Planet samudera (Ocean Planet)
DI BAWAH BIRUNYA
LAUT DALAM: Harapan
dan Tantangan
Go to the sea, deep sea,
eastern Indonesia deep
sea frontier region
PROLOG
Planet samudera (Ocean Planet)
Lautan (the Ocean) mencakup laut dan Samudera (Sea and
Ocean) yang menutupi dua pertiga (70%) dari permukaan Planet
Bumi (Planet Earth), dimana di dalamnya adalah Wilayah Laut
Indonesia yang berkembang diantara Samudera Hindia dan
Pasifik (Indian and Pacific Ocean), sampai saat ini sebagian besar
masih merupakan suatu kawasan yang relatif kurang diketahui
(frontier region).
Bila selama ini puluhan-ratusan
astronaut, termasuk
diantaranya turis astronaut telah berhasil menjelajahi ruang
angkasa
(space)
untuk
melakukan
serangkaian
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
eksplorasi
1
terhadap planet Bulan, Mars dan tentunya planet Bumi, dan lainlainnya.
Hal ini menjadi sangat kontras, karena sampai tahun 2003 baru
tercatat dua manusia yang telah berhasil menjelajahi dasar laut
dalam (deep seafloor) dengan menggunakan kapal selam
penelitian (scientific submarine vessel) mencapai pada kedalaman
lebih dari 6000 meter, yang sangat gelap karena tidak ada
penetrasi dari cahaya matahari yang dapat masuk, serta penuh
dengan kabut lumpur (cloudy mud).
Dengan demikian ketika sebagian besar sumber daya energi
dan mineral yang selama ini telah dieksploitasi dari daratan
(onshore), dan saat ini mulai menunjukkan tahapan yang sudah
sangat
matang
(over
mature),
sehingga
produksi
mulai
mengalami deplesi (depleted production), maka dasar samudera
(ocean seafloor) dan lapisan-lapisan di bawah dasar laut yang luas
masih banyak mengandung misteri terhadap asal mula dan
perkembangannya (origin and development), serta potensi
sumber daya tak terbarukan (non renewable resources) seperti
minyak dan gas bumi, berbagai mineral yang terkubur di
dalamnya.
Pemahaman awal dari dasar samudera (ocean floor) pada
beberapa abad yang lalu dipersepsikan bahwa dasar laut
merupakan suatu yang datar dan halus (flat and smooth), dalam
kondisi yang tenang dan statis (silent and static). Namun, setelah
para
pionir
penjelajah
samudera
melakukan
serangkaian
penelitian pada dasar samudera. Baik dengan metoda yang
primitif dengan mengukur kedalaman dasar laut menggunakan
tali yang diberi pemberat, sampai datangnya teknologi yang
digunakan pada perang dunia I yaitu pemeruman dasar laut ‘echo
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
2
sounder’, akhirnya di abad 21 dengan teknologi pemetaan dasar
laut menyamping (swatch seafloor mapping) yang dapat mencitra
dasar laut (seafloor mozaic images) seperti halnya citra satelit
dari ruang angkasa (space satellite image), maka telah terjadi
revolusi terhadap pemahaman dasar laut.
Secara umum dasar laut ternyata tidak datar, bila air laut kita
ambil, maka akan terdapat muncul ekspresi dari bentang alam
(morfologi) seperti halnya yang terdapat di daratan (benua).
Suatu morfologi dataran yang luas dan dangkal (shallow deep)
diekspresikan sebagai Paparan Benua (continental shelf), yang
melanjut dengan bagian lereng (continental slope), jendul benua
(continental rise), dan berakhir di cekungan samudera (ocean
basin).
Kesatuan morfologi dasar laut tersebut sebagai suatu sistem
tepian benua pasif (passive continental margin). Seperti halnya
yang terkenal adalah sistem tepian benua pasif Atlantik (Atlantic
Passive Contiental Margin), atau Tepian Pasif Benua Australia
(Australian Passive Continental Margin) di tenggara Indonesia.
Morfologi jalur
pegunungan
(mountain belt),
punggungan
gunungapi (volcanic ridge), pematang di tengah samudera (midoceanic ridge), atau gununglaut (seamount) dikelilingi lautan.
Demikian pula terdapat daerah depresi baik berbentuk sebagai
sistem cekungan samudera (ocean basin sistem), cekungan tepian
(marginal sea), cekungan busur muka (forearc basin) dan
cekungan busur belakang (backarc basin) diantara pulau volkanis
(volcanic arc), dan yang sangat ekstrim adalah berkembangnya
suatu sistem parit samudera (ocean trench) dengan kedalaman
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
3
mencapai 11.000 meter (Mariana Trench), serta Palung dalam
(deep trough) sebagai hasil dari konvergensi aktif parit-busur
(active convergence trench-arc) maupun aktif tumbukan tepian
benua dengan sistem busur (active collision continental marginisland arc) sebagaimana yang dapat diamati di sepanjang Palung
Timor (Timor Trough).
Dengan demikian revolusi terhadap pemahaman pada lautan
secara umum dan khususnya dasar samudera dalam (deep seaoceanfloor) adalah Dasar Laut merupakan kawasan yang dinamis
dengan morfologi yang komplek seperti halnya daratan, dan
proses-proses di dasar laut dalam yang terjadi saat ini dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui pembentukan
dan perkembangan masa daratan yang telah mengalami proses
pengangkatan seperti halnya Pegunungan Himalaya atau Puncak
Salju di Irian Jaya ‘the present is the key to the past’.
Namun, sejak tahun 1960an telah berkembang suatu paradigma
baru tentang tektonik global (global tectonics). Yang selanjutnya
telah diterima secara universal untuk menjelaskan kejadian Planet
Samudera (Ocean Planet origin).
