manyaji hasil analisis kasus kasus pelng
FORMAT BUKU/MATERI PEMBELAJARAN
(FB/MP)
Mata Pelajaran
: Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas/Semester
: XI/2 (Dua)
Hari/Tanggal
: ..................
Alokasi Waktu
: 2x45 menit
A. Kompetensi Inti
SIKAP
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati
dan
mengamalkan
perilaku
jujur,
disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran,
damai), santun, responsif, dan proaktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
PENGETAHUAN
1. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora
dengan
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KETERAMPILAN
1. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah abstrak terkait
dengan pengembangan diri yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
4.2 Menyaji hasil analisis tentang kasus pelanggaran HAM dalam
perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan HAM
C. Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan indikator pencapaian kompetensi maka tujuan pembelajaran yang akan
kita capai adalah sebagai berikut :
1. Siswa mampu menganalisis kasus-kasus pelanggaran dan prosedur
penyelesaiannya
1. Siswa mampu menguraikan upaya perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan
HAM
2. Siswa mampu menganalisis hambatan dan tantangan dalam upaya
perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan HAM di Indonesia
D. Uraian Materi
1. KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN
PROSEDUR PENYELESAIANNYA\
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, yang dimaksud
dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja atau kelalaian yang
melawan hukum, mengurangi, menghalangi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaiari hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Macam-Macam Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Menurut Richard Falk, pelanggaran hak asasi manusia meliputi,
a.
b.
c.
d.
e.
Pembunuhan besar-besaran (genosida).
Rasialisme resmi.
Terorisme resmi berskala besar.
Pemerintahan totaliter.
Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan-kebutulian dasar
mariusia.
f. Perusakan kualitas lingkungan.
g. Kejahatan-kejahatan perang.
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pelanggaran HAM meliputi:
a. Pembunuhan massal secara terencana terhadap suatu etnis tertentu (genosida)
b. Pembunuhan sewenang-wenang atau putusan di luar pengadilan (arbytrary extra
yudicial killing).
c. Penyiksaan dan penghilangan orang secara paksa.
d. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic
discrimination).
Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelaku yang harus bertanggung jawab terhadap pelanggar hak asasi manusia adalah sebagai
berikut,
a. Setiap orang atau orang per orang
b. Pelaku pelanggar hak asasi manusia bisa orang perorang sehingga
penanggungjawabnya adalah orang itu sendiri. Contohnya perbuatan main hakim
sendiri.
c. Sekelompok orang
d. Pelanggaran HAM bisa dilakukan sekelompok orang, yang terdiri dari beberapa
orang, atau dilakukan oleh masyarakat. Contoh: Kasus konflik horizontal yang pernah
terjadi di beberapa daerah, seperti di Ambon, Poso, kasus Sanggauledo,
Tasikmalaya.Pengeroyokan dan pembakaran terhadap orang yang disangka pencuri
hingga tewas.
e. Pemerintah atau aparat keamanan.
f. Menurut undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM yang dilakukan negara,
badan hukum publik, atau badan hukum perdata. Setiap pelanggaran yang
bertanggung jawab adalah pelakunya, bukan institusinya.Hal ini berarti bahwa:
Komandan militer dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh anak buahnya atau pasukan yang berada di bawah
komandonya.
Seorang atasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran
HAM yalig dilakukan oleh bawahannya. Hal ini bisa terjadi bilamana atasan
mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas
menunjukkan bahwa bawahannya rnelakukan pelanggaran HAM berat, dan
tidak mengambil tindakan apa-apa.
Contoh kasus pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah atau aparat adalah sebagai
berikut,
a. Kasus Tri Sakti tanggal 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 mahasiswa yang sedang
melakukan demo untuk menurunkan Presiden Soeharto.
b. Kasus pasca jajak pendapat di Timor Timur, seperti Kasus Bumi Hangus,
pembunuhan massal di Gereja Suai, dan lain-lain.
c. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM Berat
Dalam rangka menegakkan HAM, telah dibentuk pengadilan khusus terhadap pelanggaran
HAM berat pelanggaran HAM berat meliputi,
a. Kejahatan Geniosida, yaitu pernbunuhan secara besar-besaran, terencana terhadap
suatu bangsa atau etnis, kelompok agama, dan ras dengan cara:
Membunuh anggota kelompok,
Mengakinatkam penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok
Menciptakaii kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan
fisik, baik sebagian atau seluruhnya. .
Melaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok.
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain.
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap penduduk sipil.
Kejahatan kemanusiaan dapat herupa:
Pembunuhan.
Pemusnahan.
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
hukum internasional.
Penyiksaan
Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan, sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual yang lain yang setara.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan politik, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan
lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut
hukum internasional.
Penghilangan seseorang secara paksa.
Kejahatan apartheid.
BEBERAPA KETENTUAN TENTANG PENYELESAIAN
PELANGGARAN HAM
Ketentuan Pidana
Untuk pelanggaran HAM berat seperti genosida atau kejahatan kemanusiaan
diberikan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling lama dua puluh lima tahun dan paling ringan sepuluh tahun.
Untuk kejahatan penyiksaan diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Untuk pelanggaran HAM berupa kekerasan seksual, penganiayaan, SARA,
dan penghinaan secara paksa diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara
dan paling ringan sepuluh tahun penjara.
Konsekuensi dari Peradilan HAM
Konsekuensi peradilan HAM bagi masyarakat adalah sebagai berikut,
Para hakim, jaksa, dan pengacara mau tidak mau harus memiliki pengetahuan
dalam bidang HAM.
Para akadernisi di perguruan tinggi, LSM, atau masyarakat pada umumnya
dituntut pemahamannya tentang HAM.
Setiap orang atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa HAM-nya
dilanggar dapat mengajukan pengaduan lisan atau tertulis kepada Komnas
HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia)
Perlindungan Saksi
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, setiap korban dan saksi
dalam pelanggaran HAM berat berhak mendapatkan perlindungan fisik atau mental
dari segala macam bentuk ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan fisik dari pihak
mana pun juga. Perlindungan ini wajib diberikan oleh aparat penegak hukum.
Penangkapan dan Penahanan
Setelah mendapat laporan adanya pelanggaran HAM berat, maka dilaktikan
penangkapan terhadap tersangka dengan disertai: bukti permulaan cukup, surat
tugas, surat penangkapan serta uraian singkat pelanggaran HAM yang
disangkakan kepadanya.
Tujuan Penahanan
Agar terdakwa tidak melarikan diri.
Terdakwa tidak merusak atau menghilangkan barang bukti.
Agar tidak mengulangi kembali pelanggaran terhadap HAM.
Wewenang Penyidik
Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan.
Menerima laporan dan pengaduan.
Melakukan pemanggilan dan meminta keterangan.
Memianggil saksi.
Meninjau tempat kejadian.
Memanggil para pihak yang terkait.
Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa perneriksaan surat,
penggeledahan, dan penyitaan serta pemeriksaan tempat.
Peradilan
Setelah penyidikan selesai, maka berkas dilimpahkan ke pengadilan untuk
diadakan penuntutan.
Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum.
Pengadilan HAM di daerah kabupaten wilayah kerjanya meliputi seluruh
wilayah Pengadilan Negeri. Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU Nomor
26 Tahun 2000, mempunyai wewenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM berat termasuk yang dilakukan di luar teritorial negara RI.
Dalam mengadili pelanggaran HAM berat, hakim yang memeriksa berjumlah
5 orang, yang terdiri dari 2 hakim pengadilan HAM dan 3 orang hakim Ad
hoc.
Apabila tidak puas terhadap putusan hakim, maka jaksa atau tersangka boleh
melakukan banding, kasasi atau PK (peninjauan kernbali).
Selain peradilan nasional, ada juga peradilan internasional yang mengadili
pelanggaran HAM berat, yakni:
Peradilan Ad hoc, yaitu peradilan yang didirikan khusus untuk mengadili
suatu kasus tertentu sehingga setelah selesai mengadili peradilan ini
dibubarkan.
Peradilan yang bersifat tetap, yaitu peradilan yang didiri kan berdasarkan
sebuah perjanjian internasional tahun 1998 yang terkenal dengan Statuta
Roma. Peradilan tersebut adalah International Criminal Court (ICC).
Tujuan ideal pengadilan HAM adalah untuk memelihara perdamaian dunia, menjamin HAM,
serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan perorangan ataupun
masyarakat. Tujuan praktisnya adalah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.
Beberapa Asas yang Dianut Pengadilan HAM menurut UU No. 26 Tahun 2000
Hanya mengadili pelanggaran HAM berat.
Pengadilan HAM hanya mengadili pelanggaran HAM berat, sedang kejahatan
terhadap HAM bisa diadili oleh pengadilan pidana biasa.
Kejahatan universal. Pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran HAM yanq berat, baik dilakukan di daerah teritorial RI maupun
di luar.
Genosida dan kejahatan kemanusiaan. Menurut UU No. 26 Tahun 2000 pelanggaran
HAM berat Meliputi gonosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jaksa agung sebagai penyidik dan penuntut umum. Dalam perkara pelanggaran HAM
berat, penyidik, dan penuntut umumnya adalah jaksa penuntut umum.
Pejabat Ad hoc. Dalam pengadilan HAM dikenal penyidik Ad hoc, penuntut umum
Ad hoc, dan hakim Ad hoc.
Pemeriksaan banding dan kasasi limitatif Tenggang waktu pemeriksaan banding dan
kasasi dibatasi paling lama hanya dalam waktu 90 hari.
Perlindungan korban dan saksi.
Dalam rangka pelanggaran HAM, korban dan saksi mendapat perlindungan dan
aparat keamanan.
Dikenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi korban.
Kepada korban pelanggaran HAM berat dapat diberikan kompensasi, dan rehabilitasi.
Ancaman hukuman diperberat. Ancaman hukum untuk pelanggaran HAM lebih berat
bila dibanding pelanggaran terhadap hukurn pidana. Untuk pelanggaran HAM,
maksimal 25 dan minimal 10 tahun, sedang menurut pasal 10 KUHP ancaman
hukuman paling lama adalah 20 tahun.
Tanggung jawab atasan dan komandan. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
bawahan atau pasukan yang harus bertanggungjawab adalah atasan atau komandan.
Retroaktif.
Pelanggaran HAM yang dilakukan sebelum UU No. 26 Tahun 2000 diadili oleh
Pengadilan HAM Ad hoc. yang dibentuk oleh presiden atas usulan DPR.
Tidak ada kadaluwarsa. Perkara pelanggaran HAM tidak mengenal tenggang waktu
kadaluwarsa, sehingga sewaktu waktu dapat disidik, didakwa, dan diadili.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai penyidik. Untuk
pelanggaran HAM berat, penyidikan dilakukan oleh komisi nasional hak asasi
manusia.
Kewenangan Ankum (Atasan yang berhak Menghukum) dan perwira penyerah
perkara tidak ada. Untuk kasus pelanggaran HAM, wewenang Ankum seperti diatur
dalam UU No. 31 Tahun 1997 tidak berlaku.
2. UPAYA PERLINDUNGAN, PEMAJUAN, DAN PEMENUHAN HAM
Beberapa langkah penegakan dan perjuangan hak asasi manusia bagi masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia adalah sebagai berikut,
Sosialisasi Hak Asasi Manusia
Untuk menegakkan hak asasi manusia, langkah pertama adalah memasyarakatkan hak
asasi manusia di tengah-tengah masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dari usaha
ini, antara lain sebagai berikut,
Agar manusia respek terhadap hak asasi manusia dan menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai inti hak asasi manusia.
Tumbuhnya kesadaran rakyat tentang hak asasi manusia.
Mempercepat proses demokratisasi sehingga dapat dicegah munculnya kekuasaan
yang sewenang-wenang.
Pendidikan HAM
Dalam rangka internalisasi nilai-nilai, hak asasi manusia perlu dikembangkan dalam
kehidupan manusia sejak dini, pada sekolah, kampus, dan media massa, Sebagai suatu
tata nilai, hak asasi manusia untuk bisa dipahami, dihayati, dan diamalkan melalui
proses yang panjang. Pembentukan sikap dan kebiasaan memerlukan interaksi dengan
lingkungan di bawah pimpinan, guru, atau tokoh masyarakat.
Advokasi HAM
Advokasi adalah dukungan, pembelaan atau upaya, dan tindakan yang terorganisir
dengan menggunakan peralatan demokrasi untuk menegakkan dan melaksanakan
hukum dan kebijakan yang dapat menciptakan masyarakat yang adil da,n sederajat.
Tujuan advokasi terhadap HAM adalah untuk mengubah lembaga-lembaga masyarakat
dengan menegakkan keadilan dan kesetaraan untuk memperoleh akses dari tuntutan
pengambilan keputusan.
Kelembagaan
Dalam rangka menegakkan hak asasi manusia, pemerintah membentuk Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia. Komisi ini dimaksudkan untuk membantu
pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia dan
meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya
pembangunan nasional.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah
melaksanakan kegiatan sebagai berikut,
a. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai HAM, baik
kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional.
b. Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM
dengan
tujuan
memberikan
saran-saran
mengenai
kemungkinan
meratifikasinya.
c. Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintahan negara
mengenai pelaksanaan hak asasi manusia.
d. Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka mengajukan
dan melindungi hak asasi manusia.
Pelestarian Budaya (Tradisi Lama)
Keberhasilan penguasaan dan pemberdayaan hak asasi manusia suatu bangsa sangat
ditentukan oleh pernantapan budaya hak-hak asasi manusia dan bangsa tersebut
melalui usaha-usaha secara sadar kepada seluruh anggota masyarakat. Pelaksanaan
hak-hak asasi manusia di Indonesia perlu memperhitungkan nilai-nilai adat istiadat,
budaya, agama, dan tradisi bangsa dengan tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama,
dan golongan.
Pemberdayaan Hukum
Untuk menegakkan hak asasi manusia, harus ada kesiapan struktural dan kultur politik
yang lebih demokratis. Hak asasi manusia tidak mungkin dapat ditegakkan oleh
pemerintahan yang represif. Eksistensi hak asasi manusia tergantung sejumlah faktor,
seperti:
Hukum positif dan konstitusi.
Tingkat solidaritas politik.
Tingkat konsensus atas nilai-nilai tersebut.
Tingkat stabilitas politik.
Tipe sistem hukum dari pemerintah.
Tingkat perkembangan ekonomi.
Tingkat kepercayaan terhadap produk hukum badan-badan legislatif dan
peradilan.
Sifat dari komunikasi internal serta faktor pendidikan dapat mendukung
pembangunan
hak-liak asasi manusia.
Pengesahan Perangkat Nasional
Untuk menegakkan dan menjamin perlindungan hak asasi manusia, perlu pengesahan
perangkat-perangkat nasional hak asasi manusia. Pemerintah minimal mengesahkan
piagam hak asasi manusia sedunia (Universal Declaration of Human Rights) yang
disahkan oleh Majelis Umurn PBB tanggal 10 Desember 1948. Piagam ini
mempunyai fungsi, antara lain:
Sebagai standar umum pelaksanaan hakasasi manusia untuk seluruh rakyat
dan negara.
Sebagai kode perilaku yang dapat menjadi parameter kebijakan sebuah
pemerintahan.
Rekonsiliasi Nasional
Cara lain yang harus ditempuh untuk menegakkan hak asasi manusia adalah dengan
membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang dibentuk berdasarkan undangundang. Kornisi ini berfungsi sebagai lembaga ekstra yuridis untuk menegakkan
kebenaran dengan rnengungkap penyalahgunaan kekerasan dan pelanggaran HAM di
masa lampau demi kepentingan bangsa dan negara. Berdasarkan pengalaman negara
lain, menurut Kardino Laksono ada tiga langkah penyelesaian pelanggaran HAM
masa lampau yaitu sebagai berikut,
Memulihkan hak-hak korban dan keluarganya melalui proses reparasi.
Pertanggungjawaban hukum atas kejahatan yang dilakukan pelaku
kemungkinan amnesti dengan tidak mengabaikan rasa keadilan.
Perlunya referensi kebijakan dari lembaga peradilan untuk memungkinkan
terciptanya penegakan hukum.
3. HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN,
PEMAJUAN, DAN PEMENUHAN HAM
I. Perkembangan HAM di Indonesia
Pasca Proklamasi 1945, bangsa Indonesia banyak disibukkan oleh perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda yang ingin merebut kembali
kemerdekaan Indonesia, meskipun akhirnya kedaulatan Indonesia diakui pada tahun 1949.
Selanjutnya, antara 1950-1955 kita dirongrong kembali oleh berbagai pemberontakan,
upaya disintegrasi dan liberalisasi partai politik yang cenderung mementingkan
kelompoknya. Kondisi dan situasi demikian jelas sangat tidak kondusif bagi pemerintah
untuk memikirkan dan memberi perlindungan terhadap masalah hak-hak asasi manusia.
Pada era Orde Lama (1955-1965), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam
kemelut ditingkat elite pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara
elite politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jendral pada
1 Oktober 1965 yang kemudian diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada
masa ini persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan
cenderung semakin jauh dari harapan. Era Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan
Jenderal Soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh
terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945, juga tidak menunjukan perkembangan
yang berarti. Walaupun menyatakan sebagai orde kontitusional dan pembangunan, tetapi
rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan melakukan pelanggaran HAM atas nama
pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta
Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul
dalam bentuk ketetapan MPR hingga berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998). Tetapi,
patut pula dicatat bahwa era keterbukaan dan meluasnya opini internasional tentang
pentingnya mengembangkan demokratisasi dan perlindungan terhadap HAM telah memberi
tekanan terhadap pemerintahan orde baru (Soeharto) untuk melakukan beberapa perubahan.
