BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Kehamilan a. Pengertian - PUTRI NIDA HANA BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Kehamilan a. Pengertian Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan

  didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua adalah 15 minggu (minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester ketiga adalah 13 minggu (minggu ke 28 hingga ke 40) (Adrians, 2008).

  Kehamilan menurut Prawirohardjo (2010) dapat juga diartikan sebagai penyatuan spermatozoa dan ovum, yang dilanjutkan dengan penempelan (nidasi) atau implantasi. Dimana masa kehamilan itu berlangsung dalam waktu 40 minggu. Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester diantaranya dimulai dari trimester I berlangsung dalam 12 minggu, trimester ke II dalam 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke- 27), dan trimester ke III dalam 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke- 40).

b. Tanda kemungkinan kehamilan

  Tanda-tanda kemungkinan kehamilan menurut Ambarwati (2009) adalah sebagai berikut: 1) Perut membesar

  Setelah kehamilan 14 minggu, rahim dapat diraba dari luar dan mulai pembesaran perut.

  2) Uterus membesar Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari rahim.

  Pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan bentuknya makin lama makin bundar.

  3) Tanda Hegar Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama daerah ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak. 4) Tanda Chadwick

  Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva, vagina, dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen.

  5) Tanda Piscaseck Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. Hal ini menyebabkan uterus membesar ke salah satu jurusan hingga menonjol jelas ke jurusan pembesaran.

  6) Tanda Braxton-Hicks Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda khas untuk uterus dalam masa hamil. Pada keadaan uterus yang membesar tetapi tidak ada kehamilan misalnya pada mioma uteri, tanda Braxton-Hicks tidak ditemukan.

  7) Teraba ballotemen Merupakan fenomena bandul atau pantulan balik. Ini adalah tanda adanya janin di dalam uterus.

  8) Reaksi kehamilan positif Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human pada kehamilan muda adalah air kencing

  chorionic gonadotropin

  pertama pada pagi hari. Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin.

c. Komplikasi dalam kehamilan

  Menurut Prawiroharjo (2010) komplikasi yang dapat terjadi dalam kehamilan adalam sebagai berikut : 1) Hiperemesis gravidarum

  Mual muntah dan muntah (emesis gravidarum) terjadi pada pagi hari. Gejala ini kurang lebih terjadi sampai 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.

  2) Pre eklamsia dan ekslamsia Pre eklamsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odema dan proteinuria. Eklamsia biasanya timbul pada wanita atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre eklamsia dan timbul serangan kejang dan koma.

  3) Abortus Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin hidup diluar kandungan.

  4) Persalinan preterm Persalinan yang terjadi pada 37 minggu atau kurang merupakan hal yang berbahaya karena mempunai dampak yang potensial meningkatkan kamatian perianal. 5) Perdarahan

  Terjadi abortus atau ruptur kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam cavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi yang menyebebkan nadi meningkat, tekanan darah menurun, sampai jatuh kedalam keadaan syok (Maryunani, 2009).

2. Abortus a. Pengertian

  Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau kehamilan kurang dari 28 minggu (Chandranita, 2010). Abortus ialah berakhirnya suatu kehamilan yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu pada atau sebelum kehamilan atau keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000gr atau umur kehamiln kurang dari 28 minggu (Manuamba 2010).

  Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan berat badan dibawah 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu (Nanny, 2011). Peneliti mengambil kesimpulan bahwa abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi dengan umur kehamilan kurang dari 28 minggu sebelum janin dapat bertahan hidup.

b. Macam-macam abortus

  Berdasarkan kejadiannya abortus dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

  1) Abortus spontan terjadi secara alamiah tanpa interfensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran kliniknya abortus dapat dibagi menjadi (Prawirohardjo, 2010):

  a) Abortus completus (keguguran lengkap) adalah pengeluaran semua hasil konsepsi dengan umur kehamilan > 20 minggu kehamilan lengkap.

  b) Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pengeluaran sebagian atau seluruhnya.

  c) Abortus incomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi tidak semua hasil konsepsi pada umur >20 minggu kehamilan lengkap.

  d) Abortus imminens adalah perdarahan intrauteri pada umur < 20 minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Hasil kehamilan yang belum viabel berada dalam bahaya tetapi kehamilannya terus berlanjut.

  e) Missed abortion (keguguran tertunda) adalah kematian embrio atau janin berumur < 20 minggu kehamilan lengkap tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama ≥ 8 minggu. f) Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil kehamilan secara spontan yang belum viabel secara berturut- turut.

  g) Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi genetalia interna sedangkan abortus sepsis adalah abortus terinfeksi dengan penyebaran bakteri melalui sirkulasi ibu.

  2) Abortus Provocatus

  Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang disengaja dilakkukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram, abortus ini dibagi lagi menjadi sebagai berikut (Manuaba, 2010): a) Abortus medisinalis adalah abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital ibu hamil jika diteruskan kehamilannya akan lebih membahayakan jiwa sehingga terpaksa dilakukan abortus buatan. Tindakan itu harus disetujui oleh paling sedikit tiga orang dokter.

  b) Abortus kriminalis adalah abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab, sebagian besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga menimbulkan komplikasi.

c. Etiologi Abortus

  Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut (Nanny, 2011):

  1) Umur Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Resiko ibu mengalami aneuploidi yaitu diatas 35 tahun karena kelainan kromosom akan meningkat pada usia diatas 35 tahun. 2) Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi

  Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi seperti: a) Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.

  b) Faktor lingkungan endometrium

  c) Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.

  d) Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek 3) Pengaruh luar

  a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi b) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.

  4) Kelainan Pada Plasenta

  a) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.

  b) Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya pada penderita diabetes mellitus c) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran.

  5) Penyakit Ibu Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetesmilitus. Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks ), robekan serviks postpartum (Manuaba, 2010).

  6) Riwayat Abortus Riwayat abortus pada penderitaabortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadian ini sekitar 3-5% jumlah kejadian abortus. Data menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan akan beresiko mengalami abortus sebesar 15% (Soeparda, 2010).

  7) Faktor anatomi Faktor anatomi dapat memicu terjadinya abortus pada 10-15% kejadian yang ditemukan. Kejaian abortus dapat diesabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sebgai berikut:

  a) Lesi anatomi kongenital yaitu kelainan duktus mullerian (uterus bersepta) kelainan pada duktus ini biasanya terjadi abortus pada kehamilan trimester kedua

  b) Kelianan kongenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium c) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma dan endometritis.

  8) Faktor Infeksi Infeksi termasuk yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma,

  

rubella, cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering

dihubungkan dengan abortus.

  9) Obat-obatan rekreasional dan toksin lingkungan Peranaan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan terjadinya abortus.

d. Tanda dan Gejala Abortus Inkomplit

  Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai berikut (Soepardan, 2010): 1) Amenore 2) Perdarahan dapat dalam jumlah sedikit atau banyak, perdarahan biasanya dalam darah beku 3) Sakit perut dan mulas-mulas dan sudah keluar jarinan atau bagian janin 4) Pemeriksaan dalam didapatkan servik terbuka, pada palpasi teraba sisa-sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri.

  Gejala lain dari abortus incomplit yang dapat muncul adalah sebagai berikut: 1) Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa terdapat bekuan darah . 2) Rasa mules (kontraksi) tambah hebat. 3) Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka. 4) Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan keluar. 5) Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat menyebabkan syok (Maryunani, 2009).

  e. Komplikasi Abortus

  Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok, sebagai berikut (Walsh, 2008): 1) Perdarahan

  Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila petolongan tidak diberikan pada waktunya.

  2) Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperrentrofleksi.

  3) Infeksi Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman. 4) Syok

  Syok pada abortus bias terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.

  f. Patofisiologi Abortus

  Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh sebab diserap dan menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut menjadi tipis. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan (Prawiroharjo, 2010).

  g. Gambaran Klinis dan Penanganan Abortus Inkomplit

  1) Gambaran klinis abortus inkomplit, pada pemeriksaan dapat dijumpai gambaran sebagai berikut (Prawiroharjo, 2010): a) Kanalis servikalis terbuka

  b) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau kanalis servikalis

  c) Dengan pemeriksaan inspekulum perdarahan bertambah

  d) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu

  e) Pada pemeriksaan fisik seperti keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.

  f) Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus.