Evolusi konsepsi pembentukan dan perkembangan sistem
samudera global (global ocean system) diawali dengan hipotesis
pengapungan benua (continental drift). Yang intinya menyatakan
bahwa sekitar 250 juta tahun yang lalu bumi tempat kita berpijak,
menjalankan kehidupan sebagai umat manusia ini, menyatu padu
sebagai
suatu
kontinen
tunggal
(single
continent)
atau
Superkontinen disebut sebagai Pangea.
Pembuktian yang digunakan pada hipotesa Continental Drift
tersebut antara lain adalah adanya kesamaan fosil fauna dan flora,
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
4
garis pantai regional (regional coastline) antara Benua Afrika
dengan Amerika.
Namun, sangat sulit diterima pengendali mekanisme yang
demikian dahsyat, sehingga dapat menyebabkan kontinen super
(super continent) terpecahkan (breakup) selanjutnya mengapung
(drifting) sampai pada posisinya yang sekarang ini.
Mekanisme Continental Drift akhirnya semakin terjawab dan
diterima oleh pakar kebumian sejagat (world geoscientists), yaitu
dengan dikembangkannya hipotesa aliran konveksi (convection
current) yang dikendalikan oleh pergerakan yang dinamis dari
lapisan selubung bumi (Earth’s mantle) yang panas dan relatif
cair, dimana bergerak ke atas melalui kerak bumi (earth crust),
sehingga Pangea telah saling memisahkan diri (breakup).
Sementara itu teori pemekaran dasar samudera (seafloor
spreading) telah terpilih sebagai salah satu alternatif pengendali
mekanisme yang dapat menjelaskan secara meyakinkan sehingga
benua yang kaku dan tebal (thick and rigid) dapat mengapung
(drifting) dibarengi dengan proses pemekaran dasar samudera
(seafloor spreading) di pematang tengah samudera (mid-ocean
ridge) yang sekarang.
Ketiga teori awal tersebut telah menjadi pilar utama terhadap
dikembangkannya Paradigma Baru Tektonik Dunia Yang Baru
(New Paradigm of the new Global Tectonics) yaitu tektonik
lempeng (Plate Tectonics), yang akhirnya telah diterima secara
universal oleh seluruh jagat ini. Bukan saja untuk menjelaskan
tatanan sistem samudera yang luas yang dibatasi oleh benua dan
masa daratan (landmass) lainnya, tapi juga digunakan sebagai alat
bantu pemikiran (knowledge tools) untuk prospek sumber daya
alam tak terbarukan (nonrenewable resources) antara lain minyak
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
5
dan gas bumi dan mineral, yang terkandung pada lapisan-lapisan
di bawah dasar laut (submarine floor) dan dekat dasar laut (near
seafloor).
Pada intinya teori tektonik lempeng (plate tectonics) menyatakan
bahwa bagian atas dari kerak bumi (Earth crust) kita terdiri dari
lempeng-lempeng litosfera kaku (rigid plate) dapat terdiri dari
kerak benua (continental crust), kerak samudera (oceanic crust),
atau terdiri dari kerak samudera dan kontinen seperti halnya
Lempeng India-Australia di sebelah luar di bagian barat (Sumatra)
dan selatan (Jawa-NTB) dari wilayah Indonesia.
Lempeng tektonik (tectonic plates) tersebut bergerak relatif satu
terhadap lainnya. Pergerakan lempeng ini membentuk tepian pada
batas-batas
(convergence
lempeng
margin)
(plate
bila
boundary)
lempeng
yaitu
saling
konvergensi
bertumbukan,
divergensi (divergence margin) lempeng saling menjauhi, dan
transform (transform margin) lempeng yang saling berpapasan.
Hal yang menakjubkan dari Paradigma Tektonik Lempeng
tersebut adalah bahwa jalur pegunungan (mountain belts) seperti
halnya Pegunungan Himalaya telah dibentuk oleh mekanisme
tumbukan tektonik (collision tectonics) antara lempeng benua
Asia dengan benua India (Asia-India continental collision).
Nantinya, proses tumbukan benua tersebut telah memberikan
dampak berkembangnya tektonik ekstensi (extensional tectonic),
antara lain dengan membentuk cekungan peregangan (rift basin)
di sistem Paparan Sunda, yang saat ini menjadi unggulan sebagai
cekungan minyak Tersier (Tertiary Oil Basin) yang telah
berproduksi sejak puluhan tahun yang lalu.
Seiring dengan perjalanan waktu jutaan tahun, proses
pembentukan kerak samudera baru (creation of new ocean crust)
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
6
dibarengi fenomena penunjaman lempeng samudera (oceanic
crust subduction) di bawah lempeng kontinen pada parit
samudera (ocean trench) berasosiasi dengan pembentukan busur
kepulauan (island arc).
Rangkaian ini merupakan suatu ‘penghilangan/pemusnahan kerak
samudera’ (destruction of oceanic crust), merupakan suatu siklus
perulangan
(recurrent
cycles)
yang
membentuk
dinamika
keseimbangan bumi (equilibrium Earth dynamic).
Globalisasi tektonik dunia yang baru (New Global Tectonics)
tersebut,
juga
telah
berperan
dalam
membentuk
Negara
Kepulauan (Archipelagic State) Indonesia yang bercirikan sebagai
Nusantara, bahkan dengan kompleksitasnya
yang sangat luar
biasa.
• Wilayah
Laut
dari
NKI:
memberikan
harapan
sekaligus tantangan
Indonesia yang berkembang di katulistiwa Asia-Pasifik
merupakan suatu Negara Kepulauan (archipelagic state) dimana
dua pertiga dari wilayahnya merupakan lautan, yang didominasi
oleh laut dalam (deep sea).
Disamping wilayahnya yang luas tersebut, ia juga mempunyai
mosaik fisiografi yang sangat bervariasi dari paparan kontinen
(continental shelf), lereng kontinen (continental slope), parit
samudera (ocean trench), palung dalam (deep sea trough),
cekungan samudera (ocean basin), cekungan tepian (marginal
basin) dan sistem punggungan (ridge) dan oceanic plateau.
• Kekomplekan tatanan geologi dan tektonik Indonesia
Wilayah laut yang luas, dan didominasi oleh laut dalam
tersebut, menjadi semakin mengagumkan kita semua, karena ciriciri mosaik fisiografi yang beragam tersebut telah dikendalikan
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
7
oleh mekanisme (driving force mechanism) interaksi dari tiga
lempeng litosfera utama (major litospheric plates) yaitu Lampeng
India-Australia di barat dan selatan, Lempeng Pasifik di Timur,
dan Lempeng Eurasia di Utara.
Disamping
juga
terlibatnya
lempeng-lempeng
mikro
yaitu
Lempeng Burma dan Sunda di baratlaut, dan Lempeng Filipina di
Utara.
Perkembangan tektonik khususnya kawasan laut dalam di
Indonesia Timur demikian dahsyat, karena melibatkan proses
tumbukan tektonik (collision tektonic) terutama tepian kontinen
Australia
dengan
Busur
Banda,
continental margin collision)
(Banda
Arc-Australian
dan pengeratan (slivering),
pemisahan (displaced), dan penenggelaman (submerged) keratan
tepian benua Australia serta pemerangkapan (trapped) kerak
samudera tua (old oceanic crust) Samudera India di posisi
Cekungan busur belakang Banda yang modern(Modern Banda
Backarc Basin).
Kekompleken pada pola struktur dan tektonik tersebut telah
menjadikan Indonesia sebagai suatu laboratorium alami (natural
laboratory) yang terlengkap di dunia, yang dapat digunakan
sebagai model dari pembentukan jalur pengunungan (orogenic
belts) di dunia pada ratusan juta tahun yang lalu, dengan filosofi
‘sekarang merupakan kunci masa lalu (The Present is The Key To
The Past).
• Arah
kecenderungan
pengelolaan
dan
pendayagunaan sumber daya mineral
Ketika bangsa ini sebagai salah satu masyarakat dunia
sedang berupaya dengan sepenuh dayanya untuk mengejar
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
8
ketinggalan terutama di bidang ekonomi dan kesejahteraan pasca
krisis ekonomi dari negara-negara lainnya.
Peningkatan pembangunan tersebut memerlukan dukungan
keamanan pasokan minyak (oil supply security sustainable) yang
berkelanjutan. Dengan demikian salah satu
tantangan cukup
serius yang kita hadapi untuk menopang ambisi tersebut, adalah
jumlah cadangan terbukti (proved reserve) serta produksi minyak
bumi semakin menurun. Salah satu arah solusi adalah dengan
meningkatkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi
untuk meningkatkan cadangan dan produksi, agar kita terhindar
sebagai negara net importer minyak.
Untuk itu suatu peluang adalah dengan meningkatkan kegiatan
inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya minyak bumi dan
mineral di wilayah laut, yang merupakan suatu harapan baru
sekaligus tantangan.
Sebagai hasil kajian aspek strategis di Lemhannas beberapa
tahun yang lalu penulis masih bermimpi agar dalam waktu yang
tidak lama lagi di Indonesia dapat dibentuk suatu Perusahaan
Minyak Lepas Pantai (the offshore oil company), disamping
dibangunnya suatu kapal riset khusus dengan misi geologi
kelautan dan eksplorasi (Marine Geology and Exploration
MAGEX).
• Pelajaran dari bencana geologi ditimbulkan proses
tektonik lempeng (gempa dan tsunami)
Disamping wilayah lautan yang luas memberikan harapan
untuk dimanfaatan untuk menopang pembangunan nasional,
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
9
melalui pendayagunaan sumber daya alam energi dan mineral ke
depan.
Kerangka geologi dan tektonik Negara Kepulauan yang komplek
tersebut menyebabkan secara alami kita menghadapi ancaman
bencana geologi (geological hazard) yang serius.
Gempa bumi diikuti dengan Tsunami di NAD (2004) dan Flores
(2002) merupakan salah satu contoh nyata tragedi bencana alam
gempa
bumi
dan
tsunami
dikendalikan
oleh
mekanisme
konvergensi condong (oblique convergence) lempeng IndoAustralia di bawah lempeng Eurasia di barat laut Sumatera, dan
pembalikan sistem busur (arc reversal polarity) di Cekungan
busur belakang Flores (Flores backarc basin).
• Keterlibatan
sejak
tahun
1980
dalam
upaya
memahami bumi tatanan geologi, tektonik dan
prospek SDA dan bencana geologi dari bumi di bawah
birunya laut dan samudera: Konsepsi, Teknologi,
Pendayagunaan data dan informasi untuk Industri.
Penulis sangat beruntung, karena selama kurang lebih 20 (dua
puluh) tahun telah terlibat secara langsung (direct involvement)
dari suatu misi bersama (common mission) agar bangsa ini dapat
mewujudkan impiannya untuk menjadi tuan rumah di
negaranya sendiri, dalam memahami (understanding) dan
menangani (handling) kerumitan dari tatanan geologi dan
tektonik dari bagian bumi yang ditutupi birunya lautan Indonesia.
Yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya energi dan mineral,
serta meminimalkan bencana alam (geological hazard) yang
disebabkan oleh dinamika lempeng tektonik (tectonic plate
dynamic).
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
10
Selama kurun waktu tersebut telah dilakukan beberapa
langkah strategis dan operasional yaitu:
dalam rangka mendapatkan pembuktian (evidence) dan
penyempurnaan
(improvement)
di
lapangan
terhadap
implementasi dari teori tektonik lempeng,
melaksanakan serangkaian ekspedisi di berbagai provinsi
morfo-tektonik terpilih (selected morpho-tectonic provinces),
menerapkan dan inovasi teknologi penelitian yang beberapa
diantaranya merupakan yang baru pertama kalinya diterapkan
di Indonesia dan atau Asia Tenggara,
memprakarsai penghimpunan data dan informasi secara
terpadu, antara lain untuk pertama kalinya mengembangkan
penerapan Sistem Informasi Geografi dan atlas digital (digital
mapping) sebagai pionir saat itu.
penulis ikut berperan dalam memasyarakatkan disiplin geologi
dan geologi marin di Indonesia pada umumnya, dan khususnya
sebagai pemrakarsa mempopulerkan teknologi penginderaan
jauh (remote sensing) untuk mencitra dasar laut sebagaimana
citra satelit dari ruang angkasa mencitra daratan.
