PENGARUH KANDUNGAN LEM KANJI TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN KETANGGUHAN IMPAK BAHAN KOMPOSIT KERTAS KORAN BEKAS

PENGARUH KANDUNGAN LEM KANJI TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN KETANGGUHAN IMPAK BAHAN KOMPOSIT KERTAS KORAN BEKAS SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

MUHAMAD RAFI

I 0403044

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGARUH KANDUNGAN LEM KANJI TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN KETANGGUHAN IMPAK BAHAN KOMPOSIT KERTAS KORAN BEKAS

Disusun oleh

Muhamad Rafi NIM. I 0403044

Dosen Pembimbing I

Ir.Santoso, M.Eng, Sc. NIP 194508241980121001

Dosen Pembimbing II

DR. Kuncoro Diharjo, ST, MT. NIP. 197101031997021001

Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari Kamis, tanggal

8 Juli 2010

1. Wijang Wisnu Raharjo, Ir., MT. ……………………………... NIP. 196810041999031002

2. DR. Muhammad Nizam, ST., MT. ……………………………... NIP. 197007201999031001

3. Joko Triyono, ST., MT. ............................................... NIP. 196906251997021001

Mengetahui

Ketua Jurusan Teknik Mesin

Dody Ariawan, ST., MT. NIP. 197308041999031003

Koordinator Tugas Akhir

Syamsul Hadi, ST., MT. NIP. 197106151998021002

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan bimbingan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tujuan penyelesaian skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Bapak Ir. Santoso, M.Eng.sc., selaku pembimbing I.

2. Dr. Kuncoro Diharjo, ST, MT., selaku pembimbing II.

3. Bapak Dody Ariawan, ST, MT., Joko Triyono, ST. MT., Dr. Muhammad Nizam, ST. MT. dan Ir. Wijang Wisnu R., MT., selaku dosen penguji.

4. Mas Maruto Adi selaku laboran laboratorium material.

5. Danang Suto Hapsoro dan Ridwan Afandi yang melakukan penelitian pada waktu yang sama dengan penulis.

6. Ibu, Bapak, Kakak-kakakku serta Adikku.

7. Semua mahasiswa angkatan 2003 Teknik Mesin FT UNS.

8. Semua pihak yang tak dapat kami sebutkan satu persatu, atas segala bantuannya pada penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, bila ada saran, koreksi dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini, akan penulis terima dengan ikhlas dan dengan ucapan terima kasih.

Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Surakarta, Juli 2010

Muhamad Rafi

MUHAMAD RAFI ILMU BAHAN

Pengaruh Kandungan Lem Kanji Terhadap Kekuatan Bending dan Ketangguhan Impak

Bahan Komposit Kertas Koran Bekas ABSTRAK

Kertas koran bekas dapat digunakan sebagai bahan core dalam pembuatan panel komposit sandwich. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki pengaruh kandungan lem kanji terhadap kekuatan bending dan ketangguhan impak panel core kertas koran bekas. Kertas koran dicampur dengan air dengan perbandingan berat 1:4. Kertas koran yang sudah dicampur dengan air dihancurkan dengan mixer dan ditambahkan lem kanji dengan variasi kandungan 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat kertas. Spesimen dibuat dengan metode cetak tekan hidrolis. Pengeringan spesimen dilakukan di dalam ruangan selama 2 hari. Setelah itu,

spesimen dioven pada suhu 105 0 C selama 15 menit. Spesimen uji bending dan

impak dibuat mengacu pada standar ASTM D-1037 dan ASTM D-5942. Pengujian bending dilakukan dengan Universal Testing Machine merek SANS. Pengujian impak dilakukan dengan alat uji impak charpy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan bending dan ketangguhan impak meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan lem kanji. Nilai kekuatan bending pada kandungan lem kanji 20% sebesar 6,26 MPa dan pada kandungan lem kanji 5% sebesar 3,7 MPa. Nilai ketangguhan impak pada kandungan lem kanji 20% sebesar 14,55 x 10-3 J/mm² dan pada kandungan lem kanji 5% sebesar 2,88 x 10-

3 J/mm². Penampang patahan memperlihatkan bahwa semakin tinggi kandungan kanji semakin kecil jumlah debonding yang terjadi.

Kata kunci: kertas koran bekas, panel core, lem kanji, kekuatan bending, ketangguhan impak.

MUHAMAD RAFI MATERIALS THE EFFECT OF STARCH GLUE CONTENT TO THE BENDING STRENGHT AND IMPACT TOUGHNESS OF OLD NEWSPAPER COMPOSITE ABSTRACT

Old newspaper can be used as core material in the making of sandwich composite panels. The purpose of this research was to investigate the effect of starch glue content to the bending strength and impact toughness of old newspaper core panel. Old newspaper and water mixed with an electric mixer in weight proportion of 1:4. Then add with starch glue content in variation of 5%, 10%, 15% and 20% of the paper weight. The specimen was made by hydraulic press mold method. It was dried in the indoor room during two days. After that, the specimen is baked at a temperature of 105 C for 15 minutes. The bending and impact test specimen was based on the ASTM D-1037 and ASTM D-5942. The bending test was done by Universal Testing Machine of SANS brand. Those tests carried out by charpy impact test. The results of this research showed that the bending strength and impact toughness increased as long with the increasing of starch glue content. The bending strength at 20% starch glue content was 6.26 MPa and at 5% starch glue content was 3.7 MPa. The impact toughness at 20% starch glue content was14.55 x 10-3 J/mm2 and at 5% starch glue content was

2.88 x 10-3 J/mm2. The fracture surface shows that the higher starch glue content, the smaller amount of debonding occurs.

Keywords: old newspapers, panel core, starch glue, bending strength, impact

toughness.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2006 terdapat 270 penerbit pers nasional dengan kebutuhan kertas sekitar 13.047.895 eksemplar perhari. Jawa pos sebagai salah satu penerbit nasional memproduksi surat kabar sekitar 0,9 juta eksemplar perhari dengan jumlah kebutuhan 1.332,5 ton per tahun (Irawan, 2006).

Fenomena ini tidak sepenuhnya berdampak positif. Sebagai contoh, dengan peningkatan konsumsi masyarakat pada surat kabar maka akan meningkat pula jumlah surat kabar bekas yang dihasilkan. Hal ini karena kebanyakan masyarakat mengkonsumsi surat kabar model harian dimana kabar-kabar yang disajikan selalu terkini. Hal ini menyebabkan banyaknya jumlah koran bekas perharinya.

Pemanfaatan koran bekas selama ini hanya sebatas sebagai bungkus makanan ataupun didaur ulang untuk kertas koran lagi. Tetapi perlu di ketahui bahwa ternyata koran sangat berbahaya untuk bungkus makanan. Hal ini dikarenakan tinta tulisan pada koran yang mengandung unsur-unsur kimia yang dapat terurai bila terkena makanan, terutama makanan yang masih panas. Koran bekas memang bisa didaur ulang menjadi kertas koran lagi, tetapi hal ini tentunya perlu tambahan biaya untuk proses pengolahan.

Pemanfaatan kertas koran bekas masih berpeluang besar untuk digunakan sebagai bahan rekayasa. Dengan menambahkan perekat yang murah, bubur kertas ini berpotensi direkayasa menjadi produk core untuk pembuatan panel komposit sandwich . Hal ini dapat membantu mengurangi dampak kertas koran bekas terhadap lingkungan.

Pati kanji merupakan salah satu bahan yang tersedia di alam secara melimpah, dapat diperbaharui dan merupakan sumber yang tak terbatas. Kanji dapat digunakan untuk menghasilkan berbagi macam produk, seperti makanan, bahan perekat kertas (lem), konveksi dan farmasi. Bahan ini sangat cocok untuk digunakan sebagai perekat produk core karena komponen core menderita pembebanan yang lebih rendah daripada beban di bagian skin. Oleh karena itu, Pati kanji merupakan salah satu bahan yang tersedia di alam secara melimpah, dapat diperbaharui dan merupakan sumber yang tak terbatas. Kanji dapat digunakan untuk menghasilkan berbagi macam produk, seperti makanan, bahan perekat kertas (lem), konveksi dan farmasi. Bahan ini sangat cocok untuk digunakan sebagai perekat produk core karena komponen core menderita pembebanan yang lebih rendah daripada beban di bagian skin. Oleh karena itu,

Di sisi lain, dampak global warming semakin terasa sebagai akibat dari pemakaian teknologi secara berlebihan tanpa banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap lingkungan. Salah satu contoh adalah kualitas udara yang semakin lama semakin menurun akibat pesatnya pertumbuhan industri dan otomotif. Hal ini diperparah lagi dengan dilakukannya penebangan pohon atau penggundulan hutan untuk mencukupi kebutuhan kayu yang semakin lama semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan kebutuhan kayu di Indonesia yang setiap tahunnya defisit 45 juta meter kubik (Priyono, 2003).

Dengan bertambahnya kebutuhan kayu tanpa diimbangi dengan daya dukung hutan yang memadai, maka hal ini menuntut ditemukan material pengganti kayu yang lebih ramah lingkungan. Saat ini sudah cukup banyak penilitian tentang panel komposit sebagai material pengganti kayu, tetapi panel komposit ini masih banyak tergantung pada kayu itu sendiri sebagai material pengisi (filler). Pemanfaatan kertas koran bekas dengan pengikat tepung kanji sebagai material komposit pengganti kayu merupakan solusi kreatif untuk mengatasi maraknya penggundulan hutan.

Pemakaian material ramah lingkungan, mampu didaur ulang, serta mampu dihancurkan sendiri oleh alam merupakan tuntutan teknologi saat ini. Salah satu material yang diharapkan mampu memenuhi hal tersebut adalah material komposit dengan material pengisi (filler) serat alam. Serat alam sebagai material pengisi komposit mulai dilirik penggunaannya karena murah, dapat mengurangi polusi lingkungan sehingga komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan serta tidak membahayakan kesehatan .

Menurut Katz dan Milewski (1978), filler secara umum tidak digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik material tetapi lebih pada meningkatkan aspek kelakuan komposit yang lain, seperti mengurangi berat, mengurangi biaya dan perlindungan terhadap radiasi ultraviolet. Filler memberikan kemudahan dalam desain dimensi komposit yang diinginkan, dan selain sebagai material pengisi, material serbuk atau serpih juga digunakan sebagai material penguat komposit tetapi tidak seefektif fiber (Gibson, 1994).

Perkembangan teknologi komposit pun semakin bergeser untuk memenuhi tuntutan jaman. Pada mulanya komposit hanya digunakan sebagai struktur tersier yang hanya menahan beban ringan atau tanpa beban (sebagai cover). Namun, tuntutan persaingan harga konstruksi yang lebih murah menjadi pemicu penggunaan komposit sebagai struktur sekunder maupun primer. Agar panel komposit mampu menahan beban yang lebih berat, maka salah satu alternatifnya adalah mendisain model komposit sandwich atau sandwich construction (Abdullah dan Diharjo, 2005).

Komposit sandwich membutuhkan komponen core yang ringan dan murah sebagai pengisi diantara dua lamina komposit. Selama ini core yang ada di pasaran adalah core sintetis impor, seperti PVC, polyurethane, dan honeycomb. Penggunaan bahan sintetis dipandang kurang ramah lingkungan sehingga perlu dicari core alternatif yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya adalah penggunaan kayu balsa sebagai core. Namun di Indonesia kayu balsa tersebut juga masih diimpor dari Australia melalui suplayer PT. Justus Jakarta (Sumber: Justus, 2005. Ketergantungan dengan produk impor merupakan kebijakan yang terbalik dengan kondisi alam Indonesia yang maha kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai pengganti kayu balsa adalah dengan memanfaatkan kertas koran bekas yang memiliki karakteristik ringan dan kuat. Uraian di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan core kertas koran sebagai bahan rekayasa komposit sandwich merupakan kajian yang sangat menarik untuk dilakukan.

Dalam aplikasi di lapangan, panel komposit tak pernah lepas dari proses pembebanan, baik berupa beban tarik, beban bending, maupun beban impak. Beban bending yang dialami sebuah panel dapat berupa orang bersandar di dinding yang terbuat dari panel, sedangkan beban impak dapat berupa tumbukan tiba-tiba seperti terkena lemparan benda yang keras. Walaupun core mengalami pembebanan yang relatif lebih rendah tapi kita perlu juga mengetahui seberapa kekuatan dari core untuk menahan setiap pembebanan.

Dari pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan tadi, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh kandungan lem kanji terhadap kekuatan bending dan ketangguhan impak bahan komposit kertas koran Dari pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan tadi, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh kandungan lem kanji terhadap kekuatan bending dan ketangguhan impak bahan komposit kertas koran

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, permasalah utama dalam penelitian ini adalah pendayagunaan kertas koran bekas untuk dijadikan core dalam pembuatan panel komposit sandwich. Bahan tersebut digunakan karena lebih ramah lingkungan dan banyak tersedia di Indonesia dan penggunaannya belum optimal. Kajian yang dilakukan meliputi kekuatan bending dan ketangguhan impak dari core panel komposit kertas koran bekas. Hal ini perlu dilakukan karena dalam aplikasinya panel komposit tak pernah lepas dari proses pembebanan, baik berupa beban bending maupun beban impak. Walaupun core mengalami pembebanan yang relatif lebih rendah tapi kita perlu juga mengetahui seberapa kekuatan dari core untuk menahan setiap pembebanan. Dengan demikian kajian pengaruh kandungan lem kanji terhadap kekuatan bending dan ketangguhan impak bahan komposit kertas koran bekas dipandang penting untuk dilakukan.

1.3. Batasan Masalah

Untuk menentukan arah penelitian yang lebih baik maka ditentukan batasan masalah sebagai berikut:

a. Selama proses pencampuran distribusi kertas koran, air dan kanji yang

digunakan dalam pembuatan panel ini dianggap homogen.

b. Selama proses penekanan distribusi gaya-gaya tekan yang mengenai

permukaan bidang tekan diasumsikan sama atau merata.

c. Penambahan lem kanji pada proses pembuatan komposit core kertas koran bekas ini dari 5% hingga 20%.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Menyelidiki pengaruh kandungan lem kanji terhadap kekuatan bending

dan ketangguhan impak panel komposit kertas koran bekas.

b. Menyelidiki karakteristik penampang patahan spesimen uji bending dan impak.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh antara lain:

a. Peningkatan ilmu pengetahuan mekanika bahan, khususnya material komposit

b. Memberikan informasi mengenai kekuatan bending dan ketangguhan impak panel kertas koran bekas.

c. Dapat diterapkan dalam industri komposit sandwich.

d. Dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya

komposit sandwich dengan core kertas koran bekas .

BAB II DASAR TEORI

2.1. TINJAUAN PUSTAKA

Komposit dapat dibuat dari berbagai macam serat pertanian, sampah kertas dan sampah plastik. Komposit ini memiliki jangkauan yang luas sifatnya dan dapat digunakan pada berbagai macam kebutuhan dan produk unggulan, misalnya produk unggulan dengan untuk panel interior, pelapis tembok, penyekat, pintu, lantai, kontruksi dan material kotak pengemas, karton serta palet (Krzysik dan Youngquist, 1991).

Material komposit dalam bentuk komposit panel telah banyak digunakan unutk berbagai aplikasi structural maupun non structural, seperti untuk furniture dan struktur pada gedung (Youngquist dkk,1997). Serat alam sebagai filler komposit polimer mulai banyak digunkan sebagai pengganti filler sintetik dalam kehidupan sehari-hari, mengingat serat alam ini mempunyai banyak kelebihan dibanding serat buatan. Kelebihan-kelebihan utama menggunakan serat alam sebagai filler pada plastik yaitu densitasnya rendah, mudah diuraikan dengan alam (Biodegradable) , mampu sebagai bahan pengisi level tinggi sehingga menghasilkan sifat kekakuan yang tinggi, tidak mudah patah, jenis dan variasinya banyak, hemat energi dan murah (Rowell dkk, 1997).

Penelitian oleh Muehl dkk, (2004) menyimpulkan bahwa panel komposit yang terbuat dari sampah kertas memiliki sifat mekanik yang rendah ketika dipadukan dengan phenollic resin 5% dan 10% polypropylene dibandingkan dengan panel komposit dari serat kenaf. Meskipun demikian, panel komposit dari sampah kertas lebih tahan terhadap kelembaban daripada panel komposit dari kenaf, selain itu dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan polypropylene dapat menurunkan sifat mekanik panel komposit.

Gunarto (2008) meneliti tentang pemanfaatan limbah kertas koran untuk pembuatan panel papercrete. Pada penelitian ini kertas koran dicampur semen dengan perbandingan 1:2, 1:3 dan 1:4 dengan tambahan 0,2% gula pasir. Dari penelitian diketahui berat papercrete sekitar 840-933 kg/m3. Kuat lentur panel terendah 6,59 MPa dan tertinggi 8,36 MPa. Kuat tekan terendah 1,23 MPa dan Gunarto (2008) meneliti tentang pemanfaatan limbah kertas koran untuk pembuatan panel papercrete. Pada penelitian ini kertas koran dicampur semen dengan perbandingan 1:2, 1:3 dan 1:4 dengan tambahan 0,2% gula pasir. Dari penelitian diketahui berat papercrete sekitar 840-933 kg/m3. Kuat lentur panel terendah 6,59 MPa dan tertinggi 8,36 MPa. Kuat tekan terendah 1,23 MPa dan

Widjaja (2008) meneliti tentang pemanfaatan limbah bubur kertas untuk papan beton. Dalam penelitian ini digunakan campuran antara kertas, semen dan pasir. Dari penelitian disimpulkan bahwa papan beton dari limbah kertas memiliki serapan air dan koefisien termal yang tinggi.

Arofah (2008) melakukan penelitian pada core sampah kota, nilai densitas, kekuatan tarik, kekuatan desak, dan kekuatan geser komposit naik seiring dengan bertambahnya kompaksi komposit. Pada pengamatan foto SEM menunjukkan semakin meningkat kompaksi maka ikatan antar materialnya juga semakin meningkat.

Goswani et al, (2008) meneliti tentang komposit yang diperkuat dengan serat rami dan fiberglass. Dari penelitian diketahui bahwa komposit memiliki kekuatan tarik sebesar 49,76-51,71 MPa dan modulus tarik tarik sebesar 1,84- 1,85 GPa. Kekuatan bending komposit sebesar 72,97-95,98 MPa dan modulus bending sebesaer 2,74-4,2 GPa.

Colakoglu (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan kekuatan bending pada beberapa panel yang digunakan sebagai bahan furnitur. Sampel yang digunakan dari plastic new wood, wood-based particleboard dan MDF panel dengan standar TS EN 326-1. Pengujian bending sesuai dengan standar TSE EN 310. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan bending terbesar

pada MDF sebesar 877 N/mm 2 dan terendah pada particleboard sebesar 542,8 N/mm 2 .

2.2. Kajian Teoritis 2.2.1.Tinjauan Komposit

Komposit merupakan material gabungan yang dibuat melalui penyusunan secara sintetik dua atau lebih komponen yaitu, suatu bahan pengisi (filler) atau semacam senyawa penguat tertentu dan bahan pengikatnya (yang umumnya ada dalam jumlah dominan/matrik), yang dinamakan resin untuk mendapatkan karakteristik dan sifat-sifat tertentu (Schwartz,1984).

Penggabungan material ini dimaksudkan untuk menemukan atau mendapatkan material baru yang mempunyai sifat antara material penyusunnya. Sifat material hasil penggabungan ini diharapkan saling memperbaiki kelemahan dan kekurangan bahan-bahan penyusunnya. Adapun beberapa sifat-sifat yang dapat diperbaiki antara lain kekuatan, kekakuan, ketahanan korosi, ketahanan lelah, ketahanan pemakaian, berat jenis, pengaruh terhadap temperatur (Jones, 1999).

Tipe material komposit umumnya diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan ukuran partikelnya, densitas (masa jenis) dan jenis proses pembuatannya. Gambaran klasifikasi papan komposit berbasis kayu (wood composite board) ditunjukkan seperti pada gambar :

Gambar 2.1. Klasifikasi wood composite board berdasar ukuran partikel, densitas dan tipe prosesnya (Suchland dan Woodson,1986).

Penjelasan mengenai berbagai macam komposit panel yang mana dapat diproduksi dengan mudah dari berbagai sumber lignoselulosic (serat selulosa) sebagai berikut (Suchland dan Woodson,1986) :

1. Fiberboard Merupakan material selulosa yang pertama direduksi menjadi serat atau serat bundles yang diolah dengan pembuatan khusus hingga menjadi panel fiberboard . Fiberboard sendiri diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu, insulating board , medium density fiberboard, dan hardboard. Untuk cakupan 1. Fiberboard Merupakan material selulosa yang pertama direduksi menjadi serat atau serat bundles yang diolah dengan pembuatan khusus hingga menjadi panel fiberboard . Fiberboard sendiri diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu, insulating board , medium density fiberboard, dan hardboard. Untuk cakupan

Tabel 2.1. Klasifikasi komposit panel (Suchland dan Woodson,1986)

a. Insulating board Insulating board adalah istilah umum untuk suatu panel yang terbuat dari serat homogen dari serat selulosa interfelted yang diperkuat dibawah panas hingga densitasnya antara 160 - 500 kg/m3.

b. Medium Density Fiberboard Medium density fiberboard (MDF) dibuat dari serat selulosa yang dikombinasikan dengan resin syntetik. Teknologi dry proces yang digunakan dalam pembuatan MDF adalah kombinasi yang digunakan dalam industri particleboard dan hardboard.

c. Hardboard Hardboard adalah istilah umum yang digunakan untuk panel yang terbuat dari serat selulosa interfelted yang diperkuat dibawah panas dan tekanan dengan kerapatan 500kg/m 3 atau lebih.

2. Particleboard Panel particleboard merupakan produk board yang secara khas dibuat dari partikel lignoselulosic dan flake yang terikat bersama-sama dengan lem sintetik dibawah panas dan tekanan. Ukuran tingkatan kerapatan/densitas particleboard adalah sama dengan MDF.

3. Mineral-Bonded Panel (panel ikatan mineral) Di dalam Mineral-bonded panel, serat lignosesulosic dicampur dengan pengikat anorganik, seperti magnesium oxysulphate, gips magnetis, atau Portland

Semen . Panel ini memiliki kerapatan antara 290-1.250 kg/m 3 . Agro fiber dapat

dicampur dengan semen, dibentuk seperti keset dan dipress hingga didapat kerapatan 460-640 kg/m 3 dalam pembuatan panel.

2.2.2.Tinjauan Komponen Penyusun Komposit

Komposit merupakan bahan yang terdiri atas serat yang diselubungi oleh matrik, biasanya berupa polimer, metal, atau keramik. Serat biasanya berupa bahan dengan kekuatan dan modulus yang tinggi yang berperan sebagai penyandang beban utama. Sedangkan matrik harus menjaga serat tetap dalam lokasi dan orientasi yang dikehendaki. Matrik juga berfungsi sebagai media transfer beban antar serat, pelindung serat dari kerusakan karena pengaruh lingkungan (environtment damage) sebelum, ketika dan setelah proses pembuatan komposit, serta melindungi dari pengaruh abrasif antar serat (Manual Spesification Standard (MSS), IPTN, 1993).

Gambar 2.2. Pembagian kelas material(Manual Spesification Standard (MSS), IPTN, 1993).

Komponen penyusun komposit tidak saling melarutkan ataupun bergabung satu sama lain dengan sempurna, akan tetapi bertindak bersama-sama. Semua komponen serta interfasa (yang memegang peranan penting dalam mengontrol sifat-sifat komposit) yang berada diantaranya, umumnya dapat didefinisikan Komponen penyusun komposit tidak saling melarutkan ataupun bergabung satu sama lain dengan sempurna, akan tetapi bertindak bersama-sama. Semua komponen serta interfasa (yang memegang peranan penting dalam mengontrol sifat-sifat komposit) yang berada diantaranya, umumnya dapat didefinisikan

1. Matrik

Polimer, logam, dan keramik digunakan sebagai material matrik dalam komposit tergantung pada kebutuhan tertentu. Matrik didalam komposit mengikat serat secara bersama-sama dalam suatu unit struktural dan melindungi serat dari kerusakan eksternal, mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat, dan pada beberapa kasus memberikan sifat yang diinginkan seperti keuletan, ketangguhan, atau isolasi listrik (Gibson,1994).

