Pengaruh pemberian infusa daun sirsak (Annona muricata L.) secara subkronis terhadap gambaran histologis lambung dan usus tikus - USD Repository

  

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS

LAMBUNG DAN USUS TIKUS

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Farmasi Diajukan oleh:

  E. Raras Pramudita Raharjaningtyas NIM : 098114040

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

Persetujuan Pembimbing

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS

LAMBUNG DAN USUS TIKUS

  Skripsi yang diajukan oleh :

  E. Raras Pramudita Raharjaningtyas NIM : 098114040 telah disetujui oleh:

  Pembimbing Utama Phebe Hendra Msi, PhD. Apt tanggal …………………………

  

Pengesahan Skripsi

Berjudul

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS

LAMBUNG DAN USUS TIKUS

  Oleh:

  E. Raras Pramudita Raharjaningtyas NIM: 098114040

  Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

  Universitas Sanata Dharma Pada tanggal:

  Mengetahui Fakultas Farmasi

  Universitas Sanata Dharma Dekan

  Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt Pembimbing Utama: Phebe Hendra Msi, PhD. Apt ………………………….

  Panitia Penguji: 1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.

  ………………………….

  2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.

  ………………………….

3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt ………………………….

  Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus Papa Gatot, Mama Anik, Adik Lukas Johanes Putra Wicaksono

  Pembimbing yang selalu mendampingi, Ibu Phebe Hendra Sahabat dan teman seperjuangan Almamaterku Universitas Sanata Dharma

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : E. Raras Pramudita Raharjaningtyas Nomor mahasiswa : 098114040

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

  

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS

LAMBUNG DAN USUS TIKUS

  Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 30 Mei 2013 Yang menyatakan

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

  Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

  Yogyakarta, 30 Mei 2013 Penulis

  E. Raras Pramudita Raharjaningtyas

  

PRAKATA

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat- Ny a sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis “Pengaruh pemberian infusa daun sirsak (Annona muricata L.) secara subkronis terhadap gambaran histologis lambung dan usus tikus”.

  Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan semangat dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Phebe Hendra Msi, PhD. Apt selaku Dosen Pembimbing yang selalu mendampingi dan mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

  3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang selalu memberikan perhatian, arahan, bimbingan dan masukan yang sangat berguna

  4. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji yang selalu membimbing dan memberikan masukan yang berguna.

  5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu kepada penulis.

  6. Teman-teman kelompok penelitian, Christiana Lambang Kristanti, Meitha Eryanti, Sr. Imelda Korbafo, Veronika Dita Ayuningtyas, Niken Ambar Sayekti, dan Apriliawati Galuh Ajeng, yang saling membantu dan memberi semangat hingga selesainya penulisan skripsi ini.

  7. Kepala dan Staff Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi serta Staff Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma, drh. Ari, Mas Heru, Mas Tedjo, Mas Kayat, Mas Wagiran, Mas Parjiman, Mas Andri, dan Mas Ratijo, yang selalu membantu peneliti dengan sabar.

  8. Kepala dan Staff Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Ibu Sitarina, Bapak Bambang, Ibu Asih, Bapak Yon, Bapak Ulik, dan Bapak Dwi, yang telah membantu dalam pembuatan serta diagnosis preparat histologis.

  9. Sahabatku Melantina Maria, Lucia Nino Widiasmoro Dewati, Felicita Noviani Tyas Utami, Felicita Devi, dan Ignatia Bintang, yang selalu mendengarkan keluh kesah dan memberikan semangat.

  10. Teman-teman angkatan 2009, khususnya kelas FSM A dan FKK A atas segala kebersamaan selama masa perkuliahan.

  11. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu dalam memberikan bantuan, baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

  Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR TABEL

  Halaman

  

  

  

  

  DAFTAR GAMBAR

  Halaman

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman

  

  

  

  

  

INTISARI

  Penelitian ini mengenai pengaruh perlakuan infusa daun sirsak (Annona

  

muricata L.) secara subkronis terhadap gambaran histologis lambung dan usus

  tikus. Tujuannya untuk mengungkap spektrum efek toksik infusa daun sirsak terhadap perubahan wujud struktural organ lambung dan usus tikus, kekerabatan dosis dengan efek toksik yang ditimbulkan dan sifat efek toksik.

  Penelitian menggunakan metode eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Lima puluh ekor tikus putih jantan dan betina galur

  

Sprague-Dawley dibagi secara acak dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok I

  merupakan kelompok kontrol aquadest dosis 8,333 mg/kgBB, kelompok II-V adalah kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis 108; 180; 301; 503 mg/kg BB tikus dengan pemberian sehari 1 kali selama 30 hari. Pada hari ke-31, 5 tikus dari tiap kelompok diambil secara acak, dikorbankan untuk diambil lambung dan ususnya, lalu dibuat preparat histologis dan anggota kelompok yang masih hidup diuji keterbalikan.

  Pemeriksaan histologis menunjukkan perlakuan infusa daun sirsak pada semua peringkat dosis tidak menimbulkan efek toksik pada perubahan struktural organ lambung dan usus tikus, serta tidak mempengaruhi absorpsi pakan dan minum. Tidak ada kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek toksik dan tidak dapat ditentukan keterbalikannya pada histologis lambung dan usus tikus karena tidak terjadi efek toksik pada perlakuan infusa daun sirsak.

  Kata kunci: daun sirsak, toksisitas, subkronis, lambung, usus

  

ABSTRACT

  This research is about treatment effect of soursop (Annona muricata L.) leaves infusa in subchronic against rat’s stomach and intestine histology. It aims to know the toxic effect spectrum soursop leaves infusa on rat’s stomach and intestine histology, the relation between dose and toxic effect which occured, and to evaluate the reversibility of toxic effect.

  The research conducted pure experimental with completely randomized one direction design. Fifty Sparaque-Dawley rat were devided randomly into five groups. Group I as aquadest control dose 8,333 mg/kgBB, group II-V were given infusa of soursop leaves doses 108; 180; 301; 503 mg/kgBB once a day for thirty

  st

  days, on the 31 , five rats from each group were taken randomly, its stomach and intestine were taken to be histological preparations. The other members of the group tested reversibility.

  Histological examination showed treatment infusa soursop leaves at all ranks doses do not cause toxic effects on structural changes of gastric and intestinal organs of rats, and do not affect the absorption of food and drink. There is no relationship between dose infusa soursop leaves with spectrum and toxic effects. It cannot be determined reversibility on gastric and intestinal histologic rats because toxic effects did not occur at the treatment infusa soursop leaves.

  Key Words : soursop leaves, toxicities, subchronic, stomach, intestine

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan

  penyakit telah menjadi budaya di masyarakat Indonesia. Beberapa tanaman obat telah terbukti secara empiris dengan perjalanan waktu yang lama untuk mengobati berbagai macam penyakit. Daun sirsak di masyarakat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit yaitu anti diare, rematologikal, anti neuralgik, antispasmodik, astringen, diabetes, hepatoprotektif terhadap karbontetraklorida dan asetaminofen, serta sebagai antikanker (Arthur, Woode, Terlabi, Larbie, 2011). Daun sirsak sebagai antikanker sedang populer di masyarakat saat ini. Dalam penggunaan di masyarakat sebagai antikanker, daun sirsak banyak dikonsumsi dalam bentuk rebusan dengan frekuensi lebih dari satu kali dan dalam jangka panjang sehingga perlu dilakukan serangkaian uji farmakologi dan toksisitas, salah satunya uji toksisitas subkronis.

  Uji toksisitas subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji toksisitas subkronis merupakan uji yang penting dalam penilaian ketoksikan suatu senyawa yang digunakan dalam jangka panjang. Parameter pengamatan dan pemeriksaan dalam uji toksisitas subkronis meliputi perubahan berat badan, asupan makanan, gejala-gejala klinis, pemeriksaan hematologi, pemeriksaan kimia darah, analisis urin, dan pemeriksaan histopatologi. Hasil uji toksisitas subkronis ini akan memberikan informasi tentang efek toksik senyawa uji dan organ-organ yang dipengaruhi (Donatus, 2001).

  Pada penelitian ini, daun sirsak yang diberikan dalam perlakuan dibuat dalam bentuk sediaan infusa. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Bentuk sediaan infusa lebih mendekati rebusan dan lebih mudah dibuat oleh masyarakat.

  Sediaan daun sirsak sebagai antikanker dikonsumsi secara oral dan dalam jangka panjang di masyarakat. Senyawa yang terkandung di dalam daun sirsak sebagian besar akan diabsorpsi di saluran pencernaan. Organ lambung dan usus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berfungsi untuk pencernaan dan penyerapan suatu senyawa di dalam tubuh. Fungsi lambung dan usus ini sangat penting bagi hidup suatu spesies sehingga muncul gagasan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek toksik infusa daun sirsak yang dikonsumsi dalam jangka panjang.

  Uji toksisitas subkronis pada penelitian ini untuk mengetahui efek toksik dan sifat efek toksik yang ditimbulkan akibat penggunaan infusa daun sirsak dalam jangka panjang dimana penekanan ditujukan untuk mengevaluasi spektrum efek toksik sediaan uji pada organ lambung dan usus yang berperan penting dalam pencernaan dan penyerapan suatu senyawa. Spektrum efek toksik yang diamati berupa perubahan wujud struktural karena menilai dari preparat histologis organ lambung dan usus.