Mengintegrasikan kegiatan Inev berbasis knowledge
ilmu
kebumian dengan kemungkinan penerapan di industri migas,
antara lain:
a. Dianugrahi Research Grant dari industri migas di Amerika
Serikat untuk mengembangkan Atlas Digital ‘Structural
Style and Tectonic Development of Eastern Indonesia’
b. Ditunjuk oleh IAGI sebagai anggota fact finding prospek
Migas di Celah Timor, mendampingi Prof. Dr. J. A, Katilli,
mantan Dirjen Pertambangan Umum, KESDM
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
11
c. Ditujuk
Pemerintah
Indonesia
sebagai
representatif
kerjasama Penyelidikan Seismik Dalam untuk memperjelas
arsitektur ‘play migas’ di Zona Kerjasama Celah Timor,
bersama
Australian
Geological
Survey
Organisation
(AGSO)
d. Bekerjasama dengan British Petroleum untuk menyusun
paper ilmiah dan dipresentasikan di Indonesia Petroleum
Association
e. Dianugrahi Pemerintah, Dewan Riset Nasional sebagai
Peneliti Terbaik Indonesia bidang Kebumian, berdasarkan
Riset terkait tema Perkembangan Geologi dan Prospek
Migas Laut Dalam di Cekungan Makassar dan sekitarnya
f. Bersama Tim CGG dan Elnusa memberikan konsultasi
pembangunan Sistem Informasi Terpadu Eksplorasi Migas
‘Cyber’ di Jian Eksplorasi Pertamina, salah satunya
menyajikan Paper bersama di Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Ahli Geologi Indonesia
g. Diberi kesempatan menyajikan ‘Poster Session” IPA tahun
1994 hasil inovasi penerapan pertama kalinya di Asia
Tenggara ‘Deep Seismic Profiling (16-25 twt) BandaAustralian Margin’
•
Go to the sea, deep sea, eastern Indonesia deep sea
frontier region
Geologi (termasuk geofisika) kelautan (marine geology)
sebagai suatu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berdedikasi
untuk mempelajari dasar laut dan lapisan-lapisan di bawahnya
yang ditutupi air laut, merupakan disiplin ilmu kebumian
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
12
(geosciences)
yang
relatif
muda
dibandingkan
dengan
pedahulunya geosain daratan (terrestrial geosciences).
Dalam
sistem
Taktebarukan
pendayagunaan
Lautan
(marine
Sumber
utilization
Daya
Alam
non-renewable
resources system), geologi kelautan pada hakekatnya merupakan
salah satu proses masukan (input proses) dalam kerangka
mendukung kegiatan inventarisasi dan evaluasi potensi kekayaan
sumber daya alam (SKA) energi dan mineral, melalui serangkaian
kegiatan yaitu survei (survey), penelitian & pengembanan
(research&development), eksplorasi dan eksploitasi (exploration),
di pada laut nasional dan yurisdiksi Indonesia.
Hasil Inventory and Evalaution (Inev) tersebut digunakan
sebagai baseline yang sangat bernilai oleh industri dalam
melaksanakan eksploitasi pertambangan minyak bumi dan
mineral. Yang pada akhirnya dapat meningkatkan kontribusi
sektor ESDM pada pembangunan nasional.
Suatu hal signifikan dan bersejarah telah terjadi, saat tahun
2003 minyak bumi telah diproduksi dari lapangan minyak laut
dalam (deep sea oil field) West Seno, dengan kedalaman dasar
laut lebih dari 900 meter di Cekungan Makassar. Impian untuk
menghasilkan minyak di lautan dalam yang telah menjadi
kenyataan, menjadi semakin bermakna, dengan diketemukannya
indikasi dari ‘gas hidrat’ (hydrate gas) di lautan dalam di
Cekungan Makassar Utara.
Pengembangan Migas di lautan Indonesia menjadi semakin
memberikan optimismenya. Hal ini dengan telah diresmikannya
penggunaan fasilitas Pengolahan Apung Belanak di Laut Natuna,
yang merupakan salah satu fasilitas yang tercanggih di kawasan
Indonesia dan Asia Tenggara.
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
13
Walaupun
industri
pertambangan
mineral
lautan
di
Indonesia saat ini masih bertumpu pada Eksploitasi Timah laut
dangkal sistem Paparan Sunda (Sunda Shelf System) di P. Bangka
Belitung. Namun teknologi penambangan laut dalam (deep sea
mining) di seluruh dunia saat ini semakin berkembang.
Benang
merah
perkembangan
tersebut
hendaknya
digunakan sebagai momentum dan peluang (opportunity and a
momentum)
untuk
lebih
menggelorakan
kembali
bangsa
Indonesia, untuk semakin menoleh dan memberikan perhatian
pada laut (go to the Sea), menjelajahi ke laut dalam (go to deep
Sea), mengungkap misteri di laut dalam Indonesia Timur yang
sebagian besar masih menjadi daerah frontier (go to East).
Buku DI BAWAH BIRUNYA LAUT DALAM: Harapan
dan Tantangan merupakan suatu upaya untuk mengungkap
misteri kerumitan tatanan geologi dan tektonik bagian bumi di
Indonesia pada umumnya dan khususnya di Timur Indonesia yang
sebagian besar ditutupi oleh laut dalam.
Buku ini dipersembahkan penulis sebagai alat bantu (tool) dan
referensi guna meningkatkan pendayagunaan sumber daya energi
dan mineral di laut dalam dari sistem Negara Kepulauan
(archipelagic state system), serta mengurangi dampak bencana
alam geologi yang mungkin ditimbulkannya.
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
14
LAUT DALAM: Harapan
dan Tantangan
Go to the sea, deep sea,
eastern Indonesia deep
sea frontier region
PROLOG
Planet samudera (Ocean Planet)
Lautan (the Ocean) mencakup laut dan Samudera (Sea and
Ocean) yang menutupi dua pertiga (70%) dari permukaan Planet
Bumi (Planet Earth), dimana di dalamnya adalah Wilayah Laut
Indonesia yang berkembang diantara Samudera Hindia dan
Pasifik (Indian and Pacific Ocean), sampai saat ini sebagian besar
masih merupakan suatu kawasan yang relatif kurang diketahui
(frontier region).
Bila selama ini puluhan-ratusan
astronaut, termasuk
diantaranya turis astronaut telah berhasil menjelajahi ruang
angkasa
(space)
untuk
melakukan
serangkaian
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
eksplorasi
1
terhadap planet Bulan, Mars dan tentunya planet Bumi, dan lainlainnya.
Hal ini menjadi sangat kontras, karena sampai tahun 2003 baru
tercatat dua manusia yang telah berhasil menjelajahi dasar laut
dalam (deep seafloor) dengan menggunakan kapal selam
penelitian (scientific submarine vessel) mencapai pada kedalaman
lebih dari 6000 meter, yang sangat gelap karena tidak ada
penetrasi dari cahaya matahari yang dapat masuk, serta penuh
dengan kabut lumpur (cloudy mud).
Dengan demikian ketika sebagian besar sumber daya energi
dan mineral yang selama ini telah dieksploitasi dari daratan
(onshore), dan saat ini mulai menunjukkan tahapan yang sudah
sangat
matang
(over
mature),
sehingga
produksi
mulai
mengalami deplesi (depleted production), maka dasar samudera
(ocean seafloor) dan lapisan-lapisan di bawah dasar laut yang luas
masih banyak mengandung misteri terhadap asal mula dan
perkembangannya (origin and development), serta potensi
sumber daya tak terbarukan (non renewable resources) seperti
minyak dan gas bumi, berbagai mineral yang terkubur di
dalamnya.
Pemahaman awal dari dasar samudera (ocean floor) pada
beberapa abad yang lalu dipersepsikan bahwa dasar laut
merupakan suatu yang datar dan halus (flat and smooth), dalam
kondisi yang tenang dan statis (silent and static). Namun, setelah
para
pionir
penjelajah
samudera
melakukan
serangkaian
penelitian pada dasar samudera. Baik dengan metoda yang
primitif dengan mengukur kedalaman dasar laut menggunakan
tali yang diberi pemberat, sampai datangnya teknologi yang
digunakan pada perang dunia I yaitu pemeruman dasar laut ‘echo
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
2
sounder’, akhirnya di abad 21 dengan teknologi pemetaan dasar
laut menyamping (swatch seafloor mapping) yang dapat mencitra
dasar laut (seafloor mozaic images) seperti halnya citra satelit
dari ruang angkasa (space satellite image), maka telah terjadi
revolusi terhadap pemahaman dasar laut.
Secara umum dasar laut ternyata tidak datar, bila air laut kita
ambil, maka akan terdapat muncul ekspresi dari bentang alam
(morfologi) seperti halnya yang terdapat di daratan (benua).
Suatu morfologi dataran yang luas dan dangkal (shallow deep)
diekspresikan sebagai Paparan Benua (continental shelf), yang
melanjut dengan bagian lereng (continental slope), jendul benua
(continental rise), dan berakhir di cekungan samudera (ocean
basin).
Kesatuan morfologi dasar laut tersebut sebagai suatu sistem
tepian benua pasif (passive continental margin). Seperti halnya
yang terkenal adalah sistem tepian benua pasif Atlantik (Atlantic
Passive Contiental Margin), atau Tepian Pasif Benua Australia
(Australian Passive Continental Margin) di tenggara Indonesia.
Morfologi jalur
pegunungan
(mountain belt),
punggungan
gunungapi (volcanic ridge), pematang di tengah samudera (midoceanic ridge), atau gununglaut (seamount) dikelilingi lautan.
Demikian pula terdapat daerah depresi baik berbentuk sebagai
sistem cekungan samudera (ocean basin sistem), cekungan tepian
(marginal sea), cekungan busur muka (forearc basin) dan
cekungan busur belakang (backarc basin) diantara pulau volkanis
(volcanic arc), dan yang sangat ekstrim adalah berkembangnya
suatu sistem parit samudera (ocean trench) dengan kedalaman
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
3
mencapai 11.000 meter (Mariana Trench), serta Palung dalam
(deep trough) sebagai hasil dari konvergensi aktif parit-busur
(active convergence trench-arc) maupun aktif tumbukan tepian
benua dengan sistem busur (active collision continental marginisland arc) sebagaimana yang dapat diamati di sepanjang Palung
Timor (Timor Trough).
Dengan demikian revolusi terhadap pemahaman pada lautan
secara umum dan khususnya dasar samudera dalam (deep seaoceanfloor) adalah Dasar Laut merupakan kawasan yang dinamis
dengan morfologi yang komplek seperti halnya daratan, dan
proses-proses di dasar laut dalam yang terjadi saat ini dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui pembentukan
dan perkembangan masa daratan yang telah mengalami proses
pengangkatan seperti halnya Pegunungan Himalaya atau Puncak
Salju di Irian Jaya ‘the present is the key to the past’.
Namun, sejak tahun 1960an telah berkembang suatu paradigma
baru tentang tektonik global (global tectonics). Yang selanjutnya
telah diterima secara universal untuk menjelaskan kejadian Planet
Samudera (Ocean Planet origin).
Evolusi konsepsi pembentukan dan perkembangan sistem
samudera global (global ocean system) diawali dengan hipotesis
pengapungan benua (continental drift). Yang intinya menyatakan
bahwa sekitar 250 juta tahun yang lalu bumi tempat kita berpijak,
menjalankan kehidupan sebagai umat manusia ini, menyatu padu
sebagai
suatu
kontinen
tunggal
(single
continent)
atau
Superkontinen disebut sebagai Pangea.