  2) Penanganan Abortus Inkomplit

  a) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital.

  b) Pengawasan pernafasan (jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya takipnea, sianosis) bebaskan saluran nafas dari sumbatan kemudian berikan bantuan oksigen.

  c) Berikan cairan infus (D5% dan atau NaCl 0,9%).

  d) Lakukan pemeriksaan laboratorium

  e) Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).

  f) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan < 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan: 1) Aspirasi Vacum Manual merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia. 2) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrium 0,2 mg im (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).

  g) Jika kehamilan > 16 mingguan) 1) Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV

  (garam fisiologis arau RL) dengan kecepatan 40 tetes / menit sampai terjadi ekspulsi konsepsi.

  2) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi(maksimal 80 mg) 3) Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus 4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

h. Terapi abortus dengan kuretase

  Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus (Manuamba, 2010): 1) Persiapan sebelum kuretase

  a) Persiapan penderita

  b) Lakukanlah pemeriksan dalam: tekanan darah, nadi, keadaan jantung dan paru-paru c) Pasang infus d) Persiapan alat-alat kuratase Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak alat dalam keadaan aseptik.

  e) Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi

  f) Persiapan untuk anastesi regional 2) Teknik kuretase

  a) Persiapan pasien b) Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, jantung dan paru-paru.

  c) Pasang infus

  d) Tentukan letak rahim yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam alat-alat yang umumnya dipakai biasanya terbuat dari alat-alat metal. Alat yang akan dimasukan harus disesuaikan dengan letak rahim sehingga tidak terjadi salah arah.

  e) Penduga rahim (sandage), masukanlah penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim.

  f) Kuretase, pakailah sendok kuretase yang agak besar.

  Memasukannya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah dibagian tengah. Pakailah sendok kuretase yang tajam karena pada dinding rahim dalam.

  g) Cunan abortus, pada abortus inkomplit dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lain. Dengan demikian sendok kuretase dapat dipakai untuk membersihkan sisa-sisa yang ketinggalan saja.

  3) Perawatan paska tindakan kuretase

  a) Periksa kembali tanda vital pasien, segara lakukan tindakan dan beri instruksi apabila terjadi kelainan dan komplikasi b) Catat kondisi dan buat laporan tindakan

  c) Buat instruksi pengbatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien d) Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan tetapi pasien masih memerlukan perlakuan e) Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperlukan, lama perawatan dan kondisi yang diharapkan.

  f) Kaji dan kontrol nyeri post tindakan invasif 3.

   Nyeri a. Pengertian

  Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial dan nyeri bersifat subjektif. Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.

  Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Purwandari, 2008).

  Teori nyeri yang diterima saat ini salah satunya adalah teori

  

Gate Control . Menurut teori ini, sensasi nyeri dihantar sepanjang

  saraf sensoris menuju ke otak dan hanya sejumlah sensasi atau pesan tertentu dapat dihantar melalui jalur saraf ini pada saat bersamaan. Teori Gate Control menyatakan bahwa sinaps pada akar dorsal yang dikenal sebagai substansia gelatinosa berperan sebagai gerbang yang dapat meningkatkan atau menurunkan rangsang nyeri dari saraf perifer ke otak. Gerbang ini terbuka atau tertutup tergantung input dari serabut saraf besar dan kecil. Peningkatan aktivitas serabut saraf kecil akan membuka gerbang dan menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sedangkan peningkatan aktifitas serabut saraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak sampai ke otak (Guyton, l990 dalam Tamsuri, 2007).

b. Kalsifikasi Nyeri

  Klasifikasi nyeri menurut Tamsuri (2007) dibedakan menjadi, yaitu: 1) Berdasarkan sumber nyeri

  Sumber nyeri bisa berasal dari mana saja yaitu kulit, ligamen, otot dll. Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan atas

  cutaneus/ superfisial, deep somatic / nyeri dalam, dan visceral (pada organ dalam).

  2) Berdasarkan lokasi nyeri Nyeri yang dialami dapat disebabkan oleh hal-hal tertentu.

