A spek lingkunGan dan sosial

  BAB

   8 S P E K L IN G K U N A N D A N S O S IA L A

  RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1 Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL- UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

  2) UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

  3) Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019:

  “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah meningkatnya kualitas lingkungan hidup yang tercermin dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) menjadi sebesar 66,5-68,5 pada tahun 2019”

  4) Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

1) Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

  d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  5) Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

2) Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3) Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

  1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program.

  Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup.

  KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Gambar 8.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)

  Tahapan Pelaksanaan KLHS

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2 -JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu -isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

  Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 8.1.

Tabel 8.1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya No Kriteria Penapisan Penilaian

  Uraian Kesimpulan Pertimbangan (signifikan/tidak)

  

1 Perubahan Iklim Keterangan: Hingga laporan ini disusun,

Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS.

  2 Kerusakan, kemerosotan, Penyusunan KLHS menjadi rencana program dan/atau kepunahan tahun 2015-2019. keanekaragaman hayati

  3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

  4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

  5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,

  Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-

  JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM. Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

  Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah 1. Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

  Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah: 1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32

  Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

  3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

  d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup

  sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

  1. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek

  Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

  petani dll) b.

  d. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan,

  Organisasi masyarakat

  b. Asosiasi Pengusaha Tokoh masyarakat c.

  a. Lembaga Adat

  berkaitan dengan SDA Masyarakat terkena Dampak

  f. kelompok yang memiliki data dan informasi

  e. Perorangan/tokoh

  dan lingkungan hidup

  4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

  c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan

  b. Asosiasi profesi

  lainnya

  a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian

  Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)

  b. BPLHD

  a. Dinas PU-Cipta Karya

  Penyusun kebijakan, rencana dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya Instansi

  b. DPRD

  a. Bupati/Walikota

  Pembuat keputusan

Tabel 8.2. Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Contoh Lembaga

  2. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 3. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 8.3. Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

  Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Penjelasan Singkat Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Lingkungan Hidup Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum disusun, Kabupaten Banggai Laut belum

  Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas Air ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  Ekonomi Isu 2: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir Sosial Isu 3: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

c. Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 8.4. Contoh Tabel Identifikasi KRP

  Lokasi Komponen kebijakan /rencana / Kegiatan (Kecamatan/Kelurahan No program (jika ada))

  1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS.

  2 Penataan Bangunan dan Penyusunan KLHS menjadi rencana

  Lingkungan program tahun 2015-2019.

  3 Pengembangan Air Minum

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

d. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

Tabel 8.5. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

  N o Komponen kebijakan, rencana dan/atau program* Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek- Bobot Lingkungan Hidup Permukiman Bobot Sosial Bobot Ekonomi Total Bobot Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2:

  1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  2 Penataan Bangunan & Lingkungan

  3 Pengembangan Air minum

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

  Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain: a.

  Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbul kan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

  b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

  c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.

  d.

  Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Tabel 8.6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP No Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP

  1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  3 Pengembangan Air minum

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

  1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS.

  Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015- 2019.

Tabel 8.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

  3 Pengembangan Air minum

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

  Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindun gan lingkungan dalam RPI2-JM.

  

Untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW

Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program mengingat KLHS

bersifat wajib berdasarkan UU PPLH Pasal 15 ayat 1.

  Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.

  Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1.

  Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

  2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  

2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana

  Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

  

3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan

  dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

  

Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen

KLHS Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang

tersebut dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS

RPJP/RPJM, dll Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS

  KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

  Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan lainnya. Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan. KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

  Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

  Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau program.

  

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program

(Improvement of the Policy, Plan, and/or Program)

  Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau katalisator untuk memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia selama ini belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.

  

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning

and Capacity Building)

  Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

  

Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing

Decision Making)

  Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada pengambilan keputusan. KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

  Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)

  Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara luas. Azas akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas, sedangkan tuntutan dapat berdimensi luas.

  Prinsip 6: Partisipatif

  Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor

  32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.

  

Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

  KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadi penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia yang harus dipahami untuk penyelenggaraan KLHS.

  Karakteristik 1: Membangun Konsensus (Concensus Building)

  Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat, dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan masing- masing. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan harapan dapat memperkuat proses membangun kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.

  

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan

  Kebijakan Publik Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam, maka penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif dan proses perumusan kebijakan publik, dalam pengertian dimana antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingannya. KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan, penyusunan rencana dan program adalah kontinuum rasional – konsensus, sehingga negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip planning process improvement, capacity building dan public accountable tidak dapat diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang obyektif.

  Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

  Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan ketrampilan untuk dapat melakukan proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif.

  Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

  Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung peran personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. KLHS harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni membangun jalur komunikasi personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan. Melalui proses komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas peluang untuk mempengaruhi pengambil keputusan.

  Obyek KLHS

  Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut:

  

a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau

  pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk mengimplementasi tujuan.

  

b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan

  yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas, pilihan, sarana dan langkah- langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.

  c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen,pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.

  Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. 3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata

  Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota. Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas, pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS.

  Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu pengintegrasian ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya menjadi penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala dinamikanya.

  Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur penyusunan, penetapan dan evaluasi masing-masing. Oleh karena itu, detil pengintegrasian KLHS dalam masing-masing kebijakan, rencana dan/atau program dirumuskan oleh masing-masing kementerian/lembaga yang berwenang.

  Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut, proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.

  Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM. Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.

  Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai perencanaan pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.

  Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh menteri/kepala lembaga pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana dan/atau program terkait.

  Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau screening. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau program. Meskipun demikian, catatan proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

  Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan kreativitas untuk menentukan metode mana yang tepat dan efisien untuk satu

  KLHS. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel berikut memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan metode. Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara lain sebagai berikut:

Tabel 8.8. Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya

  Pilihan Metode Deskripsi Umum Pertimbangan Catatan Metode Cepat/ (Quick

  • Kebijakan, rencana
  • >Keterbatasan waktu dan sumber d
  • Tidak tersedia data yang cukup
  • Situasi darurat.
  • Kebijakan, rencana dan/atau program memerlukan masukan segera.
  • Tersedia data dan informasi yang cukup.
  • Kebijakan, rencana dan/atau program yang kompleks dan cukup waktu untuk menyusunnya.
  • Tersedia data dan sumber daya yang melimpah.
  • Tersedia ahli yang dapat mengerjakan.

  Appraisal) Proses penilaian suatu isu berdasar pertimbangan ahli yang umumnya cenderung kualitatif.

  dan/atau program membutuhkan penilaian yang cepat.

  Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program yang telah diatur dalam peraturan perundangan harus tetap terpenuhi.

  Metode Semi Detil Penilaian berdasarkan pada d ata dan informasi yang lebih akurat, dapat bersifat kuantitatif.

  Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program yang telah diatur dalam peraturan perundangan harus tetap terpenuhi.

  Metode Detil Penilaian menggunakan metode yang komprehensif dan memerlukan ahli.

  Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program yang telah diatur dalam peraturan p erundangan harus tetap terpenuhi.

  Metode Cepat (Quick Appraisal) Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.

  

1. Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait

dengan kebijakan, rencana dan/atau program.

  

2. Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara lain

dengan merumuskan isu-isu pokok yang akan didiskusikan.

  

3. Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring

dan merumuskan pandangan para pakar secara obyektif.

  

4. Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan lengkap.

  Contoh: Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui suatu forum diskusi dengan pemangku kepentingan dan atau melibatkan para ahli. dan ditentukan baik melalui kesepakatan bersama, maupun dengan meminta pendapat para ahli (professional judgement). Hasilnya diwujudkan dalam daftar sederhana dengan penjelasan sederhana yang mudah dipahami. Kajian pengaruh antara suatu komponen kebijakan, rencana dan/atau program dengan potensi dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan menggunakan matriks, perbandingan, analisis sederhana, atau analogi.

  Metode Semi Detil Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada digabungkan dengan pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini merupakan suatu langkah lebih maju daripada metode cepat, dimana pandangan para pakar didasarkan pada dukungan data -data dan informasi yang cukup memadai, sehingga keputusannya lebih akurat dan dapat lebih berifat kuantitatif.

  Metode semi detil dipilih apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji tidak begitu mendesak untuk diputuskan, serta tersedia waktu dan sumber daya yang cukup untuk mengumpulkan data dan informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar. Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).

  Kiat-kiat untuk melakukan metode semi detil yang efektif dan efisien antara lain:

  1 Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif dan benar - benar sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.

  2 Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam format-format yang mudah dibaca dan dipahami.

  3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan pandangan para pakar secara jernih.

  Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode semi detil adalah:

  1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;

  2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dan dilihat kecenderungannya untuk merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan; atau

  3 Kajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan mengkaji potensi dampak berdasarkan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) atau kombinasi antara metode cepat dan metode detil.

  Metode Detil Metode detil adalah kajian menggunakan berbagai metode ilmiah yang komprehensif, dan kompleks yang dalam beberapa hal hanya dapat dilakukan oleh para pakar di bidangnya masing -masing. Metode detil dilakukan untuk mengkaji beberapa isu spesifik yang dianggap penting dan sangat beresiko apabila diputuskan tanpa kajian ilmiah yang sesuai prosedur.

  Metode detil dilakukan apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji menimbulkan isu -isu penting dan komprehensif dan tidak segera harus diputuskan. Metode ini juga dipilih apabila pemrakarsa kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai sumber daya yang cukup untuk melaksanakan metode ini. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).

  Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam memilih /melaksanakan metode detil yakni:

  1 Metode yang kompleks tidak otomatis menghasilkan kajian yang lebih gamblang dan jelas.

  2 Penggunaan metodologi yang kompleks juga berpotensi menimbulkan penilaian pemangku kepentingan bahwa hasil kajian justru tidak transparan.

  3 Pendekatan kajian yang kompleks dapat bermanfaat jika benar-benar memberikan nilai tambah bagi proses pengambilan keputusan. 4 4.Kerangka acuan kajian detil idealnya didiskusikan dengan pengambil keputusan dan pemangku kepentingan yang terkait langsung untuk memastikan bahwa mereka menyetujui tingkat akurasi dan keterbukaan dari pendekatan kajian yang kompleks tersebut serta menyetujui konsekuensi waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggraakan usulan kajian detil ini.

  Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode detil adalah:

  1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan kajian-kajian terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;

  2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dijadikan sarana untuk merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, data dan informasi yang dikumpulkan pada tahap awal perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dapat dijadikan dasar untuk merumuskan isu- isu strategis pembangunan berkelanjutan; atau

  3 Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dengan menggunakan alat analisis yang lebih kompleks seperti sistem informasi geografis (Geographic Information System/GIS), proses analisis berhirarkhi (Analytical Hierarchy Process/AHP), dan pemodelan hubungan antar factor.

  Metode Pengkajian Proses kegiatan penyusunan dokumen harus berinteraksi langsung dengan proses penyusunan KRP, dimana integrasinya berlangsung menurut langkah-langkah sebagai berikut :

  • mengidentifikasi isu- isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan rancangan KRP.

  Langkah 1: Pelingkupan : proses sistematis dan terbuka untuk

  • proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RPJM; serta pengujian efektivitas RPJM dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kegiatan telaah dan analisis teknis harus didasarkan pada:

  Langkah 2 : Penilaian atau telaah/analisis teknis:

  a. pemilihan dan penerapan metoda serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b. penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan c. sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring.

  • Langkah 3 : Penetapan alternatif: substansi pokok/dasar RPJM atau KRP tata ruang (misalnya: a.

  mengubah pola atau struktur ruang dari yang semula diusulkan),

  b. program atau kegiatan penerapan muatan RPJM atau KRP

  tata ruang (misalnya: mengubah lokasi atau besaran infrastruktur yang dibutuhkan), dan

c. Kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya : penerapan kode bangunan yang hemat energi).

  Berdasarkan PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN ATAU EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH, Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan RPJPD atau RPJMD meliputi:

Tabel 8.9. Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan RPJPD atau RPJMD

  

Sumber: Permendagri 67 Tahun 2012

Tabel 8.10. Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan Renstra SKPD

  Sumber: Permendagri 67 Tahun 2012

  KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana- program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL - UPL. Dan SPPLH.

8.1.2. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH