KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA SURAKARTA DALAM MENSOSIALISASIKAN PROGRAM KARTU INSENTIF ANAK (KIA)

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA SURAKARTA DALAM MENSOSIALISASIKAN PROGRAM KARTU INSENTIF ANAK (KIA)

Oleh ARIYATI KARTIKA D0107003

Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Drs. Sudarto, M.Si NIP. 195502021985031006

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta Pada hari : Tanggal : Panitia Penguji:

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Sederhana ini Penulis Persembahkan Kepada :

v Kedua orang tua ku Ayahanda Supriyono dan Ibunda Dwi Daryati atas

segala cinta, doa, dan kesabaran tiada hentinya. I will make you proud of me J

v Mbah Putri di Solo dan Mbah Kakung di Salatiga yang tak pernah putus

memanjatkan doa untuk cucunya

v Kedua Adikku, Desi dan Wahyu yang selalu menanti kepulanganku ke

rumah. Semoga mbak bisa menjadi contoh yang baik untuk kalian

v R. Wing Widjatmiko atas semangat dan perhatian yang selalu diberikan.

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(Surat Al-Baqarah ayat 153)

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (H.R Muslim)

"Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The important thing is not to stop questioning."

- Albert Einstein

“Revolusi Hidup Dimulai Dengan Belajar BerSyukur dan BerSemangat”

- Tung Desem Waringin

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb

Segala Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM MENSOSIALISASIKAN PROGRAM KARTU INSENTIF ANAK (KIA)”. Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Penulis menyadari telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sudarto, M.Si selaku Pembimbing Skripsi dan Pembimbing Akademik yang telah dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNS

3. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNS

4. Bapak Prof. Drs. Pawito, PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNS.

6. Bapak Drs. Mamiek Miftachul Hadi, Selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

7. Bapak Drs M. Said Romadlon selaku Kabid Bidang Data dan Statistik dan Ketua TIM KIA atas informasi dan bimbingannya

8. Ibu Drs. Rita Margaretha, Bapak Abdul Hakim, dan Ibu Tungga Dewi, S.Si selaku anggota TIM KIA atas informasi dan bimbingan yang telah diberikan.

9. Teman-teman dari DejakUNS Community : Cia, Ria, Vera, Arlika, Ardhi, Bhagas, Yuni, Tupi.

10. Teman-teman dari 5 sekawan : Tiyas, Cica, dan Dian

11. Semua Teman angkatanku di AN 07

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan penyusunan skripsi ini. Wassalammualaikum Wr.Wb

Surakarta, Juli 2010

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir .................................................................. 30 Gambar 4.1 Peta Geografis Kota Surakarta ........................................................... 69 Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota

Surakarta .............................................................................................. 66

Gambar 4.3 Alur Proses Permohonan dan Penyelesaian Pembuatan KIA pada

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta ................. 78

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Jumlah Anak (0-18) Tahun yang Mendaftar KIA di Surakarta

(hingga Oktober 2010) ....................................................................... 6 TABEL 2.1 Tabel Operasionalisasi Variabel ..................................................... 34 TABEL 3.1 Jumlah Orang Tua yang Anakanya Terdaftar Sebagai Pemilik KIA37 TABEL 3.2 Jumlah Sampel dari Populasi Orang Tua yang Anaknya Memiliki

KIA ................................................................................................... 41 TABEL 3.3 Pengujian Validitas Indikator Hasil (Outcome) ............................. 48 TABEL 3.4 Pengujian Validitas Indikator Manfaat (Benefit) ........................... 48 TABEL 3.5 Pengujian Validitas Indikator Impact (Dampak)............................ 49 TABEL 3.6 Pengujian Validitas Indikator Hasil (Outcome) ............................. 50 TABEL 3.7 Pengujian Validitas Indikator Manfaat (Benefit) ........................... 50 TABEL 3.8 Pengujian Validitas Indikator Impact (Dampak)............................ 51 TABEL 3.9 Uji Reliabilitas Instrumen untuk Orang Tua yang Anaknya Sudah

Memiliki KIA dan yang Belum Memiliki KIA ............................. 53 TABEL 4.1 Luas Wilayah Surakarta .................................................................. 55 TABEL 4.2 Kondisi Demografis Kota Surakarta Berdasarkan Jumlah

Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan Tahun 2009 ................................................................... 57

Jenis Kelamin Tahun 2009 .............................................................. 58

TABEL 4.4 Struktur Penduduk Kota Surakarta Menurut Tingkat Pendidikan

pada tahun 2009 ................................................................................ 59

TABEL 4.5 Jumlah Pegawai Pegawai Dinas Kependudukan Dan Pencatatan

Sipil Kota Surakarta Berdasarkan Golongan ................................. 71

TABEL 4.6 Pegawai Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota

Surakarta Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................... 72

TABEL 4.7 Daftar Mitra Kerja (stakeholders) Pendukung KIA Sesuai Bidang

Usaha ................................................................................................ 76 TABEL 4.8 Susunan Tim Program Kartu Insentif Anak .................................. 80 TABEL 4.9 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ......................... 81 TABEL 4.10 Karakteristik Responden Menurut Usia ......................................... 82 TABEL 4.11 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan ................ 82 TABEL 4.12 Karakteristik Responden Menurut Media Sosialisasi yang

Menginformasikan Mengenai Program KIA ................................. 83 TABEL 4.13 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ......................... 84 TABEL 4.14 Karakteristik Responden Menurut Usia ......................................... 84 TABEL 4.15 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Terakhir ............... 85 TABEL 4.16 Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pernah atau

Menginformasikan Mengenai Program KIA (Bagi yang pernah mendapatkan sosialisasi KIA) ......................................................... 86

TABEL 4.18 Distribusi Frekuensi Hasil (Outcome) Dari Orangtua yang

Anaknya Memiliki KIA .................................................................. 87

TABEL 4.19 Distribusi Frekuensi Hasil (Outcome) Dari Orang tua yang

Anaknya Tidak Memiliki KIA ....................................................... 88

TABEL 4.20 Distribusi Frekuensi Hasil (Outcome) Dari Orang tua yang

Anaknya Tidak Memiliki KIA ....................................................... 90

TABEL 4.21 Distribusi Frekuensi Manfaat (Benefit) Dari Orang Tua yang

Anaknya Tidak Memiliki KIA ....................................................... 91

TABEL 4.22 Distribusi Frekuensi Dampak (Outcome) Dari Orang Tua yang

Anaknya Memiliki KIA .................................................................. 92

TABEL 4.23 Distribusi Frekuensi Dampak (Outcome) Dari Orangtua yang

Anaknya Tidak Memiliki KIA ........................................................ 94 TABEL 4.24 Rincian Penggunaan Dana Program KIA ...................................... 96

ABSTRAK

Ariyati Kartika, D0107003, Kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Dalam Mensosialisasikan Program Kartu Insentif Anak, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penerapan program Kartu Insentif Anak (KIA) oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta dalam rangka pemenuhan hak sipil anak dan didasari oleh penunjukan Kota Surakarta sebagai pilot project Kota Layak Anak. Namun dalam pelaksanaan program Kartu Insentif Anak, belum semua anak Surakarta mempunyai KIA sehingga tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana Kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Mensosialisasikan program KIA serta hambatan apa saja yang dialami Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Mensosialisasikan Program KIA.

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini. Populasi dari Penelitian ini adalah orang tua yang anaknya telah memilki KIA dan orang tua yang anaknya belum memiliki KIA. Teknik Pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel acak yang berasal dari data pemilik KIA bagi orang tua yang anaknya telah memiliki KIA serta sampel incidental bagi orang tua yang anaknya belum memilki KIA. Responden Orang tua yang anaknya memiliki KIA berjumlah 97 orang serta responden orang tua yang anaknya belum memiliki KIA berjumlah 96 orang.

Pendeskripsian kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator hasil, dampak, dan manfaat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada indikator hasil, 51,5% responden yang anaknya telah memilki KIA telah paham akan program ini namun sebanyak 70,8% responden orangtua yang anaknya belum memiliki KIA belum paham akan program ini. Pada indikator manfaat sebanyak 78,4% responden yang anaknya telah memiliki KIA telah merasakan manfaat sosialisasi program KIA sementara 47,9% responden yang anaknya belum memiliki KIA tidak merasakan manfaat dari sosialisasi program KIA. Sementara itu pada indikator dampak, 95,9 % responden yang anaknya memiliki KIA menyatakan sosialisasi KIA masih berdampak sempit bagi mereka. Begitu juga dengan responden yang anaknya tidak memilki KIA sebanyak 72,9% responden menyatakan bahwa sosialsasi KIA masih memberikan dampak yang sempit.

Hambatan dari sosialisasi program KIA adalah Keterbatasan dana sehingga sosialisasi tidak bisa dilakukan secara terus-menerus, Kurangnya Sumber Daya Manusia yang menangani Program KIA, dan Kurang menariknya diskon yang diberikan oleh mitra kerja (stakeholder).

Kata Kunci : Hak sipil anak, Kinerja, Kartu Insentif Anak, Dispendukcapil

ABSTRACT

Ariyati Kartika, D0107003, Performance of Population and Civil Registration Office of Surakarta in Socializing the Child Incentive Card (KIA) Program, Thesis, Department of Administrative Science, Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University, 2011.

The background of this research is implementation of Child Incentive Card Program by Population and Civil Registration Office of Surakarta in order of compliance of child’s civil right and based upon the appointment of Surakarta as

a pilot project as feasible city for children. However in the implementation of Child Incentive Card (KIA) program, not all children in Surakarta have the incentive card so that in this research, author wants to describe how is the performance of Population and Civil Registration Office of Surakarta in Socializing the KIA program.

The nature of this research is quantitative descriptive. The technique of data collecting is used questionnaire and documentation. Data sources used are primary data by using questionnaire and secondary data which is related to this research. The population of this research are parents that their children have the KIA, and parents that their children don’t have the KIA. The sampling techniques of this research are random sampling for respondents that their children have the KIA and incidental sampling for respondents that their children don’t have the KIA. There are 97 respondents that their children have KIA and 96 respondents that their children don’t have the KIA.

The descriptions of performance is done by the indicators outcome, impact and benefit. The results show that in outcome indicator, 51,5 % respondents that their children have KIA have to understand the program, however 70,8% respondents that their children don’t have KIA still don’t understand this program. In Benefit indicator, 78,4% respondents that their children have the KIA can feel the benefit of the socialization but 47,9% respondents that their children don’t have the incentive card can not feel the benefit of the socialization. In Impact indicator, 95,9% respondents that their children have the KIA tell that the impact of the socialization still incommodious, and 72,9% respondents that their children don’t have the KIA feel the incommodious impact too.

The obstacles in socializing KIA program are limited funds so that the socialization cannot be done continuously, the lack of human resources who handle the KIA program, and unattractive discount that given by the stakeholders.

Keywords : child’s civil right, performance, Child Incentive Card (KIA), Population and Civil Registration Office

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan dan perlindungan terhadap hak setiap warga negaranya. Anak sebagai bagian dari warga negara juga memiliki hak yang wajib dijamin, dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara. Isu- isu mengenai hak anak terus menjadi pusat perhatian pemerintah, pembuat kebijakan dan masyarakat umum termasuk dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Hal ini dikarenakan tujuan dari Millenium Development Goals sebagai suatu bentuk Deklarasi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah memenuhi hak-hak dasar dan kebutuhan manusia dalam hal ini termasuk pemenuhan hak dasar anak.

Salah satu bentuk pemenuhan hak anak ialah pemenuhan hak sipil anak. Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 Nopember 1989, disebutkan bahwa hak sipil dan kebebasan anak terdiri dari beberapa hak yang diatur dalam pasal-pasal terpisah yakni Nama dan Kewarganegaraan, Mempertahankan Identitas , Kebebasan Berpendapat, Kebebasan Berpikir, Berkesadaran (Berhati Nurani) dan Beragama ,Kebebasan Berserikat dan berkumpul secara damai ,Perlindungan Terhadap Kehidupan Pribadi

Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi KHA tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990, dan sesuai ketentuan pasal 49 (2) KHA, maka Konvensi tersebut dinyatakan berlaku di Indonesia sejak 5 Oktober 1990. (Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak, 2007).

Namun setelah lebih dari dua dekade konvensi tersebut dicetuskan, di Indonesia sendiri pemenuhan hak sipil anak belum sepenuhnya terlaksana. Salah satunya ialah hak nama dan kewarganegaraan. Banyak anak Indonesia yang belum tercatat kelahirannya. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di www.mennegpp.go.id , Pada tahun 2009, enam dari sepuluh anak di bawah usia lima tahun di Indonesia tidak diakui keberadaannya secara sah oleh pemerintah Indonesia. Padahal di dalam Undang-undang No. 23 tahun 2006 pasal 27 ayat 1 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Apabila hak dan nama dan kewarganegaraan saja belum terpenuhi kemungkinan besar anak tidak mendapatkan hak-hak lain seperti yang telah disebutkan di atas.

Dalam rangka pemenuhan hak sipil anak yang sejalan dengan prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak, Pemerintah melalui Departemen

anak Indonesia tercatat kelahirannya. Rencana strategis ini berisi program- program strategis dan program-program pendukung. Salah satu program pendukung yang dicanangkan ialah Penerbitan Kartu Tanda Anak (KTA) sebagai Entry Point Instrumen Penerapan Sistem Insentif kepada anak. Penerbitan Kartu Tanda Anak ini dikarenakan rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengurus akta kelahiran. Sasaran KTA adalah anak-anak usia 0-18 tahun yang belum memiliki KTP dan belum menikah. Diharapkan setelah diberikannya insentif maka akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencatatan kelahiran.

Penerbitan Kartu Tanda Anak telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia seperti Yogyakarta, Padang, Surakarta, Denpasar, Makassar, dan Batam dengan nama Kartu Identitas Anak (KIA). Prosedur pembuatan KIA membutuhkan dokumen-dokumen kependudukan seperti akta kelahiran dan Kartu Keluarga (KK). Dengan dikeluarkannya kebijakan KIA maka orang tua dituntut agar mencatatakan anaknya dan mencarikan dokumen kependudukan anak seperti akta kelahiran dan juga Kartu Keluarga (KK). Secara tidak langsung, kebijakan KIA merupakan suatu bentuk strategi untuk meningkatkan kepemilikan akta kelahiran serta pencatatan anak di dalam Kartu Keluarga (KK).

Penerbitan KIA di beberapa kota di Indonesia juga dimaksudkan agar anak mendapatkan insentif berupa kemudahan akses informasi, kemudahan pemberian pelayanan publik, dan kemudahan pemberian bantuan

Pemilik KIA di Yogyakarta mendapatkan akses atau kemudahan untuk pendaftaran sekolah, melakukan transaksi keuangan di dunia perbankan dan PT Pos Indonesia, pelayanan kesehatan di puskesmas dan RSUD, sebagai tanda pengenal dan bukti diri yang sah, Mengurus SIM dan STNK bagi yang telah berusia 16 tahun, pembuatan dokumen keimigrasian, serta pewarisan atau peralihan hak atas tanah dan bangunan. Sementara itu di Padang, Denpasar, Makassar, dan Batam, Pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pemberian insentif berupa santunan kematian bagi pemilik Kartu Identitas Anak (KIA).

Kota lain di Indonesia yang menerapkan program Kartu Tanda Anak adalah Surakarta. Di Surakarta, program Kartu Tanda Anak lebih dikenal dengan nama Kartu Insentif Anak (KIA). Penerbitan Kartu Insentif Anak di Surakarta merupakan tindakan nyata pemerintah kota Surakarta untuk mewujudkan kesejahteraan dalam rangka pemenuhan hak-hak anak sebagaimana dituliskan dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Kartu Insentif Anak. Program KIA di Surakarta didasari oleh penunjukan kota Surakarta sebagai pilot project Kota Layak Anak. Pemerintah Kota Surakarta telah menandatangani MoU (Memorandum Of Understanding) dengan 31 stakeholders untuk bekerja sama dalam program ini. Hasilnya ialah stakeholders yang telah bekerja sama dengan pemerintah bersedia memberikan insentif berupa potongan harga khusus (diskon) kepada anak yang memiliki KIA. Dengan adanya KIA di Surakarta, diharapkan anak Kota lain di Indonesia yang menerapkan program Kartu Tanda Anak adalah Surakarta. Di Surakarta, program Kartu Tanda Anak lebih dikenal dengan nama Kartu Insentif Anak (KIA). Penerbitan Kartu Insentif Anak di Surakarta merupakan tindakan nyata pemerintah kota Surakarta untuk mewujudkan kesejahteraan dalam rangka pemenuhan hak-hak anak sebagaimana dituliskan dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Kartu Insentif Anak. Program KIA di Surakarta didasari oleh penunjukan kota Surakarta sebagai pilot project Kota Layak Anak. Pemerintah Kota Surakarta telah menandatangani MoU (Memorandum Of Understanding) dengan 31 stakeholders untuk bekerja sama dalam program ini. Hasilnya ialah stakeholders yang telah bekerja sama dengan pemerintah bersedia memberikan insentif berupa potongan harga khusus (diskon) kepada anak yang memiliki KIA. Dengan adanya KIA di Surakarta, diharapkan anak

“Keberadaan KIA sebenarnya mendorong tingkat kesadaran orang tua untuk menerbitkan dan melakukan pencatatan akta kelahiran. Sebab di Solo cakupan Akta Kelahiran bagi balita masih 80 persen saja.” (Harian Joglosemar, Kamis 10 Juni 2010)

Peluncuran (launching) KIA pertama kali dilakukan pada tanggal 19 Desember 2009 di Taman Cerdas, Sumber, Kecamatan Banjarsari. Banjarsari merupakan kecamatan pertama yang ditunjuk sebagai daerah yang memulai program KIA. Di kecamatan ini mula-mula diterbitkan 10.000 KIA dari total 35.000 anak usia 0-18 tahun. Proses pembuatan KIA di Surakarta dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Proses Pendaftaran bisa dilakukan secara individu maupun kelompok. Namun pendaftar KIA pada saat awal program dikenalkan hanya sekitar 700-800 orang saja. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil juga melakukan sosialisasi dan workshop yang melibatkan empat kecamatan lain di Surakarta, yakni Serengan, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Jebres. Pada tanggal 26 Juli 2010, launching KIA tingkat kota dilakukan di Taman Balaikambang bertepatan dengan hari anak nasional.

Namun setelah berbagai sosialisasi dan workshop dilakukan, hingga

Surakarta hingga bulan Oktober 2010

Tabel 1.1

JUMLAH ANAK (0-18 TAHUN) DAN ANAK YANG MENDAFTAR KIA DI SURAKARTA (hingga Oktober 2010)

KECAMATAN

JUMLAH ANAK

JUMLAH PENDAFTAR KIA

224 Pasar Kliwon

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, jumlah peminat KIA di Surakarta baru mencapai 2.056 anak dari 148.257 anak di Surakarta atau hanya 1,36 % saja. Di kecamatan Banjarsari yang sudah terlebih dulu melakukan program KIA, hanya sekitar 455 anak saja yang memiliki KIA. Sosialisasi dan workshop sudah dilakukan, namun anak yang memiliki KIA di Surakarta masih sangat sedikit. Masih banyak orang tua yang mungkin belum mengetahui adanya KIA di Surakarta atau sudah mengetahui namun belum menyadari pentingnya mencatatkan kelahiran anaknya.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surakarta, sebagai unsur pelaksanaan pemerintah daerah di bidang kependudukan dan sebagai

Namun hingga saat ini pemilik KIA masih sangat sedikit. Padahal dengan adanya program KIA, hak sipil dan akses informasi anak akan terpenuhi.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta dalam Mensosialisasikan Program Kartu Insentif Anak (KIA).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta dalam Mensosialisasikan Program Kartu Insentif Anak ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta dalam Mensosialisasikan Progran Kartu Insentif Anak dilihat dari indikator Outcome (Hasil), Benefit (Manfaat), dan Impact (dampak).

2. Tujuan individual dari penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana S1 di bidang Ilmu Administrasi Negara

Surakarta

D. Manfaaat Penelitian

Manfaat dari Penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan dalam sosialisasi program Kartu Insentif Anak yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta

2. Memberi gambaran bagi pembaca tentang kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta dalam Mensosialisasikan Program Kartu Insentif Anak.

LANDASAN TEORI

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan bahwa Kinerja adalah suatu yang dicapai, prestasi yang diperhatikan, dan kemampuan kerja (tentang peralatan) (KBBI, 2002: 503). Sementara itu menurut Yeremias T Keban, istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan, untuk kerja”. Atau prestasi (Keban,2004: 191).

Konsep Kinerja menurut Bernardin dan Russel (dalam Ambar Teguh dan Rosidah, 2003 : 223-224) secara definitif adalah bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pengetahuan tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Pengertian kinerja disini tidak bermaksud menilai karakteristik individu, tetapi mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode waktu tertentu. Jadi kinerja merupakan tingkat pencapaian produksi akhir pada suatu aktivitas organisasi atau fungsi kerja selama periode waktu tertentu.

kinerja sebagai “hasil” atau “apa yang keluar” (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi.

Pengertian kinerja atau performance menurut Suyadi Prawirosentono (1999 : 2) adalah : “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh sesorang atau sekelompok

orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organiasasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa kinerja berhubungan dengan bagaimana melakukan pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan berdasarkan tanggung jawab namun tetap mentaati segala peraturan dan etika.

Menurut Widodo (2008: 78) kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, misi organisasi.

Jadi kinerja adalah hasil kerja (outcomes) yang dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya atau sebagai gambaran

suatu kegiatan/ program/kebijakan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang bersangkutan.

Pengukuran terhadap kinerja suatu organisasi harus merefleksikan tujuan dan misi dari organisasi tersebut sehingga akan berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tujuan dan misi inilah yang mengakibatkan kesulitan dalam penilaian kinerja organisasi. Tujuan dan misi organisasi publik bersifat multidimensional dan sangat kabur. Walaupun demikian, pengukuran terhadap kinerja bagi setiap organisasi publik merupakan kegiatan yang sangat penting karena melalui penilaian kinerja, maka manajer publik akan menemukan informasi dan langkah- langkah yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan manajerial tertentu. Hal ini diungkapkan oleh Robert D. Behn yang ditulis dalam "Why Measure Performance? Different Purposes Require Different Measures ," Public Administration Review , Vol. 62, No. 5

(September/October 2003), pp. 586-606 (dalam www.csus.edu) berikut ini : “So why should public managers measure performance? Because

they may find such measures helpful in achieving eight specific managerial purposes. As part of their overall management strategy, public managers can use performance measures to evaluate, control, budget, motivate, promote, celebrate, learn, and improve” . (terjemahan : jadi mengapa manajer publik mengukur kinerja? Karena mereka bisa menemukan langkah-langkah yang membantu dalam mencapai delapan tujuan manajerial tertentu. Sebagai bagian dari keseluruhan strategi manajemen mereka, manajer public bisa menggunakan pengukuran kinerja untuk mengevaluasi, mengontrol, anggaran, memotivasi, mempromosikan, merayakan (keberhasilan organisasi), belajar, dan meningkatkan.

Informasi dan langkah-langkah yang dihasilkan dalam pengukuran

dengan tujuan yang diharapkan atau belum), melainkan juga tentang proses kerjanya (apakah sudah berjalan baik atau masih perlu perbaikan). Artinya penilaian terhadap kinerja dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan dan kegagalan organisasi serta dapat dijadikan input bagi setiap perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Sehingga setiap anggota organisasi akan dan harus tahu apa yang dipertimbangkan oleh organisasi sebagai suatu kinerja yang memuaskan, agar dapat melakukan seperti apa yang diharapkan organisasi tersebut.

Baird dan Stammer (2000) dalam jurnal Mohd Afand MD Amin (2010) yang berjudul Measuring the performance of Customs Information System (CIS) in Malaysia , Vol 4 No. 2 (Sept 2010), pp 91 (dalam www.worldcustomsjournal.org ) mengungkapkan definisi dari pengukuran kinerja (performance measurement) sebagai berikut :

“Baird and Stammer (2000), using Baldrige’s criteria, explain the task of ’ measuring performance’ by referring to its constituent components. Accordingly ‘measuring’ concerns the numerical data that quantifies input, process, output, performance of the processing relating to products and services as well as overall organization; ‘performance’ on the other hand, reflects the output results obtained from processes (‘output’ here relating to services and products) that permit the evaluation of subjective goals, standards, past results, as well as organizational aspects. Performance can be measured in financial or non-financial terms.”

Terjemahan : Baird dan Stammer (2000), menggunakan kriteria Baldrige dalam

menjelaskan tugas pengukuran kinerja dengan mengacu pada komponen- komponen penyusunnya. Oleh karena itu, ‘pengukuran’ berhubungan menjelaskan tugas pengukuran kinerja dengan mengacu pada komponen- komponen penyusunnya. Oleh karena itu, ‘pengukuran’ berhubungan

Sedangkan pengukuran kinerja menurut SK LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi, dan strategi instansi pemerintah. Proses ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap indikator kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran.

Menurut Mahmudi (2005:7) Pengukuran kinerja meliputi aktivitas penetapan serangkaian indikator kinerja yang memberikan informasi sehingga memungkinkan bagi unit kerja sector publik untuk memonitor kinerjanya dalam menghasilkan output dan outcome terhadap masyarakat. Mahmudi (2005:14) menyebutkan bahwa tujuan dilakukan penilaian kinerja di sector publik adalah :

a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

e. Memotivasi pegawai

f. Menciptakan akuntabilitas public.

Elemen pokok pengukuran kinerja menurut Mohammad Mahsun (2009: 26-28) adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau tehnik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi.

b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja Indikator kinerja mangacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi- indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, strategi. Indikator kinerja ini dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama dan indikator kinerja kunci. Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesukseskan unit kerja organisasi. Area ini

variabel – variabel kunci finansial dan non finansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus segera konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator yang dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.

c. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti kegiatan belum mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.

Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Capaian organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran tertentu. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward- punishment , penilaian kemjuan organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dari akuntabilitas.

3. Indikator Kinerja

Menurut Joko Widodo (2008: 91), indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan. Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran organisasi. Indikator kinerja dapat dijadikan patokan (standar) untuk menilai keberhasilan dan kegagalan penyelenggaraan program dalam mencapai misi dan visi organisasi.

Sedarmayanti (2007: 198) mengatakan bahwa tanpa adanya indikator kinerja, sulit untuk menilai kinerja (keberhasilan/ketidakberhasilan) kebijakan/program/kegiatan, dan pada akhirnya kinerja organisasi/unit kerja pelaksanaanya. Sedarmayanti (2007: 198) juga menyebutkan fungsi indikator kinerja secara umum sebagai berikut :

a. Memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan kegiatan dilaksakanakan.

untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan dan dalam menilai kinerjanya.

c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja. Sedangkan Rifat O. Shannak dalam jurnalnya yang berjudul

“Measuring Knowledge Management Performance” European Journal of Scientific Research Vol.35 No.2 (2009), pp.242-253 (dalam www.eurojournals.com ) menyebutkan beberapa syarat yang harus dimiliki oleh indikator kinerja sebagai berikut :

“There are some features which should exist in the performance indicators; for example they should have relevance for project goals, and provisional, since there may appear a need to eventually change the performance indicator. The indicator also needs to be understandable, valid, sufficiently flexible, and in line with the organization and its business goals, as well as the purpose it was developed for.” (terjemahan: Ada beberapa segi yang harus ada dalam indikator-indikator kinerja: misalnya, indikator tersebut harus relevan dengan tujuan-tujuan proyek dan sementara, karena sesudah itu mungkin ada kebutuhan untuk akhirnya mengubah indikator kinerja. Indikator juga perlu dimengerti, valid, cukup fleksibel, dan sesuai dengan organisasi dan tujuan bisnis perusahaan, serta untuk apa tujuan itu dikembangkan.

Hal itu diperjelas oleh Sedarmayanti (2009:198) yang juga menyebutkan berbagai syarat indikator kinerja yaitu :

a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi.

kualitatif, yaitu: dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.

c. Relevan, harus memiliki aspek obyektif yang relevan.

d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan input, output, hasil, manfaat dan dampak serta proses.

e. Harus fleksibel dan sensitive terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan.

Salim & Woodward dalam Dwiyanto (2002: 50) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan persamaan pelayanan. Efisiensi pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik/ proporsional antara input pelayanan dengan output pelayanan. Demikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan. Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan

Dwiyanto (2002: 48) memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik antara lain :

Konsep produktivitas tidak hanya menyangkut pada tingkat efisiensi tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas kemudian dirasa terlalu sempit dan General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

b. Kualitas Layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Karena akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka ini bisa menjadi satu ukuran kinerja b. Kualitas Layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Karena akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka ini bisa menjadi satu ukuran kinerja

c. Responsivitas Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

d. Responsibilitas Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990). Oleh sebab itu responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan denga responsivitas.

e. Akuntabilitas Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

Kumorotomo (1996) dalam Dwiyanto (2002 : 50) juga menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik antara lain :

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

b. Efektivitas Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai ? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

c. Keadilan Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan, dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

d. Daya Tanggap Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh d. Daya Tanggap Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh

Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam SK Kepala LAN nomor 239/IX/6/8/2003 mengenai Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mengungkapkan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja yang akan diitetapkan dikategorikan ke dalam kelompok:

1. Masukan (Inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan sebagainya.

2. Keluaran (Outputs) adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan/atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan.

3. Hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik.

5. Dampak (Impact) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.

Berdasarkan indikator kinerja yang disampaikan tersebut, maka indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah indikator menurut SK LAN nomor: 239/IX/6/8/2003 mengenai Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Publik. Indikator tersebut antara lain Outcome, Benefit, dan Impact. Alasan pemilihan indikator menurut tersebut adalah karena indikator input dan output sudah bisa diketahui dari LAKIP yang dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta mengenai Sosialisasi Program KIA. Melalui indikator outcome, impact, dan benefit tersebut maka kita dapat melihat sejauh mana gambaran pencapaian Sosialisasi Program KIA yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta. Pemilihan indikator menurut SK LAN ini juga tidak terlepas dari faktor-faktor yang menghambat sosialisasi program KIA, mengingat pemilik KIA di Surakarta hanya mencapai 1,36% saja atau dengan kata lain sosialisasi program KIA yang dilakukan oleh Dispendukcapil belum menunjukkan hasil yang maksimal.

1. Sosialisasi

Sosialisasi pada dasarnya adalah penyebarluasan informasi (program, kebijakan, peraturan) dari satu pihak (pemilik program, kebijakan, peraturan) kepada pihak-pihak lain (aparat, masyarakat yang terkena program, dan masyarakat umum). Isi informasi yang disebarluaskan bermacam-macam tergantung pada tujuan program (UN HABITAT, 2009)

Sedangkan Rogers dan Schoemaker (1987 : 5) mengartikan sosialisasi atau difusi inovasi sebagai berikut : Socialization or Diffusion of Innovation is a process by which an

innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system to create changes in knowledge, attitude, and behavior.

Terjemahan : Sosialisasi atau difusi inovasi adalah sebuah proses dimana sebuah inovasi (ide-ide) baru dikomunikasikan melalui saluran tertentu secara terus-menerus di antara para anggota sistem sosial (masyarakat) untuk menciptakan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku.

Sementara itu Drs. Warsito Utomo (2003: 120) mengungkapkan bahwa sosialisasi pada hakekatnya adalah mengubah cara pikir, winning minds , dan tingkah laku. Dan semua ini memerlukan proses yang panjang yang sering melelahkan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi

Definisi tersebut dapat diimplementasikan untuk mendefinisikan sosialisasi program KIA yaitu penyebarluasan informasi program KIA kepada masyarakat agar mereka memahami dan bisa mensukseskan program KIA tersebut. Untuk mencapai pemahaman yang utuh mengenai program KIA maka sosialisasi tidak hanya dilakukan awal pelaksanaan saja tetapi harus terus menerus.

Sosialisasi program KIA oleh Dispendukcapil kota Surakarta dilakukan dalam berbagai bentuk pola dan kegiatan yaitu :

a. Sosialisasi formal melalui komunikasi tatap muka seperti workshop terhadap masyarakat. Sosialisasi melalui tatap muka ini diantaranya dilakukan di : - Pertemuan PKK di Kota Surakarta - Sosialisasi pada saat pertemuan PKK di masing-masing 5

Kecamatan di Surakarta yaitu Laweyan, Serengan, Banjarsari, Pasar Kliwon dan Jebres.

- Sosialisasi kepada UPTD cabang Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dispora) tingkat Sekolah Dasar di masing-masing 5 Kecamatan di Surakarta yaitu Laweyan, Serengan, Banjarsari, Pasar Kliwon dan Jebres