BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Definisi Stres - ZULHIKMAH ANA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Definisi Stres

  Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 2003: 200). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

  Sebagai hasilnya, pada diri para perawat berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stres dapat juga membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres yang dialami oleh karyawan tersebut (Handoko, 2003: 201-202).

  Adapun menurut Robbins (2001: 563) stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stres dikaitkan dengan penelitian ini maka stres itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

  7 Jadi, stres dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau perawat tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.

  Stres akan muncul apabila ada tuntutan-tuntutan pada seseorang yang dirasakan menantang, menekan, membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu. Akibat dari stres adalah produktivitas kerja menjadi turun (Kirkcaldy, 2000). Stres sendiri dapat dikelompokan menjadi dua tipe yaitu eutress dan distress. Eutress adalah perasaan-perasaan yang menyenangkan (positif) individu, yang dialami karena mendapatkan penghargaan atau mendapat pujian atas dasar prestasi kerjanya yang memuaskan. Tipe stres yang kedua disebut sebagai distress, yaitu perasaan- perasaan yang tidak menyenangkan (negatif) individu dan dapat menyebabkan prestasi kerjanya menurun.

  Masalah-masalah tentang stres pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang perawat dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.

  Menurut Schuler (dalam Robbins, 2003), stres didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamik yang didalamnya seoarang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

  Luthans (dalam Yulianti, 2002:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologi, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja didalam organisasi atau perusahaan menjadi gejala yang penting untuk diamati sejak timbulnya tuntutan untuk efisien didalam pekerjaan.

  Baron dan Greenberg (dalam Margiati, 1999), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi dapa situasi dimana tujuan individu mendapatkan halangan dan bisa tidak bisa mengatasinya.

  Dari beberapa toeri di atas maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan bentuk respon spikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaannya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal, sehingga dinilai membahanyakan dan tidak menyenangkan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi stres, yaitu (Luthan, 2002):

  a) Lingkungan

  b) Organisasi

  c) Individu

2.1.1 Faktor-Faktor yang mempengaruhi stres Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors.

  Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressors.

  Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stres yaitu : a) Faktor Lingkungan

  Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.

  Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stres bagi perawat yaitu ekonomi, politik dan teknologi.

  Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stres. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya. b) Faktor Organisasi Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands,

  organizational structure dan organizational leadership .

  Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

  (1) Role Demands

  Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.

  (2) Interpersonal Demands

  Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.

  (3) Organizational Structure

  Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi

  (4) Organizational Leadership

  Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stres. Pengertian dari tingkat stres itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563).

  c) Faktor Individu Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.

  Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stres yang timbul pada tiap- tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

2.1.2 Stres Kerja

  Dale dan Staudohar (1982), menyatakan stres kerja merupakan suatu tekanan yang dirasakan oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang di mana tekanan ini disebabkan oleh lingkungan pekerjaan di mana individu tersebut berada.

  Kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stresors. Stres dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut merangsang mereka untuk meningkatkan usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal. Stres dikatakan negatif bila stres memberikan hasil yang menurun pada produktifitas karyawan. Akibatnya ada konsekuensi yang konstruktif maupun destruktif bagi badan usaha maupun karyawan.

  Pengaruh dari konsekuensi tersebut adalah penurunan ataupun peningkatan usaha dalam jangka waktu pendek maupun berlangsung dalam jangka waktu lama.

  2.1.3 Dampak Stres

  Jika individu mengalami stres, maka individu menunjukan gejala- gejala baik secara fisik, psikis maupun gejala yang tampak dalam perilaku gejala ini dapat dikatakan juga sebagai akibat dari stres yang sedang dialami.

  Durbin (Robbins,2003: 582) mengemukakan bahwa individu yang sedang mengalami stres akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut: a) Fisiologis : perubahan kimiawi tubuh

  b) Psikologis : ketegangan, merasa bosan, cemas, lelah dan tidak berdaya

  c) Perilaku : ceroboh, sering menggerak-gerakan kaki, perubahan pola makan dan tidak, kecanduan rokok, dan mudah panik Eekenrade (Feldman, 1993) jika individu dapat mengatasi stress yang dialaminya saat ini dengan baik, maka stres yang akan dating akan lebih mudah diatasi. Sebaliknya jika individu tidak dapat mengatasi stesnya, maka dapat menimbulkan penyakit fisik maupun psikis.