  1. Permasalahan

  a. Apakah pemberian infusa daun sirsak secara subkronis bersifat toksik terhadap perubahan struktural lambung dan usus yang dinilai dari histologis lambung dan usus tikus?

  b. Adakah hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan efek toksisitas subkronis pada lambung dan usus? c. Apakah spektrum efek toksik infusa daun sirsak pada lambung dan usus tikus bersifat keterbalikan?

  2. Keaslian penelitian

  Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan daun sirsak adalah evaluation of acute and subchronic toxicity of Annona muricata L.

  

aqueous extract in animals (Arthur et al., 2011) dengan hasil yang menunjukkan

  bahwa A. muricata pada dosis lebih rendah menyebabkan hipoglikemik dan hipolipidemik dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal sampai gagal ginjal. Dosis tinggi juga bisa menyebabkan efek negatif pada fungsi rahim. Terjadi peningkatan yang signifikan berat organ relatif lambung pada tikus betina yang diberi ekstrak air daun sirsak dosis 1000 mg/kgBB. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya efek toksik pada lambung. Penelitian terhadap usus tidak dilakukan.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian dan pengobatan tradisional khususnya tentang daun sirsak.

  b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang toksisitas subkronis penggunaan infusa daun sirsak terhadap perubahan struktural lambung dan usus pada penggunaan jangka panjang.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek toksik subkronis terhadap perubahan wujud struktural lambung dan usus akibat pemakaian infusa daun sirsak.

  2. Tujuan khusus

  a. Mengungkapkan spektrum efek toksik sediaan uji terhadap perubahan wujud struktural organ lambung dan usus yang dilihat dari histologis lambung dan usus. b. Mengungkapkan kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek toksik yang terjadi.

  c. Mengevaluasi keterbalikan spektrum efek toksik infusa daun sirsak pada lambung dan usus tikus.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Daun Sirsak

  1. Sistematika tanaman

  Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Magnolidae Ordo : Magnoliales Famili : Genus : Spesies : Annona muricata L.

  (Plantamor, 2008).

  2. Morfologi

  Daun berbau, agak keras, rasa agak kelat. Daun tunggal, warna kehijauan sampai hijau kecoklatan, helaian daun seperti kulit, bentuk bundar panjang, lanset atau bundar telur terbalik, panjang helaian daun 6 cm sampai 18 cm, lebar 2 cm sampai 6 cm. Ujung daun meruncing pendek, pangkal daun runcing, tepi rata, panjang tangkai daun lebih kurang 0,7 cm. Permukaan licin agak mengkilat, tulang daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah (Departemen Kesehatan, 1989).

  3. Kandungan kimia

  Daun sirsak mengandung alkaloid seperti aporphine alkaloids anonaine,

  

isolaureline, xylopine, dan benzyltetrahydroisoquinoline alkaloid coclaurine

( Fofana, Ziyaev, Abdusamatov, Zakirov, 2011), saponin, flavonoid (Arthur et al.,

  2011), tanin, glikosida, dan annonaceous acetogenin (Gajalakshmi, Vijayalakshmi, Devi, 2012).

  4. Khasiat dan kegunaan

  Daun sirsak terdapat minyak esensial yang berguna untuk parasitidal, anti diare, rematologikal, dan anti neuralgik. Infusa daun mempunyai kemampuan antispasmodik, astringen, merawat diabetes dan lambung, serta penyakit kuning. Daun sirsak juga merupakan hepatoprotektif terhadap karbontetraklorida dan asetaminofen yang diinduksi kerusakan hati. Ektrak etanol daun sirsak merupakan antibakterial terhadap beberapa strain dari E. coli (Arthur et al., 2011), sebagai antinosiseptik dan anti inflamasi (Sousa, Vieria, Pinho, Yamamoto, Alves, 2010).

  Daun dan batang Annona muricata L. mempunyai sitotoksisitas (Amzu, 2011).

  5. Infusa daun sirsak

  Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Pembuatan infusa adalah dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90ºC sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Saring melalui kain flanel, tambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010).

B. Organ Pencernaan Panjang saluran pencernaan sekitar 9 m dan meluas dari mulut ke anus.

  Saluran ini melintasi rongga dada dan rongga perut masuk pada diafragma. Anus terletak di bagian inferior dari rongga panggul. Organ saluran pencernaan meliputi rongga mulut, faring, kerongkongan, lambung, usus kecil, dan usus besar (Fox, 2011).

  Fungsi dari sistem pencernaan adalah untuk memecah makanan untuk penyerapan ke dalam tubuh. Proses ini terjadi dalam lima tahap utama: menelan, fragmentasi, pencernaan, penyerapan dan pembuangan produk pencernaan. Proses pencernaan dimana makanan secara enzimatis dipecah menjadi molekul yang cukup kecil untuk diserap ke dalam sirkulasi (Young, 2006).

