabila di dalam film menampilkan adegan yang mengandung kekerasan,
maka akan berdampak negatif bagi penontonnya, karena bukan tidak mungkin
bagi mereka untuk meniru apa yang dilihatnya dalam film. Perfilman di Indonesia
memiliki tendensi memproduksi serta menghadirkan film-film populer yang
bersifat komersial, sehingga banyak film yang mengesampingkan estetika dan
pesan moral yang hendak disampaikan. Kekerasan sering terjadi karena faktor
ketidaksenangan terhadap seseorang, serta dipicu oleh keadaan lingkungan
sekitar, namun melalui perkembangan teknologi yang semakin maju, kekerasan
bisa timbul di tengah masyarakat tidak hanya didorong oleh lingkungan sekitar,
tapi juga oleh media yang saat ini banyak menampilkan hal–hal yang bersifat
kekerasan, hal-hal yang dapat memicu terciptanya kekerasan dalam masyarakat (

Liliweri, 2011 : 889).
Elif, memang bukan sebuah film dengan tema action ataupun film dengan
tema yang menonjolkan adegan–adegan kekerasan. 3Film Elif merupakan serial
drama mengharukan, yang sarat akan konflik. Film yang mengisahkan tentang
perjalanan seorang gadis kecil cantik dan baik hati bernama Elif Simsek (Isabella
Damla) yang harus terpisah dari ibunya yang sedang sakit. Tak hanya itu, gadis
kecil yang lucu ini juga diburu oleh ayah tirinya Veysel Simsek (Hasan
Balliktas) yang ingin menjual Elif untuk membayar hutang-hutangnya karena
hobinya berjudi. Drama asal Turki ini memperoleh rating yang tinggi sejak awal
pemutarannya pada tanggal 15 juli 2014 lalu di salah satu stasiun televisi
Indonesia yang menayangkannya. Sekalipun film ini sudah berakhir, namun atas
permintaan penggemarnya kembali ditayangkan di SCTV setiap hari .
3

http://www.portalsinopsis.com/2015/07/sinopsis-film-elif-sctv-episode-101-183-tamat.html. Di
anduh pada 28-09-2015.

3

Sekalipun film ini merupakan sebuah drama, namun bila dicermati,

terdapat bentuk–bentuk atau muatan – muatan kekerasan di dalamnya, dan dimana
yang menjadi objek dari kekerasan dalam film ini adalah seorang gadis kecil
bernama “Elif”
Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang representasi kekerasan pada anak pada film ini. Untuk itu peneliti
menggunakan metode analisis semiotik sebagai alat analisis. Sebuah metode yang
mempelajari tentang tanda dan lambang. Penggunaan metode ini didasarkan atas
kenyataan bahwa film adalah suatu bentuk pesan komunikasi. Komunikasi sendiri
adalah suatu proses simbolik, yakni penggunaan lambang-lambang yang diberi
makna. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk
atau mewakili sesuatu lainnya berdasar kesepakatan bersama. Semiotika menaruh
perhatian pada apapun yang dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua
hal yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu
yang lain itu tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat
pada suatu waktu tertentu (Berger 2000:11-12).
Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya
tanda-tanda ikonis, yaitu tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Para semilog
memandang film, program televisi, poster, iklan dan bentuk lainnya sebagai
semacam teks linguistik. Dalam hal ini film bertugas untuk memperluas bahasa
(Barthes, 2007:53).

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kekerasan terhadap anak digambarkan pada film “Elif”?
1.3 Tujuan penelitian
Menjelaskan gambaran kekerasan terhadap anak pada film “Elif”

4

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1.Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah kajian pemikiran bagi
pengembangan

ilmu

komunikasi

terutama

berkaitan


dengan

pengembangan studi analisis semiotika.
1.4.2.Manfaat Praktis
Dapat digunakan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.
Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
kepada khalayak untuk lebih selektif dalam memilih film yang sesuai
dengan etika yang belaku di tengah masyarakat dan juga bagi dunia
perfilman indonesia agar memperhatikan etika-etika yang berlaku dalam
pembuatan suatu film.

5