Toksisitas subkronis infusa daun Annona muricata L. terhadap kadar SGOT darah dan histologis jantung tikus.

(1)

TOKSISITAS SUBKRONIS INFUSA DAUN Annona muricata L. TERHADAP KADAR SGOT DARAH DAN HISTOLOGIS JANTUNG

TIKUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Apriliawati Galuh Ajeng

NIM : 098114094

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

TOKSISITAS SUBKRONIS INFUSA DAUN Annona muricata L. TERHADAP KADAR SGOT DARAH DAN HISTOLOGIS JANTUNG

TIKUS

Skripsi yang diajukan oleh : Apriliawati Galuh Ajeng

NIM : 098114094

telah disetujui oleh:

Pembimbing

Phebe Hendra M.Si., PhD. Apt tanggal 30 Mei 2013


(3)

iii


(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Life is a series of natural and spontaneous changes. Don't resist them - that only creates sorrow. Let reality be reality. Let things flow naturally

forward in whatever way they like.

- Lao Tzu -

As your faith is strengthened you will find that there is no longer the need to have a sense of control, that things will flow as they will, and

that you will flow with them, to your great delight and benefit. -Emmanuel Teney-

If you can dream about it, you can achieve it.

“Jika anda mencintai hidup, apapun halangannya pasti

ada jawaban”

— Deddy Cobuzier

Kupersembahkan karyaku untuk: Tuhan Yesus Kristus Ayah (alm.) dan ibu, sebagai ungkapan terima kasih dan bakti Kakak-kakak dan adik yang tersayang Agustinus Riki Aribowo, teman dalam suka dan duka Para sahabat dan teman seperjuangan Almamaterku Universitas Sanata Dharma


(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 30 Mei 2013 Penulis


(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Apriliawati Galuh Ajeng

Nomor mahasiswa : 098114094

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

TOKSISITAS SUBKRONIS INFUSA DAUN Annona muricata L. TERHADAP KADAR SGOT DARAH DAN HISTOLOGIS JANTUNG

TIKUS

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 30 Mei 2013 Yang menyatakan


(7)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis “Toksisitas Subkronis Infusa Daun Annona muricata L. terhadap Kadar SGOT Darah dan Histologis Jantung Tikus” sehingga dapat dikerjakan dengan baik.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan semangat dari berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Phebe Hendra M. Si., PhD. Apt selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan tulus mendampingi, mengarahkan, dan memberikan saran selama proses pengerjaan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dosen Penguji yang memberikan kritik dan saran kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang memberikan kritik dan saran kepada penulis.

5. Ibu Rini Dwiatuti, M. Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Farmasi, atas ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium selama proses penelitian. 6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., yang telah membantu dalam

mendeterminasi tanaman Annona muricata L.

7. Komite Etik Universitas Gadjah Mada, atas ijin penggunaan hewan uji dalam penelitian.


(8)

viii

8. Kepala dan staff Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Ibu Sitarina, Pak Bambang, Ibu Asih, Pak Yon, Pak Lilik, dan Pak Dwi, yang telah membantu dalam pembuatan serta diagnosis preparat histologis organ.

9. dr. Ari, Pak Ratijo, Pak Heru, Pak Kayat, Pak Parjiman, Pak Andri, Pak Sigit, Pak Wagiran, dan Pak Agung yang telah membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam penelitian.

10.Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas ilmu dan pendampingan yang diberikan dalam proses perkuliahan. 11.Teman-teman kelompok penelitian yang terkasih, Christiana Lambang

Kristanti, Meitha Eryanti, Sr. Imelda Korbafo, E. Raras Pramudita, Veronika Dita Ayuningtyas, dan Niken Ambar Sayekti atas kerja sama, bantuan, semangat, kebersamaan dan suka duka selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

12.Sahabat-sahabat seperjuangan yang tersayang Fransisca Devita Risti W., Bernadetta Amilia R., Christine Herdyana F., Lucia Shinta R., Niken Ambar S., M. R. Biri Koni Tiala, dan A. M. Inggrid Silli, atas keceriaan dan kebersamaan yang selama ini dan dukungan dalam penyusunan skripsi.

13.Teman-teman angkatan 2009 atas segala kebersamaan dan pengalaman selama masa perkuliahan.


(9)

ix

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam memberikan bantuan, baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 4


(11)

xi

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan umum ... 7

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Toksisitas Subkronis ... 8

B. Tanamanan Sirsak (Annona muricata) ... 14

1. Taksonomi ... 14

2. Morfologi daun sirsak ... 14

3. Kandungan kimia ... 14

4. Khasiat dan kegunaan ... 15

C. Simplisia ... 16

D. Infusa ... 16

E. Anatomi dan Fisiologi Jantung ... 17

F. Gagal Jantung ... 22

G. Penyakit Jantung ... 24

H. Pemeriksaan Kimia Darah/Serum untuk Penyakit Jantung ... 27

I. Keterangan Empiris ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN... 32

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Definisi Operasional ... 33


(12)

xii

1. Bahan penelitian ... 34

2. Alat atau instrumen penelitian ... 36

E. Tata Cara Penelitian ... 36

1. Determinasi daun sirsak... 36

2. Pengumpulan bahan ... 37

3. Pembuatan serbuk daun sirsak ... 37

4. Penetapan kadar air ... 37

5. Penetapan dosis infusa daun sirsak ... 38

6. Pembuatan infusa daun sirsak... 39

7. Penyiapan hewan uji ... 39

8. Pengelompokan hewan uji ... 40

9. Pengamatan ... 40

10. Pengukuran kadar SGOT ... 41

11. Pemeriksaan histologis ... 41

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Determinasi Tanaman ... 44

B. Penetapan bobot Simplisia Serbuk daun A. muricata ... 45

C. Penetapan Kadar Air Serbuk A. muricata ... 45

D. Toksisitas Subkronis Infusa Daun A. muricata ... 46


(13)

xiii

2. Pemeriksaan histologi jantung tikus jantan dan betina setelah

pemejanan infusa A. muricata selama 30 Hari ... 55

3. Pemeriksaan histologi jantung tikus jantan dan betina setelah uji reversibilitas selama 14 hari ... 58

E. Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina Setelah Pemejanan Infusa Daun Sirsak Selama 30 Hari ... 60

F. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Betina Setelah Pemejanan Infusa Daun Sirsak ... 64

G. Asupan Minun Tikus Jantan dan Betina Setelah Pemejanan Infusa Daun Sirsak ... 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 72


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Tabel Perkiraan Periode Klinis dan Periode Pemberian untuk Uji

Toksisitas ... 11

Tabel II. Penyebab Gagal Jantung ... 23

Tabel III. Keadaan yang Memengaruhi Aspartat Aminotransferase ... 29

Tabel IV. Isoenzim Laktat Dehidrogenase... 30

Tabel V. Kadar SGOT darah pre dan post pemberian infusa A. muricata pada tikus jantan selama 30 hari ... 48

Tabel VI. Kadar SGOT darah pre dan post pemberian infusa A. muricata pada tikus betina selama 30 hari ... 51

Tabel VII. Purata berat badan + SEM tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak ... 61

Tabel VIII. Purata berat badan + SEM tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak ... 62


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Jantung ... 18

Gambar 2. Gambaran mikroskopik miokardium otot jantung normal. ... 18

Gambar 3. Sistem Kardiovaskuler ... 20

Gambar 4. Gambaran mikroskopik infark miokardium. ... 26

Gambar 5. Diagram batang rata-rata + SEM pre dan post kadar SGOT darah tikus jantan ... 49

Gambar 6. Diagram batang rata-rata + SEM pengaruh pemberian infusa daun sirsak terhadap kadar SGOT darah tikus jantan antar kelompok perlakuan ... 50

Gambar 7. Diagram batang rata-rata + SEM pre dan post kadar SGOT darah tikus betina ... 53

Gambar 8. Diagram batang rata-rata + SEM pengaruh pemberian infusa daun sirsak terhadap kadar SGOT darah tikus betina antar kelompok perlakuan ... 54

Gambar 9. Gambaran histologi jantung tikus jantan normal atau tidak adanya kerusakan dengan (A) perbesaran 100x dan (B) perbesaran 400x pada perlakuan kontrol aquadest dosis 8333 mg/kgBB ... 56

Gambar 10. Gambaran histologi jantung tikus betina normal atau tidak adanya kerusakan dengan (A) perbesaran 100x dan (B) perbesaran 400x perlakuan kontrol aquadest dosis 8333 mg/kgBB ... 57


(16)

xvi

Gambar 11. Gambaran histologi jantung tikus jantan normal atau tidak adanya kerusakan dengan (A) perbesaran 100x dan (B) perbesaran 400x uji reversibilitas selama 14 hari pada perlakuan infusa daun sirsak dosis 503 mg/kgBB ... 59 Gambar 12. Gambaran histologi jantung tikus betina normal atau tidak adanya

kerusakan dengan (A) perbesaran 100x dan (B) perbesaran 400x uji reversibilitas selama 14 hari pada perlakuan infusa daun sirsak dosis 180 mg/kgBB ... 60 Gambar 13. Grafik perubahan berat badan tikus jantan selama pemejanan infusa

daun sirsak berdasarkan kelompok perlakuan pada hari ke 0 sampai hari ke 28 ... 63 Gambar 14. Grafik perubahan berat badan tikus betina selama pemejanan infusa

daun sirsak berdasarkan kelompok perlakuan pada hari ke-0 sampai hari ke-28 ... 64 Gambar 15. Grafik asupan pakan tikus jantan setelah pemejanan infusa daun

sirsak pada hari ke-0 sampai hari ke-28 ... 65 Gambar 16. Grafik asupan pakan tikus betina setelah pemejanan infusa daun

sirsak pada hari ke-0 sampai hari ke-28 ... 66 Gambar 17. Grafik asupan minum tikus jantan setelah pemejanan infusa daun

sirsak pada hari ke-0 sampai hari ke-28 ... 67 Gambar 18. Grafik asupan minum tikus betina setelah pemejanan infusa daun