  Lapisan utama saluran pencernaan meliputi mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. Lapisan saluran pencernaan sering berupa lipatan melintang atau membujur (gambar 1). Lipatan ini berfungsi untuk perluasan lumen setelah makan dan meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan. Saluran membuka ke permukaan epitel yang membawa sekresi sel kelenjar yang terletak di mukosa dan submukosa (Martini, 1997).

  Lapisan yang mendasari jaringan ikat longgar disebut lamina propria. Lamina propria mengandung pembuluh darah, saraf sensorik, pembuluh limfatik, serabut otot polos, dan daerah yang tersebar jaringan limfatik. Di sebagian besar saluran pencernaan bagian terluar dari lamina propria adalah ban sempit dari otot polos dan serat elastis. Ban ini disebut muskularis mukosa. Serabut otot polos dalam muskularis mukosa disusun dalam dua lapisan tipis konsentris (gambar 1). Lapisan dalam mengelilingi lumen (yang otot melingkar), dan lapisan luar mengandung serat otot yang sejajar dengan panjang saluran tersebut (lapisan membujur). Kontraksi lapisan ini mengubah bentuk lumen dan menggerakkan epitel dan lipatan (Martini, 1997).

  Submukosa adalah lapisan jaringan ikat longgar yang mengelilingi mukosa muskularis. Pembuluh darah besar dan limfatik ditemukan di lapisan ini, dan di beberapa daerah submukosa juga mengandung kelenjar eksokrin yang mengeluarkan buffer dan enzim ke dalam lumen saluran pencernaan. Sepanjang batas luarnya, submukosa berisi jaringan serat saraf dan sel-sel saraf yang tersebar. Pleksus submukosa ini mengandung sel saraf sensorik, ganglia parasimpatis, dan serat posganglionik simpatis (gambar 1) (Martini, 1997).

  Pleksus submukosa terletak di sepanjang batas bagian dalam muskularis eksterna, yang didominasi oleh serat otot polos. Serabut otot polos dari muskularis eksterna terdiri dari bagian dalam yaitu lapisan melingkar dan luar yaitu lapisan membujur (gambar 1). Lapisan ini memainkan peran penting dalam pengolahan mekanik dan pergerakan material di sepanjang saluran pencernaan. Gerakan ini dikoordinasikan terutama oleh neuron dari pleksus mienterik. Jaringan ganglia parasimpatis dan serat posganglionik simpatis terletak terjepit di antara lapisan otot melingkar dan longitudinal. Stimulasi parasimpatis meningkatkan aktivitas otot, dan stimulasi simpatis mempromosikan relaksasi (Martini, 1997).

  Sepanjang bagian dari saluran pencernaan dalam rongga peritoneal, muskularis eksterna ditutupi serosa (gambar 1). Muskularis eksterna dari rongga mulut, faring, kerongkongan, dan rektum dikelilingi oleh jaringan padat serat kolagen yang menempel saluran pencernaan ke lapisan yang berdekatan. Jaringan ikat ini disebut adventitia (Martini, 1997).

  

Gambar 1. Histologi saluran pencernaan (Martini, 1997)

  Makanan masuk dari esofagus, dicernakan oleh sekresi lambung untuk membentuk kimus. Makanan lewat dari lambung ke dalam usus halus, tempat terjadinya kebanyakan pencernaan dan absorpsi bahan-bahan makanan. Kimus dinetralisir dan dicampur dengan enzim cerna pankreas dan bahan pengemulsi hati makanan yang tidak dicernakan mengalami dehidrasi dan dicampur dengan lendir. Feses keluar tubuh melalui rektum dan kanalis analis (Johnson, 1994).

1. Lambung

  Lambung adalah rongga seperti kantung berbentuk J yang terletak antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan perbedaan anatomik, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Bagian sfingter pilorus, yang bekerja sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus. (Sherwood, 2011).

  Sel epitel kolumnar terdapat seluruh bagian lambung. Epitel adalah lembaran sekretori yang menghasilkan mukus yang menutupi permukaan interior perut. Lapisan mukus memberikan perlindungan terhadap asam dan enzim dalam lumen lambung. Cekungan dangkal, disebut gastric pit, terbuka ke permukaan lambung (gambar 2) (Martini, 1997).

  Dalam fundus dan body lambung, masing-masing gastric pit berhubungan dengan beberapa kelenjar lambung sampai ke dalam lamina propria mendasarinya. Kelenjar lambung (gambar 2) merupakan kelenjar tubular bercabang yang didominasi oleh dua jenis sel sekretori: sel parietal dan sel chief.

  Bersama-sama mereka mengeluarkan sekitar 1500 mL jus lambung setiap hari (Martini, 1997).