  Penyebab nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu fisik dan psikogenik. Penyebab dari fisik merupakan nyeri yang berasal dari bagian tubuh seseorang dan ini terjadi karena stimulus fisik serta nyeri ini dapat dilihat secara langsung dari morfologi tubuh yang berubah (Contoh fraktur femur). Nyeri psycogenic terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari (Contoh orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya). 3) Berdasarkan lama/ durasi nyeri

  Lama/ durasi nyeri yang dialami oleh pasien sangat beraneka ragam, hal ini tentu sangat mengganggu aktivitas dari penderita nyeri tersebut. Sedangkan berdasarkan lamanya nyeri tersebut dapat dibedakan atas nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang. Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol.

  Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian (Purwandari, 2008).

  4) Berdasarkan Lokasi Berdasarkan lokasinya nyeri dapat dikategorikan sebagai berikut (Purwandari, 2008):

  a) Radiating pain merupakan nyeri yang diakibatkan oleh efek radio aktif pada bagian tubuh yang terkena paparannya.

  b) Cardiac pain yakni nyeri menyebar dari sumber nyeri ke

  jaringan di dekatnya.

  c) Refered pain yakni nyeri dirasakan pada bagian tubuh

  tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan penyebab

  d) Intractabel pain yakni nyeri yang sangat susah dihilangkan

  (contoh: nyeri kanker maligna)

  e) Phantom pain yakni sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Respon Nyeri

  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pada pasien, yaitu (Tamsuri, 2007) : 1) Usia

  Usia merupakan faktor yang menentukan respon seseorang terhadap respon rasa nyeri. Seorang anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

  2) Jenis kelamin Mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri.

  3) Ansietas Cemas meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Hal ini merupakan hubungan timbal balik yang dapat dialami penderita nyeri. Bayangan akan rasa nyeri yang hebat tentu saja membuat cemas.

  4) Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

  5) Dukungan keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. Dengan cara pemberian pemahaman tentang apa yang akan dialami dan kesembuhan yang akan diperoleh setelah menjalani terapi dapat lebih efektif dalam proses mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien.

d. Pengukuran Intensitas Nyeri

  Tipe nyeri tersebut juga berbeda pada setiap waktu, oleh karena itu perlu dilakukan waktu pengukuran yang berbeda. pengukuran nyeri pada saat belum dilakukan terapi dan setelah pemberian terapi kepada pasien. Ada 3 cara mengkaji intensitas nyeri yang biasanya digunakan, antara lain (Dinisari, 2006 ) :

  1) Visual analog scale

  Alat pengukuran nyeri efisien yang telah digunakan secara luas dalam penelitian dan pengaturan klinis. Visual analog scale merupakan alat dengan garis 10 cm, orientasi biasanya disajikan secara horisontal. Pasien diintruksikan untuk menandai baris dengan pensil dengan bentuk garis pada titik sesuai dengan nyeri yang dirasakan sekarang.

  2) Verbal Numerical Rating Scale

  Alat ini sebenarnya hampir sama dengan visual analog scale hanya saja alat ini terdapat score dari 0-10. Daerah yang sakit kemudian diberi skor sesuai dengan angka yang ada pada alat ukur tersebut. 3) Kategori sakit

  Pada pengukuran dengan alat kategori sakit, nyeri terbagi atas tidak sakit, sakit ringan, sakit moderat, sangat sakit, sakit sekali dan sakit tidak dapat dibayangkan. Intensitas nyeri mengacu pada kehebatan nyeri itu sendiri.

B. PROSES KEPERAWATAN

  Proses keperawatan pada pasien dengan post kuret abortus inkomplit sebagai berikut :

  1. Pengkajian Pada anamnesis yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyait sekarang, dan riwayat terdahulu.

  2. Riwayat Kesehatan Klien

  a. Keluhan yang paling sering muncul adalah pada pasien dengan post kuret abortus inkomplit Keluhan Nyeri merupakan manisfestasi akibat adanya perlukaan didalam jaringan tubuh dalam hal ini adalah perlukaan di daerah rahim akibat adanya peluruhan hasil konsepsi.

  b. Riwayat Penyakit Sekarang Pengkajian yang berisi serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan utama (Ardiansyah, 2012).

  c. Riwayat Penyakit Keluarga Untuk mengetahui riwayat penyakit keluarga, tanyakan apakah sebelumnya apakah anggota dari keluarganya ada yang memiliki keluhan atau sakit yang sama. Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga. Bila ada keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga perlu ditanyakan (Ardiansyah, 2012). d. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan umum terhadap asien gagal jantung, biasanya pasien memiliki kesadaran yang baik (compos mentis).

  1) Sistem reproduksi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui TFU, keadaan vagina (lokea, DC, dan kebersihan) dan payudara (keadaan bentuk dan warna aerola)

  2) Sistem kardiovaskuler Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tekanan darah, nadi dan suhu tubuh pasien.

  3) Sistem perkemihan Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui frekuensi BAK dan BaB pasien dalam satu hari, warna dan bau

  4) Sistem gastrointestinal Pemeriksan ini dilakukan untuk mengetahui pola makan pasien dan masalah pencernaan yang muncul pada pasien seperti porsi makan pasien, mual dan muntah. 5) Sistem neurologis pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sistem nurologis pasien.

  6) Sitem imunologis Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sistem imun pasien dapat dilakukan dengan pemeriksaan suhu tubuh.

  7) Sistem integumen Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan integument pasien seperti akral, elastisitas, warna dan turgor kulit

  8) Sistem muskuloskeletal Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot, kelemahan dan kekakuan otot pasien

C. PATHWAY

  Umur Pertumhan Pengaruh Keadaan obat Infeksi Faktor Resiko hasil luar Plasenta ibu abortus knsepsi

  Abortus Inkomplit kuretase

  Post anastesi Jaringan terputus Masuknya alat Jaringan tindakan kuretase terbuka

  Penurunan saraf oblongata Invasi

  Merangsang area Perdarahan bakteri sensori motorik

  Penurunan peristaltik usus Peningkatan Nyeri

  Leukosit Hipovolemi

  Penyerapan cairan Resiko dikolon Keterbatasan infeksi

  Gangguan Aktivitas keseimbangan

  Gangguan eliminasi: cairan dan elektrolit

  Hambatan Hipertermi Konstipasi

  Mobilitas fisik Skema 2.1 Pathways Abortus Inkomplite, Prawiroharjo (2010)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  a. Rumusan Diagnosa Keperawatan (NANDA) 1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebihan 2) Nyeri

  a). Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangakan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan.

  b). Batasan Karakteristik : (1) Perubahan selera makan (2) Perubahan tekanan darah (3) Perubahan frekuensi jantung (4) Perubahan frekuensi pernafasan (5) Laporan isyarat (6) Diaforesis (7) Perilaku distraksi (berjalan mondar mandir, mencari orang lain, dan aktivitas yang berulang) (8) Mengekspreksikan perilaku (gelisah, merengek, menangis) (9) Masker wajah (mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata bepencar atau tetap pada satu focus)

  (10) Sikap melindungi area nyeri (11) Fokus menyempit (gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

  (12) Indikasi nyeri yang dapat diamati (13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri (14) Sikap tubuh melindungi (15) Dilatasi pupil (16) Melaporkan nyeri secara verbal (17) Fokus pada diri sendiri (18) Gangguan tidur

  c). Faktor yang Berhubungan : (1) Agens cedera (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

  d). Intervensi yang Disarankan : (1) Analgesic Administration (2210) (2) Environmental Management Comfort (6482) (3) Medications Administration (2300) (4) Medication Management (2380) (5) Pain Management (1400)

  3) Gangguan mobilisasi fisik

  a). Definisi : Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah b). Batasan Karakteristik : (1) Penurunan waktu reaksi (2) Kesulitan membolak balik posisi (3) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (4) Dispnea setelah beraktivitas (5) Perubahan cara berjalan (6) Gerakan bergetar (7) Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus (8) Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar (9) Keterbatasan rentang pergerakan sendi (10) Tremor akibat pergerakan (11) Ketidakstabilan postur (12) Pergerakan lambat

  c). Faktor yang Berhubungan : (1) Intoleran aktivitas (2) Perubahan metabolisme seluler (3) Ansietas (4) Indeks massa tubuh diatas persentik ke 75 sesuai usia (5) Gangguan kognitif (6) Kontraktur (7) Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia

  (8) Fisik tidak bugar (9) Penurunan ketahanan tubuh (10) Penurunan kendali otot (11) Penurunan masa otot (12) Penurunan kekuatan otot (13) Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik (14) Keadaan mood depresif (15) Keterlambatan perkembangan (16) Ketidaknyamanan (17) Dissue (18) Kaku sendi (19) Kurang dukungan lingkungan (fisik atau sosial) (20) Ketrbatasan ketahanan kardiovaskular (21) Kerusakan integritas struktur tulang (22) Malnutrisi (23) Gangguan musculoskeletal (24) Gangguan neuromuscular (25) Nyeri (26) Agens obat (27) Program pembatasan gerak (28) Keengganan memulai pergerakan (29) Gaya hidup monoton (30) Gangguan sensori perceptual d). Intervensi yang Disarankan : (1) Exercise Therapy Ambulation (0221)

  (2) Exercise Therapy Joint Mobility (0224) (3) Exercise Promotion (0200) (4) Exercise Therapy Muscle Control (0226) (5) Energy Management (0180)

  1

  g. Monitor hemodinamik status termasuk CVP, MAP, PAP, and PCWP, jika tersedia

  f. Monitor hasil laboratorium yan sesuai dengan retensi cairann (hematokrit, osmolaritas urin)

  (kelembapan memmbran mukosa, tekanan darah ortostatik), yang sesuai

  b. Timbang popok atau pembalut jika diperlukan c. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat d. Pasang urine kateter jika diperlukan e. Monitor status hidrasi

  a. Monitor berat badan setiap hari

  Fluid management (4120)

  5 Skala : 1 : Parah

  5

  5

  5

  5

  1

  1

  1

  4) Hipertermi berhubungan dengan invasi bakteri akibat jaringan terbuka b. Fokus Intervensi

  1

  5. Keseimbang an intake dan output selama 24 jam

  4. Tekanan pulmonal

  3. Tekanan arteri rata- rata

  2. Nadi Radial

  1. Tekanan darah

  Indikator Awal Akhir

  Balance dengan krieria hasil : Fluid Balance (0601)

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam diharapkan pasien mencapai Fluid

  1 Gangguan keseimbanga n cairan dan elektrolit

  Keperawatan NOC NIC

  Diagnosa Diagnosa

Tabel 2.1 Rencana Intervensi No.

  h. Monitor vital sign i. Kaji lokasi dan luas edema j. Monitor perubahan berat badan pasien sebelum dan sesudah cuci darah k. Monitor asupan cairan dan makanan yang tertelan 2 : Berat l. Kelola terapi IV, seperti yang 3 : Sedang ditentukan m. Monitor status nutrisi 4 : Ringan n. Berikan cairan yang sesuai o. Berikan diuretik seperti yang 5 : Tidak ada ditentukan p. Berikan pendidikan kesehatan tentang keseimbangan cairan q. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

  Fluid monitoring (4310)

  a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi b. Tentukan kemungkinan faktor resiko ketidakseimbangan cairan

  (hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati)

  c. Monitor berat badan

  d. Monitor serum dan elektrolit urine a. Monitor serum dan osmilali

  Monitor serum dan osmilalitas urine b. Monitor BP, HR, dan RR

  c. Monitor darah orthostatic dan perubahan irama jantung d. Monitor parameter hemodinamik infasif e. Catat secara akurat intake dan output f. Monitor adanya distensi leher, oedem perifer dan penambahan

  BB

  g. Monitor tanda dan gejala oedema

  h. Perhatikan ada atau tidak nya vertigo yang meningkat i. Kelola agen farmakologi untuk meningkatkan output urin j. Kelola cuci darah, yang sesuai, catat respon pasien

  Berikan pendidikan kesehatan tentang kelebihan cairan.

  2 Nyeri Akut Pain Level (2102) Pain Management (1400) Setelah dilakukan tindakan

  1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif keperawatan selama ...x... jam termasuk lokasi, diharapkan masalah nyeri klien karakteristik, durasi, teratasi dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi

  Indikat Awal Akhir

  2. Observasi reaksi non verbal or dan ketidaknyamanan

  3. Gunakan teknik komunikasi

  1.Mela

  1

  5 terapeutik untuk mengetahui porkan pengalaman nyeri pasien adanya

  4. Kontrol lingkungan yang nyeri dapat mempengaruhi seperti

  2.Freku

  1

  5 suhu ruangan, pencahayaan, ensi dan kebisingan nyeri

  5. Kurangi faktor presipitasi nyeri

  3.Ekspr

  1

  5

  6. Ajarkan teknik non esi farmakologi wajah

  7. Tingkatkan istirahat

  8. Ciptakan lingkungan yang

  4.Tand

  1

  5 nyaman a-tanda

  9. Kolaborasi pemberian obat vital analgetik sesuai indikasi

  Analgesic administration (2210)

  Keterangan : 1 : sangat berat

  1. Monitor vital sign sebelum 2 : berat dan sesudah pemberian 3 : sedang analgesic pertama kali 4 : ringan

  2. Cek riwayat alergi 5 : tidak ada

  3. Kolaborasikan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

  4. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat

  5. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda, dan gejala

  3 Hambatan Join Movement : Active Exercise therapy : Ambulation (0221)

  Mobilitas Setelah dilakukan tindakan

  1. Monitor vital sign sebelum Fisik dan sesudah latihan dan lihat keperawatan selama ...x... jam respon pasien saat latihan diharapkan masalah gangguan

  2. Konsultasikan dengan terapi mobilitas fisik dapat teratasi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan dengan kriteria hasil : kebutuhan

  Indikator Awal Akhir

  3. Bantu klien untuk

  1.Keseimba

  1

  5 menggunakan tongkat saat ngan tubuh berjalan dan cegah terhadap

  2.Gerakan

  1 5 cedera otot

  4. Ajarkan pasien tentang teknik

  3.Gerakan

  1 5 ambulasi sendi

  5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

  4.Kemampu

  1

  5

  6. Latih pasien dalam an pemenuhan kebutuhan ADLs berpindah secara mandiri sesuai

  Keterangan : kemampuan 1 : sangat berat

  7. Dampingi dan bantu pasien 2 : berat saat mobilisasi dan bantu 3 : sedang penuhi kebutuhan ADLs 4 : ringan

  8. Berikan alat bantu jika klien 5 : tidak ada memerlukan

  9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika perlu

  Exercise promotion (0200)

  1. Bantu klien dalam melakukan aktivitas, mendorong klien untuk meminta jika membutuhkan latihan, bantu identifikasi program latihan yang sesuai.

  2. Perawatan bedrest:

  • Pertahankan tempat tidur bersih dan nyaman.
  • Ubah posisi klien untuk mencegah dekubitus
  • Berikan fasilitas pada klien untuk aktivitas sesuai kesukaan klien di tempat tidur (membaca, dll)

  3. Atur tempat klien atau posisi tubuh klien

  4. Cegah faktor yang dapat memicu resiko injuri

  5. Terapi latihan: ambulasi/ROM:

  • Kaji kemampuan fungsional untuk identifikasi kelemahan
atau kekuatan

  • Berikan jadwal latihan aktivitas secara bertahap
  • Mulailah latihan dari gerakan pasif menuju aktif pada semua ekstrimitas Sokong ekstrimitas pada -

  posisi fungsional

  6. Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengaturan posisi selama periode

  4. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Fever treatment (3740) berhubungan keperawatan selama ...x... jam

  1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam dengan diharapkan hipertermi dalam batas

  2. Monitor vital sign ( TD, nadi, inflamasi normal dengan kriteria hasil : suhu, dan RR)

  3. Monitor warna dan suhu kulit

  Rsik control : hyperthermia

  4. Kompres pasien pada lipat paha (3902) dan aksila

  5. Tingkatkan intake cairan dan Indikator Tujuan nutrisi Suhu tubuh

  4

  6. Ajarkan pasien dan keluarga dalam batas untuk mempertahankan cairan normal dan nutrisi

  Nadi dan RR

  4

  7. Kolaborasi pemberian cairan dalam batas intravena normal

  8. Kolaborasi pemberian antipiretik Tidak ada

  5 perubahan warna kulit dan

  Temperature Regulation (3900)

  tidak ada pusing

  1. Ukur suhu sesering mungkin Keterangan :

  2. Monitor tanda-tanda hipertermi

  1. Sangat berat dan hipotermi

  2. Berat

  3. Monitor warna dan suhu kulit

  3. Sedang

  4. Berikan anti piretik

  4. Ringan

  5. Selimuti pasien untuk mencegah

  5. Tidak ada keluhan hilangnya kehangatan tubuh

  6. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas