EFEKTIVITAS PURSED-LIP BREATHING EXERCISE TERHADAP FREKUENSI SERANGAN PASIEN PPOK

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RIA WIDOWATI

G 0006217

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2010

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Efektivitas Pursed-Lip Breathing Exercise

Terhadap Frekuensi Serangan Pasien PPOK

Ria Widowati, G 0006217, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari ................, Tanggal ..... .................... 2010

Pembimbing Utama

Nama

: DR.Noer Rachma, dr., SpRM.

Pembimbing Pendamping

Nama

: Sinu Andhi Yusup, dr., MKes., AIFM.

Penguji Utama

Nama

: Tri Lastiti W, dr., SpRM., M.Kes

Anggota Penguji

Nama

: Siswarni, dr., SpRM

Ketua Tim Skripsi

Sri Wahjono, dr., M.Kes

NIP. 19540824 197310 1001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS

NIP. 19481107 197310 1003

ABSTRAK

RIA WIDOWATI , G0006217, 2010, Efektivitas Pursed-Lip Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Pasien PPOK, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan : Pursed-lip breathing exercise sangat bermanfaat bagi penderita PPOKdalam mengurangi gejala-gejala yang mereka derita, terutama sesak nafas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Pursed-lip breathing exercise terhadap frekwensi serangan pada pasien PPOK.

Metode : Penelitian ini bersifat observational analitik dengan pendekatan cross sectional , dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik dan Instalasi Paru, RSUD Dr. Moewardi dan BPKPM Surakarta. Subjek penelitian meliputi 2 kelompok. Kelompok kontrol adalah pasien PPOK derajat sedang, usia 60-75 th yang belum pernah menerima chest physical theraphy jenis apapun, dan kelompok perlakuan adalah pasien PPOK derajat sedang, usia 60-75 th yang sudah melakukan pursed- lip breathing exercise selama 1 tahun. Masing-masing kelompok diminta mengisi kuesioner yang telah disediakan, yang berisi tentang riwayat pribadi, dan pertanyaaan tentang gejala serangan PPOK yang diambil dari SGRQ(Saint George Respiratory Questioner ).

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan antara kelompok kontrol (dengan mean skor kuesioner 359,7 ±75,53) dan kelompok perlakuan (dengan mean 270,47 ±57,69) terdapat perbedaan yang bermakna.

Simpulan : Dari hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh yang sinifikan dari intervensi pursed-lip breathing exercise terhadap penurunan frekwensi serangan pasien PPOK

Kata kunci : Pursed-lip Breathing Exercise – Chest Physical Therapy – PPOK.

ABSTRACT

RIA WIDOWATI , G0006217, Tahun 2010, Effectiveness Pursed-Lip Breathing Exercise To Attack Frequency On COPD Patients, Faculty of Medical, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : Pursed-lip breathing exercise is very beneficial for COPD patients in reduce the symptoms they are suffering, especially shortness of breathing. This study aims to examine the effectiveness of pursed-lip breathing exercises on the frequency of attacks in patients with COPD.

Methods : This was an analytical observational research with approach cross sectional, conducted in Installation of Medical Rehabilitation and Installation of Lung, Dr. Moewardi Hospital and BPKPM Surakarta. Subjects of research include the 2 groups. The control group was the moderate degree of COPD patients are, aged 60-75 year who had never received any type of chest physical therapy, and treatment group is the moderate degree of COPD patients are, aged 60-75 year who had to do pursed-lip breathing exercises for 1 year. Each group was asked to fill out questionnaires that have been provided, that containing about personal history, and the question about the symptoms of COPD attack arrives in the capture of the SGRQ.

Results : The results showed that among the control group (with mean scores questionnaires 359.7 ± 75.53) and treatment group (with mean 270.47 ± 57.69) showed significant difference.

Conclusion : The results of research showed that there was a significant influence of intervention pursed-lip breathing exercises to decrease attack frequency in COPD patients.

Key words : Pursed-lip Breathing Exercise – Chest Physical Therapy – COPD

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dalam daftar pustaka.

Surakarta, 17 MEI 2010

Ria Widowati NIM G0006217

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji kepada Allah SWT sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pursed-Lip Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Pasien PPOK”.

Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam proses untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terwujud dengan baik atas bantuan dan dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis secara pribadi mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, yaitu:

1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Yth. Sri Wahjono ,dr., MKes, selaku Ketua Tim Skripsi yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan skripsi ini;

3. Yth. Dr. Noer Rachma dr., SpRM dan Sinu Andhi Yusup,dr., Mkes., AIFM selaku pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan materi serta waktunya yang sangat berharga yang telah beliau berikan selama penulisan skripsi.

4. Yth. Tri Lastiti W, dr., SpRM., M.Kes dan Siswarni, dr., SpRM selaku penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penulisan skripsi.

5. Segenap residen, perawat, dan staf SMF paru dan SMF rehabilitasi medik yang membantu kelancaran penelitian skripsi saya.

6. Segenap dokter, staf, dan karyawan BPKPM surakarta yang telah membantu penelitian ini sehingga berjalan lancar.

7. Teman-teman FK UNS 2006, sebagai teman seperjuangan selalu dan selamanya.

8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik membangun, saran, pengarahan dan masukan- masukan yang berguna bagi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi dunia kedokteran.

Surakarta, 17 Mei 2010

Ria Widowati

G. Intrumen Penelitian ....................................................................... 32

H. Cara Kerja Penelitian ..................................................................... 32

I. Alur Penelitian ................................................................................ 32 J. Teknik Analisis Data ...................................................................... 34 BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden ................................................................ 35

B. Pengaruh Pursed-lip Breathing Exercise Terhadap Pengurangan Frekuensi Serangan PPOK ......................................................... 47

BAB V. PEMBAHASAN ................................................................................. 48 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ....................................................................................... 51

B. Saran ............................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52 LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran ............................................................ 26

Gambar 2. Skema alur penelitian ...................................................................... 33

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1. Distribusi umur tidak pursed-lip breathing exercise..............................35

Grafik 2. Distribusi umur pursed-lip breathing exercise.......................................36

Grafik 3. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 1....................... 37

Grafik 4. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 2.........................37

Grafik 5. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 3.........................38

Grafik 6. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 4.........................38

Grafik 7. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 5.........................39

Grafik 8. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 6.........................40 Grafik 9. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 7.........................40

Grafik 10. Frekuensi Kekambuhan kelompok kontrol No. Item 8.......................42

Grafik 11. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 1…...............42 Grafik 12. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 2...................41 Grafik 13. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 3...................43

Grafik 14. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 4...................44 Grafik 15. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 5...................44

Grafik 16. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 6...................45

Grafik 17. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 7...................46 Grafik 18. Frekuensi Kekambuhan kelompok Perlakuan No. Item 8..................46

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ijin penelitian Lampiran 2 Hasil penelitian Lampiran 3 Deskripsi responden Lampiran 4 Tabel uji normalitas Lampiran 5 Tabel uji T-Test tidak berpasangan Lampiran 6 Kuesioner Lampiran 7 SGRQ Lampiran 8. Formulir kesediaan menjadi responden

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum (GOLD, 2007).

PPOK menurunkan kemampuan paru-paru untuk mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Ketika penyakit berkembang, saluran udara kecil dan alveoli dalam dinding-dinding paru-paru kehilangan elastisitas. Dinding saluran pernafasan kolaps, menutup beberapa saluran udara yang lebih kecil, dan mempersempit yang lebih besar. Saluran udara tersumbat dengan lendir. Meskipun ketika inspirasi udara dapat terus mencapai alveoli, namun udara tersebut tersebut terjebak dalamnya (air trapping), tidak bisa keluar ketika ekspirasi (Barnes, 2003).

PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami

PPOK telah menjadi 4 besar penyebab kematian dan urutan 12 besar penyebab angka kesakitan di seluruh dunia. Hasil dari Indonesia National Household Health Service (NHHS), menunjukan peningkatan angka kematian dan penyakitan (GOLD, 2001).

Meskipun dianggap sebagai penyakit kronis, melemahkan dan menyebabkan kematian, PPOK dapat dikelola, dikontrol dan melambat. Untuk pasien dengan PPOK, tujuan dari terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mencegah eksaserbasi akut, meredakan gejala, dan memperlambat kemerosotan progresif fungsi paru (Hunter & King, 2003)

Salah satu teknik yang membantu meringankan gejala PPOK adalah pursed-lip breathing exercise . Teknik memperpanjang napas dan membantu mengosongkan paru-paru sepenuhnya. Hal ini memungkinkan napas berikut akan lebih dalam dan membuat setiap nafas lebih efektif (Tiep, 1986).

Pursed-lip breathing exercise yaitu menghembuskan udara perlahan melalui bibir yang mengerucut seperti dalam tindakan bersiul. Penderita PPOK menghirup melalui hidung selama beberapa detik dengan mulut Pursed-lip breathing exercise yaitu menghembuskan udara perlahan melalui bibir yang mengerucut seperti dalam tindakan bersiul. Penderita PPOK menghirup melalui hidung selama beberapa detik dengan mulut

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pursed-lip brething exercise bermanfaat bagi perbaikan kualitas hidup penderita PPOK, yang mana perbaikan kualitas hidup dapat dilihat dari frekuensi serangan yang menurun, menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektifitas pursed-lip brething exercise terhadap frekuensi serangan pada pasien PPOK.

B. Perumusan Masalah

Apakah pursed-lip breathing exercise efektif terhadap penurunan frekuensi serangan pada PPOK ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Mengetahui efek chest physical therapy

b. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap serangan PPOK. Mengetahui efektivitas pursed-lip breathing exercise terhadap

frekuensi serangan pada pasien PPOK.

2. Tujuan Khusus Mengetahui efektivitas pursed-lip breathing exercise terhadap frekuensi serangan pada pasien PPOK.

D. Manfaat Penelitian

A. Aspek Teoritis Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam bidang keilmuan khususnya Rehabilitasi Medik dan informasi ilmiah sekaligus menjadi bahan acuan penelitian selanjutnya.

B. Aspek aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memaksimalkan penggunaan pursed-lip brething exercise sebagai terapi pada pasien PPOK di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Anatomi dan fisiologi paru Sistem pernafasan pada manusia terdiri dari :

a. sistem saluran udara yang terdiri dari luar ke dalam paru. Pada bagian ini praktis tidak terjadi pertukaran gas.

b. organ pertukaran gas (paru-paru), atau lebih tepat disebut sistem alveoli paru, tempat terjadinya pertukaran sejumlah besar oksigen dan

karbon dioksida (O 2 dan CO 2) secara tepat malalui proses difusi.

c. mekanisme pompa ventilasi paru, meliputi berbagai struktur dinding dada dan otot-otot pernafasan, berfungsi memompa udara luar ke dalam alveoli paru serta mengeluarkan hasil pertukaran gas.

d. pusat pernafasan di otak serta jaras-jaras persyarafan yang menghubungkan pusat pernafasan dengan otot pernafasan.

e. sistem sirkulasi darah yang membaa O 2 dan CO 2 ke dan dari jaringan tubuh. Dari ke dua lubang hidung (atau mulut), udara pernafasan masuk ke faring, laring dan trakea. Trakea akan bercabang dua menjadi bronkus primer kanan dan kiri. Di dalam paru bronkus primer akan bercabang menjadi bronkus kecil, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus e. sistem sirkulasi darah yang membaa O 2 dan CO 2 ke dan dari jaringan tubuh. Dari ke dua lubang hidung (atau mulut), udara pernafasan masuk ke faring, laring dan trakea. Trakea akan bercabang dua menjadi bronkus primer kanan dan kiri. Di dalam paru bronkus primer akan bercabang menjadi bronkus kecil, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus terminalis harus selalu terbuka, agar udara dapat mengalir masuk dan keluar alveoli. Trakea dan bronkus primer merupakan tabung udara kaku berbentuk silinder. Dindingnya terdiri dari jaringan fibrosa dan diperkuat oleh tulang rawan yang berfungsi mencegah kolapsnya saluran udara akibat penekanan jaringan sekitar. Dinding cabang-cabang bronkus yang lebih kecil mengandung otot polos dan tulang rawan berbentuk spiral (heliks) terputus-putus.