Pembuktian yang digunakan pada hipotesa Continental Drift
tersebut antara lain adalah adanya kesamaan fosil fauna dan flora,
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
4
garis pantai regional (regional coastline) antara Benua Afrika
dengan Amerika.
Namun, sangat sulit diterima pengendali mekanisme yang
demikian dahsyat, sehingga dapat menyebabkan kontinen super
(super continent) terpecahkan (breakup) selanjutnya mengapung
(drifting) sampai pada posisinya yang sekarang ini.
Mekanisme Continental Drift akhirnya semakin terjawab dan
diterima oleh pakar kebumian sejagat (world geoscientists), yaitu
dengan dikembangkannya hipotesa aliran konveksi (convection
current) yang dikendalikan oleh pergerakan yang dinamis dari
lapisan selubung bumi (Earth’s mantle) yang panas dan relatif
cair, dimana bergerak ke atas melalui kerak bumi (earth crust),
sehingga Pangea telah saling memisahkan diri (breakup).
Sementara itu teori pemekaran dasar samudera (seafloor
spreading) telah terpilih sebagai salah satu alternatif pengendali
mekanisme yang dapat menjelaskan secara meyakinkan sehingga
benua yang kaku dan tebal (thick and rigid) dapat mengapung
(drifting) dibarengi dengan proses pemekaran dasar samudera
(seafloor spreading) di pematang tengah samudera (mid-ocean
ridge) yang sekarang.
Ketiga teori awal tersebut telah menjadi pilar utama terhadap
dikembangkannya Paradigma Baru Tektonik Dunia Yang Baru
(New Paradigm of the new Global Tectonics) yaitu tektonik
lempeng (Plate Tectonics), yang akhirnya telah diterima secara
universal oleh seluruh jagat ini. Bukan saja untuk menjelaskan
tatanan sistem samudera yang luas yang dibatasi oleh benua dan
masa daratan (landmass) lainnya, tapi juga digunakan sebagai alat
bantu pemikiran (knowledge tools) untuk prospek sumber daya
alam tak terbarukan (nonrenewable resources) antara lain minyak
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
5
dan gas bumi dan mineral, yang terkandung pada lapisan-lapisan
di bawah dasar laut (submarine floor) dan dekat dasar laut (near
seafloor).
Pada intinya teori tektonik lempeng (plate tectonics) menyatakan
bahwa bagian atas dari kerak bumi (Earth crust) kita terdiri dari
lempeng-lempeng litosfera kaku (rigid plate) dapat terdiri dari
kerak benua (continental crust), kerak samudera (oceanic crust),
atau terdiri dari kerak samudera dan kontinen seperti halnya
Lempeng India-Australia di sebelah luar di bagian barat (Sumatra)
dan selatan (Jawa-NTB) dari wilayah Indonesia.
Lempeng tektonik (tectonic plates) tersebut bergerak relatif satu
terhadap lainnya. Pergerakan lempeng ini membentuk tepian pada
batas-batas
(convergence
lempeng
margin)
(plate
bila
boundary)
lempeng
yaitu
saling
konvergensi
bertumbukan,
divergensi (divergence margin) lempeng saling menjauhi, dan
transform (transform margin) lempeng yang saling berpapasan.
Hal yang menakjubkan dari Paradigma Tektonik Lempeng
tersebut adalah bahwa jalur pegunungan (mountain belts) seperti
halnya Pegunungan Himalaya telah dibentuk oleh mekanisme
tumbukan tektonik (collision tectonics) antara lempeng benua
Asia dengan benua India (Asia-India continental collision).
Nantinya, proses tumbukan benua tersebut telah memberikan
dampak berkembangnya tektonik ekstensi (extensional tectonic),
antara lain dengan membentuk cekungan peregangan (rift basin)
di sistem Paparan Sunda, yang saat ini menjadi unggulan sebagai
cekungan minyak Tersier (Tertiary Oil Basin) yang telah
berproduksi sejak puluhan tahun yang lalu.
Seiring dengan perjalanan waktu jutaan tahun, proses
pembentukan kerak samudera baru (creation of new ocean crust)
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
6
dibarengi fenomena penunjaman lempeng samudera (oceanic
crust subduction) di bawah lempeng kontinen pada parit
samudera (ocean trench) berasosiasi dengan pembentukan busur
kepulauan (island arc).
Rangkaian ini merupakan suatu ‘penghilangan/pemusnahan kerak
samudera’ (destruction of oceanic crust), merupakan suatu siklus
perulangan
(recurrent
cycles)
yang
membentuk
dinamika
keseimbangan bumi (equilibrium Earth dynamic).
Globalisasi tektonik dunia yang baru (New Global Tectonics)
tersebut,
juga
telah
berperan
dalam
membentuk
Negara
Kepulauan (Archipelagic State) Indonesia yang bercirikan sebagai
Nusantara, bahkan dengan kompleksitasnya
yang sangat luar
biasa.
• Wilayah
Laut
dari
NKI:
memberikan
harapan
sekaligus tantangan
Indonesia yang berkembang di katulistiwa Asia-Pasifik
merupakan suatu Negara Kepulauan (archipelagic state) dimana
dua pertiga dari wilayahnya merupakan lautan, yang didominasi
oleh laut dalam (deep sea).
Disamping wilayahnya yang luas tersebut, ia juga mempunyai
mosaik fisiografi yang sangat bervariasi dari paparan kontinen
(continental shelf), lereng kontinen (continental slope), parit
samudera (ocean trench), palung dalam (deep sea trough),
cekungan samudera (ocean basin), cekungan tepian (marginal
basin) dan sistem punggungan (ridge) dan oceanic plateau.