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto tanaman A. muricata dan daun A. muricata ... 72

Lampiran 2. Hasil determinasi tanaman A. muricata ... 73

Lampiran 3. Foto infusa daun A. muricata ... 74

Lampiran 4. Foto rangkaian alat penetapan kadar air (destilasi toluen) ... 74

Lampiran 5. Surat pengesahan determinasi ... 75

Lampiran 6. Surat Ethics Committee Approval... 76

Lampiran 7. Perhitungan bobot halus serbuk dan rendemen ... 77

Lampiran 8. Perhitungan kadar air daun A. muricata ... 77

Lampiran 9. Perhitungan dosis infusa daun A. muricata dan dosis aquadest ... 78

Lampiran 10. Perhitungan konversi dosis infusa daun A. muricata dari tikus ke manusia ... 79

Lampiran 11. Analisis statsitik kadar SGOT tikus jantan sebelum pemberian infusa daun A. muricata ... 80

Lampiran 12. Analisis statsitik kadar SGOT tikus betina sebelum pemberian infusa daun A. muricata ... 82

Lampiran 13. Analisis statsitik kadar SGOT tikus jantan setelah pemberian infusa daun A. muricata ... 84

Lampiran 14. Analisis statsitik kadar SGOT tikus betina setelah pemberian infusa daun A. muricata... 85

Lampiran 15. Data statistik Paired T test SGOT pre dan post pada tikus jantan .. 87


(18)

xviii

Lampiran 17. Analisis berat badan tikus jantan ... 89

Lampiran 18. Analisis berat badan tikus betina ... 91

Lampiran 19. Data asupan pakan tikus jantan ... 95

Lampiran 20. Data asupan pakan tikus betina ... 96

Lampiran 21. Data asupan minum tikus jantan ... 97

Lampiran 22. Data asupan minum tikus betina ... 98

Lampiran 23. Surat pengesahan hasil histologis ... 99

Lampiran 24. Gambaran mikroskopik jantung tikus selama perlakuan dan uji reversibiltas ... 100


(19)

xix INTISARI

Tanaman sirsak (Annona muricata) dapat digunakan sebagai obat tradisional. Daun A. muricata banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan dikonsumsi dengan cara diseduh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas subkronis dosis infusa daun A. muricata terhadap kadar SGOT darah dan histologis organ jantung tikus.

Penelitian ini menggunakan dua puluh lima ekor tikus jantan dan betina yang dikelompokkan menjadi lima kelompok. Kelompok I – IV sebagai kelompok perlakuan dan kelompok V sebagai kontrol aquadest dengan dosis 8333 mg/kgBB yang diberikan secara per oral dengan kekerapan sekali sehari selama 30 hari. Data diambil dengan mengukur kadar SGOT sebelum dan sesudah pemejanan infusa daun A. muricata serta melihat preparat histologis organ jantung hewan uji. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan uji paired T test untuk membandingkan kadar SGOT pre dan post. Uji one way ANOVA untuk menganalisis dan melihat kebermaknaan perbedaan kadar SGOT tiap kelompok setelah pemberian infusa daun A. muricata selama 30 hari. Kajian terhadap histologis organ jantung dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa daun A. muricata dosis 108; 180; 301; dan 503 g/kgBB tidak memberikan efek toksik pada hewan uji terhadap kajian kadar SGOT darah dan histologis organ jantung selama pemberian 30 hari, serta peningkatan berat badan, asupan pakan, dan asupan minum menunjukkan pola normal. Kesimpulan lain, tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun A. muricata dengan efek toksik yang terjadi serta tidak dapat dilihat sifat keterbalikan efek toksisitas subkronis karena tidak terdapat efek toksisitas.


(20)

xx ABSTRACT

Soursop plant (Annona muricata) can be used as a traditional medicine, especially the leaves. Leaves of A. muricata are widely used to treat various diseases and are consumed by drinking the water which the leaves have been boiling with. The purpose of this study is to determine how the influence subchronic dose infusion of the leaves of A. muricata is towards the blood SGOT concentrations and the histology of rat`s heart.

This study is pure experiment with random design pattern in one direction. Twenty-five male and female rats were divided into five groups. Group I - IV as the treated group were given infusion of A. muricata leaves at a dose of 108; 180; 301 consecutively; and 503 g/kg weight and group V as the controlled group were administered aquadest at a dose of 8333 mg/kg weight orally once a day for 30 days. Data collection was performed by measuring the concentrations of SGOT rats from treated group and the controlled group before and after they were given infusion of A. muricata leaves and by checking the histological study of the heart organ that appeared to influence the treated group and the controlled group which was given aquadest. The data gathered were analysed using paired T test to compare the pre and post of SGOT concentrations. One way ANOVA test was used to analysed and to compare the differentiation significsnce of SGOT concentrations every group after being given A. muricata leaves infusion for 30 days. The heart hitology discussion was analysed descriptively.

The result of this study showed that the leaves of A. muricata infusion dose of 108, 180, 301, and 503 g/kg weight did not give any toxic effects, to the tested rats of the study of blood SGOT` levels and of the histological heart organs during the administration for 30 days and showed normal weight increase, food and drink intake. Therefore, there was no effect towards the infusion dosage of A. muricata leaves and the toxic effects and or vice versa.

Keywords: leaves of Annona muricata, subchronic, infusion, SGOT, heart histology


(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat tradisional menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Tanaman menurut Wahyono, Wahyuono, Hakim, Nurlaila, dan Abdulah (2006) merupakan sumber utama dalam penemuan obat baru, sehingga penggunaan obat tradisional yang dapat diperoleh dari alam menjadi alternatif penting untuk mencapai kualitas kesehatan masyarakat yang lebih baik. Obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat secara turun-temurun untuk menjaga kesehatan atau pengobatan suatu penyakit.

Suatu senyawa obat baru bila akan digunakan secara terapetis harus melewati serangkaian uji seperti farmakologi, toksikologi, farmakokinetik, dan uji lainnya. Uji toksisitas subkronik merupakan salah satu uji toksikologi. Pengujian ini perlu dilakukan karena suatu senyawa obat bila digunakan sebagai terapi terutama untuk penyakit diabetes, hipertensi, dan penguat jantung diperlukan pemakaian berulang dalam jangka waktu yang lama (Toding, 2007).

Tanaman sirsak (Annona muricata) merupakan tanaman asli dari Antille (Karibia), Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara yang sekarang


(22)

sudah menyebar di seluruh dunia (Lim, 2012). Tanaman sirsak mempunyai banyak manfaat dalam pengobatan herbal dan bagian tanaman (buah, biji, daun, kulit kayu, dan akar) telah banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia, terutama di daerah Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Bagian tanaman sirsak bermanfaat sebagai antidiabetes, sedatif, antipasmodik, heart tonic, gangguan hati, analgesik, penurun panas, diare, anti parasit, antikanker, dan hipertensi (Taylor, 2002).

Daun sirsak digunakan oleh masyarakat dengan cara diseduh. Produk daun sirsak yang beredar di pasaran saat ini banyak dalam bentuk sediaan seduh siap saji. Obat herbal biasanya dikonsumsi dengan beberapa cara yang terstandarisasi, bergantung dengan tanaman yang digunakan sebagai obat herbal. Cara pengonsumsian tersebut meliputi : infusa (teh panas), dekok (teh yang direbus), tingtura (alkohol dan ekstrak air), dan maserasi (perendaman dingin) (Raintree, 2010).

Arthur, Woode, Terlabi, dan Larbie (2011) melaporkan bahwa ekstrak air daun sirsak memiliki LD50 kurang dari 5 g/kgBB pada uji toksisitas akut. Uji toksisitas subkronis selama 14 hari yang dilakukan pada penelitian ini (Arthur, dkk., 2011) memberikan efek dapat menurunkan kadar low density lipoprotein (LDL-cholesterol) dan kadar glukosa plasma darah, selain itu tidak memberikan pengaruh pada parameter hematologi, AST, ALT, ALP, urea, dan albumin, tetapi pada dosis tinggi dapat meningkatkan kadar kreatinin.

Arthur, Woode, Terlabi, dan Larbie (2012) juga melaporkan penelitian mengenai potensi ekstrak air daun sirsak yang dapat menurunkan kadar bilirubin


(23)

pada dosis tinggi dan dapat digunakan dalam menangani hiperbilirubinemia atau

jaundice.

Jantung merupakan organ terpenting pada manusia. Fungsi jantung pada sistem kardiovaskuler yaitu sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh sehingga oksigen dari paru-paru dan zat gizi yang diserap di usus dapat diambil kemudian diedarkan ke seluruh tubuh dan pada saat yang bersamaan mengangkut sisa metabolik yang dihasilkan oleh setiap sel untuk dikeluarkan melalui paru dan ginjal (Corwin, 2009).

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan sistem kardiovaskuler secara tes laboratorium menggunakan pemeriksaan biokimia darah dengan melihat kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan pemeriksaan secara struktural menggunakan pemeriksaan histologis organ jantung (Harmita dan Radji, 2008). SGOT atau Aspartate transaminase (AST) banyak terdapat di dalam sel jantung, sel hati (liver), otot rangka, ginjal, dan sel darah merah. SGOT merupakan enzim plasma yang berada di dalam sel darah, kadarnya di dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan kadar di dalam plasma darah. Enzim plasma dilepaskan oleh sel yang rusak atau mati karena umur yang sudah tua sehingga dapat ditemukan di dalam plasma darah. Bila kadar enzim di dalam darah meningkat menunjukkan peningkatan jumlah sel yang rusak atau mati, atau proliferasi sel (penambahan jumlah sel dalam jumlah banyak) (Djojodibroto, 2003). Pemeriksaan histologis organ jantung digunakan sebagai data penunjang, selain pemeriksaan kadar biokimia darah, untuk melihat ada tidaknya efek toksisitas yang timbul secara struktural.