Sebagai komponen utama pembentuk komposit, dalam melakukan pemilihan terhadap matrik harus memperhatikan elongasi/batas mulur. Matrik yang digunakan sebaiknya mempunyai elongasi yang lebih besar daripada elongasi serat. Sebagai contoh, jika elongasi yang dimiliki oleh serat 3%, maka matrik harus mempunyai elongasi lebih dari 3%. Ikatan antarmuka yang kuat antara matrik dan serat sangat diperlukan, oleh karena itu matrik harus mampu menghasilkan ikatan mekanis atau kimia dengan serat. Matrik ini juga harus cocok secara kimia dengan serat, sehingga reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada interface. Matrik dan serat sebaiknya juga mempunyai sifat-sifat mekanis yang saling melengkapi diantara keduanya (Gibson,1994).

2. Material Pengisi (Filler)

Karakteristik mekanik maupun fisik material komposit sangat dipengaruhi material penyusunnya. Perbandingan komposisi antara matriks dan material pengisinya merupakan faktor yang sangat menentukan dalam memberikan karakteristik mekanik maupun fisik produk komposit yang dihasilkan. Ukuran serta bentuk material pengisi juga mempunyai peranan penting dalam menentukan kekuatan komposit (Gibson,1994).

Struktur sel serat tumbuhan hampir sama atau mirip dimana tersusun dari tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin (Rowell, dkk, 2000). Oleh karena itu kandungan selulose cukup tinggi maka dapat dimanfaatkan sebagai penyusun pembuatan panel.

3. Kertas koran

Kertas koran termasuk dalam jenis kertas doff. Kertas jenis ini memiliki ciri antara lain warnanya cenderung kecoklatan serta permukaannya ynag agak kasar. Kertas koran jika di daur ulang hasilnya akan terlihat kurang cerah dan jika di tarik mudah sobek. Hasil daur ulang kertas koran kurang cocok untuk proses pencetakan dan lebih cocok untuk bahan-bahan kerajinan.

4. Kanji

Kanji merupakan produk olahan berupa tepung yang diperoleh dari ubi ketela pohon. Kanji dikenal juga sebagai aci atau tapioka. Kanji merupakan salah satu bahan yang tersedia di alam secara melimpah, dapat diperbaharui dan merupakan sumber yang tak terbatas. Kanji dapat digunakan untuk menghasilkan berbagi macam produk, seperti makanan, bahan perekat kertas / lem , konveksi dan farmasi. Kanji yang sudah dijadikan lem akan berubah dalam bentuk gel. Gel adalah koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair). Penggunaan kanji sendiri mempunyai beberapa karaketristik yang baik antara lain; viskositas rekat tinggi, kejernihan tinggi,dan stabilitas pembekuan tinggi (Aris, 2007).

2.2.3.Ikatan Komposit

Material komposit merupakan gabungan dari unsur-unsur yang berbeda. Hal itu menyebabkan munculnya daerah perbatasan antara serat dan matrik seperti ditampilkan pada gambar 2.3. Daerah pencampuran antara serat dan matrik disebut dengan daerah interphase (bonding agent), sedangkan batas pencampuran antara serat dan matrik disebut interface ( George, 1995).

Gambar 2.3. Ikatan pada komposit ( George, 1995)

INTERPHASE (BONDING AGENT)

Ikatan antarmuka (interface bonding) yang optimal antara matrik dan serat merupakan aspek yang penting dalam penunjukan sifat-sifat mekanik komposit. Transfer beban/tegangan diantara dua fase yang berbeda ditentukan oleh derajat adhesi. George, dkk (1995) mengungkapkan bahwa adhesi yang kuat diantara permukaan antara matrik dan serat diperlukan untuk efektifnya perpindahan dan distribusi beban melalui ikatan permukaan.

Pada komposit kegagalan yang sering terjadi adalah debonding. Debonding merupakan mekanisme lepasnya ikatan interface antar material penyusun komposit saat terjadi pembebanan dan terkelupasnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan ikatan antar muka (interfacial bonding) yang lemah antara serat dan matriks. Kondisi ikatan antar serat dan matrik yang lemah apabila diberi beban tarik, ikatan antara serat dan matrik mudah terlepas atau mengalami debonding sebelum dapat mendistribusikan beban pada core secara sempurna dan mengurangi performa komposit secara keseluruhan. Oleh sebab itu diperlukan adhesi yang kuat pada permukaan penyusun komposit agar tidak terjadi debonding .

Peningkatan debonding antar permukaan serat dan matriks terjadi karena meningkatnya deformasi dan akan berpengaruh pada seluruh bagian komposit. Setelah terjadi debonding ,serabut kehilangan kemampuan menahan beban pada arah debonding. Meskipun, serabut masih dapat mendistribusikan beban ke matriks melalui bagian yang masih terikat. Dapat disimpulkan bahwa debonding dipengaruhi oleh kekuatan ikatan intefacial antara serat dan matriks.

Gambar 2.4. Debonding pada Fiber Reinforced Plastic (FRP) ( Niu, 2001)

2.2.4. Tinjauan Pengujian pada Komposit

Karakteristik komposit sangat dipengaruhi oleh jenis material penyusun komposit, bentuk dan susunan struktural dari material penyusun komposit serta hubungan antar material penyusun komposit (Gibson,1994).

Dari faktor utama diatas, secara nyata terlihat bahwa sifat individu yang dimiliki oleh material penyusun sangatlah penting. Sifat ini sebagian besar akan menentukan sifat-sifat dari produk komposit. Meskipun, seperti yang sudah kita ketahui, hubungan dari material penyusun akan menghasilkan sifat-sifat baru, dan sifat-sifat gabungan dari komposit ini berasal dari sifat-sifat individu material penyusun itu sendiri (Gibson,1994).

Karakteristik struktural dan geometrikal dari material penyusun juga memberikan kontribusi yang penting pada sifat komposit. Bentuk dan ukuran, susunan struktur dan distribusi, dan jumlah relatif dari material penyusun merupakan faktor utama yang memberikan kontribusi pada kualitas komposit secara keseluruhan (Gibson,1994).

1. Uji Fraksi Berat Komposit

Jumlah kandungan serat atau material pengisi (filler) dalam komposit yang biasa disebut fraksi volume atau fraksi berat merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada komposit penguatan serat maupun komposit dengan material pengisi. Salah satu elemen kunci dalam analisa mikromekanik komposit adalah karakteristikisasi dari volume atau berat relatif dari material penyusun. Persamaan mikromekanik meliputi fraksi volume dari material penyusun, tapi pengukuran secara aktual sering berdasarkan pada fraksi berat (Gibson, 1994, Principles of Composite Material Mechanics ).

Fraksi berat adalah perbandingan berat material penyusun dengan berat komposit. Fraksi berat material penyusun dapat dihitung dengan persamaan 2.1 (Gibson,1994).

w= ...............................................................................(2.1) dimana: w i : fraksi berat, i. material penyusun.

W i : berat, i. material penyusun, gr

2. Uji Kekuatan Bending Komposit

Untuk mengetahui kekuatan bending komposit dilakukan pengujian bending dengan mengacu pada standar ASTM D 1037. Pada uji bending, spesimen yang berbentuk batang ditempatkan pada dua tumpuan lalu diterapkan beban ditengah tumpuan tersebut dengan laju pembebanan konstan. Pembebanan ini disebut dengan metode three-point bend (bending 3 titik), yang mana skema pembebanannya dapat dilihat pada gambar 4.

Tumpuan

Gambar2. 4. Skema uji bending (www.substech.com) Kekuatan bending material komposit dapat diketahui dengan melakukan uji bending pada material komposit tersebut. Pada pengujian bending, bagian atas spesimen akan mengalami tekanan, dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Dari pengujian bending akan didapatkan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan spesimen serta besarnya defleksi yang terjadi. Dari data yang diperoleh dicari besarnya nilai kekuatan bending tersebut (Krzysik dan Youngquist, 1997).

Kekuatan Bending

Kekuatan bending atau Modulus of Rupture (MOR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (ASTM 1037) :

MOR= Kekuatan bending (kPa) P

= Pembebanan maksimum

(N)

= Panjang span

(mm)

b = Lebar spesimen

(mm)

d = Tebal/kedalaman spesimen

(mm)

3. Uji Ketangguhan Impak Komposit

Ketangguhan material komposit terhadap beban kejut dapat diketahui dengan melakukan uji impak pada material komposit tersebut. Dengan uji impak ini dapat diketahui tingkat kegetasan atau ketangguhan dari material. Ketangguhan impak material komposit rata-rata masih dibawah ketangguhan impak logam. Ketangguhan impak komposit sangat bergantung pada ikatan antar penyusun material komposit tersebut. Semakin kuat ikatan tersebut maka akan semakin tinggi pula ketangguhan impaknya. Pada penelitian ini digunakan metode pengujian Impak Charpy dengan mengacu pada standar ASTM D 5942 untuk pengujian flat-wise, unnotched. Skema pengujian impak dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Skema uji impak Charpy ( www.substech.com )

Besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen material komposit adalah (Shackelford, 1992):

Eserap = WR (Cos β – Cos β’)....................................................(2.3) dimana : E : Energi serap/energi yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen, Joule W : Berat pendulum, N

R : Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum, m α : Sudut pendulum sebelum diayunkan β : Sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen β’ : Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen

Setelah diketahui besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen, maka besarnya kekuatan/energi impak dapat dihitung dengan persamaan 2.4 (Shackelford, 1992).

Ketangguhan Impak =

E serap

.............................……(2.4) dimana: Eserap : energi serap, Joule

A : luas penampang spesimen uji impak, mm 2

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Bahan penelitian

a. Kertas koran bekas

b. Pati kanji.

3.2. Peralatan penelitian

a. Timbangan digital digunakan untuk mengukur fraksi berat material penyusun komposit. Spesifikasi timbangan digital:

· Kapasitas and Reability

: 500 g x 0.01

· Tare Range

: 0 – 500 g

Gambar 3.1. Timbangan Digital

b. Cetakan dengan ukuran : · 150 x 150 mm dan 1 buah besi pejal sebagai penekan, untuk membuat

spesimen uji impak. · 194 x 50 mm dan 1 buah penekan, untuk membuat spesimen uji

bending.

c. Oven/ pemanas listrik

Alat ini digunakan untuk post cure core komposit kertas koran.

d. Alat pengepres manual berupa dongkrak hidrolik dan rangka. Dongkrak hidrolik digunakan untuk mengepress komposit pada cetakan. Spesifikasi dongkrak hidrolik:

· Kapasitas

: 3 ton

· Pressure Gage

: 150 000 psi

Gambar3.3. Dongkrak Hidrolik

e. Kompor pemanas Alat ini digunakan dalam pembuatan lem kanji.

Gambar 3.4. Kompor Pemanas

f. Alat pengadukan / mixer Alat ini digunakan untuk pengadukan kertas koran selama proses

penghancuran menjadi bubur kertas.

Gambar 3.5. Mixer Gambar 3.5. Mixer

Alat ini digunakan untuk uji bending pada spesimen komposit

a)

b)

Gambar 3.6. a) UTM, b) Tumpuan (span)

h. Alat uji impak. Pada penelitian ini digunakan alat uji Impak Charpy dengan mengacu pada standar ASTM D 5942.

Gambar 3.7. Alat uji impak Charpy

3.3. Pembuatan Lem Kanji

Pembuatan lem kanji pada penelitian ini adalah sebagai berikut : § Menimbang kanji dan air dengan perbandingan berat 1:5 § Mencampur air dan kanji hingga kanji larut dalam air. § Merebus air kanji sampai berubah bentuk menjadi gel atau telah

menjadi lem kanji. § Melakukan penimbangan lem kanji sesuai dengan kandungan yang dibutuhkan.

3.4. Pembuatan Panel Core Komposit

Pembuatan panel core komposit ini adalah sebagai berikut : § Menimbang kertas koran dan air dengan perbandingan berat 1:4 Untuk uji bending berat air 194,77 gram sedangkan koran 48,69 gram. Untuk uji impak berat air 500 gram sedangkan koran 125 gram.

§ Menghancurkan kertas yang telah dicampur air dengan mixer hingga menjadi bubur kertas.

§ Menambahkan lem dari kanji dengan variasi kandungan 5% dari berat kertas. § Melakukan pengepresan pada bubur kertas dengan kompaksi 4,5 MPa.