Tercatat dalam pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski
demikian, dalam sejarah panjang kekuasaan rezim orde baru terdapat praktik
penyalahgunaan kekuasaan politik dan kehakiman, penutupan beberapa media massa, dan
penghilangan paksa terhadap para aktivis pro-demokrasi. Pasca pemerintahan Orde Baru
(era Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik
utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak asasi manusia antara
lain :
Keluarnya Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other
Cruel, Inhuman or Degrading Tratement or Punishment (Konvensi menentang
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
atau merendahkan martabat manusia).
Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
perempuan.
Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi
Manusia Indonesia.
Inpres No. 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan
nonpribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan
program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA Pasal 28A-28J mengatur secara
eksplisit Pengakuan dan Jaminan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Walaupun telah terdapat berbagai produk peraturan perundangan yang secara terang
mengatur perlindungan terhadap HAM, tetapi hingga akhir tahun 2003 Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa upaya penegakan HAM di Indonesia
belum ada perubahan. (Media dinilai gagal memutus mata rantai kekejaman dan kekerasan
yang mengakar sejak masa lalu. “Rezim sekarang evaluasi, pelanggaran HAM terpaut dua
aspek yang saling terkait. Terjadilah pelanggaran hak, baik dalam persoalan ekonomi,
sosial, dan budaya di satu sisi, dengan kekerasan atas hak sipil dan politik. Kendati
demikian, di era reformasi dapat kita catat bahwa pemerintah dan lembaga legislatif telah
bekerja sama menyusun perangkat perundangan yang menunjukan upaya nyata untuk
mengedepankan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Tetapi, meski iklim demokratisasi
kini tengah tumbuh subur bukan berarti upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia
tidak mengalami hambatan sama sekali. Kita dapat mencermati bahwa langkungan sosial kita
terdapat beberapa hambatan baik yang bersifat struktural (berkenan dengan kekuasaan
negara) maupun bersifat kultural (berkenan dengan budaya masyarakat). Walau demikian
hambatan tersebut sepatutnya tidak membuat semangat kita untuk menegakkan hak asasi
manusia menjadi surut.
Bonus Info Kewarganegaraan
Salah satu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menangani persoalan
hak asasi manusia di Indonesia adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM). Lembaga ini didirikan pada masa pemerintahan Soeharto, yaitu pada 7 Juni
1993 melalui Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993. pembentukan Komnas HAM
sendiri merupakan tindak lanjut rekomendasi Lokakarya I Hak Asasi Manusia yang
diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Berdasarkan keppres tersebut, tujuan pembentukan Komnas HAM adalah
sebagai berikut:
1.
Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksana hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2.
meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya
pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat pada umumnya.
II.
Hambatan Penegakan HAM
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di
Indonesia, secara umum dapat kita identifikasi sebagai berikut :
Faktor Kondisi Sosial-Budaya
o Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan,
keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
o Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama
jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara
sakral, pergaulan dan sebagainya.
o Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya
disebabkan oleh hal-hal sepele.
Faktor Komunikasi dan Informasi
o Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung
yang membatasi komunikasi antardaerah.
o Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun
secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
o Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas
baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware)
yang diperlukan.
Faktor Kebijakan Pemerintah
o Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya
jaminan hak asasi manusia.
o Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi
manusia sering diabaikan.
o Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap
pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan
‘pembangkangan’.
Faktor Perangkat Perundangan
o Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional
tentang hak asasi manusia.
o Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk
diimplementasikan.
Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
o Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan
prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
o Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih
belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
o Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif,
tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme)
Dari faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan hak asasi manusia tersebut
diatas, mari kita upayakan untuk sedikit demi sedikit dikurangi (eliminasi). Demi
terwujudnya perlindungan hak asasi manusia yang baik, mulailah dari diri kita sendiri untuk
belajar menghormati hak-hak orang lain. Kita harus terus berupaya untuk menyuarakan tetap
tegaknya hak asasi manusia, agar harkat dan martabat yang ada pada setiap manusia sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya.
III.
Tantangan Penegakan HAM
Mengenai tantangan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa
yang akan datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada saat
akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konfrensi Dunia ke-2 (Juni 1992) dengan
judul “Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi Manusia” sebagai berikut.
a. Prinsip Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak asasi manusia bersifat fundamental
dan memiliki keberlakuan universal, karena jelas tercantum dalam Piagam dan Deklarasi
PBB dan oleh karenanya merupakan bagian dari keterikatan setiap anggota PBB.
b. Prinsip Pembangunan Nasional, yaitu bahwa kemajuan ekonomi dan sosial melalui
keberhasilan pembangunan nasional dapat membantu tercapainya tujuan meningkatkan
demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
c. Prinsip Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip Indivisibility). Yaitu berbagai jenis
atau kategori hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi hak-hak sipil dan politik di satu pihak dan
hak-hak ekonomi, sosial dan kultural di lain pihak; dan hak-hak asasi manusia perseorangan
dan hak-hak asasi manusia masyarakat atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan
d. Prinsip Objektifitas atau Non Selektivitas, yaitu penolakan terhadap pendekatan atau
penilaian terhadap pelaksanaan hak-hak asasi pada suatu negara oleh pihak luar, yang hanya
menonjolkan salah satu jenis hak asasi manusia saja dan mengabaikan hak-hak asasi manusia
lainnya.
e. Prinsip Keseimbangan, yaitu keseimbangan dan keselarasan antara hak-hak perseorangan
dan hak-hak masyarakat dan bangsa, sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk
individual dab makhluk sosial sekaligus.
f. Prinsip Kompetensi Nasional, yaitu bahwa penerapan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia merupakan kompetensi dan tanggung jawab nasional.
g. Prinsip Negara Hukum, yaitu bahwa jaminan terhadap hak asasi manusia dalam suatu
negara dituangkan dalam aturan-aturan hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis.
Tantangan lain bagi bangsa Indonesia khususnya adalah berkaitan dengan adanya
“pelanggaran berat” terhadap hak asasi manusia. Perihal pelanggaran berat yang
dimaksudkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, mencakup Kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan.
Kejahatan Genosida
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik,
kelompok agama, dengan cara :
o Membunuh anggota kelompok;
o Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggotaanggota kelompok;
o Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya;
o Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; atau
o Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
o Pembunuhan
o Pemusnahan;
o Perbudakan;
o Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
o Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik antara lain
secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
hukum internasional;
o Penyiksaaan,Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan , permandulan atau strerilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
o Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didaari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional;
o Penghilangan orang secara paksa; atau
o Kejahatan aperheid.
Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia (2004 – 2009)
Pemerintah Indonesia yang sejak proklamasi kemerdekaan 1945 sangat konsern terhadap
upaya-upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, telah
banyak langkah-langkah yang diambil. Sejak amandemen UUD 1945 di mana masalah hak
asasi manusia telah memperoleh porsi yang memadai, terus diupayakan dibuatnya berbagai
penandatanganan/rafitikasi konveni dan peraturan perundangan tentang HAM. Sejak
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pemerintah
dengan kesungguhan hati mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia yang kemudian diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2003. Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia
Indonesia (RANHAM), merupakan upaya nyata pemerintah Indonesia untuk menjamin
peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia di
Indonesi dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. RANHAM dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dalam suatu
program 5 (lima) tahunan yang dipimpin langsung oleh Presiden. Dalam Rencana aksi
Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia tahun 2004 – 2009, akan mengacu pada 6 (enam)
program utama, yaitu :
o
o
o
o
o
o
Pembentukan dan penguatan institusi pelaksanaan RANHAM,
Persiapan ratifikasi instrumen Hak Asasi Manusia Internasional
Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
Diseminasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia
Penerapan norma dan standar Hak Asasi Manusia, dan
Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Berikut ini adalah salah satu contoh program aksi “Persiapan harmonisasi peraturan
perundang-undangan” yang sedang berlansung.
No
1.
Tujuan/
Sasaran
Persiapan
Harmo-nisasi
Peraturan
Perundang-
Program/Kegiatan
Jadwal
Melakukan pengkajian dan 2004penelitian terhadap peraturan 2009
perundang-undangan nasional .
Indikator Keberhasilan
(out put)
Depdiknas,
Tersedianya hasil kajian/
Depkeham, dan saran kebijakan untuk
Instansi terkait
men-dapatkan tanggapan
resmi
dari
instansi
terkait.
Pelaksana
2.
Undangan
Nasio-nal
sesuai dengan
instrumen
HAM
Internasional
yang
telah
diratifikasi 3.
Menyiapkan dan merevisi 2004peraturan perundang-undangan 2009
dengan prioritas sebagai berikut
:
Undang-undang tentang HAM
Undang-undang
tentang
Pengadilan HAM
Kitab Undang-undang Hukum
Pidana
Depdiknas,
Tersusunnya draft revisi
Depkeham, dan Rancangan
UndangInstansi terkait
undang (RUU) yang
sesuai
dengan
hasil
kajian.