(24)

Penelitian mengenai penggunaan dan khasiat daun sirsak cukup banyak dilakukan. National Cancer Institute pada tahun 1976 melakukan skrining tanaman sirsak dan ditemukan bahwa bagian daun dan batang tanaman sirsak menunjukkan sitotoksisitas aktif terhadap sel kanker, selanjutnya penemuan ini banyak ditindaklanjuti untuk dilakukan penelitian yang lebih mendalam (Taylor, 2002). Sediaan daun sirsak sebagai obat antikanker digunakan secara jangka panjang di masyarakat. Penelitian uji toksisitas subkronis daun sirsak untuk melihat resiko penggunaan daun sirsak bila digunakan dalam jangka panjang masih belum banyak diteliti terutama dalam bentuk sediaan infusa daun sirsak dengan parameter kadar SGOT darah dan histologis organ jantung selama 30 hari dan dilakukan uji reversibilitas selama 14 hari untuk melihat keterbalikan spektrum efek toksik yang terjadi. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin meneliti bagaimana pengaruh penggunaan daun sirsak bila digunakan dalam jangka waktu lama sebagai obat tradisional untuk pengobatan, terutama pada organ jantung yang berperan penting dalam sistem kardiovaskuler tubuh.

1. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. bagaimana spektrum efek toksik secara subkronis infusa daun A. muricata

yang dilihat dari wujud biokimia darah berupa kadar SGOT dan secara struktural berupa kajian histologi jantung pada tikus?

b. bagaimana hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun A. muricata


(25)

c. bagaimana sifat keterbalikan (reversibilitas) spektrum efek toksik pada jantung yang terjadi?

2. Keaslian penelitian

Penelitian uji toksikologi daun sirsak yang telah ada adalah penelitian mengenai uji toksisitas subkronis pada ekstrak air daun sirsak (Arthur, dkk., 2011). Pada penelitian tersebut, dilaporkan bahwa ekstrak daun sirsak memiliki LD50 kurang dari 5 g/kgBB pada uji toksisitas akut dan pada uji toksisitas subkronis selama 14 hari dapat memiliki aktivitas yang baik sebagai antidiabetik karena dapat menurunkan kadar glukosa plasma darah dan memberikan efek yang positif pada faktor-faktor risiko kardiovaskuler, selain itu belum diungkapkan mengenai uji reversibilitas. Arthur, dkk. (2012) juga melaporkan penelitian mengenai potensi ekstrak air daun sirsak yang dapat menurunkan kadar bilirubin pada dosis tinggi sehingga dapat digunakan untuk hiperbilirubinemia atau

jaundice. Ekstrak daun Annona muricata yang diteliti oleh Rachmani, Suhesti, Widiastuti, dan Aditiyono (2012) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak dapat bersifat sitotoksik pada IC50 sebesar 17, 149µg/ml. Hasil yang diperoleh dari fraksinasi penelitian tersebut, pada fraksi ketiga dengan nilai IC50 30,112 µg/ml memiliki aktivitas sitotoksik yang terbaik. Nwokocha, dkk (2012) juga meneliti ekstrak air daun sirsak terhadap kemungkinan mekanisme aksi efek hipotensi ekstrak air daun sirsak pada tikus Sprague Dawley. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa mekanisme penurunan tekanan darah oleh ekstrak air daun sirsak tidak meliputi kolinergik, histaminergik atau jalur endhotelial-dependent


(26)

melainkan dengan cara mengeblok calcium ion channels sehingga menghambat lepasnya kalsium dari intraseluler.

Penelitian Arthur, dkk. (2011) adalah penelitian yang dilakukan menggunakan ekstrak air daun sirsak dengan dosis sebesar 100, 1000, dan 2500 mg/kgBB dan melakukan uji toksisitas subkronis selama 14 hari serta tidak melakukan uji reversibilitas, sedangkan pada penelitian ini melakukan uji toksisitas subkronis selama 30 hari dan melakukan uji keterbalikan selama 14 hari menggunakan sediaan infusa daun A. muricata dengan dosis yang berbeda dan menggunakan parameter kadar biokimia darah, SGOT, dan kajian terhadap histologis organ jantung.

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, belum ditemukan penelitian uji toksisitas subkronis infusa daun A. muricata yang melihat parameter biokimia darah, kadar SGOT, dan secara struktural dengan gambaran histologis organ jantung pada hewan uji selama 30 hari dengan uji reversibilitas selama 14 hari.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian, terkait dengan bidang toksikologi dan penggunaan obat tradisional, terutama penggunaan sediaan daun


(27)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh sediaan daun A. muricata yang dikonsumsi dalam jangka waktu panjang pada organ jantung mengenai wujud efek toksik secara subkronis terhadap parameter bikomia darah berupa kadar SGOT dan gambaran histologis secara struktural pada organ jantung.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan wujud efek toksik secara subkronis terhadap kadar SGOT darah dan gambaran histologi jantung setelah mengonsumsi infusa daun A. muricata.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk:

a. mengungkapkan spektrum efek toksik infusa daun A. muricata yang dilihat dari perubahan biokimia darah berupa kadar SGOT dan secara struktural berupa kajian histologis organ jantung.

b. mengungkapkan hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun A. muricata

dengan efek toksisitas subkronis.


(28)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Toksisitas Subkronis

Menurut Loomis 1978 cit. Donatus, 2001 ilmu toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia terhadap sistem biologi tertentu. Toksikologi mempelajari efek-efek merugikan (toksik) dari zat-zat. Setiap zat (juga setiap obat) yang diberikan dalam dosis berlebihan dapat menunjukkan efek toksik, mengacu pada teori Paracelcus yang mengatakan bahwa dosis yang menentukan suatu zat dapat menjadi racun atau bukan (Schmitz, Lepper, dan Heidrich, 2009).

Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun atas makhluk hidup dimulai dari saat makhluk hidup mengalami pemejanan dengan racun. Berikutnya mengalami absorpsi dari tempat pemejanannya, racun atau metabolitnya terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu pada makhluk hidup yang selanjutnya terjadi antarakasi antara racun atau metabolitnya dan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor. Pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu muncul setelah mengalami peristiwa biokimia dan biofisika selanjutnya. Ketoksikan suatu senyawa ditentukan oleh keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa itu atau metabolitnya di tempat aksi dan keefektifan antaraksinya (mekanisme aksi), serta bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup. Berdasarkan atas alur peristiwa timbulnya efek toksik tersebut, terdapat empat asas utama yang dipelajari dalam toksikologi,


(29)

meliputi kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik atau pengaruh berbahaya racun (Donatus, 2001).

Wujud dan sifat efek toksik akibat racun pada umumnya dapat menimbulkan respons dan perubahan biokimia, fisiologis (fungsional), serta respon histopatologi dan perubahan struktural. Wujud efek toksik yang timbul pada perubahan biokimia dan fungsional pada umumnya bersifat timbal balik, bila pemejanan dengan racun pada makluk hidup dihentikan, maka ketoksikannya akan segera hilang. Perubahan biokimia maupun fungsional sering kali merupakan tahap awal terjadinya perubahan struktural. Melalui aksi secara langsung racun dapat menimbulkan luka seluler dan secara tidak langsung pada lingkungan ekstrasel, kemudian terjadi perubahan secara morfologi yang pada akhirnya terjadi perubahan secara struktural. Respon histologi dasar yang terjadi karena adanya luka selular adalah degenerasi, proliferasi, dan inflamasi atau perbaikan. Ketiga respon histologi tersebut mendasari perubahan morfologi dan struktural yang berwujud seperti perlemakan, nekrosis, karsinogenesis, dan lain-lain (Donatus, 2001).

Jenis uji toksikologi menurut Loomis 1978 cit. Donatus, 2001 dibagi menjadi dua golongan yakni uji ketoksikan tak khas (uji ketoksikan akut, subkronis, dan kronis) dan uji ketoksikan khas (uji potensiasi, kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku. Uji ketoksikan subkronis (subakut) merupakan uji ketoksikan suatu senyawa dengan pemberian dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari tiga bulan. Uji ini


(30)

bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji serta memperlihatkan apakah spektrum efek toksik berkaitan dengan takaran dosis.

World Health Organization (WHO) memberikan pedoman untuk penyelidikan toksisitas obat-obat herbal bertujuan untuk menunjukkan metode standar non klinis studi toksikologi yang terkait dengan penilaian keamanan obat-obat herbal. Tatacara yang perlu diperhatikan dalam penelitian uji toksisitas dalam jangka panjang, yaitu sebagai berikut.

a. Spesies hewan

Banyak lembaga regulator mengharuskan setidaknya dua spesies digunakan, satu hewan roden dan yang lainnya non-roden.

b. Jenis kelamin

Hewan uji yang digunakan berjenis kelamin jantan dan betina dengan jumlah sama.

c. Jumlah hewan

Pada tikus, setiap kelompok harus terdiri dari minimal sepuluh jantan dan sepuluh betina. Sedangkan menurut Derelangko (2002), hewan uji yang digunakan dalam uji toksisitas subkronis selama 4 minggu terdiri dari lima jantan dan lima betina.

d. Rute pemberian


(31)

e. Periode pemberian

Periode pemberian zat uji pada hewan uji bergantung pada perkiraan masa penggunaan klinis. Tabel berikut menunjukkan jarak periode pemberian yang digunakan secara umum:

Tabel I. Tabel Perkiraan Periode Klinis dan Periode Pemberian untuk Uji Toksisitas

Perkiraan Periode Klinis Periode Pemberian untuk Uji toksisitas

Pemberian tunggal atau pemberian berulang kurang dari satu minggu

2 minggu hingga 1 bulan Pemberian berulang, antara seminggu

hingga empat minggu

4 minggu hingga 3 bulan Pemberian jangka panjang lebih dari enam

bulan

9 hingga 12 bulan

(WHO, 2000) f. Peringkat dosis

Setidaknya tiga peringkat dosis yang berbeda digunakan dalam kelompok. Satu peringkat dosis tidak harus menyebabkan perubahan toksis (dosis tidak berefek) dan satu tingkat dosis yang dapat memberikan efek toksik. Penambahan sedikitnya satu dosis dalam rentang dosis ini dapat mempertinggi kemungkinan dalam mengamati hubungan dosis-respon untuk manifestasi toksik. Semua uji harus terdapat kelompok kontrol hewan uji (WHO, 2000).