Alveoli dapat digambarkan sebagai segerombolan kantung udara yang dapat mengembang dan mengempis. Dindingnya terdiri dari selapis sel epitel gepeng. Setiap alveolus dikelilingi oleh jalinan kapiler paru yang membentuk keranjang di sekitar alveoli.

2. Mekanika pernafasan Jaringan paru serta dinding dada merupakan struktur elastis. Paru- paru dipisahkan dari dinding dada oleh ruang sempit yang dibentuk oleh dua lapisan jaringan pleura. Jaringan pleura yang melapisi bagian dalam dinding dada disebut pleura parietalis. Di antara kedua jaringan pleura terdapat cairan, yang berfungsi sebagai pelicin, untuk mempermudah 2. Mekanika pernafasan Jaringan paru serta dinding dada merupakan struktur elastis. Paru- paru dipisahkan dari dinding dada oleh ruang sempit yang dibentuk oleh dua lapisan jaringan pleura. Jaringan pleura yang melapisi bagian dalam dinding dada disebut pleura parietalis. Di antara kedua jaringan pleura terdapat cairan, yang berfungsi sebagai pelicin, untuk mempermudah

a. Proses Inspirasi Inspirasi merupakan suatu proses aktif akibat kontraksi otot-otot inspirasi. Pada inspirasi tenang perbesaran rongga dada disebabkan oleh kontraksi diafragma serta muskulus intercostaliseksternus. Pada pernafasn kuat dan pada keadaan darurat (misal: olahraga atau sesak nafas) beberapa otot inspirasi tambahan ikut berperan, untuk mengangkat iga-iga, yaitu muskulus sternokleidomastoideus, muskulus pektoralismayor dan minor, muskulus levator kostarum, muskulus skelanus dan muskulus seratus postikus superior.

Pada keadaan istirahat, diafragma berbentuk kubah yang menjulang ke dalam rongga dada. Bentuk kubah ini disebabkan oleh penurunan tahanan intrakostal sebesar +3mmhg/cm2. Kontraksi diafragma terjadi melalui perangsangan nervus prenikus. Selama inspirasi diafragma turun mendatar, mengakibatkan perbesaran dimensi vertikal rongga dada sekitar 75%.

Muskulus interkostalis eksternus terletak di bagian posterior ruan interkostalis. Perangsangan nervus interkostalis menyebabkan Muskulus interkostalis eksternus terletak di bagian posterior ruan interkostalis. Perangsangan nervus interkostalis menyebabkan

b. Proses Ekspirasi Pada pernafasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif bukan oleh kontraksi otot, melainkan akibat relaksasi otot inspirasi. Jaringan paru yang teregang saat inspirasi akan kembali ke kedudukan semula, setelah kontraksi otot inspirasi berhenti, karena adanya daya rekoil paru dan dinding dada.

Pada ekspirasi kuat terjadi kontraksi otot-otot ekspirasi yaitu antara lain muskulus rektus abdominalis dan muskulus tranversus abdominalis. Kontraksi otot-otot tersebut akan meningkatkan tekanan intra abdominal, sehingga isi rongga perut terdesak keatas, mendorong diafragma.

3. Gangguan pernafasan Ada dua tipe utama penyakit paru, yaitu obstruksi dan restriksi:

a. Tipe obstruksi adalah gangguan saluran nafas baik struktur maupun fungsi yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Beberapa keadaan yang menimbulkan obstruksi adalah lumen normal tapi ada massa dalam lumen (seperti sekret, benda asing, tumor), lumen yang menebal (pada perokok, bronkitis kronis dan asma). Chest physical therapy yang baik di berikan adalah yang tidak mengandalkan deep a. Tipe obstruksi adalah gangguan saluran nafas baik struktur maupun fungsi yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Beberapa keadaan yang menimbulkan obstruksi adalah lumen normal tapi ada massa dalam lumen (seperti sekret, benda asing, tumor), lumen yang menebal (pada perokok, bronkitis kronis dan asma). Chest physical therapy yang baik di berikan adalah yang tidak mengandalkan deep

b. Tipe restriksi adalah gangguan pengembangan paru yang ditandai dengan berkurangnya volume paru. Keadaan yang dapat menimbulkan restriksi antara lain kelainan parenkim paru, kelainan pleura, kelainan dinding dada kelainan neuro muskuler kelainan mediastinum dan kelainan diafragma. Untuk chest physical therapynya, pemberian deep

breathing baik untuk mengoptimalkan O 2 dalam darah (Widiyanti et al., 2004). Beberapa faktor fisiologis dan patologis dapat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen saluran udara, sehingga tahanan jalan nafas sangat meningkat. Tahanan jalan nafas ditentukan oleh diameter saluran nafas. Pada orang sehat, diameter sistem saluran udara cukup besar besar sehingga tahanan didalamnya relatif rendah. Oleh karena itu pada keadaan normal, perbedaan tekanan antara udara atmosfer dan alveoli merupakan faktor utama yang menentukan kecepatan aliran udara. Demikian rendahnya tahanan dalam saluran udara, sehingga perbedaan tekanan sebesar 1-2 mmHg sudah cukup menjamin terjadinya aliran udara yang adekuat ke dalam dan keluar paru.

Faktor yang mempengaruhi tahanan jalan nafas berupa elastisitas jaringan paru. Dimana elastisitas jaringan paru ini terdiri dari daya recoil dan compliance paru. Daya recoil paru menggambarkan kemampuan jaringan paru untuk kembali ke bentuk semula setelah diregangkan.

untuk diregangkan. Makin besar compliance paru, jaringan paru lebih mudah mengembang.

PPOK ditandai dengan peningkatan tahanan jalan nafas. Pada keadaan ini dibutuhkan perbedaan tekanan udara yang lebih besar. Untuk mempertahankan kecepatan aliran udara yang normal melalui peningkatan kerja-kerja otot pernafasan. Dengan demikian penderita PPOK harus bekerja lebih berat untuk bernafas. Pada individu tersebut, kemampuan kerja fisik akan sangat akan sangat terbatas, karena proses respirasi sendiri sudah merupakan beban kerja yang cukup melelahkan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan berupa hipoventilasi, yaitu menurunnya ventilasai alveolar di bawah batas kebutuhan.

Dyspnea merupakan sensasi yang paling mengganggu saat bernafas dan merupakan penyebab utama penderita PPOK membatasi aktifitasnya. Dyspnea berupa perasaan sesak dan berat saat bernafas diiringi kesadaran untuk menggiatkan pernafasan. Gejala ini pada penderita PPOK mengakibatkan ventilasi meningkat secara volunter, sehingga pada akhirnya oto inspirasi menjadi lelah. Keadaan ini dapat terjadi disebab kan perubahan kadar gas di darah/jaringan dan akibat kerja berat dan berlebih.

4. Penyakit paru obstruksi kronis PPOK adalah penyakit kronik saluran napas dengan efek ekstra pulmoner yang bermakna, yang berkontribusi pada berat penyakit.

tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan aliran udara ini bersifat progresif dan terjadi akibat respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Dampak PPOK terhadap seseorang tergantung pada berat gejala (terutama sesak napas dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik, dan penyakit penyerta yang ada pada pasien (Yunus, 2007).

PPOK merupakan penyakit radang progresif yang menghubungkan saluran udara, parenkim paru-paru, dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerusakan dan renovasi dari saluran udara dan jaringan paru-paru. Berfungsinya paru-paru terus ditolak oleh PPOK. Selama periode waktu tertentu, perubahan ini menyebabkan kondisi yang lebih berat seperti hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan (Hunter & King, 2003).

PPOK meliputi dua kelompok penyakit paru-paru, bronkitis kronis dan emphysema. Bronkitis kronis mengacu pada batuk produktif selama 3 bulan masing-masing dari 2 tahun berturut-turut yang penyebab lain telah dikesampingkan. Emphysema menggambarkan kehancuran arsitektur paru-paru dengan pembesaran airspaces dan hilangnya luas permukaan alveolar (WHO, 2009).

a. Patofisiologi Proses peradangan adalah aspek yang sangat berpengaruh dalam patofisiologi PPOK. Verifikasi baru-baru ini menunjukkan bahwa hasil respon inflamasi di sejumlah efek, termasuk kedatangan a. Patofisiologi Proses peradangan adalah aspek yang sangat berpengaruh dalam patofisiologi PPOK. Verifikasi baru-baru ini menunjukkan bahwa hasil respon inflamasi di sejumlah efek, termasuk kedatangan

Patofisiologi PPOK tidak sepenuhnya dipahami. Degenerasi dari jaringan alveolar dan inflamasi kronik cabang-cabang bronchial, memegang peranan penting dalam hilangnya elastisitas saluran pernafasan. Hilangnya elastisitas saluran pernafasan menghambat kemampuan saluran udara kecil untuk tetap membuka selama proses inspirasi dan ekspirasi menyebabkan kolaps nya bronkiolus. Merokok dan kadang-kadang menghirup gas iritan lain akan memicu suatu respon inflamasi, mengakibatkan penyempitan saluran napas dan hiperaktivitas. Saluran udara menjadi edematous, produksi lendir yang berlebihan terjadi dan fungsi silia lemah. Pasien menghadapi kesulitan meningkatkan sekresi kliring dengan perkembangan penyakit. Oleh karena itu, mereka mengembangkan produktif kronis batuk, mengi dan dyspnea (Hunter & King, 2003).

Sesak nafas (dyspnea) yang sering dialami penderita PPOK saat mengeluarakan tenaga merupakan perasaan sesak dan berat saat bernafas, diiringi kesadaran untuk menggiatkan pernafasan. Penderita menjadi merasa panik, gelisah dan akhirnya frustasi. Gejala ini adalah Sesak nafas (dyspnea) yang sering dialami penderita PPOK saat mengeluarakan tenaga merupakan perasaan sesak dan berat saat bernafas, diiringi kesadaran untuk menggiatkan pernafasan. Penderita menjadi merasa panik, gelisah dan akhirnya frustasi. Gejala ini adalah

PPOK merupakan penyakit yang berlanjut sacara perlahan serta didalam perjalanan terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Pada setiap keadaan eksaserbasi akut akan terjadi perburukan atau pengurangan nilai faal paru dan nilai ini tidak akan kembali ke baseline setelah fase eksaserbasi ini sembuh. Dengan demikian perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat agar eksaserbasi akut tidak terjadi dan bilamana terjadi diusahakan agar fase tersebut terjadi sesingkat mungkin karena semakin lama fase eksaserbasi, berlangsung, maka akan semakin turun faal paru penderita tersebut. Gambaran klinik yang menonjol adalah perburukan atau perlambatan arus udara ekspirasi.

Dyspnea adalah penting dan merupakan gejala yang melemahkan penderita dengan PPOK. Beberapa faktor patofisiologi diketahui berkontribusi terhadap dyspnea meliputi (Gosselink, 2003): 1). peningkatan muatan mekanik intrinsik otot inspirasi 2). peningkatan pembatasan mekanis dinding dada 3). kelemahan fungsional otot inspirasi 4). abnormalitas pertukaran gas 5). kompresi jalan nafas.

Menghilangkan dyspnea adalah tujuan penting dari penatalaksanaan PPOK. Selain beberapa perawatan konvensional, Menghilangkan dyspnea adalah tujuan penting dari penatalaksanaan PPOK. Selain beberapa perawatan konvensional,

b. Etiologi 1). Faktor host:

a). Genetik

Kompleks faktor-faktor genetik terlibat pada patogenesis PPOK. Faktor genetika punya kontribusi sederhana dalam hilangannya fungsi paru-paru, dengan forced exsiratory volume FEV1 paling dipengaruhi oleh lokus pada kromosom 6. Bagaimanapun, fakta bahwa hanya 10-20% dari perokok berat berkembang menjadi PPOK sangat ditentukan oleh faktor genetik yang tak dikenal. Saudara kandung penderita dengan PPOK, resiko terkenanya obstruksi jalan napas meningkat. PPOK menunjukkan model warisan gen secara resesif (DeMeo & Mariani, 2006).

b). Diet kekurangan antioksidan (vitamin A, C, dan E), minyak

ikan dan protein (Barnes, 2007). c). Bayi prematur, berat lahir rendah, dan pertumbuhan paru-paru

terganggu (Barnes, 2007). 2). Faktor Lingkungan (Meldrum, 2000):

a). merokok a). merokok

c. Diagnosis Penyakit PPOK Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan gejala dan riwayat pajanan debu, partikel, atau gas yang berbahaya. Penderita mengeluh sesak napas, batuk kronik yang bisa produktif serta ada riwayat pa- janan zat berbahaya seperti asap rokok, bahan di tempat kerja, atau polusi udara. Pada pemeriksaan fisik bisa tidak ditemukan kelainan pada tahap awal penyakit. Namun bila penyakit sudah lanjut akan ditemukan tanda-tanda hiperinflasi seperti sela iga yang melebar, dada tong (barrel chest), jantung yang relatif mengecil, dan letak diafragma yang rendah. Selain itu dapat juga ditemukan jari tabuh. Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah pemeriksaan faal paru. Pemeriksaan faal paru yang dianjurkan adalah pemeriksaan spirometri karena pemeriksaan ini sederhana, praktis dan akurat (Yunus, 2007). 1). Gambaran Klinis

a). Anamnesis (Alsagaf, 2008).:

1)). keluhan dengan batuk berulang, dengan atau tanpa dahak,

sesak nafas dengan atau tanpa alergi sesak nafas dengan atau tanpa alergi

saluran nafas berulang, polusi udara dan asap rokok. b). Pemeriksaan Fisik (Alsagaff, 2008).

Hiperinflasi paru, penggunaan otot nafas sekunder, perubahan pola nafas, suara nafas yang abnormal, bentuk dada barrel chest, pelebaran sela iga, hipertrofi otot bantu nafas, fremitus melemah, hipersonor, akspirasi memanjang.

2). Pemeriksaan Faal Paru (Alsagaff, 2008). Pemeriksaan utama adalah forced expiratory volume/ forced vital capacity (FEV1/FVC), walau masih banyak lagi pemeriksaan faal paru lainnya. Criteria yang lazim digunakan untuk PPOK derajat sedang adalah FEV1 kurang dari 60% dari nilai ramal atau risio FEV1/FVC yang lebih kecil dari 60% (Alsagaff, 2008).

3). Pemeriksaan Radiologi (Matsuoka & Kurihara, 2008).

Dibutuhkan foto torak dalam proyeksi posterior-anterior serta lateral, namun perlu ditekankan bahwa korelasi kelainan foto toraks dengan gradasi obstruktif jalan nafas tidak besar. Gambaran yang dihasilkan adalah hiperlusen dan hiperinflasi.

4). Pemeriksaanj Laboratorium (Matsuoka & Kurihara, 2008).

penderita PPOK dengan FEV1 kurang dari 1,5 loter atau EKG yang konsisten dengan perbesaran ventrikel kanan. Eritrosit sekunder yang didapatkan dari kadar Hb dan hematokrit, mencerminkan keadaan hipoksemi yang kronis.

d. Klasifikasi PPOK 1). Ringan

Tidak ada gejala saat istrahat atau saat bekerja. Tidak ada gejala saat istirahat dan aktivitas ringan, tapi ada gejala pada aktifitas sedang (berjalan cepat, menaiki tangga). FEV-1 (% prediksi) : > 70%

2). Sedang Tidak ada gejala saat istirahat, tapi ada gejala pada aktivitas ringan (berpakaian). Atau terjadi gejala minimal saat istirahat (saat duduk, menonton TV, membaca). FEV-1 (% prediksi) : > 50-69 %

3). Berat Terjadi gejala sedang saat istirahat, gejala berat saat istirahat, tanda-tanda cor pulmonle. FEV-1 (% prediksi) : < 50 %

e. Penatalaksanaan 1). Pemberian oksigen terkontrol e. Penatalaksanaan 1). Pemberian oksigen terkontrol

a). Terhadap

bronkospasme,

pemberian

bronkodilatator merupakan andalan utama. Contohnya antara lain golongan xantine,

golongan

simpatomimetik,

dan golongan

antikolinergik. b). Adanya infeksi saluan nafas diberikan antibiotik sesuai jenis

kuman nya. c). Terhadap gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Asidemia dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat perenteral, hiperkapnea di beri KCl.

d). Adanya sekret lendir pada jalan nafas dapat diusahakan melalui pemberian mukolitik. Tapi hal ini masih controversial. 3). Rehabilitasi Medis Seseorang yang mengalami penyakit paru obstruktif kronis rata-rata mengalami kesulitan untuk mengeluarkan udara dari paru- paru. Hal ini mengakibatkan sesak nafas. Yang disebut dyspnea. Program latihan yang diberikan pada penderita PPOK ini akan

memaksa tubuh untuk memproses O 2 lebih efisien. Dan memaksa tubuh untuk memproses O 2 lebih efisien. Dan

Jumlah udara yang dihirup ke dalam paru-paru lebih besar dari jumlah udara yang dibutuhkan selama latihan akan mengakibatkan terjadinya gejala sesak nafas.pada penderita PPOK walau dengan latihan yang teratur, tidak akan memperbaiki gangguan fungsi paru yang yang sudah terjadi, tapi gejala sesak nafas akan berkurang. Hal ini terjadi oleh karena dengan mengikuti program latihan akan mencapai perbaikan-perbaikan dalam mencapai keuntungan-keuntungan yang menentukan peningkatan akan kebutuhan ventilasi tubuh. Keuntungan-keuntungan ini dihasilkan dari perbaikan efisiensi system kardiovaskuler, dan musculoskeletal.

Perolehan didapat dari peningkatan dalam kekuatan dan endurance otot-otot respirasi dada dan abdomen, sehingga penyempitan lumen saluran nafas akan membaik mengakibatkan tahanan jalan nafas akan kembali rendah. Diameter system saluran udara cukup besar sehingga menjamin terjadinya aliran udara yang adekuat ke dalam dan luar paru.

Perukaran O 2 dan CO 2 antara udara alveoli dengan darah di dalam pembuluh kapiler paru diteruskan ke sistem peredaran darah dan selanjutnya ke pembuluh kapiler jaringan melalui proses difusi berlangsung lebih adekuat. Otomatis gejala sesak nafas akan Perukaran O 2 dan CO 2 antara udara alveoli dengan darah di dalam pembuluh kapiler paru diteruskan ke sistem peredaran darah dan selanjutnya ke pembuluh kapiler jaringan melalui proses difusi berlangsung lebih adekuat. Otomatis gejala sesak nafas akan

a. Chest physical theraphy.

b. Reconditioning exercise (latihan aerobik). Latihan ini berupa latihan aerobic seperti berjalan naik tangga, tredmill. Manfaat latihan ini adalah peningkatan dalam kekuatan dan endurance otot-otot respirasi dada dan abdomen.

5. Chest physical therapy Chest physical therapy merupakan latihan menggunakan metode fisis dengan tujuan utama untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi pernafasan. Pasien diajarkan tentang teknik pernafasan yang optimal untuk memperoleh efisiensi maksimal ventilasi, meningkatkan toleransi latihan dan membantu membersihkan secret bronkus. Pasien diajarkan pola pernafasan adekuat untuk mengoptimalkan kembali kerja otot respirasi utama untuk meningkatkan ventilasi alveolar dan memelihara pertukaran gas. Frekuensi respirasi dikontrol untuk memperbaiki pola nafas yang tidak selaras dan fungsi diafragma harus diperbaiki agar berperan maksimal sebagai otot inspirasi primer (Certo, 1993).

Chest physical therapy digunakan secara luas sebagai tambahan untuk menejemen pasien dengan penyakit paru akut maupun kronis, karena dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Penderita PPOK Chest physical therapy digunakan secara luas sebagai tambahan untuk menejemen pasien dengan penyakit paru akut maupun kronis, karena dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Penderita PPOK

1). Relaksasi dan koreksi postur: Ketegangan penderita asma dan emfisema mudah diketahui. Secara umum terlihat sebagai tremor tangan dll. Pada pernafasan bentuknya lebih spesifik yaitu peningkatan gerakan pada dada atas, bahu, leher dan spinal yang terus-menerus. Beberapa terapis memberi latihan relaksasi sebagai latihan terpenting. Pertama terapis menunjukkan bahwa gerakan pasien itu percuma, dan dapat melatih gerakan pernafasan yang lebih efisien. Latihan ini harus dilakukan seterusnya, bukan hanya waktu sakit (Certo, 1993). Penderita asma dan emfisema, sering memperlihatkan postur yang kurang baik. Seperti kifosis dan lordosis. Ajarkan posisi yang benar terutama dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Certo, 1993).

2). Diaphragmatic-breathing exercise 2). Diaphragmatic-breathing exercise

3). Segmental-breathing exercise atau ekspansi lateral basal paru. Mengembangkan bagian bawah lateral paru-paru dengan melawan tekanan, sehingga ikut membantu memperbaiki ventilasi. Tapi sekarang tekhik ini jarang dipakai karena diduga kerang efektif (Faling, 1993).

4). Pursed-lip breathing exercise Teknik latihan pernafasan ini akan saya bahas dengan lebih

mendalam pada bab selanjutnya (Faling, 1993). 5). Drainase postural. Adalah suatu cara membersihkan jalan nafas dari lendir dengan meletakan pasien pada berbagai posisi untuk suatu waktu tertentu sehingga gravitasi akan membantu aliran lendir. Terdapat

10 posisi dalam drainase postural (Faling, 1993).

6). Mekanisme huffing dan coughing. Mekanisme huffing memudahkan pengeluaran lender tanpa harus mengeluarkan batuk yang keras. Sedangkan coughing mengajarkan batuk yang efektif. Mempertahankan agar paru-paru 6). Mekanisme huffing dan coughing. Mekanisme huffing memudahkan pengeluaran lender tanpa harus mengeluarkan batuk yang keras. Sedangkan coughing mengajarkan batuk yang efektif. Mempertahankan agar paru-paru

6. Pursed-lip breathing exercise PPOK menyebabkan banyak sekali perubahan, seperti hilangnya elastisitas paru, obstruksi saliran saluran nafas kecil, dan meningkat resistensi saluran nafas, yang pada akhirnya menyebabkan hiperinflasi paru. Hiperinflasi paru akhirnya punya efek buruk yang signifikan pada diafragma.Diafragma menjadi tidak dapat mengembang, serat otot polos memendek,dan radius kurvatura meningkat. Menyebabkan fungsi lengkung kurva kurang menguntungkan. Yang kemudian pada akhirnya menurunkan kemampuan diafragma untuk menghasilkan inspirasi yang berguna. Perubahan lebih lebih yang disebabkan oleh hiperinflasi, adalah berubahnya bentuk tulang rusuk, menyebabkan tuntutan yang lebih besar pada otot pernafasan (Bianchi, 2004).

Pursed-lip brething adalah teknik dimana udara ekspirasi sengaja dihambat melalui bentuk bibir yang menyempit. Melalui bibir yang menyempit ini udara menjadi sulit keluar, sehingga dibutuhkan bantuan kontraksi otot abdomen dan diafragma. Diafragma menjadi dilatih untuk berkontraksi maksimal.ketika diafragma dapat berkontraksi maksimal, volume paru meningkat, yang mana diikuti dengan peningkatan volume tidal (Spahija, 2005).

reathing exercise tampaknya menjadi cara yang efektif mengurangi dyspnea, mengurangi respiratori rate dan meningkatkan pertukaran gas pada pasien PPOK. Efek positif ini tampaknya berkaitan dengan teknik kemampuan untuk mengurangi penyempitan saluran udara pada saat kambuhnya penyakit (Dechman & Wilson, 2004).

Beberapa peneliti telah meneliti efek pursed-lip breathing exercise pada parameter ventilasi dan gas darah arteri pada orang dengan PPOK. Mereka dengan seragam melaporkan bahwa teknik mengurangi laju pernafasan, dan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri, meningkatkan volume tidal. Pursed lip breathing exercise juga meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri dan juga persentase haemoglobin (Dechman&Wilson,2004).

Untuk dapat memberikan pursed lip breathing exercise dengan hasil yang baik, harus dimengerti secara pasti, serta memiliki pengetahuan terhadap hal-hal berikut : anatomi paru normal, fisiologi dari system pernafasan, patofisiologi penyakit paru serta karakteristik nya (Kisner& Colby, 1990).

Tindakan pursed-lip breathing exercise yaitu menghembuskan udara perlahan melalui bibir yang mengerucut seperti dalam tindakan bersiul. Merupakan tindakan yang paling mudah dilakukan. Penderita menghirup melalui hidung selama beberapa detik dengan mulut tertutup dan kemudian keluarkan perlahan-lahan selama 4 sampai 6 detik melalui bibir

kontraksi dari otot-otot perut. Terapi ini adalah untuk efisiensi pernapasan dalam banyak hal. Pursed-lip breathing exercise mengajarkan anda untuk bernapas dengan lebih dalam, dan lebih lambat. Selain itu, akan membantu Anda untuk mengosongkan paru-paru Anda lebih utuh. Terapi ini terutama penting dalam PPOK, di mana overinflasi paru merupakan masalah. Lakukan pursed-lip brething 4-5 kali sehari, maka penderita PPOK akan mendapat hasil yang lebih baik (Dechman & Wilson, 2004). Langkah-langkah purse- lip breathing antara lain (Rachma, 2005):

a. posisi supinasi/duduk dengan kepala dijatuhkan ke bawah kira-kira 15°-25°

b. satu tangan diletakkan di bagian perut dan tangan lain di dada,tepat di bawah klavikula

c. pasien melakukan inspirasi dalam, melalui hidung sehingga perut mengembung

d. tahan selama lima detik kemudian hembuskan dengan pursed-lip, saat ekspirasi tangan menekan perut

e. latihan pernafaan ini hendak nya dilakukan secara teratur.

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Variabel luar yang tidak dikendalikan

C. Hipotesis

Pursed-lip breathing exercise mengurangi frekuensi serangan PPOK.

PPOK

Serangan Berulang

Pursed-Lip Breathing

Obat- obatan

Hasil

Faktor Lingkungan

Faktor Host

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variable bebas (factor resiko) dengan variable tergantung (efek) (Taufiqurohman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik dan Instalasi Paru RS Dr. Moewardi serta BPKPM Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Maret 2010.

C. Subyek Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a. Telah mendapatkan terapi pursed- lip breathing :

1) Pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dan BPKPM dengan usia 60 - 75 tahun yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis paru.

2) Pasien PPOK dengan klasifikasi PPOK derajat sedang.

3) Pasien PPOK yang telah mengikuti terapi pursed-lip breathing selama 1 tahun.

4) Bersedia mengikuti penelitian.

physical therapy jenis apapun sebelumnya :

1) Pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan usia 60 - 75 tahun yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis paru.

2) Pasien PPOK dengan klasifikasi PPOK derajat sedang.

3) Bersedia mengikut penelitian.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien tidak bersedia mengikuti penelitian.

b. Mempunyai komplikasi penyulit degeneratif dan gangguan penyakit lainnya.

c. Pasien pernah/sedang mendapat Chest Physical Therapy selain pursed-lip breathing sebelumnya.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan sampel menggunakan purposive sampling , dengan mengambil keseluruhan jumlah populasi yang ada yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sesuai standar penelitian (Murti, 2006). Populasi sumber ( source population ) merupakan himpunan subyek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan sumber penelitian (Murti, 2006). Dengan demikian, yang menjadi populasi sumber adalah pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dan yang memasuki kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar 30 orang.

diamati atau diukur peneliti (Murti, 2006). Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus sebagai berikut : n=

keterangan : n : ukuran sampel N : ukuran populasi Ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir.

Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah : ( dengan mengasumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10% )

n = 25 Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak

25 telah mendapatkan terapi pursed-lip breathing dan 25 yang untuk kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya.

N 1+N ε²

N 1+Nε²

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

: Pursed-Lip Breathing Exercise

2. Variabel terikat : Frekuensi serangan PPOK yang diukur dari berbagai macam gejala seperti batuk dengan atau tanpa disertai dahak, sesak nafas (dyspnea), mengi, dan eksaserbasi akut.

3. Variabel luar

a. Terkendali

: Usia , jenis kelamin, dan kebiasaan merokok.

b. Tidak terkendali : Status gizi, dan obat-obatan.

F. Definisi Operasional Variable Penelitian

1. Variabel Bebas : Pursed-lip breathing exercise adalah chest physical therapy yang diberikan pada pasien PPOK, tindakan pertama adalah duduk supinasi dengan kepala dijatuhkan kira-kira 20%, lalu satu tangan diletakkan di bagian perut dan tangan lain di dada, tepat di bawah clavikula. Pasien melakukan inspirasi dalam, melalui hidung sehingga perut mengembang. Dengan menahan selama lima detik kemudian hembuskan dengan bibir mengerucut seperti bersiul. Pada saat ekspirasi, tangan menekan perut. Demikian seterusnya sampai sekitar 5-10 menit dan diulangi 3-4 kali sehari.

Data disajikan dengan skala nominal dan kuesioner jenis pertanyaan terbuka sebagai alat pengukurnya, dengan kategori jawaban seperti berikut: Data disajikan dengan skala nominal dan kuesioner jenis pertanyaan terbuka sebagai alat pengukurnya, dengan kategori jawaban seperti berikut:

b. Tidak, apabila termasuk dalam kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya dan memenuhi kriteria inklusi.

2. Variabel terikat : Frekuensi serangan adalah derajat keseringan kambuhnya gejala

PPOK yang diukur dari berbagai macam gejala seperti batuk berdahak, sesak nafas (dyspnea), mengi (napas menciut – ciut),dan eksaserbasi akut. Berupa seberapa sering gejala ini kambuh dalam hitungan minggu, bulan, dan tahun.

Data disajikan dengan skala rasio dan kuesioner jenis pertanyaan tertutup sebagai alat pengukurnya, dengan kategori jawaban skor dari ST George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ).

3. Variabel luar terkendali :

a. Umur Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Alat ukur

: Kuesioner

Skala pengukuran : Rasio

b. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah sifat keadaan laki-laki atau perempuan. Alat ukur

: Kuesioner

Skala pengukuran

: Nominal

Instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yang berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan tertutup ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas karena menggunakan ST George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) yang telah teruji validitas dan reabilitasnya.

H. Cara Kerja Penelitian

Cara kerja penelitian ini adalah memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi dengan 2 macam jenis pertanyaan yaitu :

1. Pertanyaan terbuka dengan cara memilih salah satu jawaban :

a. Ya, apabila telah mengikuti terapi pursed-lip breathing exercise dan memenuhi kriteria inklusi.

b. Tidak, apabila termasuk dalam kelompok kontrol yang belum pernah menerima chest physical therapy jenis apapun sebelumnya dan memenuhi kriteria inklusi.

2. Pertanyaan tertutup sesuai SGRQ dengan cara kerja penilaian jawaban:

a. Setiap jawaban kuesioner punya bobot 0-100.

b. Untuk jawaban positif dijumlah dengan cara nilai dihitung dengan membagi jumlah bobot dengan nilai maksimum dan dinyatakan dalamprosentase.

c. Nilai yang lebih rendah menggambarkan keadaan kesehatan yang lebih baik.

1). Terdiri dari 8 pertanyaan. 2). Bobot pertanyaan 1-8 dijumlahkan . 3). Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban. 4). Bila jawaban banyak atau ganda terhadap suatu pertanyaan jumlah

bobot diambil dari reratanya. Bobot tersebut untuk jawaban positif. 5). Nilai maksimum 662,5.

I. Alur Penelitian

Penderita PPOK

Pursed-Lip Breathing (+)

Hasil

Hasil

Uji T tidak berpasangan

Purse-Lip Breathing (-)

Frekuensi Serangan PPOK

Frekuensi Serangan PPOK

J. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian berupa frekuensi kekambuhan pada pasien PPOK dianalisa dengan menggunakan Program SPSS 10.0. Dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh intervensi pursed-lip breathing exercise dalam penurunan frekuensi kekambuhan pasien PPOK diuji dengan menggunakan uji T tidak berpasangan.

Hipotesis untuk kelompok intervensi pursed-lip breathing adalah H 0 adalah tidak ada pengaruh intervensi pursed-lip breathing terhadap pengurangan frekuensi serangan, dan H 1 adalah ada pengaruh intervensi

pursed-lip breathing terhadap penurunan frekuensi serangan pasien PPOK.

Uji statistik juga akan menggambarkan perbedaan pengaruh variable bebas yaitu intervensi pursed-lip breathing terhadap penurunan frekuensi kekambuhan pasien PPOK .

Pengambilan keputusan hasil uji statistik berdasarkan nilai probabilitas dengan tingkat signifikansi 95% atau 0,05. Artinya jika nilai probabilitas menunjukkan nilai > 0,05 maka ditolak dan jika jika nilai probabilitas menunjukkan nilai < 0,05 maka diterima.

BAB IV HASIL PENELITIAN