Persiapan
Harmo-nisasi
Peraturan
Daerah sesuai
de-ngan
Instrumen
HAM
Internasio-nal
yang
telah
diratifikasi
Melakukan pengkajian dan 2004penelitian terhadap Peraturan 2009
Daerah.
Depdagri
dan Tersedianya hasil kajian/
Panitia
saran kebijakan untuk
Pelaksana
men-dapatkan tanggapan
RANHAM
resmi
dari
instansi
Daerah
terkait.
Depdagri
dan Tersusunnya
Panitia
revisi/Ranca-ngan Perda
Pelaksana
sesuai
dengan
hasil
RANHAM
kajian.
Daerah
Merevisi Peraturan Dae-rah dan 2004atau merancang Peraturan 2009
Daerah yang baru sesuai
dengan hasil kajian
D. Contoh Soal/Latihan
Soal Essay
1) Uraikan bentuk-bentuk pelanggaran HAM menurut UUNomor 39 Tahun
1999 tentang HAM !
2) Sebutkan 5 contoh pelanggaran HAM terkait tentang kejahatan kemanusiaan !
3) Apa yang dimaksud dengan undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM
yang dilakukan negara, badan hukum publik, atau badan hukum perdata.
Setiap pelanggaran yang bertanggung jawab adalah pelakunya, bukan
institusinya !
4) Kemukakan faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam penegakan
HAM di Indonesia !
5) Uraikan secara singkat sejarah perkembangan HAM di Indonesia !
Soal Pilihan Ganda
1) Manusia memiliki hak hidup dan kebebasan untuk bergaul yang melekat pada dirinya,
yaitu...
a) sejak dilahirkan sampai masuk sekolah
b) sejak masa kanak-kanak sampai remaja
c) sejak akal mulai tumbuh dan berpikir secara dewasa
d) sejak berada dalam kandungan sampai hidup di dunia
2) Sebagai landasan bagi manusia untuk mengembangkan kehidupannya sesuai
dengan daya cipta dan kreasinya, maka hak hidup dan kebebasan manusia
merupakan...
a)
b)
c)
d)
karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
kehidupan manusia di dunia
keunikan sifat manusia
kekuasaan alam
3) Mengapa tidak seorang manusiapun yang dibenarkan merenggut/merampas hak
dasar itu kepada orang lain ?
a) karena kenyataan manusia mempunyai sifat merampas
b) karena orang lain tidak tahu dirampas baik hak atau kewajibannya
c) karena ada kemungkinan untuk tidak mau merampas hak orang lain
d) karena merampas hak dasar seorang, berarti melawan kodrat dan kehendak
Tuhan
4) Sebagai manusia yang beradab, kita tidak boleh menindas orang lain sebab setiap
penindasan berarti... .
a) pelanggaran terhadap hak asasi manusia
b) pelanggaran terhadap hak seseorang
c) termasuk kegiatan yang direncanakan
d) bagian dari hak seseorang
5) Demi terwujudnya tata kehidupan yang beradab dan harmonis, setiap manusia
harus saling menghormati, maka tanggung jawab untuk menjaga, melindungi dan
menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban... .
a) setiap keluarga
b) seluruh umat manisia
c) masyarakat pada umumnya
d) pemerintah dan lembaga tinggi
6) Dalam perkembangan sejarah peradaban manusia yang semakin sempurna,
penegakkan dan perlindungan HAM diatur pelaksanaannya dan dituangkan dalam
berbagai peraturan sebagai...
a) pemehaman setiap hak dan kewajiban
b) dasar pelaksanaan hak dan kewajiban di sekolah
c) dasar dan pedoman dalam rangka penegakkan HAM
d) aturan dasar yang dilandasi perundang-undangan yang berlaku
7) Seperangkat hak yang melekat pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengertian ini
tercantum pada...
a) pasal 1 UU No 26 tahun 2000
b) pasal 1 UU No 9 tahun 1998
c) pasal 1 UU No 39 tahun 1999
d) pasal 1 UU No 5 tahun 1998
8) Kesadaran akan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia harus terus kita
tingkatkan. Sebab ..
a) HAM merupakan hak dasar manusia
b) kedamaian akan terwujud jika setiap orang menghormati HAM
c) Jika tidak menghormati HAM, kita akan berurusan dengan Polisi
d) HAM di Indonesia telah dituangkan dalam Undang Undang Dasar 1945
9) Negara yang pertama memperjuangkan penegakkan HAM adalah...
a) PBB
b) Inggris
c) Amerika
d) Indonesia
10) Di bawah ini yang merupakan salah satu faktor hambatan dalam penegakan ham di
Indonesia, adalah
a) Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
b) Faktor Perangkat Perundangan
c) Faktor Kondisi Sosial-Budaya
d) Semua benar
E. Kunci Jawaban
Essay
1. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM menurut UUNomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
a. Pembunuhan massal secara terencana terhadap suatu etnis tertentu (genosida)
b. Pembunuhan sewenang-wenang atau putusan di luar pengadilan (arbytrary extra
yudicial killing).
c. Penyiksaan dan penghilangan orang secara paksa.
d. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic
discrimination).
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap penduduk sipil. Kejahatan
kemanusiaan dapat herupa:
Pembunuhan.
Pemusnahan.
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
hukum internasional.
Penyiksaan
Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan, sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang
lain yang setara.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan politik, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
Penghilangan seseorang secara paksa.
Kejahatan apartheid.
3. Menurut undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM yang dilakukan negara, badan
hukum publik, atau badan hukum perdata. Setiap pelanggaran yang bertanggung jawab
adalah pelakunya, bukan institusinya.Hal ini berarti bahwa:
Komandan militer dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh anak buahnya atau pasukan yang berada di bawah komandonya.
Seorang atasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran HAM
yalig dilakukan oleh bawahannya. Hal ini bisa terjadi bilamana atasan mengetahui
atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa
bawahannya rnelakukan pelanggaran HAM berat, dan tidak mengambil tindakan apaapa.
4. faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan HAM di Indonesia
Faktor Kondisi Sosial-Budaya
o Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan,
keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
o Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama
jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara
sakral, pergaulan dan sebagainya.
o Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya
disebabkan oleh hal-hal sepele.
Faktor Komunikasi dan Informasi
o Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung
yang membatasi komunikasi antardaerah.
o Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun
secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
o Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas
baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware)
yang diperlukan.
Faktor Kebijakan Pemerintah
o Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya
jaminan hak asasi manusia.
o Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi
manusia sering diabaikan.
o Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap
pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan
‘pembangkangan’.
Faktor Perangkat Perundangan
o Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional
tentang hak asasi manusia.
o Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk
diimplementasikan.
Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
o Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan
prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
o Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih
belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen,
dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
5. Pasca Proklamasi 1945, bangsa Indonesia banyak disibukkan oleh perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda yang ingin merebut kembali kemerdekaan
Indonesia, meskipun akhirnya kedaulatan Indonesia diakui pada tahun 1949. Selanjutnya,
antara 1950-1955 kita dirongrong kembali oleh berbagai pemberontakan, upaya disintegrasi
dan liberalisasi partai politik yang cenderung mementingkan kelompoknya. Kondisi dan
situasi demikian jelas sangat tidak kondusif bagi pemerintah untuk memikirkan dan memberi
perlindungan terhadap masalah hak-hak asasi manusia. Pada era Orde Lama (1955-1965),
situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam kemelut ditingkat elite pemerintahan
sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara elite politik dan militer akhirnya
memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jendral pada 1 Oktober 1965 yang kemudian
diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada masa ini persoalan hak asasi manusia
tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh dari harapan. Era Orde
Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto yang menyatakan diri hendak
melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945,
juga tidak menunjukan perkembangan yang berarti. Walaupun menyatakan sebagai orde
kontitusional dan pembangunan, tetapi rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan
melakukan pelanggaran HAM atas nama pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam HakHak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh MPRS
pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk ketetapan MPR hingga berakhirnya
kekuasaan Orde Baru (1998). Tetapi, patut pula dicatat bahwa era keterbukaan dan
meluasnya opini internasional tentang pentingnya mengembangkan demokratisasi dan
perlindungan terhadap HAM telah memberi tekanan terhadap pemerintahan orde baru
(Soeharto) untuk melakukan beberapa perubahan. Tercatat dalam pembentukan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski demikian, dalam sejarah panjang
kekuasaan rezim orde baru terdapat praktik penyalahgunaan kekuasaan politik dan
kehakiman, penutupan beberapa media massa, dan penghilangan paksa terhadap para aktivis
pro-demokrasi. Pasca pemerintahan Orde Baru (era Reformasi), era ketika persoalan
demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik utama, telah banyak lahir produk
peraturan perundangan tentang hak asasi manusia
Pilihan Ganda
1. D
6. C
2. A
7. C
3. D
8. B
4. A
9. B
5. B
10. D
F. PEDOMAN PENSKORAN
Petunjuk Penilaian Soal Pilihan Ganda
Nomor Soal
Bobot Soal
1-10
10
Jumlah skor
100
maksimal
Jika benar mendapatkan skor 100
Jika salah mendapatkan skor 0
Penentuan Nilai= Nilai = skor yang diperoleh x 100
skor maksimum
Petunjuk Penilaian soal Essay
No
.
1.
Bobot
Butir Pertanyaan
Kriteria Pensekoran
soal
0
Uraikan bentuk-bentuk
pelanggaran HAM menurut
UUNomor 39 Tahun 1999
tentang HAM !
20
10
20
30
40
Nilai
Akhir
2.
Sebutkan 5 contoh pelanggaran
HAM terkait tentang kejahatan
kemanusiaan !
15
3.
Apa yang dimaksud dengan
undang-undang, tidak dikenal
pelanggaran HAM yang
dilakukan negara, badan hukum
publik, atau badan hukum
perdata. Setiap pelanggaran yang
bertanggung jawab adalah
pelakunya, bukan institusinya !
25
4.
Kemukakan faktor-faktor apa
saja yang menjadi hambatan
dalam penegakan HAM di
Indonesia !
25
5.
Uraikan secara singkat sejarah
perkembangan HAM di
Indonesia !
15
Jumlah skor maksimal = 100
Rubrik Penilaian (Pengetahuan/Pemahaman)
Soal No.1
Skor 20
Jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/tepat sesuai dengan kajian
Skor 15
teori pada buku pembelajaran
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/mendekati kajian teori pada
Skor 10
buku pembelajaran
jika peserta didik menjawab tidak terlalu jelas /tepat dengan kajian teori Pada
Skor 5
buku pembelajaran
jika peserta didik
Skor 0
pembelajaran
jika peserta tidak menjawab satupun pertanyaan yang diberikan
menjawab tidak sesuai dengan kajian teori pada buku
Soal no. 3 dan 4
Skor 25
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/tepat sesuai dengan kajian
Skor 20
teori pada buku pembelajaran
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas /mendekati kajian teori Pada
Skor 15
buku pembelajaran
jika peserta didik menjawab tidak terlalu jelas /tepat dengan kajian teori Pada
Skor 10
buku pembelajaran
jika peserta didik
menjawab tidak sesuai dengan kajian teori pada buku
Skor 0
pembelajaran
jika peserta tidak menjawab satupun pertanyaan yang diberikan
Soal no. 2 dan 5
Skor
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/tepat sesuai dengan kajian
15
Skor
teori pada buku pembelajaran
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas /mendekati kajian teori Pada
10
Skor
buku pembelajaran
jika peserta didik menjawab tidak terlalu jelas /tepat dengan kajian teori Pada
5
Skor
buku pembelajaran
jika peserta tidak menjawab satupun pertanyaan yang diberikan
0
A. DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Dwi Cahyati A.W, Warsinto Adnan, 2011, Pelajaran Kewarganegaraan I Untuk Kelas
XI SMA,MA, dan SMK, Pusat Kurikulum dan Pembukuan Kementrian Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Pelajaran Kewarganegaraan I Untuk Kelas X SMA,MA, dan SMK, Pusat Kurikulum
dan Pembukuan Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.
(FB/MP)
Mata Pelajaran
: Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas/Semester
: XI/2 (Dua)
Hari/Tanggal
: ..................
Alokasi Waktu
: 2x45 menit
A. Kompetensi Inti
SIKAP
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati
dan
mengamalkan
perilaku
jujur,
disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran,
damai), santun, responsif, dan proaktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
PENGETAHUAN
1. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora
dengan
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KETERAMPILAN
1. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah abstrak terkait
dengan pengembangan diri yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
4.2 Menyaji hasil analisis tentang kasus pelanggaran HAM dalam
perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan HAM
C. Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan indikator pencapaian kompetensi maka tujuan pembelajaran yang akan
kita capai adalah sebagai berikut :
1. Siswa mampu menganalisis kasus-kasus pelanggaran dan prosedur
penyelesaiannya
1. Siswa mampu menguraikan upaya perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan
HAM
2. Siswa mampu menganalisis hambatan dan tantangan dalam upaya
perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan HAM di Indonesia
D. Uraian Materi
1. KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN
PROSEDUR PENYELESAIANNYA\
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, yang dimaksud
dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja atau kelalaian yang
melawan hukum, mengurangi, menghalangi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaiari hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Macam-Macam Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Menurut Richard Falk, pelanggaran hak asasi manusia meliputi,
a.
b.
c.
d.
e.
Pembunuhan besar-besaran (genosida).
Rasialisme resmi.
Terorisme resmi berskala besar.
Pemerintahan totaliter.
Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan-kebutulian dasar
mariusia.
f. Perusakan kualitas lingkungan.
g. Kejahatan-kejahatan perang.
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pelanggaran HAM meliputi:
a. Pembunuhan massal secara terencana terhadap suatu etnis tertentu (genosida)
b. Pembunuhan sewenang-wenang atau putusan di luar pengadilan (arbytrary extra
yudicial killing).
c. Penyiksaan dan penghilangan orang secara paksa.
d. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic
discrimination).
Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelaku yang harus bertanggung jawab terhadap pelanggar hak asasi manusia adalah sebagai
berikut,
a. Setiap orang atau orang per orang
b. Pelaku pelanggar hak asasi manusia bisa orang perorang sehingga
penanggungjawabnya adalah orang itu sendiri. Contohnya perbuatan main hakim
sendiri.
c. Sekelompok orang
d. Pelanggaran HAM bisa dilakukan sekelompok orang, yang terdiri dari beberapa
orang, atau dilakukan oleh masyarakat. Contoh: Kasus konflik horizontal yang pernah
terjadi di beberapa daerah, seperti di Ambon, Poso, kasus Sanggauledo,
Tasikmalaya.Pengeroyokan dan pembakaran terhadap orang yang disangka pencuri
hingga tewas.
e. Pemerintah atau aparat keamanan.
f. Menurut undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM yang dilakukan negara,
badan hukum publik, atau badan hukum perdata. Setiap pelanggaran yang
bertanggung jawab adalah pelakunya, bukan institusinya.Hal ini berarti bahwa:
Komandan militer dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh anak buahnya atau pasukan yang berada di bawah
komandonya.
Seorang atasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran
HAM yalig dilakukan oleh bawahannya. Hal ini bisa terjadi bilamana atasan
mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas
menunjukkan bahwa bawahannya rnelakukan pelanggaran HAM berat, dan
tidak mengambil tindakan apa-apa.
Contoh kasus pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah atau aparat adalah sebagai
berikut,
a. Kasus Tri Sakti tanggal 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 mahasiswa yang sedang
melakukan demo untuk menurunkan Presiden Soeharto.
b. Kasus pasca jajak pendapat di Timor Timur, seperti Kasus Bumi Hangus,
pembunuhan massal di Gereja Suai, dan lain-lain.
c. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM Berat
Dalam rangka menegakkan HAM, telah dibentuk pengadilan khusus terhadap pelanggaran
HAM berat pelanggaran HAM berat meliputi,
a. Kejahatan Geniosida, yaitu pernbunuhan secara besar-besaran, terencana terhadap
suatu bangsa atau etnis, kelompok agama, dan ras dengan cara:
Membunuh anggota kelompok,
Mengakinatkam penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok
Menciptakaii kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan
fisik, baik sebagian atau seluruhnya. .
Melaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok.
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain.
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap penduduk sipil.
Kejahatan kemanusiaan dapat herupa:
Pembunuhan.
Pemusnahan.
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
hukum internasional.
Penyiksaan
Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan, sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual yang lain yang setara.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan politik, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan
lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut
hukum internasional.
Penghilangan seseorang secara paksa.
Kejahatan apartheid.
BEBERAPA KETENTUAN TENTANG PENYELESAIAN
PELANGGARAN HAM
Ketentuan Pidana
Untuk pelanggaran HAM berat seperti genosida atau kejahatan kemanusiaan
diberikan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling lama dua puluh lima tahun dan paling ringan sepuluh tahun.
Untuk kejahatan penyiksaan diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Untuk pelanggaran HAM berupa kekerasan seksual, penganiayaan, SARA,
dan penghinaan secara paksa diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara
dan paling ringan sepuluh tahun penjara.
Konsekuensi dari Peradilan HAM
Konsekuensi peradilan HAM bagi masyarakat adalah sebagai berikut,
Para hakim, jaksa, dan pengacara mau tidak mau harus memiliki pengetahuan
dalam bidang HAM.
Para akadernisi di perguruan tinggi, LSM, atau masyarakat pada umumnya
dituntut pemahamannya tentang HAM.