Uji toksisitas subkronis didesain untuk melihat kisaran secara luas dari suatu titik tangkap dengan tujuan skrining secara luas sebagai indikasi toksisitas. Parameter yang digunakan dapat dipertimbangkan sebagai rangkaian tindakan, dimana masing-masing memiliki alasan sendiri, alasan pemikiran, dan syarat-syarat. Kekuatan dari desain penelitian sebagai evaluasi ilmiah terletak pada hubungan dan pola-pola efek yang terlihat, tidak hanya melihat masing-masing


(32)

perlakuan (atau kelompok) sebagai hasil yang tersendiri tetapi sebagai profil efek biologis yang saling berhubungan. Parameter-parameter yang digunakan dalam uji toksisitas subkronis ini adalah :

a. Berat badan

Berat badan (dan parameter yang terkait dengan hasil berat badan) bersifat tidak spesifik, bersifat luas untuk melihat toksisitas sistemik yang merugikan. Pengukuran berat badan dilakukan pada perlakuan awal, kemudian biasanya dilakukan 1, 3, 5, 7, 11, dan 14 hari sesudahnya. Frekuensi pengukuran berat kemudian diturunkan menjadi setiap minggu dalam waktu tiga bulan, kemudian setiap bulan.

b. Konsumsi pakan

Pengukuran konsumsi pakan biasanya digunakan untuk menjelaskan dalam intepretasi penurunan (baik secara absolut maupun relatif) berat badan. Pada kasus yang pelaksanaan administrasi senyawa uji melalui diet, sangat penting digunakan untuk menyesuaikan kandungan diet sehingga dapat mempertahankan tingkat dosis secara akurat. Konsumsi air, parameter yang terkadang diukur, hampir sama penafsiran dan penggunaannya dengan konsumsi pakan.

c. Tanda-tanda klinis

Pemeriksaan ini dilakukan di awal penelitian, untuk menyeleksi hewan uji, dan menjelang akhir penelitian. terutama untuk senyawa yang diduga berpengaruh terhadap organ-organ penting tertentu, sehingga perlu mempertimbangkan pengukuran kinerja organ secara fungsional. Organ-organ


(33)

yang biasanya diamati adalah ginjal, hati, jantung, saraf, dan sistem imunitas. Parameter-parameter lain (berat organ, histopatologis, patologi klinik) dapat digabungkan untuk pemeriksaan dan evaluasi efek toksik yang terjadi pada sistem organ tertentu yang diteliti.

d. Patologi klinis

Patologi klinis mencakup sejumlah evaluasi biokimia dan morfologi berdasarkan pengambilan sampel cairan hewan uji secara invasif dan non-invasif yang dibuat secara berkala selama penelitian subkronis. Pengambilan data dilakukan di awal dan menjelang akhir penelitian bila dilakukan dalam waktu satu bulan atau dilakukan setiap bulan pada jangka waktu penelitian tiga bulan. Hasil pengamatan sampel yang dianalisis adalah kemungkinan perubahan yang terjadi (biasanya kenaikan) dari data awal dibandingkan dengan data berikutnya.

e. Farmakokinetik dan metabolisme

Studi toksisitas subkronis selalu diikuti dengan data farmakokinetik. Pengamatan ini terdiri atas pengkuran kadar plasma dan metabolit utama dari senyawa uji. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk memungkinkan interpretasi yang baik dan mendorong untuk eksplorasi yang lebih akurat untuk manusia. Sangat penting ditunjukkan mengenai absorbsi sistemik dan distribusi senyawa uji pada rute pemberian non-parenteral, karena hal tersebut menunjukkan keamanan dan potensi keberhasilan terapi senyawa uji pada manusia (Gad, 2002).


(34)

B. Tanamanan Sirsak (Annona muricata) 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermathophyta Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales

Familia : Annonaceae Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L. (Mus,2008). 2. Morfologi daun sirsak

Morfologi daun sirsak berdasarkan Lim (2012) daun berbentuk bulat telur terbalik memanjang atau lanset, panjang 6-18 cm dan lebar 3-7 cm, warna hijau muda sampai hijau tua, permukaan daun mengkilap, berujung daun meruncing dengan pangkal daun runcing, biseriat, dan berpetiola pendek. Daun sirsak termasuk daun tunggal, berbau agak keras dan rasa agak khelat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995 b).

3. Kandungan kimia

Sirsak mengandung banyak senyawa-senyawa fitokimia seperti kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin A, B, dan C), tannin, kalsium oksalat, dan alkaloid murisine (AgroMedia, 2008), saponin, flavonoid, fitosterol (Mangan, 2009), dan


(35)

4. Khasiat dan kegunaan

Teh daun sirsak digunakan untuk mengobati peradangan membran mukosa dan bijinya yang ditumbuk dapat membunuh parasit di Peruvian Andes. Batang, akar, daun tanaman sirsak di Peruvian Amazone digunakan untuk antidiabetes, sebagai sedatif, dan antipasmodik. Suku asli di Guyana menggunakan teh daun dengan atau tanpa kulit kayu untuk penenang dan heart tonic. Teh daun sirsak di Amazon Brasil juga digunakan untuk masalah-masalah hati, selain itu minyak dari daun dan buah mentah dicampur dengan minyak zaitun yang digunakan secara eksternal untuk mengobati neuralgia, rematik, dan nyeri arthritis. Di Jamaika, Haiti, dan Hindia Barat, buahnya digunakan untuk demam, parasit dan diare; kulit kayu atau daun digunakan untuk antipasmodik, penenang, untuk penyakit jantung, batuk, influensa, asma, hipertensi dan parasit. Selain itu kandungan acetogenin annonaceous yang hanya ditemukan pada keluarga Annonaceae (graviola) dapat digunakan sebagai antitumor, antiparasit, pestisida, antiprotozoal, antihelmintik, dan antimikroba. Penelitian yang dilakukan oleh Purdue University, di West Lafayette, Indiana, didanai oleh The National Cancer Institute, tentang

acetogenins menetapkan bahwa acetogenins merupakan inhibitor proses enzimatik pada membran sel tumor kanker (Taylor, 2002). Ekstrak daun A. muricata pada penelitian yang dilakukan oleh Rachmani, dkk. (2012) dapat digunakan sebagai antitumor pada kanker payudara dengan melawan cell line

pada T47D. Ekstrak air daun sirsak berpotensi menurunkan kadar bilirubin pada dosis tinggi sehingga dapat digunakan untuk hiperbilirubinemia atau jaundice


(36)

menunjukkan kemampuan ekstrak air daun sirsak sebagai antihipertensi atau menurunkan tekanan darah yang terbukti pada tikus Sprague Dawley.

C. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman atau eksudat tanaman; eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimiawi murni. Simplisia nabati atau hewani harus dihindarkan dari serangga atau cemaran atau mikroba dengan pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995 a).

D. Infusa

Menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI (1995 a) sediaan infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan sediaan infusa dibuat dengan cara mencampur serbuk simplisia dengan air secukupnya di dalam panci infusa, dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit waktu dihitung saat suhu mencapai 90oC sambil sesekali diaduk. Saat masih panas


(37)

diserkai melalui kain flannel dan ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki.

E. Anatomi dan Fisiologi Jantung

Jantung merupakan organ berotot (miokardium) yang sama seperti otot lain yang memiliki perbedaan secara mikroskopik. Miokardium merupakan sebuah kantung spesial dengan empat ruang yang saling terhubung. Seluruh jantung dilingkupi oleh kantung jaringan ikat (perikardium) dan pada bagian dalam dan katup jantung dilapisi oleh endokardium (Janson, 2010). Endokardium ini merupakan lapisan endothelium dan jaringan ikat yang longgar (Mutschler, 1991). Otot jantung (miokardium) terdiri dari kumpulan sel otot khusus yang disebut miosit jantung. Sel otot jantung mengandung lebih banyak mitokondria di antara miofibril-miofbrilnya dibandingkan sel otot rangka (sekitar 23% volume sel). Masing-masing sel otot jantung mengandung satu nukleus berbentuk gelendong. Otot ventrikel berkontraksi selama sistol dan melemas selama diastole (Kumar, et al., 2010). Ukuran jantung kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Berbentuk seperti kerucut tumpul. Ujung atas yang lebar (dasar) mengarah ke bahu kanan, ujung bawah yang mengerucut (apeks) mengarah ke panggul kiri (Sloane, 2004). Struktur organ jantung digambarkan seperti pada Gambar 1 dan gambaran secara mikroskopik miokardium otot jantung yang normal ditunjukkan pada Gambar 2.


(38)

Gambar 1. Struktur Jantung

(Watson, 2002)

Gambar 2. Gambaran mikroskopik miokardium otot jantung normal.