  2.1.4 Manajemen Stres

  Stres tidak dapat dihindari. Namun demikian, dengan memahami stressor dan stress itu sendiri, kita dapat meminimalkan stress yang tidak diperlukan. Childre (2001) mengemukakan metode yang dapat digunakan untuk mengelola stress, yaitu metode freeze-frame yang mempunyai lima langkah sebagai berikut: a. Kenali perasaan penuh tekanan.

  b. Buatlah usaha nyata untuk mengalihkan fokus dari pikiran-pikiran yang berpacu pada emosi yang terganggu ke daerah-daerah sekitar jantung. c. Ingatlah selalu suatu persoalan yang positif dan menyenangkan atau saat- saat dalam hidup yang membangkitkan perasaan positif serta berusahalah untuk mengulanginya lagi.

  d. Menggunakan intuisi, pikiran yang sehat dan kesungguhan, tanyakan pada diri sendiri respon apa yang lebih efisien terhadap situasi yang dapat meminimalkan ketegangan yang timbul.

  e. Dengarkan apa yang dikatakan hati sebagai jawaban.

  Berdasarkan uraian di atas, maka diambil kesimpulan bahwa stres kerja dapat dikelola atau diatasi melalui upaya-upaya atau cara-cara antara lain dengan menggunakan metode freeze-frame yaitu untuk mengelola atau mencegah stress dengan memfokuskan pada diri sendiri, menciptakan strategi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif, menciptakan sistem kerja dan struktur organisasi yang jelas dan yang lebih menarik, yaitu dengan mengutamakan hak-hak karyawan. Menciptakan pribadi yang kreatif dan selalu berfikir positif, menetapkan manajemen kerja yang lebih baik, serta pemberian reward yang sesuai pada karyawan yang telah melakukan tugasnya dengan baik.

2.2 Peran Definisi Peran

  Newstrom dan Devis (1993) menjelaskan arti peran sebagai suatu pola tindakan yang diharapkan oleh individu untuk dapat melakukan kegiatan- kegiatan. Pola tindakan ini senagai tanggapan terhadap harapan-harapan orang lain dan harapan diri sendiri atas jabatan yang didudukinya dalam suatu system unit social tertentu.

  Orang memiliki kemampuan untuk menggeser peran mereka secara cepat ketika mereka mengakui bahwa situasi dan permintaannya jelas menuntut perubahan besar. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Katz dan Kahn (1978) menjelaskan bahwa peran yang yang dimainkan oleh individu adalah sumber stres, terutama apabila terjadi ketidakjelasan peran

  (role ambiquity) , konflik dalam menjalankan peran (role conflict) atau beban peran yang lebih maupun terlalu sedikit (role overload-underload).

  1.1 Konflik Peran (Role Conflict) Perusahaan yang mempunyai struktur organisasi yang kurang jelas, yaitu seperti perusahaan yang tidak mempunyai garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang sering kali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawan. Konflik peran juga dihadapkan pada pekerja wanita terutama yang sudah menikah, serta ketidakjelasan pekerjaan yang diberikan perusahaan pada karyawan.

  Bila seseorang individu dihadapkan pada pengharapan peran yang berlainan, berakibat konflik peran. Konflik ini ada bila seseorang individu mendapatkan bahwa patuh pada persyaratan satu peran menyebabkan kesulutan untuk mematuhi persyaratan dari suatu peran lain.

  Role conflict atau konflik peran didefinisikan oleh Brief et al

  (dalam Andraeni, 2003) sebagai “the incongruity of expectations

  associated whit a role”. Jadi konflik peran adalah adanya ketidakcocokan

  antara harapan-harapan yang berkaitan dngan suatu peran. Secara lebih spesifik, Leigh et al (dalam Andraeni, 2003) menyatakan bahwa “Role

  conflict is the result of an employee facing the inconsistent Expectations of various parlies of personal needs, values, etc. Artinya, konflik peran

  merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu. Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana terombang-ambing, terjepit, dan serba salah.

  1.2 Ketidakjelasan Peran (Role Ambiguity) Agar mereka melaksanakan pekerjaan dengan baik, para karyawan memerlukan keterangan tertentu yang menyangkut hal-hal yang diharapkan untuk mereka lakukan dan hal-hal yang tidak harus mereka lakukan. Karyawan perlu mengetahui hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban mereka. Ketidakjelasan peran (Role Ambiguity) adalah kurangnnya pemahaman atas hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan (Gibson et al, 1997). Role ambiguity atau ketidakjelasan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkanya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat, Brief et al (dalam Andraeni, 2003).

  1.3 Beban Peran Lebih Maupun Sedikit (Role Overload-Underload) Role overload yaitu suatu kondisi dimana karyawan memiliki terlalu banyak pekerjaaan yang harus diselesaikan dan berada dibawah tekanan waktu yang ketat (deadline).

  Role underload yaitu suatu kondisi dimana karyawan tidak

  memiliki pekerjaan yang bisa dilakukan, sehingga karyawan tersebut merasa tidak berharga karena tidak bisa mengerjakan sesuatu.

  Selain dari hal-hal di atas, adanya tuntutan tugas dalam membuat perencanaan, pengambilan keputusan, memiliki tanggung jawab dari tugas-tugas manajerial, struktur dan iklim organisasi, dan perasaan yang menghinggapi karyawan dimana terkadang karyawan merasa perubahan yang dipaksakan dari atasan semata-mata hanya untuk kepentingan perusahaan semata.

  2.3 Kepribadian

  Definisi Kepribadian

  Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu yang paling penting menurut Gordon W.Allport (dalam Staphen Robbins, 2003) .

  Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas.

  Terjadinya interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan.

  Dalam bahasa latin asal kata personaliti dari persona (topeng), sedangkan dalam ilmu psikolog menurut, Gordon W.Allport (dalam Staphen Robbins, 2003) , suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikifisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia.

  Kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri kita. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari bentukan-bentukan yang kita terima dari lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga pada masa kecil kita dan juga bawaan- bawaan yang dibawa sejak lahir. Jadi yang disebut kepribadian itu sebetulnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik.

  . Kepribadian mewakili karakteristik seseorang yang dicatat untuk susunan yang tetap dari perasaan, pikiran dan tingkah laku. Kepribadian merupakan definisi yang sangat luas yang akan memusatkan kedalaman banyak aspek perbedaan seseorang. Pada waktu yang sama kepribadian menyarankan kepada kita untuk mengikuti susunan tetap dari tingkah laku dan kualitas yang tersembunyi pada seseorang (McCrae dan Costa, 1989).

  Friedman dan Rosenman membedakan tipe kepribadian menjadi dua, yaitu (Robbins, 2003:101):

  1.1 Tipe Kepribadian A Seseorang dengan kepribadian tipe A secara agresif terlibat dalam pergumulan yang kronis dan tak henti-hentinya untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan jika perlu melawan upaya- upaya lain atau dari orang lain yang menetang

  Ciri-ciri orang yang memiliki tipe kepribadian A:

  a) Selalu bergerak, berjalan dan makan secara cepat b) Merasa tidak sabar dengan nilai di mana kebanyakan kejadian terjadi.

  c) Berjuang untuk berpikir atau melakukan dua hal atau lebih secara terus-menerus.

  d) Tidak dapat mengatasi waktu untuk santai.

  e) Terobsesi dengan jumlah, mengukur sukses dari segi berapa banyak yang mereka peroleh.

  Orang-orang pada tipe A dianggap lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami tingkat stres yang lebih tinggi, sebab mereka menerapkan diri mereka sendiri pada suatu tekanan waktu dengan menciptakan suatu batas waktu tertentu untuk kehidupan mereka. Hasilnya kepribadian ini menghasilkan beberapa karakteristik perilaku tertentu. Sebagai contoh, tipe A adalah pekerja cepat, mereka lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas. Dalam posisi manajeman, tipe a menunjukan persaingan mereka dengan bekerja menghabiskan waktu berjam-jam dan tidak jarang mengambil keputusan yang salh karena mereka membuatnya terlalu cepat. Tipe A juga jarang kreatif. Karena kesetiaan mereka pada kuantitas dan kecepatan, mereka mengandalkan pengalaman masa lalu bila mereka menghadapi masalah.

  1.2 Tipe Kepribadian B Kontras dengan kepribadian tipe A adalah tipe B, yang persis sebaliknya. Orang tipe B jarang didorong oleh keinginan untuk memperoleh jumlah barang yang semakin meningkat atau partisipasi dalam rangkaian peristiwa yang terus bertumbuh dalam jumlah waktu yang terus menerus menurun.

  Ciri-ciri dari orang tipe B (Robbins, 2003:101):

  a. Tidak pernah merasa tertekan dengan perasaan terburu-buru karena keterbatasan waktu, dengan ketidaksabaran yang selalu menyertai.

  b. Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan keberhasilan mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, karena adanya permintaan dari situasi yang ada.

  c. Bermain untuk bersenang-senang dan bersantai dibandingkan memperlihatkan superioritas mereka dengan pengorbanan yang seperti apapun.

  d. Dapat bersantai tanpa merasa bersalah.

2.3.1 Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian

  1.1 Keturunan Faktor keturunan (biologis) berpengaruh langsung dalam pembentukan kepribadian seseorang. Beberapa faktor biologis yang penting seperti system syaraf, watak, seksual dan kelainan biologis, seperti penyakit-penyakit tertentu.

  1.2 Lingkingan fisik (geografis) Meliputi iklim dan bentuk muka bumi atau topografi setempat, serta sumber-sumber alam. Faktor lingkungan fisik (geografis) ini mempengaruhi lahirnya budaya yang berbeda pada masing-masing masyarakat.

  1.3 Lingkungan sosial

  a) Faktor keluarga, dimulai sejak bayi yaitu berhubungan dengan orang tua dan saaudaranya.

  b) Lingkungan masyarakat yang beraneka ragam. Suatu warna yang harus ditegaskan dapat saja dianggap tidak perlu oleh anggota masyarakat lainnya.

  1.4 Kebudayaan yang berbeda-beda Perbedaan kebudayaan yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, misalnya kebudayaan daerah pantai, pegunungan, kebudayaan petani dan kota. Kepribadian dinilai sebagai suatu barang dagangan yang dijual atau ditukar untuk keberhasilan. Perasaan kita akan penghargaan, penilaian dan kebanggaan tergantung pada bagaimana keberhasilan kita. Keberhasilan atau kegagalan tidak tergantung pada mengembangkan kapasitas-kapasitas produksi sampai pada tingkat yang sangat penuh, juga tidak pada integrasi, pengetahuan atau ketrampilan-ketrampilan, melainkan pada bagaimana baiknya kita memproyeksikan diri kita pada orang lain (Fromm, 1968).

2.4 Pengalaman Kerja Definisi Pengalaman Kerja

  Selain pendidikan formal yang harus dimiliki individu juga perlu memiliki pengalaman kerja, serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya dalam organnisasi, untuk meniti suatu karir dan mengembangkan potensi dirinya.

  Pengalaman adalah barang apa yang telah dirasai, diketahui, dikerjakan dan sebagainya. Kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu (Poerwadarminta, 1984).

  Pengalaman kerja adalah proses pembentukan atau ketrampilan tentang metode suatu pekerjaan bagi pegawai karena keterlibatan pegawai tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaannya (Manulang, 1984). Pendapat lain mengatakan pengalaman kerja ada sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Ranupandojo, 1984)

  Pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja dalam organisasi yang berbeda-beda, sehingga hal ini disebabkan setiap pekerja mempunyai pengalaman dari pekerjaan yang berbeda-beda yang telah diselesaikan berulang-ulang dalam menempuh perjalanan karirnya.

  Pengalaman (senioritas) yaitu promosi yang didasarkan pada lamanya pengalaman kerja karyawan. Pertimbangan promosi adalah pengalaman kerja seseorang, orang yang terlama bekerja dalam perusahaan mendapat prioritas utama dalam tindakan promosi (Hasibuan, 2000:1080). Dengan pengalaman, seseorang akan dapat mengembangkan kemampuannya sehingga karyawan tetap betah bekerja pada perusahaan dengan harapan suatu waktu ia akan dipromosikan. Kelemahannya pegawai yang kemampuannya terbatas karena sudah lama bekerja tetap dipromosikan. Dengan demikian perusahaan akan dipimpin oleh orang yang berkemampuan rendah, sehingga perkembangan perusahaan dapat disangsikan.

  Menurut pendapat Siagan (2002: 52) menyatakan pengalaman kerja menunjukan beberapa lama agar supaya pegawai bekerja dengan baik.

  Disamping itu pengalaman kerja meliputi banyaknya jennis pekerjaan atau jabatan yang pernah diduduki oleh seseorang dan lamanya mereka bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan tersebut.

  Dengan demikian masa kerja merupakan faktor individu yang berhubungan dengan perilaku dan persepsi individu yang mempengaruhi pengembangan karir pegawai. Misalnya, seseorang yang lebih lama bekerja akan dipertimbangkan lebih dahulu dalam hal promosi, pemindahan hal ini berkaitan erat dengan apa yang disebut senioritas.

  Oleh karena itu pengalaman kerja yang didapat seseorang akan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaan. Pekerja yang mempunyai kemampuan tinggi akan memungkinkan mampu mempetahankan dan mengembangkan karir yang telah diraihnya.

  Tetapi banyak organisasi yang tidak hanya memberi kuasa kepada pegawainya untuk mengembangkan karirnya. Organisasi masih melakukan bentuk perencanaan karir melalui kebijakan-kabijakan dalam bentuk peraturan yang mengikat pegawai. Padahal pengalaman kerja seorang pegawai mempunyai kredit nilai dalam pengembangan karir. Orang yang pengalaman merupakan pegawai yang siap pakai.

  Berdasarkan definisi diatas pengalaman kerja adalah menunjukan lamanya dalam melaksanakan, mengatasi suatu pekerjaan dari beragam pekerjaan bahkan berulang-ulang dalam perjalanan hidup.

2.5 Kerangka Pemikiran

  Peran adalah sebagai suatu pola tindakan yang diharapkan oleh individu untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan (Newstrom dan Devis, 1993).

  Pemahaman perilaku peran secara dramatis akan disederhanakan jika masing- masing dari kita memilih satu peran dan memainkannya secara teratur dan konsisten.

  Orang memiliki kemampuan untuk menggeser peran mereka secara cepat ketika mereka bahwa siatuasi dan permintaannya jelas menutut perubahan besar.

  Kepribadian adalah organisasi dinamik dari sistem-sistem psikologis dalam individu yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya Gondon W. Allport (dalam Stephen Robbins, 2003). Karyawan yang memiliki tipe kepribadian adalah karyawan yang dianggap paling berhubungan dengan stres, sehingga perlu adannya manajemen stres.

  Pengalaman kerja adalah sebagai ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Ranupandojao, 1984)

  Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan Eddy M Sutanto (2006). Penelitian ini penting untuk dilakukan, dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh peran, tipe kepribadian, pengalaman kerja terhadap tingkat stres perawat.

  Peran (X1):

  • Konflik peran
  • Ketidakjelasan peran
  • Beban peran

  Stres (Y) Tipe Kepribadian (X2)

  Pengalaman Kerja (X3) Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

2.6 Hipotesis

  Berdasarkan permasalahan dan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti mengambil hipotesis adalah sebagai berikut:

  1. Peran berpengaruh signifikan terhadap stres perawat.

  2. Tipe kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres perawat.

  3. Pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap stres perawat.

  4. Peran, tipe kepribadian dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan secara simultan terhadap stress perawat.