Dakwah dan kesalehan sosial : Kiprah dakwah Roostien Ilyas

(1)

DAKWAH DAN KESALEHAN SOSIAL:

KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh :

EDY PRIYANTO NIM. 108051000035

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi yang berjudul “Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostein Ilyas”, dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote, maupun daftar pustaka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan merupakan karya asli atau duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian lembar pernyataan ini dibuat, sehingga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 29 Juni 2015

Edy Priyanto


(5)

ii ABSTRAK Nama : Edy Priyanto

NIM : 108051000035

Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostien Ilyas

Rasullulah Saw telah berhasil mengembangkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Beliau dalam mengembangkan agama Islam, mendapat tantangan yang amat keras. Kemudian dunia menyaksikan bahwa dalam waktu yang relatif singkat dunia telah melihat agama Islam merambah wilayah Arab, lalu menyusuri wilayah Asia, Afrika, bahkan Eropa. Tidak hanya laki-laki peran perempuanpun hadir pada setiap zaman dengan kecantikan, perjuangan, keperkasaan, dan kekuasaan. Abadi dalam ingatan khalayak. Khadijah istri Nabi contohnya, kontribusinya pada awal Islam sangatlah berpengaruh besar. Bukan hanya mengimani Islam, namun dia terjun langsung dalam membantu Rasul. Jiwa, raga, serta hartanya disumbangkan untuk Islam. Inilah bentuk kesalehan yang hakiki. Mengikuti jejak Nabi sosok Roostien Ilyas hadir. Perempuan yang bergerak di bidang sosial khususnya pendampingan anak-anak jalanan. Terfokus hanya pada acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Ia bertahun-tahun mengelola Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan.

Dari pernyataan di atas maka muncul pertanyaan : Bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Serta apa saja faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan?

Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penulis menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian dan menuangkannya ke dalam tulisan. Metode ini juga didukung dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan penulis kepada objek penelitian beserta tulisan-tulisan yang menyangkut dengan judul skripsi.

Kiprah dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas adalah sebuah peroses penyampaian nilai-nilai keIslaman dengan menampakkan bentuk kesalehan sosial. Menanamkan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin bagi seluruh umat. Menuangkan ajaran Islam kepada yang belum tahu menjadi tahu, dan yang sudah tahu agar lebih mendalaminya. Perubahan menuju kebaikan itu menjadi sinyal positif atas gerakannya ini. Dengan sosok yang demikian cukup kiranya dia berjuang. Pendanaan adalah penghambat terbesar saat kita berjuang di ranah sosial.


(6)

iii

Kalimat syukur serta pujian-pujian agung yang suci hanya ingin penulis persembahkan kepada Allah SWT. Karena atas segala anugerah dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostien Ilyas” dapat selesai sesuai harapan.

Membuat sebuah karya tulis tentu melewati banyak fase kerumitan. Namun fase-fase tersebut dapat penulis lewati dengan perjuangan sepenuh hati. Karya ini tercipta berkat dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan kontribusi maksimal kepada penulis. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, semoga karya tulis ini bermanfaat di kemudian hari.

Beberapa pihak sudah seyogyanya penulis sebut sebagai bentuk terima kasih dan rasa takzim atas segala yang mereka berikan. Mereka yang sangat berjasa pada pengerjaan skripsi ini adalah:

1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III.

2. Rahmat Baihaky, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Dr. H. Ilyas Ismail, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi dan dosen

pembimbing akademik saya yang sangat banyak membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini. Seorang dosen yang membuat penulis dapat bekerja semangat dan sepenuh hati.


(7)

iv

4. Bapak/ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai kepada penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat, khususnya bagi saya pribadi.

5. Ibu Roostien Ilyas, sebagai objek sekaligus narasumber penelitian ini. Mba Evi, Bang Sambul, dan tim yang memudahkan saya berkomunikasi dengan Bu Roostien. Terima kasih atas segala budi baik serta tulus ikhlas yang telah Anda berikan, sehingga terlahir sebuah karya tulis akhir ini.

6. Ayahku Sukamdi dan Ibuku Suharti, orang tua penulis yang selalu memberikan doa dalam sujudnya, semangat dalam nasihatnya dan motivasi yang selalu diberikan. Terima kasih juga kepada Umi Habibah, seorang adik yang ikhlas menunggu lama kakaknya menjadi sarjana.

7. Sungguh saya ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabatku Abraham Zakky Zulhazmi, Adi Sucipto, Didiet Hadi Ruswanto, A. Hafidh Adli, Hagian Sukarna, Muhammad Sabki, Lukman Nul Hakim, Zidney Ilmannafi Amson, Mursalin Achzari, Diah Megowati, Risalatul Muawanah, dan Alm. Gunawan Laksono. Sahabatku yang selalu sabar menemani, memberikan kontribusi, memotivasi, perhatian, dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Ucapan terima kasih yang mendalam kepada para penghuni Kelas Istimewa KPI B 2008. Kelas yang banyak melahirkan


(8)

mahasiswa-v

Menjalani susah senang bersama, menanggung beban bersama, seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap teguh mencapai cita-cita yang kita harapkan.

9. Teman-teman di KMPLHK RANITA (Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Battutah). Terutama kepada kelompok seangkatan saya di RANITA, yang biasa disebut BBB.

10.PMII KOMFAKDA.

11.Sahabat-sahabat KKN BADUY 2011.

12.Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat di terima oleh Allah, serta mendapat balasan yang berlimpah dari-Nya.

Jakarta, 29 Juni 2015


(9)

vii

A. Setting Sosial...43

B. Karya...46

C. Profil Yayasan Nanda Dian Nusantara ...51

BAB IV ANALISA KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS DALAM MEWUJUDKAN KESALEHAN SOSIAL A. Konsep Dakwah Roostien Ilyas...53

B. Kiprah Dakwah...60

a. Dakwah Bi Al-Qalam (Kitabah)………...……….……60

b. Dakwah Bil Hal………...………..60

C. Muatan Dakwah (Materi Dakwah) ...69

D. Faktor Pendukung dan Penghambat...70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...74

B. Saran...75

DAFTAR PUSTAKA...77 LAMPIRAN


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana diketahui bersama bahwa Rasullullah telah berhasil mengembangkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Beliau dalam mengembangkan agama Islam, mendapat tantangan yang amat keras. Pada kenyataannya melalui dakwah yang dikembangkan oleh Rasullullah, dunia Arab yang pada waktu itu dalam suasana jahiliah kemudian berubah menjadi masyarakat yang beriman dan bertauhid kepada Allah.1 Dakwah Rasul berhasil membuat perubahan yang besar. Maka dalam ajaran Islam tidak akan lepas dari kegiatan dakwah. Pada perkembangannya ilmu ini disebut ilmu dakwah.

Dakwah adalah terma yang terambil dari Al-Qur’an. Ada banyak ayat yang di antara kata-kata yang digunakannya adalah dakwah, atau bentuk lain yang akar katanya sama dengan akar kata dakwah, yaitu dal, ain, wawu. Menurut hasil penelitian, Al-Qur’an menyebutkan kata da’wah dan derivasinya sebanyak 198 kali, tersebar dalam 55 surat dan bertempat dalam 176 ayat. Ayat-ayat tersebut sebagian besar (sebanyak 141 ayat) turun di Makkah, 30 ayat turun di Madinah sebagai tempat turunnya, karena ada perbedaan pendapat tentang tempat turunnya Surat al-Hajj (QS 22).2

Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari’at

1

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet 1, h. 17-18. 2

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), Cet 1, h. 4.


(11)

2

serta akhlak Islamiyah.3 Dakwah menyerukan kepada umat untuk kembali pada nilai-nilai agama Islam secara maksimal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun, di manapun, dan apapun profesinya. Baik dia seorang presiden, pengusaha, politik, pendidik, petani, buruh, dan tukang becak sekalipun. Dakwah yang merupakan titik berat di sini adalah menyangkut keseimbangan manusia dalam bertindak. Ada dua perkara yaitu hablun minallah (hubungan kepada Allah) dan

hablun minannas (hubungan kepada manusia).

Dalam menyampaikan dakwah para da’i harus memiliki metode. Metode ini berguna untuk memudahkan penyampaian dakwah. Metode dakwah secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: dakwah bil lisan, dakwah bi al qolam, dan dakwah bil hal.

1. Dakwah bil lisan: Secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapaun secara istilah, dakwah bil lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Allah. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya : ceramah, diskusi. 2. Dakwah bi al qalam: Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis

menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.

3. Dakwah bil hal: Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap

3

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), Cet 1, h. 8-9.


(12)

kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.

Pada beberapa titik, dakwah akan bersinggungan dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Sehingga nantinya muncul terma kesalehan sosial. Iman merupakan simbol dari hal-hal yang bersifat ritual, sedangkan amal saleh merupakan simbol dari amal sosial yang bersifat sosiologis. Ironisnya, kesalehan sosial sering dilupakan dan orang lebih mementingkan kesalehan ritual, atau kesalehan ritual dianggap lebih tinggi derajatnya dari kesalehan sosial. Orang yang beribadah biasa-biasa saja tetapi ia aktif dalam berbagai aktivitas sosial, dan memiliki kepedulian yang tinggi dengan situasi yang terjadi, sering kali masih dianggap orang yang tingkat religiusitasnya rendah. Hal yang lebih naif lagi, kedua dimensi ini (kesalehan sosial dan kesalehan ritual) sering dianggap tidak memiliki hubungan apa-apa. Karena itu, orang yang rajin ibadah, yang setiap tahun mengerjakan ibadah haji, namun mereka tidak mempunyai kepedulian terhadap persoalan yang terjadi di sekitarnya banyak kita temui.

Dari perpektif ini, kita bisa memahami, sekalipun tempat ibadah berkembang di mana-mana, kuantitas orang yang mengerjakan haji semakin meningkat, majelis taklim tumbuh pesat di kantor-kantor, namun pada saat yang sama korupsi juga semakin meningkat, kebocoran anggaran terjadi di mana-mana. Ternyata hal demikian juga dilakukan oleh orang-orang yang secara ritual keagamaan di nilai cukup taat, seperti melaksanakan ibadah salat, haji, zakat, dan


(13)

4

lain-lain. Selain itu, kekerasan yang bersifat kultural dan struktural, eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah juga berkembang di mana-mana.4

Di Indonesia, sosok pekerja sosial amat banyak jumlahnya. Bahkan nyaris tak terhitung. Akan tetapi yang tetap konsisten dan berada di wilayah keislaman bisa dihitung dengan jari. Roostien Ilyas, satu dari jutaan manusia Indonesia yang dedikasinya dalam bidang sosial sangat layak untuk diapresiasi. Pada pundak perempuan kelahiran Sumenep, 22 Januari 1950 itu tersemat sebuah label pekerja sosial. Sejak tahun 1989 ia telah terjun dalam kerja-kerja sosial yang diawali dengan „mengasuh’ para pelacur di Kramat Tunggak. Pada saat itu, di Kramat Tunggak ada 1.800 pelacur, hampir semuanya Cuma pendidikan SD. Mereka umumnya berasal dari desa-desa miskin di kawasan Pantura (Pantai Utara Jawa).

Pada saat itu belum ada penanganan pelacuran secara komprehensif, yang ada hanya sebatas penyediaan lokalisasi. Juga, belum ada penelitian seperti yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Unair tentang kompleks pelacuran Dolly di Surabaya. Untuk sementara, Roostien menggunakan asumsi, bahwa pelacuran itu akibat masalah perut, atau konsekuensi dari problem kemiskinan. Melarat itu masalah perut, kalau sudah melarat, sebagian dari mereka menjadi pelacur. Berdasarkan asumsi ini, ia mulai bekerja, dengan menemui dan mengenal para pelacur di Kramat Tunggak.

Kemudian Roostien merasa menemukan suatu teknik pendekatan pemecahan masalah yaitu memberikan masukan kepada mereka dan mengembangkan wacana untuk mencari jawaban mengenai untung-ruginya menjadi pelacur. Dengan pendekatan ini wacana tentang dimensi-dimensi negatif

4


(14)

pelacuran sangat mereka pahami. Tetapi, bila masalah perut sudah berbicara, anak harus dihidupi, dan sebagainya, pada akhirnya melacur tetap menjadi satu-satunya pilihan. Sangat sulit melakukan perubahan, karena budaya mereka sudah berubah. Dari budaya kemiskinan, berubah menjadi budaya konsumeristik. Masalah pelacuran ternyata jauh lebih kompleks dan sulit dipecahkan dari pada yang dibayangkan semula. Penanganannya tidak bisa hanya dengan sekadar membangun wacana supaya para pelacur itu sadar, atau bahkan membubarkan sama sekali keberadaan lokalisasi.5

Masa kerja pelacur di Kramat Tunggak sangatlah singkat. Pada kategori 13 hingga 20 tahun adalah masa efektif bagi mereka. Sedangkan 25 tahun keatas sudah sangat turun nilainya. Dari kenyataan itulah seharusnya titik awal solusi dapat dilakukan bagi mereka. Seringkali Roostien mengingatkan mereka, “kamu itu ibarat mobil. Bukan mobil pribadi, tapi mobil yang dipakai beramai-ramai dan tidak pernah diperbaiki. Kalau sudah rusak, ya sudah, dilempar saja di situ, di Cililitan, jadi rongsokan besi tua. Kalau sudah tidak laku, terus kamu mau apa?”

Dengan menanamkan kesadaran seperti itu, Roostien berharap supaya mereka mau belajar menjahit, atau belajar ini dan belajar itu, apa saja. Tetapi, kita tidak bisa menyetop mereka dari kegiatan menjadi pelacur. Mereka mendapat uang dari menjual diri. Kesadaran akan kehidupan hanya untuk hari ini. Esok hari mau jadi apa, tidak perlu dipikirkan. Jadi, yang dapat diberikan hanyalah sekadar keterampilan alternatif saja, sebagai persiapan kalau suatu saat mereka sudah tidak laku lagi jadi pelacur.

5

Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 15-16.


(15)

6

Pengalaman lain menyangkut urusan agama. Kalau menyangkut ritual agama, pelacur-pelacur itu sangat rajin. Salat, dan kegiatan doa mereka justru lebih aktif dibandingkan “orang biasa.” Itu karena di hati kecilnya, mereka sudah merasa bersalah. Jadi, aktivitas keagamaan mereka berangkat dari perasaan berdosa itu. Suatu kali, Roostien mengirim mereka untuk ikut MTQ (Musabaqoh Tilawah Qur’an) tingkat DKI. Pada waktu itu yang menjabat sebagai Gubernur ialah Wiyogo. Salah seorang pelacur itu akhirnya menjadi juara harapan satu MTQ tahun 1989.6

Roostien termasuk salah seorang yang menentang keras penggusuran komplek Kramat Tunggak. Sebab ia beranggapan bahwa sampah saja butuh tempat agar tidak berhamburan. Dengan menutup Kramat Tunggak sama halnya dengan membiarkan pelacur-pelacur itu berhamburan menyebar kemana-mana dan tidak terlokalisir. Mereka cenderung „jemput bola’ dan itu lebih berbahaya.

Beranjak dari Kramat Tunggak, Roostien menuju Kramat Jati. Ia percaya bahwa mencegah lebih baik, dari pada mengobati. Sekian lama ia berpikir dan akhirnya menemukan kesimpulan bahwa para pelacur menjual dirinya karena faktor kemiskinan. Mereka tahu jika melacur merupakan sebuah dosa dan akan dikucilkan di masyarakat. Tapi mereka tak punya pilihan lain. Melihat kenyataan itu Roostien lalu memilih mengambil langkah preventif edukatif. Sebab ia merasa rehabilitasi dan tindakan kuratif seolah hanya menangani ekornya saja. Renungan tersebut membawanya pada pemikiran, barangkali penanganan masalah sosial harus dilakukan sedini mungkin, yakni pada anak-anak.