Tampak histologi miokardium, yang menekankan letak sentral nucleus miosit jantung (kepala panah), intercalated disc (adalah sambungan khusus ujung-ke-ujung sel-sel yang

berdekatan; ditunjukkan oleh tanda panah ganda) dan struktur sarkomer yang tampak sebagai seran-lintang (cross-striation) di dalam miosit. Tampak sebuat sel endotel kapiler

(ditunjukkan oleh tanda panah) (Kumar, et.al., 2010)

Jantung terletak di rongga dada sebelah kiri sisternum dan dilindungi oleh tulang iga. Organ ini memiliki empat ruang yaitu atrium (serambi) kiri dan kanan dan ventrikel (bilik) kiri dan kanan. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh sekat satu arah, sedangkan jantung sisi kiri dan kanan dipisahkan oleh suatu dinding


(39)

jaringan (septum). Ruang-ruang tersebut dipisahkan oleh sekat agar tidak terjadi percampuran darah (Corwin, 2009).

Ruang jantung terdiri atas :

a. Atrium, berdinding relatif tipis, fungsi dari atrium adalah menerima darah dari vena yang membawa darah kembali ke jantung.

1). Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru. Vena kava superior dan inferior membawa darah yang tidak mengandung oksigen dari tubuh kembali ke jantung. Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding jantung itu sendiri.

2). Atrium kiri di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri menampung empat vena pulmonalis yang mengembalikan darah teroksigenasi dari paru-paru.

b. Ventrikel, berdinding tebal. Bagian ini mendorong darah ke luar jantung menuju arteri yang membawa darah meninggalkan jantung.

1). Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks jantung. Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonari dan mengalir melewati jarak yang pendek ke paru-paru.

2). Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal dinding tiga kali lebih tebal dibandingkan dengan ventrikel kanan. Darah meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru (Sloane, 2004).


(40)

Sistem kardiovaskuler berdasarkan Corwin (2009), dimulai dari jantung yang berdenyut dengan ritmis 60-100 kali per menit. Setiap denyutan akan mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan yang tertutup yang terdiri dari arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena. Fungsi dari sistem kardiovaskuler ini adalah mengambil oksigen yang terdapat di paru dan zat gizi dari makanan yang masuk ke tubuh yang diserap oleh usus kemudian disalurkan semua sel tubuh. Secara bersamaan, sistem kardiovaskuler mengangkut produk sisa metabolik yang dihasilkan oleh setiap sel untuk dikeluarkan melalui paru atau ginjal. Gambar 3 merupakan gambaran sistem kardiovaskuler dimana jantung memompa darah yang banyak mengandung oksigen ke seluruh tubuh, organ yang membutuhkan, dan mengangkut produk sisa metabolik dari seluruh tubuh.

Gambar 3. Sistem Kardiovaskuler (Sherwood, 2012)

Pelapis organ jantung terdiri dari :

a. Perikardium, merupakan kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan mengecil yang berfungsi untuk membungkus jantung dan pembuluh darah


(41)

besar. Kantong ini melekat pada diafragma, sternum, dan pleura yang membungkus paru-paru. Lapisan fibrosa luar pada perikardium tersusun dari serabut kolagen yang membentuk lapisan jaringan ikat rapat untuk melindungi jantung. Lapisan serosa dalam terdiri atas membran viseral (epikardium) yang menutup permukaan jantung dan membran parietal yang melapisi permukaan bagian dalam fibrosa perikardium.

b. Rongga perikardial adalah ruang potensial antara membran viseral dan parietal. Ruang ini mengandung carian perikardial yang disekresi lapisan serosa untuk melumasi membran dan mengurangi friksi (Sloane, 2004).

Dinding jantung tersusun dari tiga lapisan, yaitu : a. Endokard

Endokard dilapisi endotel sel-sel gepeng poligonal yang menyatu dengan endotel pembuluh yang memasuki dan keluar dari jantung. Di bawah endotel terdapat lapis tipis serat kolagen dan elastin dengan sedikit fibroblast, dimana dibagian luar terdapat lapisan dengan jaringan ikat lebih padat yang merupakan bagian terbesar tebal endokard. Pada lapisan ini banyak terdapat serat elastin dan sel otot polos terutama di daerah septum ventrikular. Lapisan subendotel jaringan ikat longgar mengikat endokard pada miokard dan menyatu dengan endomisium. lapisan ini mengandung pembuluh darah kecil, saraf, dan berkas serat dari sistem penghantar jantung. Dinding tipis atrium pada bagian dalam, jaringan ikat endokard meluas melalui celah-celah sempit di antara berkas serat otot untuk menyatu dengan berkas serat otot dari epikard.


(42)

b. Miokard

Miokard terdiri atas serat otot jantung yang berfungsi memompa darah melalui peredaran. Miosit jantung memiliki fungsi sekresi endokrin, ada yang dikhususkan untuk mengawali impuls yang mengatur irama kontraksi jantung dan yang lain untuk konduksi impuls dari atrial ke ventrikel.

c. Epikard

Epikard terdiri atas jaringan ikat fibroelastis pada bagian dalam dan sel-sel endotel gepeng pada bagian luar. Jaringan ikat lapis dalam menyatu dengan endomisium dari miokard di bawahnya. Pembuluh darah coroner utama yang melintasi jaringan ikat lapis endokard, dibungkus oleh jaringan lemak. Epikard membentuk lapisan viseral perikard, sebuah rongga serosa yang mengelilingi jantung. Pada sekitar pangkal aorta dan arteri pulmoner, epikard menyatu dengan lapis parietal perikard. Lapis viseral dan parietal perikard membatasi sebuah ruang sempit (rongga perikard). Rongga perikard mengandung sedikit cairan yang mencegah epikard dan parietal perikard saling bergesekan selama kontraksi dan relaksasi jantung. Jika rongga perikard terinfeksi (perikarditis), lapisan-lapisan tersebut akan saling melekat dan menutup celah diantaranya, sehingga dapat menghalangi terjadinya denyut jantung (Bloom dan Fawcett, 2002).

F. Gagal Jantung

Gagal jantung menurut Tambayong (2000) mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan


(43)

cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu menyuplai darah untuk memenuhi kebutuhan seluler. Kegagalan jantung bekerja sebagai pompa akan menyebabkan proses aliran darah tidak lancar. Kegagalan kerja pompa jantung terlihat dengan jelas pada penyakit gagal jantung kongestif (GJK). Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan jantung yang masih mampu mempertahankan kapasitas kerja pompa mekaniknya walaupun secara bertahap terjadi penurunan kemampuan pompa (Ronny, Setiawan, dan Fatimah, 2010). Penyebab gagal jantung dapat disebabkan oleh kelainan mekanis, miokardial baik primer maupun sekunder, dan gangguan irama jantung (Tabel II).

Tabel II. Penyebab Gagal Jantung

Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Gangguan Irama Jantung

1.Peningkatan beban tekanan

- Dari sentral (stenos aorta) - Dari perifer (hipertensi

sistemis)

2.Peningkatan beban volume - Regurgitasi katup-pirau - Meningkatnya beban awal 3.Obstruksi terhadap

pengisian ventrikel Sterosis mitral atau trikuspid 4.Tamponade perikardium 5.Restriksi endokardium dan

miokardium

6.Ankurisma ventrikular 7.Dissinergi ventrikel

Primer

- Kardiomiopati

- Gangguan neuromuskular miokarditis

- Metabolik (diabetes mellitus)

- Keracunan (alkohol, kobalt, dll.)

1.Henti jantung 2.Ventrikuler fibrilasi 3.Takikardi atau bradikardi

yang ekstrim 4.Asinkroni istik dan

gangguan konduksi

Sekunder

- Iskemia (penyakit jantung koroner)

- Gangguan metabolik - Inflamasi

- Penyakit sistemis - Penyakit paru obstruktif

kronis

- Obat-obatan yang mendepresi miokardium


(44)

G. Penyakit Jantung

Jantung merupakan organ yang berperan dalam proses distribusi di dalam tubuh. Meskipun banyak penyakit dapat mengenai jantung dan pembuluh darah, disfungsi kardiovaskular terjadi akibat satu atau lebih dari mekanisme utama, seperti kegagalan pompa, obstruksi aliran, regurgitasi aliran yang menyebabkan sebagian output dari setiap kontraksi mengalir balik, gangguan hantaran jantung, dan gangguan kontinuitas sistem sirkulasi. Sebagian besar penyakit kadiovaskular terjadi akibat interaksi faktor lingkungan dan kerentanan genetik (Kumar, et al., 2010).

Hampir semua mortalitas karena jantung disebabkan oleh lima kategori penyakit, antara lain.

a. Penyakit jantung kongenital

Penyakit jantung kongenital atau bawaan merupakan bentuk kelainan jantung yang sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu penyakit jantung bawaan sianotik dan nonsianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, seperti tetralogi Fallot, transposisi arteri besar, dan atresia triskupid. Penyakit jantung bawaan nonsianotik adalah penyakit jantung bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan diantaranya adalah defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanya pembuluh darah seperti pada duktus arteriosus persisten, selain itu juga ditemukan pada obstruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan koarktasio aorta (Djer dan Madiyono, 2000).


(45)

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Pelbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen dapat diduga merupakan penyebab eksogen. Penyakit rubella yang diderita ibu pada awal kehamilan juga merupakan salah satu penyebab penyakit jantung bawaan pada bayi. Faktor endogen yang dapat menyebabkan penyakit jantung bawaan adalah penyakit genetik dan sindrom tertentu seperti sindrom Down, Turner, dan lain-lain (Djer dan Madiyono, 2000).

b. Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung iskemik merupakan sebutan untuk sekelompok sindrom yang terjadi akibat iskemia. Iskemia adalah ketidakseimbangan pasokan (perfusi) dan kebutuhan jantung akan darah beroksigen. Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit arteri koronaria/koroner karena salah satu penyebabnya adalah berkurangnya aliran darah koronaria karena obstruksi arteri koronaria oleh ateroskerosis. Sindrom yang terjadi pada penyakit jantung iskemik dapat dibagi menjadi empat, yaitu infark miokardium (MI), angina pektoris (iskemia ringan dan tidak menyebabkan kematian otot jantung), penyakit jantung iskemik kronik dengan gagal jantung, dan kematian jantung mendadak. Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab 80-90% kematian kardiovaskular (Kumar, et al., 2010).