  

Gambar 2. Penyusun dinding lambung (Martini, 1997)

  a. Mukosa Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang menekuk dengan kedalaman bervariasi ke dalam lamina propria, membentuk foveola gastrika

  (gastric pit). Ke dalam sumur-sumur ini bermuara kelenjar-kelenjar tubular bercabang (kardia, fundus, dan pilorus) yang khas bagi masing-masing daerah lambung (Junqueria, 1997). Lamina propria mengandung anyaman halus yang dibentuk oleh serat-serat kolagen dan retikulin dengan sedikit fibroblas atau sel retikuler (Leeson, 1996). Selapis otot polos, yaitu muskularis mukosa, memisahkan mukosa dari submukosa di bawahnya. Lapisan ini terdiri atas kelompok serat-serat longitudinal luar dan serat-serat sirkular dekat ke lumen (Junqueria, 1997).

  Berdasarkan perbedaan-perbedaan pada kelenjar dan sumur, dapat dibedakan tiga zona: 1) Kelenjar kardia

  Kelenjar kardia hanya terdapat pada daerah yang terletak 2 sampai 4 cm dari muara kardia. Sel-sel yang menyusun kelenjar terutama terdiri atas sel-sel penghasil mukus dan mirip dengan sel kardia esofagus tetapi juga terdapat sedikit sel parietal penghasil asam dan beberapa sel enteroendokrin (Leeson, 1996). 2) Kelenjar fundus

  Kelenjar mukosa fundus memiliki foveola yang menempati kurang dari seperempat dari ketebalan mukosa. Kelenjar ini terbagi menjadi tiga bagian: basal, leher dan ismus. Bagian basal terdiri dari sel-sel zimogen (mensekresi pepsinogen). Bagian ismus dari kelenjar mengandung sel parietal yang dominan (asam dan mensekresi faktor intrinsik). Bagian leher dari kelenjar fundus mengandung campuran sel zimogen dan parietal (Mills, 2007).

  3) Kelenjar pilorus Kelenjar pilorus pendek, biasanya berdiameter relatif lebar dan bergelung, sehingga kelenjar-kelenjar tersebut jarang terpotong memanjang. Terdapat sel parietal dan sel enteroendokrin yang menghasilkan hormon. Sebagian besar selnya terdiri atas sel-sel yang menghasilkan mukus (Leeson, 1996).

  Di lambung terdapat sel epitel lambung, yaitu : 1) Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)

  Epitel selapis silindris yang melapisi seluruh lambung juga meluas ke dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di kardia, di sebelah epitel berlapis esofagus, dan pada pilorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (Leeson, 1996).

  2) Sel zimogen (Chief cell) Sel zimogen merupakan sel utama pada bagian bawah kelenjar tubular dan memiliki semua ciri sel penghasil protein dan sel pengekspor. Granul yang terdapat dalam sitoplasmanya mengandung enzim pepsinogen yang tidak aktif. Bila pepsinogen tidak aktif dilepaskan dalam lingkungan asam lambung, maka proenzim dikonversi menjadi enzim proteolitik pepsin yang sangat aktif. Sel ini juga menghasilkan enzim lipase pada manusia (Junqueria, 1997). 3) Sel parietal (oksintik)

  Terutama terdapat dalam belahan atas kelenjar lambung, sel-sel parietal lebih jarang di bagian basal kelenjar. Mereka berbentuk bulat atau piramid.

  Ciri yang paling mencolok adalah kanalikuli intraseluler, berupa invaginasi permukaan yang dalam disertai mikrovili. Sel parietal menghasilkan HCl, KCl, sedikit elektrolit, dan faktor intrinsik lambung, yaitu suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B12 dan membantu absorpsi vitamin ini dalam usus halus (Junqueria, 1997).

  4) Sel mukus leher Sel ini berkelompok atau terdapat satu-satu di antara sel parietal di bagian leher kelenjar lambung, berbentuk tidak teratur, dengan inti di basal sel.

  Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan (Junqueria, 1997).

  5) Sel endokrin Sel ini berjumlah banyak, terutama di daerah antrum pilori dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida (Leeson, 1996).

  b. Submukosa Submukosa terletak antara muskularis mukosa dan muskularis eksterna dan juga membentuk inti dari rugae lambung. Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar, di mana serat elastis banyak ditemukan. Submukosa mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa dan saraf perifer dari pleksus submukosa (Mills, 2007).

  c. Muskularis Eksterna Muskularis eksterna dari lambung dibentuk oleh tiga lapisan otot polos, yaitu lapisan luar longitudinal, lapisan tengah sirkular, dan lapisan serong yang berbentuk lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus (Leeson, 1996).

  d. Serosa, tipis dan ditutupi oleh mesotel (Junqueria, 1997).

  Lambung melakukan fungsi utama :

  a. Menyimpan makanan yang masuk sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal (Sherwood, 2011).

  b. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai pencernaan protein (Sherwood, 2011).

  Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cairan kental yang dikenal sebagai kimus (Sherwood, 2011).

  Proses pencernaan yang berkaitan dengan lambung yaitu motilitas, sekresi, pencernaan dan penyerapan. Motilitas lambung ada empat aspek yaitu pengisian, penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan.

  a. Pengisian lambung Lambung dapat menampung peningkatan volume 20 kali lipat dengan tidak mengalami perubahan tegangan di dindingnya dan peningkatan tekanan intralambung (Sherwood, 2011).

  b. Makanan disimpan di korpus lambung Di fundus dan korpus gerakan mencampur berlangsung lemah, maka makanan yang disalurkan ke lambung dari esofagus disimpan di bagian korpus yang relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. (Sherwood, 2011). c. Pencampuran makanan berlangsung di antrum Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung untuk menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus maju menuju sfingter pilorus. Bila massa kimus antrum sedang, akan terdorong maju tetapi tidak dapat masuk ke duodenum karena tertahan di sfingter yang tertutup dan memantul balik ke dalam antrum, hanya untuk didorong kembali ke sfingter dan memantul balik oleh gelombang peristaltik baru. Gerakan maju mundur ini mencampur kimus secara merata (Sherwood, 2011).

  d. Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum Kontraksi peristaltik antrum juga berfungsi sebagai gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Faktor utama di lambung yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di lambung. Jika hal-hal lain setara maka lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sebanding dengan volume kimus (Sherwood, 2011).

  Faktor di lambung yang mendorong pengosongan lambung:

  a. Volume makanan Peregangan dinding lambung akibat makanan dapat meningkatkan aktivitas pompa pilori dan pada waktu yang sama menghambat pilorus (Guyton,

  2006).

  b. Hormon gastrin Gastrin berpotensi menyebabkan sekresi asam lambung yang tinggi oleh kelenjar lambung. Gastrin juga menstimulasi fungsi motorik pada lambung. Paling penting, hormon ini dapat meningkatkan aktivitas pompa pilori yang mendorong pengosongan lambung (Guyton, 2006).

  Meskipun lambung berpengaruh, namun faktor-faktor di duodenum sangat penting dalam mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat menunda pengosongan lambung dengan mengurangi aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengolah kimus (Sherwood, 2011).

  Faktor duodenum yang dapat menghambat pengosongan lambung: a. Efek inhibitor oleh refleks nervus enterogatric.

  Ketika makanan masuk ke duodenum, refleks nervus akan terinisiasi dari dinding duodenum kembali melewati lambung dengan lambat atau menghentikan pengosongan lambung jika volume kimus di duodenum terlalu banyak (Guyton, 2006).

  b.

   Hormonal Feedback

  Lemak yang masuk ke duodenum akan menstimulus pelepasan hormon inhibitor. Hormon ini akan dibawa oleh darah menuju lambung dan akan menghambat pompa pilori dan pada saat yang sama mengingkatkan kontraksi sfingter pilori (Guyton, 2006).

  Sekresi asam lambung dilakukan oleh sel parietal pada kelenjar lambung.

  Membran sel parietal mengekspresikan H -K ATPase yang merupakan transporter aktif primer sekresi HCl. Pada saat terstimulasi, jaringan

  tubulovaskuler yang terdapat H -K ATPase mengkarakterisasi sel. Saat diaktivasi, membran tubulovaskuler dan membran plasma membentuk membran kanalikuler dengan mikrovili. Hasilnya adalah peningkatan pada daerah membran apikal

  • dengan 50-100 lipatan dan insersi pompa H -K ATPase pada membran plasma.

  Hal ini menimbulkan sekresi HCl (McPhee, 2006).

    • H -K

  ATPase merupakan heterodimer dari subunit α dan β. H

  K ATPase memompa ion H dari sel melewati membran apikal dan bertukaran

  • dengan ion K . Tight junction antar sel mencegah masuknya ion H ke mukosa.
  • Ion K masuk ke dalam sel dan recycle ke lumen atau masuk cairan interstisial
    • - +

  melalui kanal K . Untuk mempertahankan elektronetralitas, ion Cl diekskresikan

  • secara pasif melewati membran apikal ke lumen melewati kanal Cl , membentuk
    • HCl. Sekresi ion H diproduksi oleh H O dan CO yang membentuk H CO .