6


(16)

Berangkat dari kesadaran menangani masalah harus dari hulu baru ke hilir, Roostien pun penuh mengabdikan diri untuk menangani anak-anak jalanan. Difokuskan kepada mereka yang bekerja di sektor informal dan masih pada usia sekolah. Seiring waktu, berdirilah Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN). Sebuah satuan tim kerja sekaligus payung yang senantiasa menaungi kemanapun Roostien bergerak. Dibantu oleh orang-orang yang penuh dedikasi, Roostien melakukan kerja-kerja pendampingan anak jalanan. Perkembangan selanjutnya, Roostien menggelar acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan setiap bulan Ramadhan yang berlangsung rutin sejak 1998 hingga sekarang. Adapun Pesantren Ramadhan untuk anak jalanan ini sudah menjadi brand tersendiri dari YNDN.7

Selama mengurus anak-anak jalanan, Roostien mendapat kesadaran-kesadaran baru. Di antaranya menyangkut hubungan agama dengan orang-orang pinggiran. Kiranya siapapun sepakat jika nilai-nilai agama perlu ditanamkan kepada anak sejak dini. Namun bagi anak-anak jalanan pelajaran dan nilai-nilai agama justru mereka jauhi. Alasannya sederhana: Mereka merasa Tuhan yang menjauhi mereka. Tuhan hanya berpihak kepada orang-orang kaya, yang dalam kacamata anak-anak mempunyai kehidupan yang mapan dan nyaman.

Mengapa pikiran seperti itu timbul di benak mereka? Mereka bukan hanya melihat, tapi mengalami sendiri. Sehari-hari mereka tinggal di rumah yang bisa digusur kapan saja. Sekolah mereka juga bukan sekolah–sekolah permanen di mana mereka bisa tenang belajar. Sekolah mereka adalah sekolah alternatif yang sewaktu-waktu dibubarkan oleh aparat yang merasa berwenang.

7


(17)

8

Sementara itu, rumah-rumah ibadah berdiri mewah. Satu sama lain seakan berlomba untuk menjadi yang paling megah. Akan tetapi saat anak-anak itu datang ke rumah ibadah, mereka mendapat cibiran, bahkan dihalau, seakan-akan mereka akan mengotori tempat ibadah nan suci. Mereka melihat, orang-orang datang ke tempat ibadah dengan pakaian bersih dan rapi, bahkan mahal. Belum lagi aromanya yang wangi dan menyegarkan. Pemandangan seperti itu membuat mereka berkesimpulan bahwa Tuhan itu jauh, bahwa ibadah itu mahal. Kenyataan itulah yang membuat mereka mencari „tuhan-tuhan’ yang lain. Hal itu pula yang selalu menjadi kegelisahan Roostien dan terus dilawannya.8

Apa yang dilakukan Roostien Ilyas selama ini adalah cermin kesalehan sosial. Berdakwah di „jalanan’ seperti yang dikerjakan Roostien Ilyas memang tidak mudah. Lantaran segala persoalan ada di dalamnya. Dalam pengertian yang luas inilah, dakwah bukan hanya berkaitan dengan persoalan menambah jumlah pemeluk Islam, akan tetapi yang paling utama adalah bagaimana dakwah dapat berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan.9 Roostien Ilyas mempraktikkan hal tersebut.

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis bermaksud menulis skripsi

berjudul “DAKWAH DAN KESALEHAN SOSIAL: KIPRAH DAKWAH

ROOSTIEN ILYAS”.

8

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Salat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Pensil-324, 2014), cet 1, h. 155-157.

9

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet-1, h. 5.


(18)

B. Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dakwah yang dilakukan di beberapa media begitu gencar. Namun semakin maraknya korupsi di Indonesia. Justru dilakukan oleh orang yang secara nilai keagamaannya cukup taat. Ini berakibat pada tidak tersalurkannya dana yang ada ke banyak sektor. Salah satu sektor yang memperihatinkan adalah pendidikan. Di mana masih banyak anak-anak di luar sana yang tidak dapat belajar di sekolah hanya karena tidak memiliki biaya. Bahkan anak-anak itu bekerja apa saja demi sesuap nasi dan menyambung hidup mereka. Kaum bawah negeri ini terlihat sangat memperihatinkan.

2. Pembatasan Masalah

Banyak hal menarik yang dapat dikaji dari Roostien Ilyas. Dalam perannanya bergerak di bidang sosial khususnya anak-anak. Agar penelitian ini terarah dan menghindari melebarnya pembahasan, maka penelitian ini hanya dibatasi pada kiprah dakwah Roostien Ilyas selama mengelola Pesantren Ramadhan anak jalanan.

3. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut :

a. Bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan?

b. Bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan?


(19)

10

c. Faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini penulis mempunyai tujuan yang ingin di capai, yaitu : 1. Untuk mengetahui sejauh mana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui

Pesantren Ramadhan anak jalanan.

2. Untuk mengetahui bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu komunikasi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dalam bidang dakwah. Melalui kiprah dakwah Rooostien Ilyas.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa komunikasi dan penyiaran Islam, kepada pembaca umumnya, dan juga dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Serta bagi para praktisi dakwah yang menjadikan dunia sosial sebagai sarana untuk menyebarkan arus informasi dakwah.


(20)

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan serta tujuan yang dikemukakan dalam penelitian di atas mengenai kiprah dakwah Roostien Ilyas. Maka pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis adalah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat10

Ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan objek tertentu.11 Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peneliti langsung terjun ke situasi yang sesungguhnya. Dalam hal ini peneliti akan menjelaskan dan menjabarkan data-data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau yang terjadi di lapangan.

2. Subjek dan objek penelitian

Subjek penelitiannya adalah Roostien Ilyas. Sedangkan untuk objek penelitiannya adalah kiprah dakwah Roostien Ilyas.

3. Macam dan Sumber Data

Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder.

a) Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan berupa hasil temuan penelitian observasi dan wawancara dengan Roostien Ilyas.

10

Jalaluddin Rahmat, Metodologi Penelitian Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya,1996), h. 24.

11

Lexy J.Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 5.


(21)

12

b) Data sekunder akan diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam buku ataupun dokumentasi dan literatur lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah :

a. Observasi, adalah pengamatan dan pengumpulan data di mana penulis melakukan pengamatan terhadap gejala dan objek yang akan diteliti.12 Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan di lapangan dengan cara berhadapan langsung dengan subjek yang akan diteliti yaitu Roostien Ilyas. Dengan melakukan observasi tersebut maka dapat diketahui aktivitas dakwah Roostien Ilyas.

b. Wawancara, adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban yang dihasilkan akan di catat atau direkam dengan alat perekam.13 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan mewawancarai langsung Roostien Ilyas. Juga mengumpulkan berbagai informasi yang dapat menunjang data yang diperlukan.

c. Studi Dokumentasi, adalah penelitian pengumpulan, membaca, dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang terdapat di perpustakaan, internet atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.14 Penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Roostien Ilyas. Selain itu penulis juga membaca

12

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1980), h.102. 13

Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet 4, h. 67.

14

Rachmat kriyantono, Tekhnik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Pradana Group, 2007), h. 116.


(22)

dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang terdapat di buku, website, foto-foto, serta rekaman video, sehingga dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.

5. Teknik Analisa Data

Dari data yang sudah diperoleh, maka penulis mempelajari berkas yang telah terkumpul kemudian peneliti melakukannya dengan cara editing, yaitu mempelajari kembali berkas-berkas data yang terkumpul sehingga keseluruhan berkas itu dapat di ketahui dan dapat dinyatakan baik agar dapat dipersiapkan proses selanjutnya.

Penelitian deskriptif ditunjukan untuk: (1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan dan evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana atau keputusan pada waktu yang akan datang.15

6. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara, yaitu Jalan Masjid Raya No. 6 Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2014 sampai Maret 2015.

E. Kajian Teori

Dakwah, secara etimologis (lughatan) berasal dari kata da’a, yad’u,

da’watan. Kata da’a mengandung arti: menyeru, memanggil, dan mengajak. Dakwah, artinya seruan, panggilan, dan ajakan. Dakwah Islam dapat dipahami

15

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 248.


(23)

14

sebagai seruan, panggilan, dan ajakan kepada Islam. Penulis sendiri mendefinisikan dakwah sebagai: kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di jalan-Nya, serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.16

Untuk memahami beberapa diantaranya, berikut ini akan dikemukakan sejumlah definisi dakwah :

 Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat

 Dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia agar melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta perintah berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

 Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari’at serta akhlak Islamiyah.17

Akhir-akhir ini sering kita mendengar dari kalangan kaum Muslim, sementara orang yang mempersoalkan secara dikotomis tentang kesalehan. Seolah-olah dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan ritual” dan “kesalehan sosial”. Dengan “kesalehan ritual” mereka menunjuk perilaku kelompok orang yang hanya mementingkan ibadat mahdlah, ibadat yang

16

Ilaihi Wahyu dan Hefni Harjani, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007), Cet 1, h. 1-2.

17

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar , 2003), Cet 1, h. 8-9.


(24)

mata berhubungan dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Kelompok yang sangat tekun melakukan salat, puasa, dan seterusnya; namun tidak peduli akan keadaan sekelilingnya.

Dengan ungkapan lain, hanya mementingkan hablum minallah.Sedangkan yang mereka maksud dengan “kesalehan sosial” adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadat seperti sembayang dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas.

Boleh jadi hal itu memang bermula dari fenomena kehidupan beragama kaum Muslim itu sendiri, dimana memang sering kita jumpai sekelompok orang yang tekun beribadat, bahkan berkali-kali haji misalnya, namun kelihatan sangat bebal terhadap kepentingan masyarakat umum, tak tergerak melihat saudara-saudaranya yang lemah tertindas, misalnya.18

F. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka. Penulis menggunakan rujukan tersebut untuk mendapatkan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar tidak adanya kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Adapun judul-judul yang diteliti oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebelumnya, antara lain :

1. Kiprah Dakwah Ustadz Wahfiudin oleh Daseva Dwianti (104051001857) tahun 2009. Penelitiannya mengenai dakwah Ustadz Wahfiudin yang

18

www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,pdf-ids,4-id,7396, diakses tanggal 2 Maret 2014 pukul 20.13.


(25)

16

menggunakan cara dzikir dan ruqyah. Format dalam penelitian ini juga berbeda dengan apa yang akan penulis teliti.19

2. Kiprah Dakwah DR. Suryani Thahir Dalam Mengembangkan Majelis Mudzakarah As;Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta oleh Laila Fachriyah (104051001906) tahun 2008. Ustad dalam kegiatan dakwahnya menggunakan metode dzikir. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya. Subjek penelitian ini Roostien Ilyas, sedangkan objeknya penelitiannya mengulas bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas dengan format yang ingin penulis teliti.20

3. Kiprah Dakwah Al-Ustadz Taufik Setyaudin, MA di Pondok Pesantren Sabiluna oleh Okto Widodo (108051000031) tahun 2012. Ustad dalam kegiatan dakwahnya lebih dominan dakwah bil lisan dan dakwah bil hal. Yaitu melalui Lembaga Pendidikan, Khutbah Jumat, ceramah-ceramah di Majlis Ta’lim, dan melalui pengajian rutin. Objek dan Subjeknya pun berbeda dengan apa yang akan penulis teliti.21

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana gambaran jelas tentang hal-hal yang akan diuraikan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengatur sistematika penulisan dalam lima bab sebagai berikut :

19

Daseva Dwianti, Kiprah Dakwah Ustadz Wahfiudin (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2009).

20

Laila Fachriyah, Kiprah Dakwah DR. Suryani Thahir Dalam Mengembangkan Majelis Mudzakarah As-Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2008).

21

Okto Widodo, Kiprah Dakwah Al-Ustadz Taufik Setyaudin, MA di Pondok Pesantren Sabiluna (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2012).


(26)

BAB I : Bab ini berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, kajian teoritis, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II : Pada bab ini memuat tentang pengertian kiprah dakwah, pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah dan pengertian kesalehan sosial.

BAB III : Bab ini berisi profil atau biografi Roostien Ilyas. Karya tulis Roostien Ilyas. Hal-hal tersebut meliputi riwayat hidup dan karir dalam bidang sosial.

BAB IV : Bab ini meliputi kiprah dakwah Roostien Ilyas di dalam Pesantren Ramadhan anak jalanan, hasil dakwah Roostien paska Pesantren Ramadhan, faktor pendukung dan penghambat kiprah dakwah Roostien Ilyas.

BAB V : Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan dari kiprah dakwah Roostien Ilyas dalam kesalehan sosial. Serta memberikan saran demi kemajuan dakwah Islam.


(27)

18

BAB II

LANDASAN TEORI A. Konsep Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Konsep dakwah terdiri dari dua suku kata yaitu konsep dan dakwah. Konsep menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.1 Sejalan dengan itu Muin Salim mendefinisikan konsep sebagai ide pokok yang mendasari satu gagasan atau ide umum. Dengan demikian konsep adalah suatu hal yang sangat mendasar yang dijadikan patokan dalam melaksanakan sesuatu. 2

Dakwah memiliki dua arti dalam kamus besar bahasa Indonesia, yaitu : 1. Penyiaran, propaganda; 2. Penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.3

Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da’i yang berusaha untuk lebih dekat dan mengenal mad’unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.4

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 725.

2

http://iics.nazuka.net/2013/04/konsep-dakwah-dalam-islam/, diakses tanggal 7 Mei 2014 pukul 19.40.

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 288.

4


(28)

Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacam-macam, antara lain :

a. Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M.A. dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.5 b. Menurut M.Quraish Shihab dakwah adalah seruan atau ajakan kepada

keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek. 6 c. Syaikh Ali Mahfudh dalam kitabnya Hidayah al-Mursyidin menerapkan

definisi dakwah sebagai berikut : Mendorong (memotivasi) untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk (Allah), menyuruh orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat.7 d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan

Penerapannya) mendefinisikan dakwah yaitu sebagai panggilan. Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan

5

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 3. 6

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 4-5. 7


(29)

20

Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berada di jalan-Nya.8

Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.9

Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep dakwah merupakan ide atau gagasan yang bertujuan untuk mengajak manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan dan sesuai dengan tuntunan Al- Qur’an dan As- Sunnah.

Setelah seseorang (da’i) melakukan sebuah aktivitas dakwah. Maka secara tidak langsung dia memiliki peran dalam rangka memajukan umat. Minimal dari sisi agama dan bisa berkembang ke berbagai sektor. Maka seorang da’i pasti memiliki pandangan yang dilihat oleh orang banyak. Terutama adalah kredibilitasnya sebagai seorang da’i. Maka penulis harus menjabarkan juga apa itu kiprah dakwah, agar dapat dipahami secara jelas.

Kiprah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan dengan semangat tinggi ; atau bergerak, berusaha giat dalam bidang tertentu10. Sedangkan menurut Djumhur,

8

A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya” (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15.

9

Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983), Cet-1, h. 32.

10

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 701.


(30)

kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas petugas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.11

WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya.12

Menurut pemaparan beberapa tokoh diatas berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari hanya sekedar beraktifitas.

Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah melakukan kegiatan dakwah (amar ma’ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan kesejahtraan ummat.

Maka kiprah dakwah adalah melakukan aktifitas yang mengandung seruan atau ajakan yang mengarah pada situasi yang lebih baik dan semua itu dilakukan dengan semangat yang tinggi demi mengharap ridho Allah.

11

Djumhur. Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975), h. 12.

12

WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 15.


(31)

22

2. Tujuan Dakwah

Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Apalagi ditinjau dari segi pendekatan sistem. Tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah. Di mana antara unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu, saling mempengaruhi, dan saling berhubungan.13

Dengan demikian tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah sama pentingnya dengan unsur-unsur lain, seperti subjek dan objek dakwah, metode, dan sebagainya. Bahkan lebih dari itu tujuan dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah, sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah juga berpengaruh olehnya (tujuan dakwah). Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju seluruh aktivitas dakwah.

Rasullullah bersabda: Sesungguhnya segala pekerjaan dengan niat, dan bahwasanya setiap urusan (perkara) tergantung dengan apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrah menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrah karena dunia (harta atau kemegahan dunia) atau karena wanita yang dikawininya, maka hijrahnya itu kea arah yang ditujunya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Secara umum tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah Swt.

13


(32)

Adapun tujuan dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu :14

 Tujuan Umum Dakwah (Mayor Objective)

Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dalam seluruh aktivitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah yang masih bersifat umum dan utama, di mana seluruh gerak langkahnya proses dakwah harus ditujukan dan diarahkan kepadanya.

Tujuan dakwah di atas masih bersifat global atau umum, oleh karenanya itu masih memerlukan perumusan-perumusan secara terperinci.

 Tujuan Khusus Dakwah (Minor Objective)

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan dan penjabaran dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang akan dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara apa, bagaimana dan sebagainya. Secara terperinci. Sehingga tidak terjadi overlapping antara juru dakwah yang satu dengan lainnya hanya karena masih umumnya tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi dalam Dakwah bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokan dalam tiga macam, yaitu :

 Mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah yang Maha Esa, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu dan tidak pula bertuhan kepada selain Allah.

14


(33)

24

 Mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama karena Allah dan mengajak supaya amal perbuatannya jangan bertentangan dengan iman.  Mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang akan

mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia seluruhnya.15

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia yang diridhai Allah, baik itu di dunia maupun di akhirat.

3. Metode Dakwah

Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Yunani metodos yang artinya cara atau jalan. Jadi metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara effektif dan efisien.16 Dalam bahasa Jerman metode berasal dari kata “methodica” artinya adalah ajaran tentang metode.

Sedangkan dalam bahasa Arab, metode berasal dari kata “thariq” yang artinya

jalan. Sehingga metode adalah cara yang telah diatur dan memulai proses untuk mencapai suatu maksud.17

Metode adalah suatau cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Metode dakwah dapat juga disebut sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwahnya dengan serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

15

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 66. 16

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 95. 17


(34)

Setelah seorang da’i mengetahui apa itu metode dakwah secara umum. Maka seorang da’i akan memperhatikan pula faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penggunaan suatu metode, agar metode yang dipilih dan digunakan benar-benar fungsional. Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan metode, yaitu :

1) Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya.

2) Sasaran dakwah, baik masyarakat atau individual dengan segala kebijakan/politik pemerintah, tingkat usia, pendidikan, peradaban (kebudayaan), dan lain sebagainya.

3) Situasi dan kondisi yang beraneka ragam dengan keadaannya.

4) Media dan fasilitas (logistik) yang tersedia, dengan berbagai macam kuantitas dan kualitasnya.

5) Kepribadian dan kemampuan seorang da’i atau muballigh.18

Landasan umum mengenai metode dakwah adalah Al-Qur’an Surah An -Nahl ayat 125. Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat. Kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut, berbunyi :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surah An-Nahl 125).

18


(35)

26

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah ada tiga hal, yaitu:

hikmah, mau’izatul hasanah dan mujadallah. Semua metode yang ada dalam ilmu dakwah merupakan cabang dari ketiga metode di atas.

a. Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi

sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.

b. Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu menyentuh hati mereka.

c. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah

dengan cara yang sebaik-baiknya dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat dan tidak memberikan tekanan-tekanan kepada mad’unya sehingga tidak melahirkan permusuhan nantinya.19

Namun dakwah secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu : dakwah bil lisan, dakwah bil qolam, dan dakwah bil hal.

a. Dakwah bil lisan: Secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapaun secara istilah, dakwah bil lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Allah Swt. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya :

19


(36)

1) Metode Ceramah: Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktifitas dakwah.

2) Percakapan antar pribadi: Percakapan pribadi atau individual conference adalah percakapan bebas antara seorang da’i dengan individu -individu sebagai sasaran dakwahnya.

3) Debat: Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan benar, dan bukan untuk mencari kemenangan

4) Diskusi: Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan ide-ide dalam kemungkinan-kemungkinan jawaban dari pemecahan masalah.

b. Dakwah bi al qalam: Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.

c. Dakwah bil hal: Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang


(37)

28

dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.20

B. Kesalehan Sosial

1. Pengertian Kesalehan Sosial

Menurut kamus besar bahasa Indonesia. Kesalehan berasal dari kata saleh yang berarti taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Kesalehan adalah ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah, kesungguhan menunaikan ajaran agama, dan tercermin pada sikap hidupnya.21 Sedangkan sosial adalah suka memperhatikan kepentingan umum.22

Seorang sahabat pernah memuji kesalehan orang lain di depan Nabi. "Mengapa ia kau sebut sangat saleh?" tanya Nabi Muhammad. "Soalnya, tiap saya masuk masjid ini dia sudah salat dengan khusyuk dan tiap saya sudah pulang, dia masih saja khusyuk berdoa."

"Lalu siapa yang memberinya makan dan minum?" tanya Kanjeng Nabi lagi. "Kakaknya," sahut sahabat tersebut. "Kakaknya itulah yang layak disebut saleh," sahut Kanjeng Nabi lebih lanjut. Sahabat itu diam. Sebuah pengertian baru terbentuk dalam benaknya. Ukuran kesalehan, dengan begitu, menjadi lebih jelas diletakkan pada tindakan nyata. Kesalehan, jadinya, lalu dilihat dampak kongkretnya dalam kehidupan sosial.

Akhir-akhir ini sering kita mendengar dari kalangan kaum Muslim. Sementara orang mempersoalkan secara dikotomis tentang kesalehan. Seolah-olah

20

M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 1997), Cet.II h. 34. 21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 1209.

22

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 1331.


(38)

dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan ritual” dan “kesalehan sosial”.

Menurut KH A. Mustofa Bisri “kesalehan ritual” ialah perilaku orang yang hanya mementingkan ibadah mahdlah, ibadah yang semata-mata berhubungan dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Kelompok yang sangat tekun melakukan sholat, puasa, dan seterusnya; namun tidak peduli akan keadaan sekelilingnya.

Dengan ungkapan lain, hanya mementingkan hablum minallah. Sedangkan yang mereka maksud dengan “kesalehan sosial” adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadah seperti sembayang dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas.

2. Indikator Kesalehan Sosial

Kesalehan adalah buah penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara sempurna. Ketika seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada dalam proses pencapaian kesalehan. Pengamalan yang terus-menerus terhadap ajaran Islam menjadi awal tertanamnya kesalehan dalam jiwa setiap muslim. Perintah menjalankan agama tujuan utamanya adalah mencetak hamba Allah yang saleh yang tidak hanya berakibat positif bagi dirinya, tetapi juga bagi lingkungannya.

Kesalehan menjadi motivator pembentukan sikap terpuji dalam kehidupan nyata. Hal ini karena kesalehan menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa ajaran Islam hanya mengajarkan sesuatu yang baik dan terpuji. Kesadaran ini pada


(39)

30

gilirannya mendorong pemiliknya untuk mengajak orang lain menjadi saleh. Dengan demikian, orang yang saleh mempunyai kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.23

Ini berarti bahwa kesalehan bukan sekadar predikat yang kosong dari makna, tetapi kesalehan adalah predikat yang membutuhkan bukti nyata dalam kehidupan. Pertanyaannya, apa indikator seseorang layak dikatakan sebagai orang saleh?

Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan dua kategori indikator kesalehan manusia. Pertama, kesalehan individual. Indikatornya adalah kemampuan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya atau orang-orang yang dicintainya dan keteguhannya dalam berbuat amal saleh. Allah berfirman:



















































“Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo’a, “Ya Tuhanku , anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan

23

http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.43.


(40)

kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” Surat An-Naml (QS 27 : 19).

Dalam ayat lain, Al-Qur’an menegaskan bahwa indikator kesalehan individual seseorang adalah kebiasaan bertobat atas maksiat dan dosa yang pernah dilakukannya. Dengan kata lain, tobat menjadi persyaratan utama terwujudnya kesalehan dalam diri seseorang. Allah berfirman:







































”kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki iri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas menjalankan agama mereka karena Allah. Maka, mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman.” Surat An-Nisa (QS 4 : 146).

Kesalehan individu itu lebih identik dengan hablum minallah. Hubungan antara manusia dan Tuhannya. Bisa kita ambil contoh: Ibadah shalat sunnah, shalat wajib dan lain-lain.


(41)

32

Kedua, kesalehan sosial. Indikatornya adalah mempunyai kepekaan sosial yang tinggi yang berawal dari keinginannya untuk memberdayakan orang-orang di sekelilingnya. Contohnya dengan memberi perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak yatim dan mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Pada hakikatnya, kesalehan sosial ini, adalah buah dari kesalehan individual yang sempurna. Berkaitan dengan kesalehan sosial, Allah berfirman:

































“Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” Surat Al-Ma’un (QS 107 : 1-3).

Setiap muslim tidak cukup dan jangan berbangga diri hanya dengan kesalehan individual dan lalai terhadap kesalehan sosial. Keduanya adalah esensi dari keberagamaan. Beragama tanpa kesalehan adalah sia-sia yang berarti tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan positif baik secara individual maupun sosial.