Infark miokardium (MI) merupakan salah satu sindrom penyakit jantung iskemik yang dikenal dengan serangan jantung adalah kematian otot jantung akibat iskemia. Sebagian besar MI bersifat transmural, yaitu ketika nekrosis iskemik mengenai seluruh atau hampir seluruh ketebalan dinding ventrikel dalam lingkup distribusi sebuah arteri koronaria. Pola infark ini disebabkan oleh


(46)

aterosklerosis koronaria, perubahan akut pada plak, dan trombosis. Infark subendokardium (nontransmural) merupakan suatu daerah nekrosis iskemik yang terbatas di sepertiga atau paling banyak separuh bagian dalam dinding ventrikel (Kumar, et al., 2010). Gambar 4 merupakan gambaran infark miokard secara mikroskopik.

Gambar 4. Gambaran mikroskopik infark miokardium.

Infark berusia satu hari yang memperlihatkan nekrosis koagulasi disertai serat-serat bergelombang (memanjang dan sempit), dibandingkan dengan serat normal di dekatnya

(di kanan). (Kumar, et al., 2010)

c. Penyakit jantung hipertensif

Penyakit jantung hipertensif adalah respons jantung terhadap peningkatan kebutuhan akibat hipertensi sistemik. Hipertrofi jantung pada hipertensi merupakan suatu respons adaptif terhadap beban tekanan yang dapat menyebabkan disfungsi miokardium, dilatasi jantung, GJK, dan kematian mendadak. Hipertensi pulmonalis (kor pulmonale) juga dapat menyebabkan penyakit jantung . Kor pulmonale adalah hipertrofi, dilatasi, dan kemungkinan kegagalan ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru atau pembuluh darah paru (Kumar, et al., 2010).


(47)

d. Penyakit katup jantung

Terkenanya katup jantung oleh penyakit dapat menyebabkan stenosis, insufisiensi (regurgitas atau inkompetensi), atau keduanya. Stenosis adalah kegagalan katup jantung untuk membuka sempurna sehingga menghambat aliran maju, sedangkan insufisiensi terjadi akibat kegagalan katup menutup secara sempurna sehingga aliran dapat kembali (Kumar, et al., 2010).

e. Penyakit miokardium noniskemik

Salah satu penyakit miokardium noniskemik adalah kardiomiopati. Kardiomiopati digunakan untuk menerangkan penyakit jantung yang terjadi karena kelainan primer di miokardium yang bersifat idiopati atau kausanya belum diketahui pasti. Penyakit miokardium adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang mencakup penyakit peradangan (miokarditis), penyakit imunologik, penyakit metabolik sistemik, distrofi otot, kelainan genetik sel otot jantung, dan sekelompok penyakit yang entiologinya belum diketahui (Kumar, et al., 2010).

H. Pemeriksaan Kimia Darah/Serum untuk Penyakit Jantung

Menurut Corwin (2009) kadar enzim-enzim jantung (kreatinin fosfokinase, SGOT, dan laktat dehidrogenase) di dalam serum akan meningkat akibat kematian sel miokardium, sehingga parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit jantung antara lain :

a. Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT)

Enzim plasma terdapat dalam sel. Kadar enzim plasma di dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan kadar di dalam plasma darah. Enzim plasma


(48)

dilepaskan oleh sel yang rusak atau mati karena umur yang sudah tua sehingga dapat ditemukan di dalam plasma darah. Bila kadar enzim di dalam darah meningkat menunjukkan peningkatan jumlah sel yang rusak atau mati, atau proliferasi sel (penambahan jumlah sel dalam jumlah banyak). Sel-sel tertentu memiliki enzim plasma dalam jumlah yang banyak dibandingkan dengan sel lainnya. SGOT atau Aspartate transaminase (AST) banyak terdapat di dalam sel jantung, sel hati (liver), otot rangka, ginjal, dan sel darah merah. Kadar normal SGOT atau AST normal pada laki-laki adalah 17 U/L sedangkan pada wanita 5-15 U/L. Kadar SGOT atau AST dalam darah meningkat 10-100 kali lipat dibandingkan dengan kadar normal bila terjadi infark jantung, hepatitis, nekrosis, terganggunya sirkulasi darah sehingga terjadi syok atau hipoksemia (Djojodibroto, 2003) sedangkan penurunan kadar dapat disebabkan oleh faktor kehamilan, diabetik ketoasidosis dan beri-beri (Kee, 1997), sehingga penentuan enzim dalam serum menurut Mutschler (1991) merupakan cara diagnosis yang penting. Distribusi enzim AST relatif lebih luas diberbagai organ dibandingkan dengan ALT karena peningkatan kadar AST banyak terjadi dalam berbagai keadaan (Tabel III), keadaan-keadaan tersebut dapat mempengaruhi peningkatan mulai dari peningkatan ringan (3 kali kadar normal) hingga peningkatan yang mencolok (5 kali kadar normal atau lebih) (Sacher dan McPherson, 2004).


(49)

Tabel III. Keadaan yang Memengaruhi Aspartat Aminotransferase

Peningkatan Mencolok (5 kali Normal atau Lebih)

Kerusakan hepatoseluler akut Infark miokard Kolaps sirkulasi (syok)

Pankreatitis akut Mononukleosis infeksiosa Peningkatan Sedang

(3-5 Kali Normal)

Obstruksi saluran empedu Aritmia jantung Gagal jantung kongesif Tumor primer atau metastatic di hati

Distrofi otot Peningkatan Ringan

(Sampai 3 Kali Normal)

Perikarditis Sirosis Infark paru Detirium tremens

Cerebrovascular accident

(Sacher dan McPherson, 2004).

b. Creatin Pospho Kinase (CK/CPK)

Kreatinin kinase adalah suatu enzim yang dilepaskan dari dalam sel saat terjadi cedera otot. Enzi mini memliki tiga fraksi isoenzim, yaitu MM, CK-BB, dan CK-MB. CK-BB paling banyak terdapat dalam jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum. CK-MM dijumpai dalam otot. Bila terjadi cedera otot (misalnya jatuh, suntikan intramuskular, atau penyakit tertentu seperti distrofia otot) menyebabkan peningktan CK dan CK-MM. CK-MB paling banyak terdapat dalam miokardium dan terdapat di otot skeletal dalam jumlah yang sedikit. Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda adanya cedera otot yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak dalam 8 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga normal setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat pada otot skeletal sehingga


(50)

penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola peningkatan dan penurunan kadar CK-MB (Price dan Wilson, 2005).

c. Lactate Dehydrogenase (LD/ LDH)

Lactate dehydrogenase hampir terdapat di semua jaringan. Enzim ini berfungsi sebagai katalis dalam perubahan reversibel laktat menjadi piruvat. LDH memiliki lima isoenzim yang diberi nama LD1 hinggah LD5. Isoenzim-isoenzim memiliki spesifisitas jaringan yang sangat berguna dalam menentukan organ asal (Tabel IV). LD1 dan LD2 tinggi di otot jantung dan di eritrosit, sedangkan LD5 tinggi di otot rangka dan hati. Berikut merupakan tabel isoenzim laktat dehidrogenase dengan kadar serta jaringan yang kaya akan isoenzim tersebut (Sacher dan McPherson, 2004).

Tabel IV. Isoenzim Laktat Dehidrogenase

Isoenzim Perkiraan % dari Total yang Normal Terdapat

dalam Serum

Jaringan

LD1 29-37 Jantung, otak , eritosit

LD2 42-48 Jantung, otak , eritosit

LD3 16-20 Otak, ginjal, paru

LD4 2-4 Hati, otot rangka, ginjal

LD5 0,5-1.5 Hati, otot rangka, ileum


(51)

I. Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk melihat toksisitas infusa daun Annona muricata secara subkronis pada perubahan biokimia darah berupa kadar SGOT dan perubahan struktural organ jantung tikus jantan dan betina.


(52)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Toksisitas Subkronis Infusa daun Annona muricata L. terhadap Kadar SGOT Darah dan Kajian Histologis Jantung Tikus ” merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola satu arah.

B. Variabel Penelitian

Variabel- variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel utama

Variabel utama penelitian ini meliputi:

a. Variabel bebas : dosis infusa daun sirsak

b. Variabel tergantung : kadar SGOT dalam darah dan gambaran struktural histologis jantung tikus 2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali:

1) Subyek uji : tikus putih galur Sprague Dawley jantan dan betina, umur 2-3 bulan, berat badan 170-280 gram dalam keadaan sehat secara fisik.


(53)

2) Bahan uji : daun sirsak yang berada diantara ujung dan pangkal tangkai daun yang masih segar dan berwarna hijau serta tidak rusak karena gigitan serangga.

b. Variabel pengacau tak terkendali: kondisi patologis hewan uji.

C. Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini adalah : a. Infusa daun sirsak

Infusa serbuk kering daun sirsak dengan konsentrasi sebesar 6% didapatkan dengan cara menginfundasi 6,0g serbuk kering daun sirsak dalam 100,0 ml air pada suhu 90°C selama 15 menit.

b. Dosis infusa daun sirsak

Dosis infusa daun sirsak adalah sejumlah (g) daun sirsak tiap satuan Kg berat badan subjek uji yang dibuat dalam sediaan infusa.

c. Uji subkronis

Uji subkronis dilakukan selama 30 hari dan pada hari ke 31 diambil serum darah semua tikus untuk diperiksa kadar SGOT dan sebagian tikus dikorbankan untuk diambil organ jantung untuk pemeriksaan histologi.

d. Uji keterbalikan

Pada hari ke 31- 45 sebagian tikus yang masih hidup diberi pakan tetapi tidak diberi perlakuan. Pada hari ke 46 sebagian tikus dikorbankan untuk diambil organ jantung untuk pemeriksaan histologis.


