Implementasi Sistem Pelaporan Pelanggaran sebagai Bentuk Penerapan Fraud Control Plan pada Sektor Publik (Studi pada Rumah Sakit Dr. Moewardi - UNS Institutional Repository

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

  Kecurangan (fraud) merupakan salah satu masalah krusial yang dihadapi dunia, termasuk Pemerintah Indonesia. The Association of Certified Fraud

  

Examiners (ACFE, 2016) melaporkan bahwa dari investigasi atas 2.410 kasus

  selama tahun 2014-2015, rata-rata organisasi di dunia, mengalami dampak kerugian finansial 5% akibat praktik kecurangan dengan kerugian seluruhnya mencapai $6,3 milyar. Di Indonesia, praktik kecurangan berkembang menjadi kejahatan yang komplek dan sistemik. Fenomena tindak kecurangan hampir terjadi di semua sektor. Berdasarkan data Transparansi Internasional Tahun 2016, tingkat korupsi di Indonesia tinggi, yakni dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sebesar 37 poin meningkat 1 poin dari tahun 2015 dan menempati peringkat 90 negara terbersih dari 176 negara yang diukur, turun 2 peringkat dari tahun 2015. Meskipun secara konsisten mengalami peningkatan, peningkatan skor IPK 1 poin per tahun terbilang lambat untuk mencapai target skor IPK 50.

  Namun demikian, adanya konsistensi peningkatan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia memiliki berkomitmen mewujudkan tata kelola pemeritahan yang bersih. Guna mewujudkan pemerintahan yang bersih, pemerintah melakukan berbagai upaya dalam memberantas korupsi. Pada dasarnya penanggulangan tindak kecurangan termasuk salah satu tindak kejahatan, sehingga dalam penanggulangan tindak kecurangan dapat menggunakan pendekatan kejahatan empirik terdiri atas tiga bagian, yaitu pre-emtif, preventif, dan represif. Upaya pre-emtif atau edukatif dilakukan melalui penanaman nilai-nilai yang baik sehingga meningkatkan kesadaran seseorang untuk tidak melakukan kecurangan.

  Upaya preventif dilakukan dengan menciptakan kondisi yang meminimalisasi atau menghilangkan kesempatan terjadinya tindak kecurangan. Sedangkan upaya represif dilakukan melalui pendekatan penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman.

  Meskipun dapat mengungkap kecurangan yang terjadi, kecurangan yang terungkap melalui tindakan represif belum tentu mencerminkan keseluruhan kecurangan yang sebenarnya terjadi. Menurut Tuanakotta (2012) kecurangan yang berhasil terungkap hanya sebagian kecil dari kecurangan sesungguhnya. Selain itu, penanggulangan kecurangan yang sudah terlanjur terjadi tidak sepenuhnya memulihkan kondisi akibat kerugian yang diakibatkan adanya tindak kecurangan secara utuh. Oleh karena itu, selayaknya dalam menanggulangi kecurangan upaya yang lebih ditekankan adalah melalui upaya pencegahan melaui pendekatan preemtif dan preventif sehingga tidak perlu mengalami dampak kerugian akibat terjadinya kecurangan.

  Mencegah terjadinya kecurangan, pemerintah melalui BPKP dan KPK mengembangkan desain sistem pencegahan kecurangan melalui program Fraud bersumber dari praktik yang berlaku umum yang telah

  Control Plan (FCP)

  diterapkan Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Dengan penerapan program tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak kecurangan sehingga

  FCP dapat terwujud tata kelola pemerintahan yang baik pada semua instansi pemerintah, termasuk pada Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU).

  BLU merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan keuntungan dan pengelolaan keuangannya berprisnsip pada efisiensi dan produktivitas. BLU dibentuk sebagai salah satu bentuk paradigma baru pengelolaan keuangan publik yaitu mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) untuk mendorong peningkatan pelayanan pemerintah ke masyarakat. Peningkatan pelayanan tersebut diwujudkan salah satunya dengan fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU seperti wewenang memperoleh pendapatan selain dari APBN/ APBD dan menggunakan langsung untuk belanja tanpa melalui proses penyetoran ke kas negara. Hal tersebut tentu memudahkan BLU dalam memberikan layanan penyedia jasa/ barang yang lebih cepat.