• Kekomplekan tatanan geologi dan tektonik Indonesia
Wilayah laut yang luas, dan didominasi oleh laut dalam
tersebut, menjadi semakin mengagumkan kita semua, karena ciriciri mosaik fisiografi yang beragam tersebut telah dikendalikan
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
7
oleh mekanisme (driving force mechanism) interaksi dari tiga
lempeng litosfera utama (major litospheric plates) yaitu Lampeng
India-Australia di barat dan selatan, Lempeng Pasifik di Timur,
dan Lempeng Eurasia di Utara.
Disamping
juga
terlibatnya
lempeng-lempeng
mikro
yaitu
Lempeng Burma dan Sunda di baratlaut, dan Lempeng Filipina di
Utara.
Perkembangan tektonik khususnya kawasan laut dalam di
Indonesia Timur demikian dahsyat, karena melibatkan proses
tumbukan tektonik (collision tektonic) terutama tepian kontinen
Australia
dengan
Busur
Banda,
continental margin collision)
(Banda
Arc-Australian
dan pengeratan (slivering),
pemisahan (displaced), dan penenggelaman (submerged) keratan
tepian benua Australia serta pemerangkapan (trapped) kerak
samudera tua (old oceanic crust) Samudera India di posisi
Cekungan busur belakang Banda yang modern(Modern Banda
Backarc Basin).
Kekompleken pada pola struktur dan tektonik tersebut telah
menjadikan Indonesia sebagai suatu laboratorium alami (natural
laboratory) yang terlengkap di dunia, yang dapat digunakan
sebagai model dari pembentukan jalur pengunungan (orogenic
belts) di dunia pada ratusan juta tahun yang lalu, dengan filosofi
‘sekarang merupakan kunci masa lalu (The Present is The Key To
The Past).
• Arah
kecenderungan
pengelolaan
dan
pendayagunaan sumber daya mineral
Ketika bangsa ini sebagai salah satu masyarakat dunia
sedang berupaya dengan sepenuh dayanya untuk mengejar
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
8
ketinggalan terutama di bidang ekonomi dan kesejahteraan pasca
krisis ekonomi dari negara-negara lainnya.
Peningkatan pembangunan tersebut memerlukan dukungan
keamanan pasokan minyak (oil supply security sustainable) yang
berkelanjutan. Dengan demikian salah satu
tantangan cukup
serius yang kita hadapi untuk menopang ambisi tersebut, adalah
jumlah cadangan terbukti (proved reserve) serta produksi minyak
bumi semakin menurun. Salah satu arah solusi adalah dengan
meningkatkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi
untuk meningkatkan cadangan dan produksi, agar kita terhindar
sebagai negara net importer minyak.
Untuk itu suatu peluang adalah dengan meningkatkan kegiatan
inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya minyak bumi dan
mineral di wilayah laut, yang merupakan suatu harapan baru
sekaligus tantangan.
Sebagai hasil kajian aspek strategis di Lemhannas beberapa
tahun yang lalu penulis masih bermimpi agar dalam waktu yang
tidak lama lagi di Indonesia dapat dibentuk suatu Perusahaan
Minyak Lepas Pantai (the offshore oil company), disamping
dibangunnya suatu kapal riset khusus dengan misi geologi
kelautan dan eksplorasi (Marine Geology and Exploration
MAGEX).
• Pelajaran dari bencana geologi ditimbulkan proses
tektonik lempeng (gempa dan tsunami)
Disamping wilayah lautan yang luas memberikan harapan
untuk dimanfaatan untuk menopang pembangunan nasional,
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
9
melalui pendayagunaan sumber daya alam energi dan mineral ke
depan.
Kerangka geologi dan tektonik Negara Kepulauan yang komplek
tersebut menyebabkan secara alami kita menghadapi ancaman
bencana geologi (geological hazard) yang serius.
Gempa bumi diikuti dengan Tsunami di NAD (2004) dan Flores
(2002) merupakan salah satu contoh nyata tragedi bencana alam
gempa
bumi
dan
tsunami
dikendalikan
oleh
mekanisme
konvergensi condong (oblique convergence) lempeng IndoAustralia di bawah lempeng Eurasia di barat laut Sumatera, dan
pembalikan sistem busur (arc reversal polarity) di Cekungan
busur belakang Flores (Flores backarc basin).
• Keterlibatan
sejak
tahun
1980
dalam
upaya
memahami bumi tatanan geologi, tektonik dan
prospek SDA dan bencana geologi dari bumi di bawah
birunya laut dan samudera: Konsepsi, Teknologi,
Pendayagunaan data dan informasi untuk Industri.
Penulis sangat beruntung, karena selama kurang lebih 20 (dua
puluh) tahun telah terlibat secara langsung (direct involvement)
dari suatu misi bersama (common mission) agar bangsa ini dapat
mewujudkan impiannya untuk menjadi tuan rumah di
negaranya sendiri, dalam memahami (understanding) dan
menangani (handling) kerumitan dari tatanan geologi dan
tektonik dari bagian bumi yang ditutupi birunya lautan Indonesia.
Yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya energi dan mineral,
serta meminimalkan bencana alam (geological hazard) yang
disebabkan oleh dinamika lempeng tektonik (tectonic plate
dynamic).
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
10
Selama kurun waktu tersebut telah dilakukan beberapa
langkah strategis dan operasional yaitu:
dalam rangka mendapatkan pembuktian (evidence) dan
penyempurnaan
(improvement)
di
lapangan
terhadap
implementasi dari teori tektonik lempeng,
melaksanakan serangkaian ekspedisi di berbagai provinsi
morfo-tektonik terpilih (selected morpho-tectonic provinces),
menerapkan dan inovasi teknologi penelitian yang beberapa
diantaranya merupakan yang baru pertama kalinya diterapkan
di Indonesia dan atau Asia Tenggara,
memprakarsai penghimpunan data dan informasi secara
terpadu, antara lain untuk pertama kalinya mengembangkan
penerapan Sistem Informasi Geografi dan atlas digital (digital
mapping) sebagai pionir saat itu.
penulis ikut berperan dalam memasyarakatkan disiplin geologi
dan geologi marin di Indonesia pada umumnya, dan khususnya
sebagai pemrakarsa mempopulerkan teknologi penginderaan
jauh (remote sensing) untuk mencitra dasar laut sebagaimana
citra satelit dari ruang angkasa mencitra daratan.
Mengintegrasikan kegiatan Inev berbasis knowledge
ilmu
kebumian dengan kemungkinan penerapan di industri migas,
antara lain:
a. Dianugrahi Research Grant dari industri migas di Amerika
Serikat untuk mengembangkan Atlas Digital ‘Structural
Style and Tectonic Development of Eastern Indonesia’
b. Ditunjuk oleh IAGI sebagai anggota fact finding prospek
Migas di Celah Timor, mendampingi Prof. Dr. J. A, Katilli,
mantan Dirjen Pertambangan Umum, KESDM
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
11
c. Ditujuk
Pemerintah
Indonesia
sebagai
representatif
kerjasama Penyelidikan Seismik Dalam untuk memperjelas
arsitektur ‘play migas’ di Zona Kerjasama Celah Timor,
bersama
Australian
Geological
Survey
Organisation
(AGSO)
d. Bekerjasama dengan British Petroleum untuk menyusun
paper ilmiah dan dipresentasikan di Indonesia Petroleum
Association
e. Dianugrahi Pemerintah, Dewan Riset Nasional sebagai
Peneliti Terbaik Indonesia bidang Kebumian, berdasarkan
Riset terkait tema Perkembangan Geologi dan Prospek
Migas Laut Dalam di Cekungan Makassar dan sekitarnya
f. Bersama Tim CGG dan Elnusa memberikan konsultasi
pembangunan Sistem Informasi Terpadu Eksplorasi Migas
‘Cyber’ di Jian Eksplorasi Pertamina, salah satunya
menyajikan Paper bersama di Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Ahli Geologi Indonesia
g. Diberi kesempatan menyajikan ‘Poster Session” IPA tahun
1994 hasil inovasi penerapan pertama kalinya di Asia
Tenggara ‘Deep Seismic Profiling (16-25 twt) BandaAustralian Margin’
•
Go to the sea, deep sea, eastern Indonesia deep sea
frontier region
Geologi (termasuk geofisika) kelautan (marine geology)
sebagai suatu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berdedikasi
untuk mempelajari dasar laut dan lapisan-lapisan di bawahnya
yang ditutupi air laut, merupakan disiplin ilmu kebumian
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
12
(geosciences)
yang
relatif
muda
dibandingkan
dengan
pedahulunya geosain daratan (terrestrial geosciences).
Dalam
sistem
Taktebarukan
pendayagunaan
Lautan
(marine
Sumber
utilization
Daya
Alam
non-renewable
resources system), geologi kelautan pada hakekatnya merupakan
salah satu proses masukan (input proses) dalam kerangka
mendukung kegiatan inventarisasi dan evaluasi potensi kekayaan
sumber daya alam (SKA) energi dan mineral, melalui serangkaian
kegiatan yaitu survei (survey), penelitian & pengembanan
(research&development), eksplorasi dan eksploitasi (exploration),
di pada laut nasional dan yurisdiksi Indonesia.
Hasil Inventory and Evalaution (Inev) tersebut digunakan
sebagai baseline yang sangat bernilai oleh industri dalam
melaksanakan eksploitasi pertambangan minyak bumi dan
mineral. Yang pada akhirnya dapat meningkatkan kontribusi
sektor ESDM pada pembangunan nasional.
Suatu hal signifikan dan bersejarah telah terjadi, saat tahun
2003 minyak bumi telah diproduksi dari lapangan minyak laut
dalam (deep sea oil field) West Seno, dengan kedalaman dasar
laut lebih dari 900 meter di Cekungan Makassar. Impian untuk
menghasilkan minyak di lautan dalam yang telah menjadi
kenyataan, menjadi semakin bermakna, dengan diketemukannya
indikasi dari ‘gas hidrat’ (hydrate gas) di lautan dalam di
Cekungan Makassar Utara.
Pengembangan Migas di lautan Indonesia menjadi semakin
memberikan optimismenya. Hal ini dengan telah diresmikannya
penggunaan fasilitas Pengolahan Apung Belanak di Laut Natuna,
yang merupakan salah satu fasilitas yang tercanggih di kawasan
Indonesia dan Asia Tenggara.
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
13
Walaupun
industri
pertambangan
mineral
lautan
di
Indonesia saat ini masih bertumpu pada Eksploitasi Timah laut
dangkal sistem Paparan Sunda (Sunda Shelf System) di P. Bangka
Belitung. Namun teknologi penambangan laut dalam (deep sea
mining) di seluruh dunia saat ini semakin berkembang.
Benang
merah
perkembangan
tersebut
hendaknya
digunakan sebagai momentum dan peluang (opportunity and a
momentum)
untuk
lebih
menggelorakan
kembali
bangsa
Indonesia, untuk semakin menoleh dan memberikan perhatian
pada laut (go to the Sea), menjelajahi ke laut dalam (go to deep
Sea), mengungkap misteri di laut dalam Indonesia Timur yang
sebagian besar masih menjadi daerah frontier (go to East).
Buku DI BAWAH BIRUNYA LAUT DALAM: Harapan
dan Tantangan merupakan suatu upaya untuk mengungkap
misteri kerumitan tatanan geologi dan tektonik bagian bumi di
Indonesia pada umumnya dan khususnya di Timur Indonesia yang
sebagian besar ditutupi oleh laut dalam.
Buku ini dipersembahkan penulis sebagai alat bantu (tool) dan
referensi guna meningkatkan pendayagunaan sumber daya energi
dan mineral di laut dalam dari sistem Negara Kepulauan
(archipelagic state system), serta mengurangi dampak bencana
alam geologi yang mungkin ditimbulkannya.
H:\GOLAUT2012\1_BUKULAUT-PENGANTAR.docx
14