§ Melakukan langkah a-d dengan variasi kandungan lem kanji 10%, 15% dan 20%. § Melakukan cure pada spesimen hasil pengepresan dalam ruangan selama 2 hari.

§ Menguji kadar air pada spesimen dengan moistur analyzer.

§ Melakukan pengeringan dalam oven dengan suhu 105 0 C. § Melakukan uji bending dan impak..

3.5. Uji Mekanik Pada Komposit

Panel komposit kertas koran daur ulang yang dihasilkan kemudian diuji bending dan uji impak. Dimensi spesimen mengacu pada standar pengujian komposit ASTM D 1037 untuk uji bending dan ASTM D 5942 untuk uji impak Charpy .

1) Bentuk dan dimensi spesimen seperti ditunjukkan gambar berikut :

Gambar 3.8. Dimensi spesimen uji bending (mm)

Gambar 3.9. Dimensi spesimen uji impak (mm)

3.6. Diagram Alir Penelitian

Rangkaian kegiatan penelitian secara garis besar dapat dilihat pada diagram alir berikut ini :

MULAI

Pembuatan bubur kertas

Diperoleh nilai kekuatan bending dan

ketangguhan impak untuk variasi

kandungan lem kanji

Pengepresan dengan tekanan 4,5 MPa.

Melakukan uji kadar air dan dilanjutkan pengeringan spesimen di oven

Uji three-point bending Uji impak Charpy

Penimbangan kertas dan

air

Penambahan lem kanji dengan variasi kandungan 5%,10%,15%,20% dari berat kertas

Pengolahan data

Kesimpulan

SELESAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kekuatan Bending

Kekuatan bending untuk masing-masing variasi kandungan lem kanji dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Kekuatan bending komposit dengan variasi kandungan lem kanji

Kandungan

kanji (dari berat kertas)

Kekuatan Bending(MPa)

Gambar 4.1. Kurva kekuatan bending komposit dengan variasi kandungan lem kanji

Dari perhitungan data yang disajikan setelah pengujian bending didapatkan nilai kekuatan bending pada kandungan lem kanji 5% sebesar 3,70 MPa dan pada kandungan lem kanji 20% sebesar 6,23 MPa. Hubungan antara Dari perhitungan data yang disajikan setelah pengujian bending didapatkan nilai kekuatan bending pada kandungan lem kanji 5% sebesar 3,70 MPa dan pada kandungan lem kanji 20% sebesar 6,23 MPa. Hubungan antara

Dari Gambar 4.1 diatas dapat diketahui bahwa kekuatan bending meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan lem kanji. Peningkatan kekuatan bending ini terjadi karena bertambahnya jumlah lem dalam komposit sehingga mengakibatkan ikatan yang terjadi antar partikel kertas juga semakin kuat.

Pada pembebanan bending bagian komposit yang mengalami tegangan tarik terbesar adalah bagian bawah. Jumlah lem kanji yang semakin banyak serta ikatan antar partikel kertas yang semakin kuat mengakibatkan komposit menjadi semakin kuat dan sulit mengalami kegagalan atau patah.

Pada komposit tanpa kandungan lem kanji memiliki kekutan bending sebesar 2,98 Mpa. Meskipun tanpa adanya penambahan perekat lem kanji komposit tetap dapat dibentuk. Hal ini terjadi karena dalam pembuatannya, kertas koran sudah ada perekatnya, sehingga seiring dengan adanya kandungan lem kanji dalam komposit kekuatan bendingnya menjadi semakin bertambah.

4.2. Pengamatan Permukaan Patah Uji Bending

Pada Gambar 4.2 menunjukkan letak patahan pengujian bending komposit core koran bekas. Permukaan patahnya rata-rata berada di tengah-tengah spesimen. Hal ini disebabkan karena pendistribusian tegangannya merata atau bisa diterima material secara baik.

Gambar 4. 2. Letak patahan uji bending komposit core koran bekas variasi

50 mm

(a) Tanpa kanji

(b) Kandungan 5%

(c) Kandungan 10%

(d) Kandungan 15%

(e) Kandungan 20%

Gambar 4. 3. Bentuk patahan uji bending komposit core koran bekas

variasi kandungan lem kanji.

Pada spesimen dengan kandungan lem kanji 5% memiliki kekuatan bending yang lemah. Hal ini disebabkan jumlah perekat yang relatif sedikit

Debonding

Debonding

Debonding

10mm

10mm

10mm

Debonding

Debonding

10mm

10mm 10mm

Pada Gambar 4.3 (a) – (e) dapat dilihat bahwa penampang patahan yang terjadi hampir sama. Pada penambahan lem kanji yang rendah, ikatan antar partikel kertas yang terjadi relatif lemah. Kondisi ikatan antar partikel kertas yang lemah apabila diberi beban bending, ikatan antar partikel kertas mudah terlepas atau mengalami debonding sebelum dapat mendistribusikan beban pada core secara sempurna dan mengurangi performa komposit secara keseluruhan. Karena banyaknya jumlah ikatan yang lemah antar partikel kertas menyebabkan menurunnya kekuatan bending material.

Pada kandungan lem kanji yang semakin besar seperti terlihat pada Gambar 4.3 (c)-(e), kondisi ikatan antar partikel ketas koran semakin kuat, sehingga beban bending dapat didistribusikan secara merata antar partikel kertas koran. Oleh karena itu, tidak banyak terjadi debonding. Dengan kondisi ikatan material yang kuat, maka kekuatan bending core koran bekas yang dihasilkan juga akan lebih besar.

Debonding merupakan mekanisme lepasnya ikatan interface antar material penyusun komposit saat terjadi pembebanan. Hal ini disebabkan ikatan antar muka (interfacial bonding) yang lemah antar partikel penyusun komposit. Oleh sebab itu diperlukan adhesi yang kuat pada permukaan penyusun komposit agar tidak terjadi debonding.