Setiap orang atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa HAM-nya
dilanggar dapat mengajukan pengaduan lisan atau tertulis kepada Komnas
HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia)
Perlindungan Saksi
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, setiap korban dan saksi
dalam pelanggaran HAM berat berhak mendapatkan perlindungan fisik atau mental
dari segala macam bentuk ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan fisik dari pihak
mana pun juga. Perlindungan ini wajib diberikan oleh aparat penegak hukum.
Penangkapan dan Penahanan
Setelah mendapat laporan adanya pelanggaran HAM berat, maka dilaktikan
penangkapan terhadap tersangka dengan disertai: bukti permulaan cukup, surat
tugas, surat penangkapan serta uraian singkat pelanggaran HAM yang
disangkakan kepadanya.
Tujuan Penahanan
Agar terdakwa tidak melarikan diri.
Terdakwa tidak merusak atau menghilangkan barang bukti.
Agar tidak mengulangi kembali pelanggaran terhadap HAM.
Wewenang Penyidik
Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan.
Menerima laporan dan pengaduan.
Melakukan pemanggilan dan meminta keterangan.
Memianggil saksi.
Meninjau tempat kejadian.
Memanggil para pihak yang terkait.
Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa perneriksaan surat,
penggeledahan, dan penyitaan serta pemeriksaan tempat.
Peradilan
Setelah penyidikan selesai, maka berkas dilimpahkan ke pengadilan untuk
diadakan penuntutan.
Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum.
Pengadilan HAM di daerah kabupaten wilayah kerjanya meliputi seluruh
wilayah Pengadilan Negeri. Pengadilan yang dibentuk berdasarkan UU Nomor
26 Tahun 2000, mempunyai wewenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM berat termasuk yang dilakukan di luar teritorial negara RI.
Dalam mengadili pelanggaran HAM berat, hakim yang memeriksa berjumlah
5 orang, yang terdiri dari 2 hakim pengadilan HAM dan 3 orang hakim Ad
hoc.
Apabila tidak puas terhadap putusan hakim, maka jaksa atau tersangka boleh
melakukan banding, kasasi atau PK (peninjauan kernbali).
Selain peradilan nasional, ada juga peradilan internasional yang mengadili
pelanggaran HAM berat, yakni:
Peradilan Ad hoc, yaitu peradilan yang didirikan khusus untuk mengadili
suatu kasus tertentu sehingga setelah selesai mengadili peradilan ini
dibubarkan.
Peradilan yang bersifat tetap, yaitu peradilan yang didiri kan berdasarkan
sebuah perjanjian internasional tahun 1998 yang terkenal dengan Statuta
Roma. Peradilan tersebut adalah International Criminal Court (ICC).
Tujuan ideal pengadilan HAM adalah untuk memelihara perdamaian dunia, menjamin HAM,
serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan perorangan ataupun
masyarakat. Tujuan praktisnya adalah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.
Beberapa Asas yang Dianut Pengadilan HAM menurut UU No. 26 Tahun 2000
Hanya mengadili pelanggaran HAM berat.
Pengadilan HAM hanya mengadili pelanggaran HAM berat, sedang kejahatan
terhadap HAM bisa diadili oleh pengadilan pidana biasa.
Kejahatan universal. Pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran HAM yanq berat, baik dilakukan di daerah teritorial RI maupun
di luar.
Genosida dan kejahatan kemanusiaan. Menurut UU No. 26 Tahun 2000 pelanggaran
HAM berat Meliputi gonosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jaksa agung sebagai penyidik dan penuntut umum. Dalam perkara pelanggaran HAM
berat, penyidik, dan penuntut umumnya adalah jaksa penuntut umum.
Pejabat Ad hoc. Dalam pengadilan HAM dikenal penyidik Ad hoc, penuntut umum
Ad hoc, dan hakim Ad hoc.
Pemeriksaan banding dan kasasi limitatif Tenggang waktu pemeriksaan banding dan
kasasi dibatasi paling lama hanya dalam waktu 90 hari.
Perlindungan korban dan saksi.
Dalam rangka pelanggaran HAM, korban dan saksi mendapat perlindungan dan
aparat keamanan.
Dikenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi korban.
Kepada korban pelanggaran HAM berat dapat diberikan kompensasi, dan rehabilitasi.
Ancaman hukuman diperberat. Ancaman hukum untuk pelanggaran HAM lebih berat
bila dibanding pelanggaran terhadap hukurn pidana. Untuk pelanggaran HAM,
maksimal 25 dan minimal 10 tahun, sedang menurut pasal 10 KUHP ancaman
hukuman paling lama adalah 20 tahun.
Tanggung jawab atasan dan komandan. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
bawahan atau pasukan yang harus bertanggungjawab adalah atasan atau komandan.
Retroaktif.
Pelanggaran HAM yang dilakukan sebelum UU No. 26 Tahun 2000 diadili oleh
Pengadilan HAM Ad hoc. yang dibentuk oleh presiden atas usulan DPR.
Tidak ada kadaluwarsa. Perkara pelanggaran HAM tidak mengenal tenggang waktu
kadaluwarsa, sehingga sewaktu waktu dapat disidik, didakwa, dan diadili.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai penyidik. Untuk
pelanggaran HAM berat, penyidikan dilakukan oleh komisi nasional hak asasi
manusia.
Kewenangan Ankum (Atasan yang berhak Menghukum) dan perwira penyerah
perkara tidak ada. Untuk kasus pelanggaran HAM, wewenang Ankum seperti diatur
dalam UU No. 31 Tahun 1997 tidak berlaku.
2. UPAYA PERLINDUNGAN, PEMAJUAN, DAN PEMENUHAN HAM
Beberapa langkah penegakan dan perjuangan hak asasi manusia bagi masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia adalah sebagai berikut,
Sosialisasi Hak Asasi Manusia
Untuk menegakkan hak asasi manusia, langkah pertama adalah memasyarakatkan hak
asasi manusia di tengah-tengah masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dari usaha
ini, antara lain sebagai berikut,
Agar manusia respek terhadap hak asasi manusia dan menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai inti hak asasi manusia.
Tumbuhnya kesadaran rakyat tentang hak asasi manusia.
Mempercepat proses demokratisasi sehingga dapat dicegah munculnya kekuasaan
yang sewenang-wenang.
Pendidikan HAM
Dalam rangka internalisasi nilai-nilai, hak asasi manusia perlu dikembangkan dalam
kehidupan manusia sejak dini, pada sekolah, kampus, dan media massa, Sebagai suatu
tata nilai, hak asasi manusia untuk bisa dipahami, dihayati, dan diamalkan melalui
proses yang panjang. Pembentukan sikap dan kebiasaan memerlukan interaksi dengan
lingkungan di bawah pimpinan, guru, atau tokoh masyarakat.
Advokasi HAM
Advokasi adalah dukungan, pembelaan atau upaya, dan tindakan yang terorganisir
dengan menggunakan peralatan demokrasi untuk menegakkan dan melaksanakan
hukum dan kebijakan yang dapat menciptakan masyarakat yang adil da,n sederajat.
Tujuan advokasi terhadap HAM adalah untuk mengubah lembaga-lembaga masyarakat
dengan menegakkan keadilan dan kesetaraan untuk memperoleh akses dari tuntutan
pengambilan keputusan.
Kelembagaan
Dalam rangka menegakkan hak asasi manusia, pemerintah membentuk Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia. Komisi ini dimaksudkan untuk membantu
pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia dan
meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya
pembangunan nasional.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah
melaksanakan kegiatan sebagai berikut,
a. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai HAM, baik
kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional.
b. Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM
dengan
tujuan
memberikan
saran-saran
mengenai
kemungkinan
meratifikasinya.
c. Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintahan negara
mengenai pelaksanaan hak asasi manusia.
d. Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka mengajukan
dan melindungi hak asasi manusia.
Pelestarian Budaya (Tradisi Lama)
Keberhasilan penguasaan dan pemberdayaan hak asasi manusia suatu bangsa sangat
ditentukan oleh pernantapan budaya hak-hak asasi manusia dan bangsa tersebut
melalui usaha-usaha secara sadar kepada seluruh anggota masyarakat. Pelaksanaan
hak-hak asasi manusia di Indonesia perlu memperhitungkan nilai-nilai adat istiadat,
budaya, agama, dan tradisi bangsa dengan tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama,
dan golongan.
Pemberdayaan Hukum
Untuk menegakkan hak asasi manusia, harus ada kesiapan struktural dan kultur politik
yang lebih demokratis. Hak asasi manusia tidak mungkin dapat ditegakkan oleh
pemerintahan yang represif. Eksistensi hak asasi manusia tergantung sejumlah faktor,
seperti:
Hukum positif dan konstitusi.
Tingkat solidaritas politik.
Tingkat konsensus atas nilai-nilai tersebut.
Tingkat stabilitas politik.
Tipe sistem hukum dari pemerintah.
Tingkat perkembangan ekonomi.