  Meskipun bertujuan memberi kemudahan dalam penyediaan pelayanan ke masyarakat, keleluasaan BLU dalam pengelolaan keuangan bisa menjadi celah terjadinya kecurangan. Hingga Juni 2015, KPK mendeteksi adanya potensi kecurangan Rp440 milyar pada BLU Rumah Sakit Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Karena tingginya potensi kecurangan, rumah sakit BLU dituntut menerapkan sistem pencegahan kecurangan sebagaimana diamanatkan pada Permenkes No. 36/ 2015 salah satunnya dengan penerapan FCP pada rumah sakit BLU. terdiri dari sepuluh atribut yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok,

  FCP

  

Reporting System, dan Conduct and Disciplinary Standards. Penelitian ini berfokus

  pada pembahasan mengenai Reporting System atau sistem pelaporan yang terdiri dari tiga atribut FCP yaitu atribut Sistem Pelaporan Pelanggaran, atribut perlindungan pelapor, dan atribut pengungkapan kepada pihak eksternal. Penerapan Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik pada suatu organisasi dapat mencegah terjadinya mencegah tindak kecurangan berkembang karena kecurangan dapat terdeteksi lebih dini. Berdasarkan Report to The Nations oleh ACFE (2016), organisasi yang menyediakan media pelaporan mampu mendeteksi kecurangan lebih baik dari pada organisasi yang tidak menerapkan Sistem Pelaporan Pelanggaran (47,3% dibanding 28,2%). Terungkapnya kecurangan lebih dini dapat memotong rantai kecurangan dan mencegah kecurangan berkembang lebih kompleks. Haynes (2004, dalam Halif, 2012) mengatakan cara terbaik dalam menanggulangi tindak kejahatan adalah menghilangkan motivasi pelaku dengan menghalangi pelaku menikmati hasil dari kejahatan yang dilakukannya. Kecurangan yang terungkap lebih awal akan menghilangkan motivasi pelaku kecurangan untuk melanjutkan kecurangan yang yang dilakukannya.

  Mengingat pentingnya Sistem Pelaporan Pelanggaran, selayaknya Rumah Sakit BLU menerapkan sistem pelaporan pelanggaran yang baik sebagai salah satu unsur dalam sistem pencegahan korupsi. Salah satu rumah sakit yang mulai menerapkan sistem pelaporan pelanggaran dalam instansinya adalah Rumah Sakit Dr. Moewardi di Surakarta. Penerapan sistem pelaporan pelanggaran pada Rumah Sakit Dr. Moewardi dilakukan dalam rangka penerapan program pencegahan rangka pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Berdasarkan Peraturan MenpanRB Nomor 60 Tahun 2012, instansi atau satker ditetapkan berpredikat WBK dan WBBM apabila berdasar hasil evaluasi telah memenuhi indikator- indikator yang ditetapkan. Salah satu unsur indikator yang harus terpenuhi adalah sudah diterapkannya sistem pelaporan atas tindak kecurangan. Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2015 atas satker di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum berhasil meraih peridikat WBK dari Pemerintah Provinsi dan WBBM. Penyebabnya salah satunya adalah belum diterapkannya sistem dan sarana pelaporan atas tindak kecurangan yang memadai. Guna memenuhi salah satu indikator tersebut dan sebagai bentuk komitmen Rumah Sakit Dr. Moewardi dalam pembangunan ZI menuju WBK/ WBBM, tahun 2016 Rumah Sakit Dr. Moewardi mulai menerapkan sistem pelaporan pelanggaran. Sistem pelaporan pelanggaran dapat berperan besar dalam pencegahan kecurangan dalam suatu organisasi apabila sistem yang diterapkan dilaksanakan dengan efektif. Sistem Pelaporan Pelanggaran yang efektif harus memiliki empat elemen, yaitu anonimitas pelapor, independensi pengelola, kemudahan akses, dan ditindaklanjuti (Zimbelman, Albrecht, Albrecht, dan Albrecht, 2014). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Sistem Pelaporan Pelanggaran sebagai Bentuk Penerapan Fraud Control Plan pada Sektor Publik (Studi pada Rumah Sakit Dr. Moewardi) ”.