Peningkatan debonding antar permukaan partikel kertas terjadi karena meningkatnya deformasi dan akan berpengaruh pada seluruh bagian komposit. Pada bagian atas permukaan komposit akan mengalami beban tekan sedangkan pada bagian bawah mengalami beban tarik. Pada bagian tengah akan mengalami beban geser sebagai akibat dari perbedaan kondisi pembebanan pada bagian atas dan bawah. Oleh karena itu, debonding banyak terjadi pada bagian tengah komposit. Setelah terjadi debonding ,partikel kertas kehilangan kemampuan menahan beban pada arah debonding. Meskipun, partikel kertas masih dapat mendistribusikan beban melalui bagian yang masih terikat. Dapat disimpulkan Peningkatan debonding antar permukaan partikel kertas terjadi karena meningkatnya deformasi dan akan berpengaruh pada seluruh bagian komposit. Pada bagian atas permukaan komposit akan mengalami beban tekan sedangkan pada bagian bawah mengalami beban tarik. Pada bagian tengah akan mengalami beban geser sebagai akibat dari perbedaan kondisi pembebanan pada bagian atas dan bawah. Oleh karena itu, debonding banyak terjadi pada bagian tengah komposit. Setelah terjadi debonding ,partikel kertas kehilangan kemampuan menahan beban pada arah debonding. Meskipun, partikel kertas masih dapat mendistribusikan beban melalui bagian yang masih terikat. Dapat disimpulkan

Nilai kekuatan bending komposit apabila dibandingkan dengan nilai kekuatan bending standard untuk hardboard (Basic hardboard, ANSI/AHA A135.4-2004) seperti terlihat pada Gambar 4.4, didapatkan bahwa nilai kekuatan bending nya masih di bawah kekuatan bending standart sehingga material komposit belum memenuhi syarat sebagai komposit panel jenis hardboard dengan class industrialite (nominal thickness 9,5 mm) yang memiliki nilai kekuatan bending minimal 13,8 MPa.

KANDUNGAN KANJI

E N D IN

Gambar 4.4. Perbandingan kekuatan bending Standard AHA dengan

Komposit kertas koran bekas variasi kandungan lem kanji

4.3. Ketangguhan Impak

Besarnya ketangguhan impak untuk masing-masing variasi kandungan lem kanji dapat dilihat pada Gambar 4.5. Nilai yang ditampilkan merupakan nilai rata- rata dari lima spesimen untuk tiap variasi kandungan lem kanji.

Tabel 4.2. Ketangguhan impak komposit dengan variasi kandungan lem kanji

Penambahan Kanji

(dari berat kertas)

Ketangguhan Impak( 10 -3 J/mm²)

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai ketangguhan impak pada kandungan lem kanji 5% sebesar 3,86 x 10 -3 J/mm². Pada kandungan lem kanji 20% sebesar 14,55 x 10 -3 J/mm². Hubungan antara kandungan lem kanji dengan nilai ketangguhan impak komposit kertas koran ditunjukkan pada kurva Gambar

Gambar 4.5. Kurva Ketangguhan Impak komposit dengan variasi kandungan lem kanji

Dari kurva Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa ketangguhan impak meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan lem kanji. Peningkatan ketangguhan impak ini terjadi karena bertambahnya jumlah lem dalam komposit

4.4. Pengamatan Permukaan Patah Uji Impak

Pengamatan permukaan patah uji impak komposit core koran bekas dilakukan melalui pengamatan dengan foto makro. Hal ini dengan tujuan untuk mengamati letak, bentuk maupun kondisi permukaan patah uji impak. Pada Gambar 4.6 menunjukkan letak patahan pengujian bending komposit core koran bekas.

Gambar 4.6. Letak patahan uji impak komposit core koran bekas

Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa komposit mengalami kerusakan pada titik impak saja. Kerusakan komposit akibat benturan terpusat pada satu titik tidak menyebar. Pada spesimen dengan kandungan lem kanji 5% memiliki kekuatan bending yang lemah. Hal ini disebabkan karena jumlah perekat yang relatif rendah sehingga menyebabkan ikatan yang terjadi menjadi lemah. Pada spesimen dengan kandungan lem kanji 20% memiliki kekuatan bending yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah perekat yang relatif banyak sehingga menyebabkan ikatan yang terjadi menjadi lebih kuat.

50 mm

kandungan kanji

Gambar 4.7. Perbandingan ketangguhan impak Komposit kertas koran

bekas dengan playwood komersial

Nilai ketangguhan impak komposit apabila dibandingkan dengan nilai ketangguhan impak palywood komersial seperti terlihat pada Gambar 4.7,

didapatkan bahwa nilai ketangguhan impak di atas ketangguhan impak palywood komersial sehingga material komposit memenuhi syarat sebagai komposit panel

jenis plywood yang memiliki nilai ketangguhan impak minimal 6 x 10 -3 J/mm 2 . Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa penampang patahan yang terjadi hampir sama. Pada kandungan lem kanji yang rendah, ikatan antar partikel kertas yang terjadi relatif lemah. Kondisi ikatan antar partikel kertas yang lemah apabila dikenai beban impak ikatan antar partikel kertas mudah terlepas atau mengalami debonding sebelum dapat mendistribusikan beban pada core secara sempurna dan mengurangi performa komposit secara keseluruhan. Karena banyaknya jumlah ikatan yang lemah menyebabkan menurunnya ketangguhan impak material.

Pada kandungan lem kanji yang semakin besar kondisi ikatan antar partikel ketas koran semakin kuat, sehingga beban impak dapat didistribusikan secara merata antar partikel kertas koran. Oleh karena itu, tidak banyak terjadi debonding . Dengan kondisi ikatan material yang kuat, maka ketangguhan impak core kertas koran bekas yang dihasilkan juga akan lebih baik dan kuat.

(a) Tanpa kanji (b) Kandungan 5%

(c) Kandungan 10%

(d) Kandungan 15% (e) Kandungan 20%

Gambar 4.8. Bentuk patahan uji impak komposit core koran bekas variasi kandungan lem kanji

Debonding

Debonding

5 mm

5 mm

Debonding

Debonding

Debonding

5 mm

5 mm

5 mm

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kandungan lem kanji pada proses pembuatan komposit core kertas koran bekas dari 5% hingga 20% dapat menaikkan/meningkatkan sifat mekanik, yaitu pada kekuatan bending dan ketangguhan impak.

2. Nilai kekuatan bending pada kandungan lem kanji 20% sebesar 6,23 MPa dan pada kandungan lem kanji 5% sebesar 3,7 MPa.

3. Nilai ketangguhan impak pada kandungan lem kanji 20% sebesar 14,55 x

10 -3 J/mm² dan pada kandungan lem kanji 5% sebesar 3,86 x 10 -3 J/mm².