Tingkat kepercayaan terhadap produk hukum badan-badan legislatif dan
peradilan.
Sifat dari komunikasi internal serta faktor pendidikan dapat mendukung
pembangunan
hak-liak asasi manusia.
Pengesahan Perangkat Nasional
Untuk menegakkan dan menjamin perlindungan hak asasi manusia, perlu pengesahan
perangkat-perangkat nasional hak asasi manusia. Pemerintah minimal mengesahkan
piagam hak asasi manusia sedunia (Universal Declaration of Human Rights) yang
disahkan oleh Majelis Umurn PBB tanggal 10 Desember 1948. Piagam ini
mempunyai fungsi, antara lain:
Sebagai standar umum pelaksanaan hakasasi manusia untuk seluruh rakyat
dan negara.
Sebagai kode perilaku yang dapat menjadi parameter kebijakan sebuah
pemerintahan.
Rekonsiliasi Nasional
Cara lain yang harus ditempuh untuk menegakkan hak asasi manusia adalah dengan
membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang dibentuk berdasarkan undangundang. Kornisi ini berfungsi sebagai lembaga ekstra yuridis untuk menegakkan
kebenaran dengan rnengungkap penyalahgunaan kekerasan dan pelanggaran HAM di
masa lampau demi kepentingan bangsa dan negara. Berdasarkan pengalaman negara
lain, menurut Kardino Laksono ada tiga langkah penyelesaian pelanggaran HAM
masa lampau yaitu sebagai berikut,
Memulihkan hak-hak korban dan keluarganya melalui proses reparasi.
Pertanggungjawaban hukum atas kejahatan yang dilakukan pelaku
kemungkinan amnesti dengan tidak mengabaikan rasa keadilan.
Perlunya referensi kebijakan dari lembaga peradilan untuk memungkinkan
terciptanya penegakan hukum.
3. HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN,
PEMAJUAN, DAN PEMENUHAN HAM
I. Perkembangan HAM di Indonesia
Pasca Proklamasi 1945, bangsa Indonesia banyak disibukkan oleh perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda yang ingin merebut kembali
kemerdekaan Indonesia, meskipun akhirnya kedaulatan Indonesia diakui pada tahun 1949.
Selanjutnya, antara 1950-1955 kita dirongrong kembali oleh berbagai pemberontakan,
upaya disintegrasi dan liberalisasi partai politik yang cenderung mementingkan
kelompoknya. Kondisi dan situasi demikian jelas sangat tidak kondusif bagi pemerintah
untuk memikirkan dan memberi perlindungan terhadap masalah hak-hak asasi manusia.
Pada era Orde Lama (1955-1965), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam
kemelut ditingkat elite pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara
elite politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jendral pada
1 Oktober 1965 yang kemudian diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada
masa ini persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan
cenderung semakin jauh dari harapan. Era Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan
Jenderal Soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh
terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945, juga tidak menunjukan perkembangan
yang berarti. Walaupun menyatakan sebagai orde kontitusional dan pembangunan, tetapi
rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan melakukan pelanggaran HAM atas nama
pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta
Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul
dalam bentuk ketetapan MPR hingga berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998). Tetapi,
patut pula dicatat bahwa era keterbukaan dan meluasnya opini internasional tentang
pentingnya mengembangkan demokratisasi dan perlindungan terhadap HAM telah memberi
tekanan terhadap pemerintahan orde baru (Soeharto) untuk melakukan beberapa perubahan.
Tercatat dalam pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski
demikian, dalam sejarah panjang kekuasaan rezim orde baru terdapat praktik
penyalahgunaan kekuasaan politik dan kehakiman, penutupan beberapa media massa, dan
penghilangan paksa terhadap para aktivis pro-demokrasi. Pasca pemerintahan Orde Baru
(era Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik
utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak asasi manusia antara
lain :
Keluarnya Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other
Cruel, Inhuman or Degrading Tratement or Punishment (Konvensi menentang
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
atau merendahkan martabat manusia).
Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
perempuan.
Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi
Manusia Indonesia.
Inpres No. 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan
nonpribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan
program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA Pasal 28A-28J mengatur secara
eksplisit Pengakuan dan Jaminan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Walaupun telah terdapat berbagai produk peraturan perundangan yang secara terang
mengatur perlindungan terhadap HAM, tetapi hingga akhir tahun 2003 Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa upaya penegakan HAM di Indonesia
belum ada perubahan. (Media dinilai gagal memutus mata rantai kekejaman dan kekerasan
yang mengakar sejak masa lalu. “Rezim sekarang evaluasi, pelanggaran HAM terpaut dua
aspek yang saling terkait. Terjadilah pelanggaran hak, baik dalam persoalan ekonomi,
sosial, dan budaya di satu sisi, dengan kekerasan atas hak sipil dan politik. Kendati
demikian, di era reformasi dapat kita catat bahwa pemerintah dan lembaga legislatif telah
bekerja sama menyusun perangkat perundangan yang menunjukan upaya nyata untuk
mengedepankan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Tetapi, meski iklim demokratisasi
kini tengah tumbuh subur bukan berarti upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia
tidak mengalami hambatan sama sekali. Kita dapat mencermati bahwa langkungan sosial kita
terdapat beberapa hambatan baik yang bersifat struktural (berkenan dengan kekuasaan
negara) maupun bersifat kultural (berkenan dengan budaya masyarakat). Walau demikian
hambatan tersebut sepatutnya tidak membuat semangat kita untuk menegakkan hak asasi
manusia menjadi surut.
Bonus Info Kewarganegaraan
Salah satu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menangani persoalan
hak asasi manusia di Indonesia adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM). Lembaga ini didirikan pada masa pemerintahan Soeharto, yaitu pada 7 Juni
1993 melalui Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993. pembentukan Komnas HAM
sendiri merupakan tindak lanjut rekomendasi Lokakarya I Hak Asasi Manusia yang
diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Berdasarkan keppres tersebut, tujuan pembentukan Komnas HAM adalah
sebagai berikut:
1.
Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksana hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2.
meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya
pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat pada umumnya.
II.
Hambatan Penegakan HAM
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di
Indonesia, secara umum dapat kita identifikasi sebagai berikut :
Faktor Kondisi Sosial-Budaya
o Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan,
keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
o Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama
jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara
sakral, pergaulan dan sebagainya.
o Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya
disebabkan oleh hal-hal sepele.
Faktor Komunikasi dan Informasi
o Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung
yang membatasi komunikasi antardaerah.
o Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun
secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
o Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas
baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware)
yang diperlukan.
Faktor Kebijakan Pemerintah
o Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya
jaminan hak asasi manusia.
o Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi
manusia sering diabaikan.
o Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap
pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan
‘pembangkangan’.
Faktor Perangkat Perundangan
o Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional
tentang hak asasi manusia.
o Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk
diimplementasikan.
Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
o Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan
prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
o Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih
belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
o Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif,
tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme)
Dari faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan hak asasi manusia tersebut
diatas, mari kita upayakan untuk sedikit demi sedikit dikurangi (eliminasi). Demi
terwujudnya perlindungan hak asasi manusia yang baik, mulailah dari diri kita sendiri untuk
belajar menghormati hak-hak orang lain. Kita harus terus berupaya untuk menyuarakan tetap
tegaknya hak asasi manusia, agar harkat dan martabat yang ada pada setiap manusia sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya.
III.
Tantangan Penegakan HAM
Mengenai tantangan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa
yang akan datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada saat
akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konfrensi Dunia ke-2 (Juni 1992) dengan
judul “Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi Manusia” sebagai berikut.
a. Prinsip Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak asasi manusia bersifat fundamental
dan memiliki keberlakuan universal, karena jelas tercantum dalam Piagam dan Deklarasi
PBB dan oleh karenanya merupakan bagian dari keterikatan setiap anggota PBB.
b. Prinsip Pembangunan Nasional, yaitu bahwa kemajuan ekonomi dan sosial melalui
keberhasilan pembangunan nasional dapat membantu tercapainya tujuan meningkatkan
demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
c. Prinsip Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip Indivisibility). Yaitu berbagai jenis
atau kategori hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi hak-hak sipil dan politik di satu pihak dan
hak-hak ekonomi, sosial dan kultural di lain pihak; dan hak-hak asasi manusia perseorangan
dan hak-hak asasi manusia masyarakat atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan
d. Prinsip Objektifitas atau Non Selektivitas, yaitu penolakan terhadap pendekatan atau
penilaian terhadap pelaksanaan hak-hak asasi pada suatu negara oleh pihak luar, yang hanya
menonjolkan salah satu jenis hak asasi manusia saja dan mengabaikan hak-hak asasi manusia
lainnya.
e. Prinsip Keseimbangan, yaitu keseimbangan dan keselarasan antara hak-hak perseorangan
dan hak-hak masyarakat dan bangsa, sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk
individual dab makhluk sosial sekaligus.
f. Prinsip Kompetensi Nasional, yaitu bahwa penerapan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia merupakan kompetensi dan tanggung jawab nasional.
g. Prinsip Negara Hukum, yaitu bahwa jaminan terhadap hak asasi manusia dalam suatu
negara dituangkan dalam aturan-aturan hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis.