3. Pandangan Islam Tentang Kesalehan Sosial

KH MA Sahal Mahfudh merupakan seorang ulama dari NU.24 Sejak santri, Sahal Mahfudh menguasai ilmu Ushul Fiqih, Bahasa Arab, dan Ilmu Kemasyarakatan yang memang digemarinya. Namun kepakaran Kiai Sahal diuji

24


(42)

oleh sebuah situasi sosial ekonomi local yang timpang. Kajen, Desa kecil di mana lebih dari 15 pesantren berada di situ, merupakan desa yang tak tersedia sejengkalpun sawah maupun lahan perkebunan, namun dijejali penduduk miskin yang hidup dari kerajinan „kerupuk tayamum’. Sangat tidak menarik secara ekonomis, namun di situ pula agama diuji untuk berekperimentasi, berdialog dengan kenyataan yang timpang.

Maka sebuah perjumpaan dialektik antara agama dan kenyataan harus terjadi. Penghindaran perjumpaan dengan semangat realitas sosial akan membuat agama stagnan dan segera kehilangan relevansi kemanusiaannya. Dalam jagat pesantren, ilmu fiqih yang dimiliki Kiai Sahal tak dapat dielakkan merupakan bagian ilmu yang paling besar tantangannya. Pergulatan Kiai Sahal untuk mengoperasionalkan fiqih, dilakukan antara lain melalui forum bahtsul masail di tingkat MWC NU Kecamatan Margoyoso. Forum itu sangat produktif dan efektif., hampir-hampir menjadi pengadilan rakyat karena masalah yang digelar tak hanya masalah keagamaan, tetapi masalah ekonomi, kebudayaan, bahkan politik.25

Berawal dari bahtsul masail tingkat Kecamatan itu, sebuah keputusan penting tentang nasib petani pernah dihasilkan, ketika Muktamar NU ke-28 di Krapyak memutuskan bahwa Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan transaksi ekonomi yang tidak sah (mu’amalah fasidah), dank arena itu haram diterapkan. Pencarian relevansi fiqih itu tidak berenti di dalam ruang bahtsul masail, melainkan bergulir menjadi program kemasyarakatan, seperti pada program pemanfaatan dana zakat untuk kegiatan produktif di Pati dan biro

25

KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), Cet 1, h. xvii-xviii.


(43)

34

pengembangan masyarakat dari pesantren di Kajen sendiri dan desa-desa di sekitarnya. Di tingkat itu saja tampak, tugas seorang seperti Kiai Sahal lalu tidak sekedar mengawal keberlangsungan pengajaran funun yang telah dikuasainya, tetapi juga dituntu untuk melakukan penyegaran atasnya. Dari ulasan tentang Kiai Sahal terlihat bahwa kita semua dituntut untuk melakukan kesalehan sosial. Karena kesalehan sosial adalah buah kesalehan individual yang tertanam mantap dalam hati.

Islam secara luas memandang kesalehan sosial itu dalam banyak aspek. Bahkan dari rukun islam saja dua diantaranya mengutamakan kesalehan sosial, yaitu puasa dan zakat. Di luar itu ada lagi yang mengandung makna kesalehan sosial yaitu sedekah, menyantuni anak yatim dan sebagainya.

Sedekah

Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para

fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara spontan dan sukarela).26

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya :

26

http://sedekahindahberkah.blogspot.com/2010/04/pengertian-sedekah.html, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.45.


(44)

''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS An Nisa 4 : 114).

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti dengan sebiji atau sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai (bulir), pada tiap-tiap tangkai pula ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 2 : 261).

''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah 2 : 264).

Zakat

Zakat mempunyai beberapa arti, diantaranya: Pertama, An-Nama (tumbuh dan berkembang), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakat darinya, tidaklah akan berkurang, justru akan tumbuh dan berkembang lebih banyak. Faktanya sudah sangat banyak. Kedua, Ath-Thaharah (suci), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang memilikinya dari kotoran hasad, dengki dan bakhil. Ketiga, Ash-Sholahu (baik), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi baik dan zakat sendiri akan memperbaiki kwalitas harta tersebut dan memperbaiki amal yang memilikinya.


(45)

36

Adapun zakat secara istilah adalah jenis harta tertentu yang pemiliknya diwajibkan untuk memberikannya kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu juga.27

Zakat terdiri dari 2 macam :

1. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.

2. Zakat maal (harta) adalah zakat hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

Yang berhak menerima Zakat menurut kaidah Islam terdiri dari 8 macam : 1. Fakir: Orang yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan pokok hidup.

2. Miskin: Orang yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.

3. Amil: Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat.

4. Mu'allaf: Orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.

5. Hamba sahaya: Orang yang ingin memerdekakan dirinya

6. Gharimin: Orang yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya

7. Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah.

8. Ibnus Sabil: Orang yang kehabisan biaya di perjalanan.28

27

http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan-sedekah/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.50.


(46)

Penjelasan tentang zakat tertera pada firman Allah sebagai berikut :

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah 103).

Puasa

Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Detailnya, puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari haidl dan nifas, disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah ta'aala.29

Ada beberapa firman Allah Swt mengenai puasa, yaitu:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang

28

http://www.bamz.us/2011/12/pengertian-zakat-dan-macam-zakat.html, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.55.

29

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10 24:pengertian-puasa&catid=14:fikih-siyam, diakses tanggal 10 Juni 2014 pukul 21.05.


(47)

38

hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah 2: 187).

Ibn 'Abdul Bar dalam hadis Rasulullah saw "Sesungguhnya Bilal biasa azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya azan Ibn Ummi Maktum", menyatakan bahwa benang putih adalah waktu subuh dan sahur hanya dikerjakan sebelum waktu fajar".

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah 2 : 183).

Meskipun puasa bersifat sangat pribadi, tetapi di dalamnya mengandung ajaran-ajaran sosial yang penting untuk kita transformasikan dalam kehidupan riil di masyarakat. Dalam puasa misalnya, terdapat ritual dan motivasi simbolik yang mengantarkan seseorang menjadi seimbang dalam kesalehan individu yang sifatnya ritualistik dan kesalehan sosial yang bernuansa sosiologis. Dalam puasa, kita dijanjikan Tuhan dengan berbagai macam pahala yang berlipat ganda apabila kita melakukan ritual-ritual tertentu. Hal ini salah satu bentuk untuk meningkatkan kesalehan yang bersifat pribadi. Namun di pihak lain, Allah juga menyuruh kita untuk sedekah, menolong orang yang kekurangan, memberi makan orang yang akan berbuka puasa, dan lain sebagainya.

Hal demikian sesungguhnya merupakan perintah yang bersifat simbolik agar kita lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat sosial. Oleh karena itu, kata


(48)

iman di dalam Al-Qur’an selalu disandingkan dengan kata amalun shalihun (amal saleh). Larangan makan dan minum di siang hari adalah simbol untuk menjauhi ketamakan dan kerakusan. Puasa kemudian menjadi sarana untuk melatih diri untuk tidak rakus dan tamak terhadap apa yang bukan hak kita. Di samping itu, puasa juga mendidik kita untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Ibadah puasa ini merupakan implementasi dari kedua kesalehan. Kesalehan individu (ritual) dan kesalehan sosial masuk kedalam ibadah ini. 30

30


(49)

40

BAB III

PROFIL ROOSTIEN ILYAS

A. Riwayat Hidup

Roostien Ilyas lahir di Sumenep, Madura, Jawa Timur 22 Januari 1950. Ia sosok perempuan tangguh, ibunda bagi anak-anak pekerja sektor informal di Jabodetabek. Bersama Yayasan Nanda Dian Nusantara Roostien kerap memberikan advokasi dan edukasi bagi anak-anak jalanan.1

Roostien lahir dari pasangan Abdullah Husain dan Titiek Husain. Ayahnya seorang pegawai Departemen Penerangan. Pernah menjabat Kepala Kantor Penerangan Daerah di Sumenep, Madura. Sedang ibunya seorang jurnalis, tercatat pernah bekerja di Suara Rakjat dan Majalah Tribakti Wanita. Selain seorang jurnalis, ia juga aktivis Partai Sosialis Indonesia (sebuah pilihan ideologi yang sebenarnya bertentangan dengan mayoritas orang Madura). Di PSI ia duduk sebagai ketua Gerakan Wanita Sosialis Indonesia. Ia sempat ditugaskan ke Amerika dan Jerman untuk bicara sosialisme kerakyatan di sana. Sebuah kesempatan yang tidak mudah didapat oleh seorang perempuan di tahun 1960-an.2

Roostien, anak pertama dari dua bersaudara, memiliki adik perempuan bernama Roosmaladewi. Dibanding adiknya, Roostien lebih bandel dan tomboy. Sebab teman sepermainan Roostien kebanyakan laki-laki. Roostien menghabiskan masa kecil di kawasan elit Surabaya, Jalan Majapahit nomor 31. Ia tamatan SD

1

Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30. 2

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 20.