(54)

e. Parameter yang diamati terhadap kadar SGOT dan kajian histologi jantung Parameter untuk mengetahui pengaruh infusa daun sirsak secara subkronis pada tikus dilihat terhadap kadar SGOT sebelum dan sesudah pemejanan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dan perbandingan kadar antar kelompok. Parameter yang dilihat pada kajian histologis organ jantung adalah adanya kerusakan organ seperti nekrosis, perlemakan, dan kongesti yang dibandingkan dengan kontrol.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian:

a. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan dan betina berumur 2-3 bulan dengan berat badan 170-250 gram yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun sirsak yang berada diantara ujung dan pangkal tangkai yang masih segar dan berwarna hijau, serta tidak terkena gigitan serangga yang diperoleh dari daerah Jalan Kaliurang Km.10, Dusun Jetis, Kelurahan Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta yang dipanen pada bulan Mei sampai Juni 2012.

c. Bahan untuk kontrol


(55)

Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

d. Pakan standar

Pakan yang digunakan untuk tikus merupakan pakan yang biasa digunakan untuk memberi makan tikus (AD2) di Laboratorium Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

e. NaCl 0,9% dan formalin 10%

Pembuatan NaCl 0,9% dilakukan dengan melarutkan 9 gram kristal NaCl yang berasal dari Laboratorium Bioanalisis Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dengan aquadest hingga konsentrasi 0,9%. Formalin 10% dibuat dengan cara mengencerkan formalin 37% menjadi formalin 10% dengan aquadest.

f. Toluena

Toluena yang digunakan merupakan toluena p.a yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Reagen serum SGOT

Komponen dan komposisi reagen yang digunakan dalam pengukuran kadar SGOT pada alat ARCHITECT Ci 8200 di laboratorium klinik Parahita® adalah sebagai berikut :

R1: β-NADH 0,16 mg/mL

Malate Dehydrogenase 0,64 U/mL


(56)

L- Aspartate 232 mmol/L

R2: α-Ketoglutarate 51,3 mmol/L

L-Aspartate 100 mmol/L

2. Alat atau instrumen penelitian a. Kandang (metabolic cage)

b. Jarum untuk pemberian per-oral, stopwatch, timbangan elektrik

c. Alat untuk pembuatan serbuk kering daun sirsak antara lain : oven, blender, timbangan elektrik, ayakan no.40.

d. Alat-alat untuk penetapan kadar air antara lain : timbangan, destilator, gelas ukur, stopwatch, labu alas bulat, Bekker glass.

e. Alat-alat untuk pembuatan infusa daun sirsak antara lain : Bekker glass, panci lapis alumunium, heater elektrik, termometer, gelas ukur, gelas corong, stopwatch, timbangan elektrik, kain flanel.

f. Alat- alat untuk membedah tikus dan pengambilan serum darah antara lain : gunting, scalpel, pegangan scalpel, petri disk, pot untuk tempat organ, pipa kapiler, tabung Effendorf.

g. Alat untuk mengukur kadar SGOT (ARCHITECT Ci 8200, Abbot

Laboratories).

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi daun sirsak

Determinasi dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri tanaman sirsak terutama terkait ciri-ciri daun sirsak dengan menggunakan buku acuan hingga ke


(57)

tingkat spesies. Determinasi diperiksa dan disahkan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun sirsak dalam kondisi baik berwarna hijau yang berada diantara ujung dan pangkal tangkai daun dan diperoleh dari daerah Jalan Kaliurang Km.10, Sleman, Yogyakarta dan dipanen pada bulan Mei-Juni 2012 sebanyak tiga kali dan dilakukan pada pagi hari.

3. Pembuatan serbuk daun sirsak

Daun sirsak dicuci dengan air mengalir, lalu dikeringkan dengan cara dioven dengan suhu sekitar 50oC selama kurang lebih 3 hari. Daun sirsak yang telah kering kemudian diserbuk dengan blender dan dihaluskan menjadi serbuk simplisia halus menggunakan ayakan serbuk no.40. Serbuk halus daun sirsak kemudian dihitung nilai rendemennya.

4. Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menggunakan metode destilasi toluene. Cara kerja yang dilakukan mengacu pada buku acuan. Rangkaian alat dipersiapkan dahulu, kemudian sebanyak 50 garam serbuk daun sirsak kering dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml, kemudian toluena dimasukkan sebanyak 200 ml ke dalam labu dan dihubungkan pada rangkaian alat. Labu dipanaskan selama 15 menit. Penyulingan dilakukan dengan kecepatan 2 tetes tiap detik setelah toluene mulai mendidih hingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, pada bagian dalam tabung penerima dicuci menggunakan toluena. Penyulingan


(58)

dilanjutkan selama 5 menit dan tabung penerima dibiarkan dingin hingga suhu kamar. Volume air dibaca setelah air dan toluena memisah sempurna dan dihitung kadar air dalam bentuk persen (%).

5. Penetapan dosis infusa daun sirsak

Penetapan peringkat dosis berdasarkan pada bobot tertinggi tikus, setengah volume maksimal pemberian sediaan dalam bentuk cairan secara peroral yaitu 2,5 ml, dan dosis lazim daun sirsak yang dikonsumsi oleh manusia dengan berat 70 kg sebanyak 2 gram serbuk. Penetapan dosis tertinggi daun sirsak dengan konsentrasi maksimal yang dapat dibuat dalam bentuk infusa berdasarkan hasil orientasi pada penelitian ini sebesar 6% b/v adalah sebagai berikut:

D x BB = C x V

D x 300 g = 6 g/ 100 ml x 2,5 ml D = 0,5 mg/g BB = 500/kg BB

Dosis lazim daun sirsak sebagai dosis kedua, ditetapkan sebagai berikut : Dosis manusia = 2 g/70 kg BB = 2000 mg/ 70 kg BB

Nilai konversi manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018 Dosis II untuk 200 g tikus = 2 g x 0,018

= 0,036 g/200 g BB

= 0,18 mg/g BB = 180 mg/kg BB Angka konversi ditentukan dengan cara sebagai berikut :


(59)

Penentuan peringkat dosis I dengan cara membagi dosis II dengan angka konversi dan diperoleh dosis I sebesar 108 mg/ kgBB, dosis III diperoleh dari perkalian angka konversi dengan dosis II sehingaa diperoleh dosis 301mg/ kgBB, dan dosis IV diperoleh dari perkalian dosis III dengan angka konversi sehingga diperoleh dosis sebesar 503 mg/kgBB.

Dosis untuk kontrol aquadest ditetapkan dengan cara sebagai berikut (konsentrasi air 1g/ml) :

D x BB = C x V D x 300 g = 1 g/ml x 2,5 ml D = 8,333 mg/g = 8333 mg/kg

Dosis yang digunakan dalam penelitian ini secara berurutan adalah 108 ; 180 ; 301 ; dan 503 mg/kgBB dan dosis kontrol aquadest sebesar 8333 mg/kgBB. 6. Pembuatan infusa daun sirsak

Infusa daun sirsak dibuat dengan menimbang 6 gram serbuk daun sirsak dan dicampur dengan air sebanyak 100 ml di dalam panci infusa, dipanaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C sambil sesekali diaduk.

7. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan berjumlah 50 ekor (25 ekor jantan dan 25 ekor betina) yang diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(60)

8. Pengelompokan hewan uji

Tikus berjumlah lima puluh ekor tikus, 25 ekor jantan dan 25 ekor betina, yang ditempatkan dalam metabolic cage, dikelompokkan secara clustering random, kemudian secara acak dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Kelompok I-IV sebagai kelompok perlakuan yang diberi infusa daun sirsak dengan peringkat dosis secara berturut-turut 108 ; 180 ; 301 ; dan 503 mg/kg BB dan kelompok V sebagai kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB , dan diberikan secara peroral dengan kekerapan satu kali sehari selama 30 hari.

9. Pengamatan

Sebelum perlakuan, darah semua tikus diambil untuk penentuan kadar aktivitas SGOT sebelum perlakuan. Selama 30 hari diberi infusa daun sirsak dengan kekerapan satu kali sehari dan diberi pakan dan minum di dalam

metabolic cage. Parameter yang diamati setiap hari adalah gejala klinis yang terlihat setelah pemejanan, berat badan tikus, dan konsumsi pakan dan minum tikus. Pada hari ke 31 sebagian tikus dikorbankan dan dilakukan pengambilan darah untuk penentuan kadar aktivitas SGOT setelah perlakuan. Separuh dari total tikus dikorbankan untuk dibuat preparat histologis jantung.

Pada hari ke 31 sampai dengan hari ke 45 tikus diberi pakan dan minuman (tanpa perlakuan sediaan uji), lalu pada hari ke 46, tikus yang masil ada dikorbankan dan kemudian dibuat preparat histologi organ jantung sebagai uji reversibilitas.

Kriteria klinik pengamatan meliputi : a. Pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik.


(61)

b. Kematian hewan uji pada masing-masing kelompok. c. Berat badan hewan uji yang ditimbang setiap hari. d. Asupan pakan dan minum hewan uji.

10. Pengukuran kadar SGOT a. Pengambilan serum darah

Cuplikan darah diambil melalui mata hewan uji. Darah yang ditampung dalam tabung efendorf yang sudah ditetesi dengan heparin. Darah kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan supernatan. Supernatan ini diambil dan digunakan untuk pemeriksaan kadar SGOT.

b. Pengukuran kadar darah SGOT dilakukan di Laboratorium Parahita®

Diagnostic Center Yogyakarta. 11. Pemeriksaan histologis

a. Pengambilan organ

Pengambilan organ dilakukan dengan mengorbankan hewan uji dengan cara dekapitulasi (ditarik kepalanya hingga mati) dan euthanasia (dimasukkan ke dalam wadah yang sudah diberi eter) kemudian dibedah pada bagian perut. Selanjutnya organ jantung diambil kemudian dicuci dengan NaCl 0,9 % dimasukkan kedalam wadah berisi formalin 10%.

b. Pembuatan dan pemeriksaan preparat histopatologi

Jantung tikus dipotong-potong dengan mikrotom setebal 3mm-5mm, kemudian dimasukkan ke dalam formalin. Preparat histologi dibuat di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada


(62)

Yogyakarta. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopi dengan uraian secara deskriptif sebagai data kualitatif.

F. Tata Cara Analisis Hasil

a. Analisis hasil biokimia darah untuk kadar SGOT pre dan post dibandingkan menggunakan analisis paired T test untuk melihat kebermaknaan dari peningkatan kadar SGOT yang terjadi setelah pemberian infusa daun sirsak. b. Data kadar SGOT sebelum (pre) dan sesudah (post) pemberian infusa daun

sirsak dianalisis menggunakan uji Kolmogornov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data, selanjutnya dilakukan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% karena distribusi data kadar SGOT yang diperoleh normal.

c. Dilakukan pula uji histologis pada organ jantung dari tiap kelompok perlakuan. Data pemeriksaan histologis ini untuk mengevaluasi perubahan pada organ sebagai perwujudan efek toksik yang timbul secara struktural. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopi sebagai data kualitatif dan dilakukan analisis secara deskriptif terhadap organ jantung.

d. Data gejala-gejala toksis yang teramati dianalisis dengan membandingkan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol untuk melihat tingkat keparahan kerusakan pada sel maupun jaringan.

e. Data berat badan tikus dihitung purata kenaikan berat badannya per minggu kemudian dianalisis secara statistik menggunakan General Linear Model


(63)

Multivariate untuk melihat kebermaknaan dari perubahan berat badan hewan uji yang terjadi selama masa pengujian.

f. Data asupan pakan dan minum tiap kelompok dihitung purata harian dan di tampilkan dalam bentuk grafik tanpa dianalisis secara statistik karena hanya untuk melihat pola makan dan minum hewan uji.


(64)

44 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui wujud efek toksik secara subkronis terhadap kadar SGOT darah tikus dan gambaran histologi jantung setelah mengonsumsi infusa daun sirsak. Tujuan khusus pada penelitian ini adalah mengungkapkan seberapa besar spektrum efek toksik infusa daun A. muricata terhadap wujud biokimia darah dengan melihat kadar SGOT darah hewan uji dan secara struktural dengan melihat histologis organ jantung hewan uji, mengungkapkan hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun A. muricata

dengan efek toksisitas subkronis yang terjadi dan melihat sifat efek toksik yang terjadi, bersifat terbalikkan atau tak terbalikkan.

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran bahwa tanaman yang digunakan adalah benar merupakan tanaman A.muricata. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri tanaman menggunakan buku acuan. Hasil determinasi yang sudah cocok kemudian diteliti dan disahkan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Berdasarkan hasil determinasi tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman yang diambil daunnya dalam penelitian ini benar tanaman A. muricata.


(65)

B. Penetapan bobot Simplisia Serbuk daun A. muricata

Tujuan dari penetapan bobot simplisia serbuk daun A.muricata ini untuk menentukan bobot tetap daun A. muricata yang digunakan pada penelitian ini. Simplisia menurut Direktorat Jenderal POM RI (1995 a) merupakan bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan. Simplisia harus dihindarkan dari serangga atau cemaran atau mikroba dengan pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.

Serbuk A. muricata diayak menggunakan ayakan dengan nomor 40. Pengayakan ini bertujuan untuk menghaluskan serbuk daun A. muricata. Serbuk yang dapat melewati lubang ayakan dengan nomor 40 merupakan serbuk dengan ukuran partikel lebih kecil dari ukuran lubang ayakan, sehingga serbuk yang memiliki ukuran lebih besar atau pengotor dengan ukuran partikel besar dapat tersaring. Berat serbuk halus yang diperoleh sebesar 39,3 gram dengan nilai rendemen atau nilai perbandingan antara berat bagian bahan yang digunakan dengan berat keseluruhan bahan dalam persen sebesar 22,5%.

C. Penetapan Kadar Air Serbuk A. muricata

Penetapan kadar air serbuk bertujuan untuk menentukan kadar air serbuk daun A. muricata yang digunakan sebagai bahan uji. Kadar air perlu ditetapkan karena air merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, bila kadar air dalam suatu serbuk tinggi maka mikroorganisme akan banyak berkembang. Hal ini tidak sesuai dengan syarat simplisia dimana simplisia harus bebas dari mikroorganisme


(1)

(2)

Lampiran 24. Gambaran mikroskopik jantung tikus selama perlakuan dan uji reversibiltas

Perbesaran 100x Perbesaran 400x

J42 Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

Jk2 Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan


(3)

(4)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Pengaruh Subkronis Infusa Daun Annona muricata Terhadap Kadar SGOT Darah

dan Histologis Jantung Tikus “ ini bernama lengkap Apriliawati Galuh Ajeng, merupaka anak ketiga dari empat bersaudara pasangan F.X. Sumber Raharja (Alm.) dan Sri Sudarwati, S.Pd., dilahirkan di Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 12 April 1991. Pendidikan formal yang telah ditempuh, yaitu pendidikan prasekolah dasar di TK Sang Timur Yogyakarta (1995-1997), pendidikan dasar di SD Kanisius Sang Timur Yogyakarta (1997-2003). Pendidikan menengah tingkat pertama ditempuh di SMP Negeri 8 Yogyakarta (2003-2006), dan selanjutnya pendidikan lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 6 Yogyakarta (2006-2009). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Selama kuliah, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan, diantaranya menjadi Divisi Dana dan Usaha Peringatan Hari AIDS 2009, Koordinator Kesekretariatan Inisiasi Fakultas Farmasi TITRASI 2010, Koordinator Divisi Dana dan Usaha Pelepasan Wisuda 2011, Ketua Bidang Acara Inisiasi Fakultas Farmasi TITRASI 2011, Panitia Continuous Profesional Development (CPD) IAI 2012, dan lain-lain. Penulis juga menjadi Asisten Praktikum Botani Dasar (2011), Botani Farmasi (2011), Farmakologi-Toksikologi (2012), Perbekalan Steril (2013), dan Anatomi Fisiologi Manusia (2013).


(5)

xix INTISARI

Tanaman sirsak (Annona muricata) dapat digunakan sebagai obat tradisional. Daun A. muricata banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan dikonsumsi dengan cara diseduh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas subkronis dosis infusa daun A. muricata terhadap kadar SGOT darah dan histologis organ jantung tikus.

Penelitian ini menggunakan dua puluh lima ekor tikus jantan dan betina yang dikelompokkan menjadi lima kelompok. Kelompok I – IV sebagai kelompok perlakuan dan kelompok V sebagai kontrol aquadest dengan dosis 8333 mg/kgBB yang diberikan secara per oral dengan kekerapan sekali sehari selama 30 hari. Data diambil dengan mengukur kadar SGOT sebelum dan sesudah pemejanan infusa daun A. muricata serta melihat preparat histologis organ jantung hewan uji. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan uji paired T test untuk membandingkan kadar SGOT pre dan post. Uji one way ANOVA untuk menganalisis dan melihat kebermaknaan perbedaan kadar SGOT tiap kelompok setelah pemberian infusa daun A. muricata selama 30 hari. Kajian terhadap histologis organ jantung dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa daun A. muricata dosis 108; 180; 301; dan 503 g/kgBB tidak memberikan efek toksik pada hewan uji terhadap kajian kadar SGOT darah dan histologis organ jantung selama pemberian 30 hari, serta peningkatan berat badan, asupan pakan, dan asupan minum menunjukkan pola normal. Kesimpulan lain, tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun A. muricata dengan efek toksik yang terjadi serta tidak dapat dilihat sifat keterbalikan efek toksisitas subkronis karena tidak terdapat efek toksisitas.


(6)

xx ABSTRACT

Soursop plant (Annona muricata) can be used as a traditional medicine, especially the leaves. Leaves of A. muricata are widely used to treat various diseases and are consumed by drinking the water which the leaves have been boiling with. The purpose of this study is to determine how the influence subchronic dose infusion of the leaves of A. muricata is towards the blood SGOT concentrations and the histology of rat`s heart.

This study is pure experiment with random design pattern in one direction. Twenty-five male and female rats were divided into five groups. Group I - IV as the treated group were given infusion of A. muricata leaves at a dose of 108; 180; 301 consecutively; and 503 g/kg weight and group V as the controlled group were administered aquadest at a dose of 8333 mg/kg weight orally once a day for 30 days. Data collection was performed by measuring the concentrations of SGOT rats from treated group and the controlled group before and after they were given infusion of A. muricata leaves and by checking the histological study of the heart organ that appeared to influence the treated group and the controlled group which was given aquadest. The data gathered were analysed using paired T test to compare the pre and post of SGOT concentrations. One way ANOVA test was used to analysed and to compare the differentiation significsnce of SGOT concentrations every group after being given A. muricata leaves infusion for 30 days. The heart hitology discussion was analysed descriptively.

The result of this study showed that the leaves of A. muricata infusion dose of 108, 180, 301, and 503 g/kg weight did not give any toxic effects, to the tested rats of the study of blood SGOT` levels and of the histological heart organs during the administration for 30 days and showed normal weight increase, food and drink intake. Therefore, there was no effect towards the infusion dosage of A. muricata leaves and the toxic effects and or vice versa.

Keywords: leaves of Annona muricata, subchronic, infusion, SGOT, heart histology