Rumusan Masalah

  Untuk mencegah terjadinya kecurangan, suatu instansi dapat menerapkan prorgam pencegahan kecurangan atau Fraud Control Plan. Salah satu unsur dalam pencegahan kecurangan adalah adanya Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik yang dapat menjadi salah satu media pengungkapan tindak kecurangan pada suatu instansi. Menurut Zimbelman dkk. (2014), Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik harus memiliki empat elemen, yaitu anonimitas pelapor, independensi pengelola, kemudahan akses, dan ditindaklanjuti.

  Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan Sistem Pelaporan Pelanggaran pada Rumah Sakit Dr.

  Moewardi? 2. Bagaimana peran penerapan Sistem Pelaporan Pelanggaran pada Rumah Sakit

  Dr. Moewardi dalam pelaksanaan Fraud Control Plan sebagai upaya pencegahan kecurangan?

Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi penerapan Sistem Pengaduan Kecurangan pada Rumah Sakit Dr. Moewardi serta mengetahui dampak dan kendala penerapannya.

   Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik dalam dunia akademisi maupun praktisi.

  1. Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pengembangan teori pencegahan dan deteksi kecurangan.

  2. Praktisi Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pengembangan

  

Fraud Control Plan khususnya pada atribut pelaporan kecurangan instansi yang

menerapkan Fraud Control Plan maupun Whistle Blowing System.

Orisinalitas Penelitian

  Penelitian tentang sistem pengaduan kecurangan telah banyak dilakukan, antara lain:

  1. Lastika (2015) dengan judul Evaluasi atas Implementasi Whistleblowing System sebagai Mekanisme Penerapan Good Public Governance:Studi Kasus di Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2012 2. Naomi (2015) dengan judul Penerapan Whistleblowing System dan Dampaknya

  Terhadap Fraud 3.

Nurayati (2016) dengan judul Pengaruh WBS dan Budaya Etis Organisasi Terhadap Kecurangan pada Sektor Pemerintahan

  Persamaan penelitian ini dengan ketiga penelitian tersebut di atas adalah kesamaan dalam meneliti penerapan sistem pengaduan dan perannya dalam pencegahan maupun deteksi fraud. Namun, ketiga penelitian tersebut hanya mengamati penerapan sistem pengaduan untuk laporan atau aduan bersumber dari internal instansi atau Whistleblowing System (WBS). Perbedaan dengan penelitian aduan yang bersumber dari internal (WBS) maupun aduan yang bersumber dari pihak eksternal.

Dokumen yang terkait

Sistem Informasi Pelaporan Rumah Sakit

1 1 6

Hubungan antara Self Compassion dan Penerimaan Suami dengan Resiliensi pada Wanita Penderita Kanker Serviks di RSUD Dr. Moewardi Surakarta - UNS Institutional Repository

0 0 19

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Penyakit Katarak Subkapsularis Posterior pada Pasien Katarak di RSUD Dr. Moewardi - UNS Institutional Repository

0 0 8

Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan International Prostate Symptom Score (IPSS) pada Penderita Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) di RSUD Dr. Moewardi - UNS Institutional Repository

0 1 13

Perbedaan Kejadian Cognitive Impairment pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 dengan Terapi Metformin dibanding Metformin dan Insulin di RSUD Dr. Moewardi - UNS Institutional Repository

0 0 10

Pengaruh Jarak Tabung Sinar-X dengan Film terhadap Kesesuaian Berkas Radiasi pada Pesawat X-Ray Simulator di Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Moewardi Surakarta - UNS Institutional Repository

0 0 16

Penerapan Model Regresi Logistik Robust pada Status Hiperkolesterolemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Menggunakan Estimasi Bianco-Yohai - UNS Institutional Repository

0 0 12

Evaluasi Penerapan Akuntansi Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Sektor Publik Pada Puskesmas Banyuanyar Surakarta Periode 2016 - UNS Institutional Repository

0 0 15

Prosedur Pengelolaan Arsip Dinamis Aktif di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta - UNS Institutional Repository

0 0 17

Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada Perusahaan Manufaktur (Studi pada PT. Macanan Jaya Cemerlang) - UNS Institutional Repository

0 0 15