(50)

Trunojoyo di Surabaya. Selesai SD, Roostien melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Surabaya, lalu ke SMA Negeri 6 Surabaya. Selepas SMA, Roostien kuliah di Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra, IKIP Surabaya.3

Roostien mendaftar masuk SMA ketika ibunya sedang bertugas di Amerika. Paman-pamannya menyarankan untuk masuk SMA di belakang rumah, SMA yang paling dekat. SMA tersebut bukan SMA Islam atau umum, melainkan SMA Katolik Santa Maria. Jadilah Roostien mendaftar dan di terima di sekolah katolik itu. Di sana, semua muridnya adalah perempuan. Roostien selalu teringat kenalakannya di sekolah itu.

Hanya setahun Roostien di SMA Katolik Santa Maria. Ia lantas pindah ke SMAN 6 Surabaya. Kisah masa muda Roostien seperti tak ada habisnya. Ketika baru lulus SMA dan hendak masuk kuliah, ia masuk penjara dua kali dikarenakan demonstrasi menentang PKI dan Bung Karno. Ia bergabung dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Untungnya, Roostien hanya semalam mendekam dalam penjara karena dibebaskan oleh temannya. Meskipun baru semalam dalam penjara, ia sudah dapat merasakan bagaimana kehidupan di sana. Semangat menegakkan kebenaran dan membela rakyat semakin menyatu dalam dirinya.

Pada masa-masa itulah, ketika mandi bukan kebutuhan, badan bau jalanan, dan blue jeans yang lusuh serta dekil menjadi teman, si mahasiswi macho ini kepincut seorang pemuda gagah, Mohammad Ilyas, putra walikota Solo (1951-1958).

3

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 24-25.


(51)

42

Padahal, usia mereka terpaut cukup jauh, 15 tahun. Tetapi bagi mahasiswi seperti Roostien, pemuda yang dipanggil Mas Ilyas itu justru tampak matang.

Pasangan ini, jika diperhatikan, sebetulnya sangat kontras. Roostien yang demonstran dan Mas Ilyas yang tentara. Di jalan mereka bisa gontok-gontokan, bahkan baku hantam jika demonstrasi memanas. Namun, Tuhan mempertemukan mereka. Perbedaan status lebur. Menyatu dalam cinta yang sama.

Di sinilah kehidupan baru menanti Roostien. Menjadi istri seorang tentara berbeda dengan menjadi istri orang biasa. Roostien sudah tentu harus bisa menyesuaikan. Satu hal yang ia yakini: ia tak salah telah memilih Mas Ilyas.

Bagaimana kuliah Roostien? Tidak selesai. Roostien memilih tidak menyelesaikan kuliahnya. Bukan karena ia tidak cerdas, melainkan karena ia terlalu sering berdebat dan adu argumen dengan dosen. Ujung-ujungnya mereka berantem dan sang dosen ngambek lantas Roostien tidak diperbolehkan ikut ujian. Belum lagi Roostien sering meninggalkan kelas untuk urusan organisasi dan demonstrasi. Lengkaplah sudah. Bangku kuliah memang seperti tidak bersahabat dengan Roostien. Tidak itu bangku kuliah di IKIP Surabaya, tidak juga di Universitas Indonesia (Roostien sempat menjadi mahasiswa UI).4

Waktu terus melaju. Roostien terus menapaki jalan sebagai pekerja sosial. Pengalaman yang banyak kian menempanya menjadi semakin matang. Dalam menangani masalah sosial, ia hanya memakai 10 persen logika, selebihnya hati. Kalau pakai logika, semua tak akan jalan, tegas Roostien. Sebab banyak hal-hal yang

4

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 33-39.


(52)

tidak logis di dunia sosial. Termasuk soal finansial, represi dari orang-orang yang tidak suka dan sebagainya.

Awal mula Roostien bersentuhan dengan dunia sosial adalah saat menangani lokalisasi Kramat Tunggak. Roostien sudah turun ke Kramat Tunggak sejak sebelum ada YNDN. Roostien melihat Kramat Tunggak dulu sudah punya konsep bagus. Sudah ada pusat rehabilitasi. Sayangnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sembrono dengan membubarkan Kramat Tunggak.

Membuat mereka mengerti untuk tidak melacur itu tidak semudah membalik telapak tangan. Dalam menangani pelacur, Roostien menggunakan pendekatan yang humanis. Berbenturan dengan penggusuran., Roostien mulai berpikir untuk mengubah strategi. Ia sadar, sebaiknya ia tidak lagi fokus pada pelacur, melainkan pada taraf yang lebih awal lagi, yakni anak-anak., utamanya „anak-anak jalanan.’ia menyebut apa yang akan dilakukannya bersama YNDN itu sebagai tindakan preventif-edukatif.5

B. Setting Sosial

Roostien merupakan anak dari orang tua yang memiliki sifat sosialis dan sederhana. Keduanya memberikan sentuhan-sentuhan yang mempengaruhi Roostien kelak saat dewasa nanti.

Saat itu ibunya pulang dari Amerika, ia langsung di bawa ke istana, menghadap Bung Karno. Saat itu Roostien berumur lima tahun ikut ibunya ke istana. Roostien menyaksikan sang ibu di marahi Bung Karno. Akan tetapi marahnya Bung

5

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h.51-57.


(53)

44

Karno bukanlah marah yang membuat takut dan jera., melainkan marah yang memantik orang untuk bediskusi dan beradu argumen. Pengalaman masuk istana dan bertemu orang nomor satu di Indonesia membuat Roostien terkesan. Kejadian itu menempa mentalnya untuk tidak minder dan jadi pemberani.

Dari sang ibu , Roostien mewarisi semangat kepedulian sosial serta melihat langsung gambaran seorang aktivis. Sejak kecil Roostien memperhatikan bagaimana ibunya malang melintang kesana kemari terlibat pelbagai kegiatan. Itu semua terekam dalam bawah sadar Roostien dan menemukan muaranya ketika dewasa : ternyata ia mempunyai panggilan jiwa yang sama dengan ibunya.

Berbeda dengan sang ibu, ayah Roostien memiliki karakter khas dalam mendidik anak-anaknya. Teringat Roostien sebuah cerita : ketika kecil Roostien sering mangkir dari belajar mengaji karena guru mengajinya sangat galak. Sang guru mengajar sambil memegang rotan. Salah lafal, rotan itu dipukulkan ke lantai. Mendengar suaranya saja sudah hampir merontokan jantung. Bagaimana kalau sempat mampir ke ujung jari?

Untunglah ayah Roostien bisa tampil sebagai pendidik yang baik. Setidaknya begitu menurut Roostien. Ayahnya yang pegawai negeri memang tak punya banyak waktu untuk terjun sendiri mengajari Roostien mengaji. Namun ayah Roostien bisa menanamkan nilai-nilai agama dengan cara yang begitu pas.

Khusyuk ketika salat itu kok susah betul ya, Pak,” tanya Roostien suatu ketika. Guru agama di sekolahnya mengajarkan agar mengingat Allah sejak

takbiratulihram hingga salam. Itu namanya khusyuk. Tapi bagaimana mengingat Allah tak bisa ia terangkan.


(54)

“Hmm, begini,” ujar ayah mulai menjelaskan. “Apa yang paling kamu sukai saat ini?”

“Bunga mawar!”

“Dalam salat, bayangkan saja bagaimana indahnya bunga mawar. Warnanya yang menyala, kelopaknya yang tersusun rapi, eh ada embun lagi di salah satu kelopaknya. Betul-betul indah, bukan? Nah, selanjutnya, kamu harus ingat, mawar itu ciptaan siapa. Ciptaan Allah. Betapa kuasanya Allah. Ingatlah itu. Itulah kekhusyukan.”

Karena pendekatan seperti itu, akhirnya Roostien tumbuh dengan penghayatan keagamaan yang selalu menyertakan nalar. Roostien terbiasa melihat berbagai masalah dari kacamata nilai-nilai. Keislaman Roostien tentu saja masih jauh dari sempurna, tetapi ia bersyukur bisa menjadikan Islam sebagai inspirasi nilai dan pengetahuan dalam kehidupannya. Itulah yang selalu ia ingat dari ayahnya. Sederhana dan bersahaja.

Ayah suka mengajak Roostien pergi ke kebun binatang dan pasar buku bekas. Roostien sangat senang mengunjungi pasar buku bekas karena ia bisa berburu buku-buku Belanda yang sudah usang tapi tergolong buku-buku bagus dan langka. Sesampai di rumah, ayahnya akan membersihkan sampul buku-buku yang usang tersebut dan menyulapnya menjadi buku baru. Di kebun binatang, Roostien kecil lagi-lagi melihat kekuasaan Allah. Ia terpukau dengan „kreativitas’ Allah mencipta aneka ragam binatang. Menghayati bahwa manusia di dunia tidak hidup sendirian. Melainkan bersama tumbuhan dan hewan yang juga ciptaan-Nya. Sedang di pasar buku bekas,


(55)

46

Roostien diajari untuk cinta ilmu pengetahuan dan menghargai buku yang meskipun fisiknya usang namun ilmu di dalamnya tak pernah lekang.

Perpaduan dua karakter orang tua itulah yang membentuk Roostien. Ayahnya pegawai negeri, tertata dan „sangat priyayi’. Sedang ibunya jurnalis sekaligus aktivis yang pencilakan kesana kemari mengurus ini itu. Jadi, jika orang-orang melihat Roostien hari ini begitu aktif mengurus „anak jalanan’, anak korban bencana alam dan korban konflik/kekerasan, namun di saat yang lain ia hadir dalam suatu acara formal, maka sebetulnya hal itu adalah cerminan orang tuanya, juga keluarga yang membentuknya.6

C. Karya 1) Lagu

Mengupas Bawang

Karya: Roostien Ilyas

Ibu jangan cari aku Jika aku tidak Mengupas bawang Ayah jangan marah dulu

Kalau aku tidak mengangkat barang Beri ku kesempatan

Sedikit waktu

6

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 20-24.


(56)

Tuk belajar…7

Begitulah sebait lagu yang biasa dinyanyikan panitia-pendamping bersama para peserta sanlat yang kebanyakan adalah anak jalanan dan kurang mampu. Terdengar teramat menyayat memang. Namun seperti itulah gambaran realita hidup para peserta yang dikepung kemiskinan. Sehingga mereka perlu meminta kesempatan sedikit waktu kepada ayah dan ibu untuk belajar.

Jika diperbandingkan, dari pada menghabiskan waktu seminggu untuk sanlat, sebenarnya jauh lebih menguntungkan dan menghasilkan uang jika mereka bekerja. Entah itu „mengupas bawang’ atau „mengangkat barang.’ Ya, para peserta kebanyakan adalah pekerja anak sektor informal. Mayoritas telah putus sekolah. Jadi, sanlat adalah „sedikit waktu’ mereka untuk belajar. Bergembira, beristirahat, dari hiruk pikuk jalanan.8

2) Lagu

Yasmin

Karya: Roostien Ilyas Ya Allah lindungi Yasmin

Ya Rasul cintai Yasmin Ya Allah peluklah Yasmin Ya Rasul sayangi kami semua

Ashadu ala illaha illallah

Ashadu anna Muhammadar rasulullah

7

Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30. 8

http://roostienilyas.blogspot.com/2013/11/dari-pojok-empati.html?m=1, diakses tanggal 13 Oktober 2014 pukul 19.45.


(57)

48

Liriknya sederhana dan sangat mudah dihapal. Lagu ini disenandungkan hamper tiap malam sebelum Yasmin terlelap. Roostien juga menyanyikan syahadat

dengan nada yang indah. Syahadat pun tidak diajarkan dengan cara konvensional

yang kerap kali kaku. Rostien ingin tidur cucunya diantar dengan kalimat-kalimat yang indah. Dan kalimat syahadat menjadi bagian dari tidur cucunya.

Lagu ini punya sifat cenderung mudah diingat. Lebih-lebih jika biasa dinyanyikan saat kecil. Kiranya tak seorang pun tak hapal lagu Pelangi-pelangi dan

Balonku. Itu lantaran sudah sejak kecil anak-anak telah dikenalkan dan diajarkan keindahan lewat lagu-lagu. Maka ketika dewasa yang diingat adalah keindahan-keindahan itu. Bukan kebencian-kebencian.9

Saat Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan lagu ini juga sering dinyanyikan bersama-sama oleh Roostien. Secara tidak langsung lagu ini mengajarkan syahadati

dengan bahasa yang mudah diingat. Untuk anak-anak lagu seperti inilah yang tepat, dengan syair yang sederhana dan sedikit kata-kata yang ada didalamnya. Membuatnya mudah di ingat serta dipahami maknanya.

3) Buku

Roostien turut menyumbang tulisan di buku yang berjudul “LAPINDO HANCURKAN MARTABAT BANGSA.” Penerbit: GMLL (Gerakan Menutup Lumpur Lapindo) & KalamNusantara Jakarta Indonesia , 2009.

Sebuah buku yang mengungkapkan kejahatan terbesar abad ini. Kejahatan di negeri Indonesia. Sebuah buku yang diperbolehkan untuk dikopi dan disebarluaskan

9

A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 105-106.


(58)

sepanjang untuk kehidupan kemanusiaan. Sebuah buku tentang kejujuran dan ketulusan para penulisnya. Merupakan hasil riset dari pejuang kemanusiaan-dalam dan luar negeri- buku ini menghasilkan temuan yang menguatkan temuan sebelumnya bahwa PT.Lapindo Brantas Inc. bersalah besar dalam tragedi lumpur Lapindo di Porong. Sumur Lapindo juga dapat dimatikan karena ia bukan bencana alam.

Sebagaimana dilansir Koran Jakarta, (kamis/24/2008), Mark Tingay (peneliti dari Curtin University Australia) menulis bahwa “bencana Lumpur Kesalahan Lapindo.” Sebuah bencana yang luar biasa karena di luar peta semburan, si empunya lumpur justru semakin sejahtera bahkan dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara. Padahal, seharusnya Lapindo dan pemiliknya bertanggung jawab atas semua kesalahan yang diperbuatnya. Karena itu pemilik PT.Lapindo harus di hukum. Ia layak diseret ke pengadilan kejahatan Internasional sebagai penjahat kemanusiaan karena melakukan “genosida” bencana pada ribuan warga Porong Jawa Timur. Demikian pula rezim yang melindunginya.

Pada bulan Oktober 2007, Koran Kompas menyebut bahwa Tragedi Lapindo adalah kejahatan ekoterorisme. Tentu saja merupakan kejahatan lingkungan yang wajib di hokum seberat dan seadilnya. Buku ini juga di lengkapi riset Prof. Richard J. Davies tentang kesalahan Lapindo sehingga tidak diragukan nilai ilmiahnya.

Dieditori oleh penulis muda Prastyo yang telah terlatih mengedit dan menganotasi beberapa buku lainnya. Buku ini ditulis dengan seksama dan dalam tempo yang panjang demi masa depan kemanusiaan. Para penulis itu adalah, Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, Ir. H. Salahudin Wahid, Dr. H. Tjukasturi Sukiadi, Dr. Rudi Rubiandini, Letjend. Mar (Purn.) Suharto, M. Deddy Julianto, M. Yudhie Haryono,


(1)

Dokumentasi

Penulis bersama Roostien Ilyas


(2)

Roostien Ilyas saat malam perpisahan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan


(3)

Penulis sebagai pendamping saat membagikan bingkisan


(4)

Suasana saat berbuka di Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan


(5)

Roostien Ilyas bersama kak seto sebagai aktivis anak

Roostien Ilyas sebagai nara sumber dalam acara bedah buku yang berjudul Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya di UIN Jakarta.


(6)

Foto Roostien bersama anak-anak jalanan dalam acara Tupperware She Can

Roostien Ilyas saat di liput oleh Trans7 dalam acara Tupperware She Can, beserta media Koran Sindo dan Media Indonesia