  

2

  2

  2

  3

  Anhidrat karbon menghasilkan ion H untuk sekresi dan ion HCO

  3 . Ion Cl masuk

  • melawan gradien elektrokimia, diperantarai oleh efflux HCO

  3 menuruni gradien

  • elektrokimia. Sekresi HCO

  3 di darah membentuk pasangan alkalin yang dapat

  • menyebabkan alkalosis ketika H disekresi terlalu banyak (McPhee, 2006).

2. Usus halus

  Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan berlangsung. Usus halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara lambung dan usus besar (Sherwood, 2011).

  Setiap hari sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus mensekresikan ke dalam lumen sekitar 1,5 liter larutan cair garam dan mukus yang disebut sukus enterikus. Sekresi meningkat setelah makan sebagai respon terhadap stimulasi lokal mukosa usus halus oleh adanya kimus. Mukus di dalam sekresi berfungsi untuk melindungi dan melumasi. Selain itu, sekresi cair menyediakan banyak H

  2 O

  untuk berperan dalam pencernaan makanan oleh enzim. Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus ini. Usus halus memang mensintesis enzim pencernaan, tetapi enzim-enzim ini berfungsi di dalam membran brush border sel epitel yang melapisi bagian dalam lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen (Sherwood, 2011).

  Pencernaan lemak selesai di dalam lumen usus karena adanya enzim- enzim pankreas yang mereduksi lemak secara sempurna menjadi unit-unit monogliserida. Sedangkan pencernaan karbohidrat dan protein belum tuntas. Di permukaan luminal sel-sel epitel usus halus terdapat tonjolan-tonjolan khusus seperti rambut yaitu mikrovili, yang membentuk brush border. Membran plasma

  brush border mengandung tiga kategori enzim yang melekat ke membran : a. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim pankreas tripsinogen.

  b. Disakaridase (maltase, sukrase, dan laktase), yang menuntaskan pencernaan karbohidrat dengan menghidrolisis disakarida yang tersisa menjadi monosakarida konstituennya.

  c. Aminopeptidase, yang menghidrolisis fragmen-fragmen peptida kecil menjadi komponen-komponen asam aminonya sehingga pencernaan protein selesai. Karena itu, pencernaan karbohidrat dan protein dituntaskan di brush border (Sherwood, 2011).

  Usus halus dibagi menjadi tiga segmen, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum :

  

Gambar 3. Bagian-bagian usus halus (Martini, 1997)

  a. Duodenum Dinding duodenum terdiri dari empat lapisan: mukosa dengan epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa; submukosa dengan kelenjar mukosa duodenal; dua lapisan otot polos dari muskularis eksterna; dan serosa (Eroschenko, 2008).

  Duodenum mengandung banyak kelenjar mukus. Selain kriptus usus, submukosa mengandung kelenjar submukosa, juga dikenal sebagai kelenjar Brunner, yang menghasilkan banyak mukus (gambar 3). Mukus dihasilkan oleh kriptus dan kelenjar submukosa melindungi epitel dari asam yang datang dari lambung. Mukus juga mengandung buffer yang membantu meningkatkan pH kimus. Kelenjar submukosa paling banyak di bagian proksimal duodenum, dan jumlahnya menurun mendekati jejunum. pH kimus mulai 1-2 menjadi 7-8

  Kira-kira setengah jalan, duodenum menerima buffer dan enzim dari pankreas dan empedu dari hati. Dalam dinding duodenum, saluran empedu dari hati dan saluran pankreas dari pankreas bergabung pada otot yang disebut ampula duodenum. Ruangan ini membuka ke dalam lumen duodenum yaitu papila duodenum (Martini, 1997).

  b. Jejunum Jejunum memiliki vili yang lebih tinggi dan lebih sempit dan hanya terdapat sedikit kelenjar Brunner. Hampir seluruh sel yang menutupi vili adalah sel absorpsi permukaan yang terdapat brush border, dimana brush border tersebut dibentuk oleh mikrovili yang merupakan organel yang berfungsi untuk memperluas permukaan sehingga meningkatkan absorpsi molekul (Telser, 2007).

  c. Ileum Karakteristik ileum adalah nodulus agregasi atau bercak Peyer, setiap bercak terdiri atas agregasi (kelompokan) dari 10 atau lebih nodulus limfatikus.

  Kelompokan ini terletak di dalam dinding ileum berhadapan dengan tempat melekatnya mesenterium (Eroschenko, 2008).

  Lapisan-lapisan usus halus terdiri dari mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa: a. Mukosa usus halus

  Mukosa usus halus digambarkan seperti jari, vili usus (gambar 4). Vili usus ditutup oleh epitel kolumnar yang dilapisi dengan mikrovili. Jika usus halus adalah tabung dengan dinding halus, itu akan memiliki total absorpsi sekitar 0,33

  2

  m . Sebaliknya, epitel mengandung plika. Setiap plika mendukung vili, dan setiap vili ditutupi oleh sel-sel epitel permukaan yang mengandung mikrovili. Hal ini

  2 akan meningkatkan luas areal untuk penyerapan lebih dari 200 m (Martini, 1997).

  Inti dari vili merupakan perpanjangan dari lamina propria, yang berisi banyak fibroblas, sel-sel otot polos, limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, dan jaringan kapiler darah yang terletak tepat di bawah dari lamina basal epitel (Ross, 2006).

  

Gambar 5. Histologi dinding usus halus yang menunjukkan mukosa dengan karakterisasi

  Diantara sel-sel epitel kolumnar, sel goblet mengeluarkan mukus ke permukaan usus. Pada dasar vili ditemukan kriptus usus (gambar 5). Dekat dasar setiap kriptus, stem cell terus memproduksi generasi baru sel epitel. Proses ini berlangsung untuk memperbaharui permukaan epitel dan menambahkan enzim intraseluler ke kimus. Kriptus usus juga mengandung sel enteroendokrin yang bertanggung jawab untuk produksi beberapa hormon usus, termasuk kolesistokinin dan sekretin (Martini, 1997).

  Pada kelenjar usus halus terdapat stem cell, beberapa sel absorptif dan sel goblet, sel paneth, dan sel enteroendokrin 1) Sel absorptif adalah sel silindris tinggi, masing-masing dengan inti lonjong pada setengah bagian basal sel. Pada apeks sel terdapat lapis homogen disebut brush border. Brush border merupakan lapisan mikrovili yang berhimpit padat.

  2) Sel goblet tersebar di antara sel-sel absorptif. Sel ini menghasilkan glikoprotein asam yang berfungsi melindungi dan melumasi pelapis usus.

  3) Sel paneth di bagian basal kelenjar intestinal adalah sel serosa eksokrin dengan granul-granul sekresinya di bagian apeks sitoplasma.

  4) Sel M (lipatan mikro) adalah sel epitel khusus di atas folikel limfoid dari plak Peyeri. Sel-sel ini ditandai dengan banyak sekali sumur (pit) pada permukaan apikalnya dan invaginasi badan sel serta permukaan lateral oleh limfosit intraepitelial. Sel M dapat memasukkan antigen melalui endositosis dan memindahkannya ke sel limfoid di bawahnya, tempat dimulai respon imun terhadap antigen asing. Sel M memegang peranan penting dalam sistem imunologis intestinal. Permukaan mukosa saluran cerna yang sangat besar terpapar pada banyak mikroorganisme yang secara potensial invasif. Imunoglobulin sekretorik dari kelas IgA adalah pertahanan lapis pertama. Selain itu saluran cerna mengandung sel plasma yang mensekresi antibodi, makrofag, dan banyak sekali limfosit. Bersama- sama, sel-sel ini disebut sebagai jaringan limfatik usus (Gut-Associated

  Lymphatic Tissue/GALT ) (Junqueria, 1997).

  5) Sel enteroendokrin terdapat dalam kriptus dan vili dan mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi kandung empedu (Leeson, 1996).

  Lamina propria merupakan lapisan intermediet dari mukosa, mempunyai fungsi struktural dan imunologis. Lapisan ini terletak pada muskularis mukosa, mengelilingi kriptus, dan memanjang ke atas sebagai inti dari vili usus (Mills, 2007). Lamina propria setiap vili berisi jaringan luas kapiler yang membawa nutrisi yang diserap ke dalam sirkulasi portal hati. Selain kapiler dan ujung saraf, setiap vili berisi terminal limfatik disebut lakteal (gambar 4). Transportasi bahan lakteal tidak bisa masuk kapiler lokal. Bahan-bahan ini, seperti kompleks besar lipid-protein, dapat mencapai sirkulasi vena melalui saluran toraks (Martini, 1997).

  Muskularis mukosa adalah lapisan terluar atau batas mukosa, terdiri dari serat elastis dan otot polos, diatur dalam lapisan outer longitudinal dan inner

  

circular . Muskularis mukosa memberikan landasan struktural penting bagi

mukosa (Mills, 2007).

  b. Submukosa Antara mukosa muskularis dan muskularis eksterna adalah lapisan submukosa, terdiri dari jaringan longgar, seperti sarang lebah dari serat kolagen dan elastis dan terkait fibroblas. Submukosa tersebar, banyak terjadi migrasi sel (contohnya histiosit, limfoid, sel plasma, dan sel mast) dan jaringan adiposa (Mills, 2007).

  c. Muskularis eksterna Muskularis eksterna atau muskularis propria adalah lapisan otot polos bagian luar yang tebal dan mengelilingi lapisan submukosa. Lapisan ini ditutupi oleh jaringan konektif subserosal dan di sebagian besar tempat ditutupi oleh serosa (Mills, 2007).