Tantangan lain bagi bangsa Indonesia khususnya adalah berkaitan dengan adanya
“pelanggaran berat” terhadap hak asasi manusia. Perihal pelanggaran berat yang
dimaksudkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, mencakup Kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan.
Kejahatan Genosida
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik,
kelompok agama, dengan cara :
o Membunuh anggota kelompok;
o Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggotaanggota kelompok;
o Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya;
o Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; atau
o Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
o Pembunuhan
o Pemusnahan;
o Perbudakan;
o Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
o Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik antara lain
secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
hukum internasional;
o Penyiksaaan,Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan , permandulan atau strerilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
o Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didaari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional;
o Penghilangan orang secara paksa; atau
o Kejahatan aperheid.
Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia (2004 – 2009)
Pemerintah Indonesia yang sejak proklamasi kemerdekaan 1945 sangat konsern terhadap
upaya-upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, telah
banyak langkah-langkah yang diambil. Sejak amandemen UUD 1945 di mana masalah hak
asasi manusia telah memperoleh porsi yang memadai, terus diupayakan dibuatnya berbagai
penandatanganan/rafitikasi konveni dan peraturan perundangan tentang HAM. Sejak
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pemerintah
dengan kesungguhan hati mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia yang kemudian diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2003. Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia
Indonesia (RANHAM), merupakan upaya nyata pemerintah Indonesia untuk menjamin
peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia di
Indonesi dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. RANHAM dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dalam suatu
program 5 (lima) tahunan yang dipimpin langsung oleh Presiden. Dalam Rencana aksi
Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia tahun 2004 – 2009, akan mengacu pada 6 (enam)
program utama, yaitu :
o
o
o
o
o
o
Pembentukan dan penguatan institusi pelaksanaan RANHAM,
Persiapan ratifikasi instrumen Hak Asasi Manusia Internasional
Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
Diseminasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia
Penerapan norma dan standar Hak Asasi Manusia, dan
Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Berikut ini adalah salah satu contoh program aksi “Persiapan harmonisasi peraturan
perundang-undangan” yang sedang berlansung.
No
1.
Tujuan/
Sasaran
Persiapan
Harmo-nisasi
Peraturan
Perundang-
Program/Kegiatan
Jadwal
Melakukan pengkajian dan 2004penelitian terhadap peraturan 2009
perundang-undangan nasional .
Indikator Keberhasilan
(out put)
Depdiknas,
Tersedianya hasil kajian/
Depkeham, dan saran kebijakan untuk
Instansi terkait
men-dapatkan tanggapan
resmi
dari
instansi
terkait.
Pelaksana
2.
Undangan
Nasio-nal
sesuai dengan
instrumen
HAM
Internasional
yang
telah
diratifikasi 3.
Menyiapkan dan merevisi 2004peraturan perundang-undangan 2009
dengan prioritas sebagai berikut
:
Undang-undang tentang HAM
Undang-undang
tentang
Pengadilan HAM
Kitab Undang-undang Hukum
Pidana
Depdiknas,
Tersusunnya draft revisi
Depkeham, dan Rancangan
UndangInstansi terkait
undang (RUU) yang
sesuai
dengan
hasil
kajian.
Persiapan
Harmo-nisasi
Peraturan
Daerah sesuai
de-ngan
Instrumen
HAM
Internasio-nal
yang
telah
diratifikasi
Melakukan pengkajian dan 2004penelitian terhadap Peraturan 2009
Daerah.
Depdagri
dan Tersedianya hasil kajian/
Panitia
saran kebijakan untuk
Pelaksana
men-dapatkan tanggapan
RANHAM
resmi
dari
instansi
Daerah
terkait.
Depdagri
dan Tersusunnya
Panitia
revisi/Ranca-ngan Perda
Pelaksana
sesuai
dengan
hasil
RANHAM
kajian.
Daerah
Merevisi Peraturan Dae-rah dan 2004atau merancang Peraturan 2009
Daerah yang baru sesuai
dengan hasil kajian
D. Contoh Soal/Latihan
Soal Essay
1) Uraikan bentuk-bentuk pelanggaran HAM menurut UUNomor 39 Tahun
1999 tentang HAM !
2) Sebutkan 5 contoh pelanggaran HAM terkait tentang kejahatan kemanusiaan !
3) Apa yang dimaksud dengan undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM
yang dilakukan negara, badan hukum publik, atau badan hukum perdata.
Setiap pelanggaran yang bertanggung jawab adalah pelakunya, bukan
institusinya !
4) Kemukakan faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam penegakan
HAM di Indonesia !
5) Uraikan secara singkat sejarah perkembangan HAM di Indonesia !
Soal Pilihan Ganda
1) Manusia memiliki hak hidup dan kebebasan untuk bergaul yang melekat pada dirinya,
yaitu...
a) sejak dilahirkan sampai masuk sekolah
b) sejak masa kanak-kanak sampai remaja
c) sejak akal mulai tumbuh dan berpikir secara dewasa
d) sejak berada dalam kandungan sampai hidup di dunia
2) Sebagai landasan bagi manusia untuk mengembangkan kehidupannya sesuai
dengan daya cipta dan kreasinya, maka hak hidup dan kebebasan manusia
merupakan...
a)
b)
c)
d)
karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
kehidupan manusia di dunia
keunikan sifat manusia
kekuasaan alam
3) Mengapa tidak seorang manusiapun yang dibenarkan merenggut/merampas hak
dasar itu kepada orang lain ?
a) karena kenyataan manusia mempunyai sifat merampas
b) karena orang lain tidak tahu dirampas baik hak atau kewajibannya
c) karena ada kemungkinan untuk tidak mau merampas hak orang lain
d) karena merampas hak dasar seorang, berarti melawan kodrat dan kehendak
Tuhan
4) Sebagai manusia yang beradab, kita tidak boleh menindas orang lain sebab setiap
penindasan berarti... .
a) pelanggaran terhadap hak asasi manusia
b) pelanggaran terhadap hak seseorang
c) termasuk kegiatan yang direncanakan
d) bagian dari hak seseorang
5) Demi terwujudnya tata kehidupan yang beradab dan harmonis, setiap manusia
harus saling menghormati, maka tanggung jawab untuk menjaga, melindungi dan
menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban... .
a) setiap keluarga
b) seluruh umat manisia
c) masyarakat pada umumnya
d) pemerintah dan lembaga tinggi
6) Dalam perkembangan sejarah peradaban manusia yang semakin sempurna,
penegakkan dan perlindungan HAM diatur pelaksanaannya dan dituangkan dalam
berbagai peraturan sebagai...
a) pemehaman setiap hak dan kewajiban
b) dasar pelaksanaan hak dan kewajiban di sekolah
c) dasar dan pedoman dalam rangka penegakkan HAM
d) aturan dasar yang dilandasi perundang-undangan yang berlaku
7) Seperangkat hak yang melekat pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengertian ini
tercantum pada...
a) pasal 1 UU No 26 tahun 2000
b) pasal 1 UU No 9 tahun 1998
c) pasal 1 UU No 39 tahun 1999
d) pasal 1 UU No 5 tahun 1998
8) Kesadaran akan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia harus terus kita
tingkatkan. Sebab ..
a) HAM merupakan hak dasar manusia
b) kedamaian akan terwujud jika setiap orang menghormati HAM
c) Jika tidak menghormati HAM, kita akan berurusan dengan Polisi
d) HAM di Indonesia telah dituangkan dalam Undang Undang Dasar 1945
9) Negara yang pertama memperjuangkan penegakkan HAM adalah...
a) PBB
b) Inggris
c) Amerika
d) Indonesia
10) Di bawah ini yang merupakan salah satu faktor hambatan dalam penegakan ham di
Indonesia, adalah
a) Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
b) Faktor Perangkat Perundangan
c) Faktor Kondisi Sosial-Budaya
d) Semua benar
E. Kunci Jawaban
Essay
1. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM menurut UUNomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
a. Pembunuhan massal secara terencana terhadap suatu etnis tertentu (genosida)
b. Pembunuhan sewenang-wenang atau putusan di luar pengadilan (arbytrary extra
yudicial killing).
c. Penyiksaan dan penghilangan orang secara paksa.
d. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic
discrimination).
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap penduduk sipil. Kejahatan
kemanusiaan dapat herupa:
Pembunuhan.
Pemusnahan.
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
hukum internasional.
Penyiksaan
Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan, sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang
lain yang setara.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan politik, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
Penghilangan seseorang secara paksa.
Kejahatan apartheid.
3. Menurut undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM yang dilakukan negara, badan
hukum publik, atau badan hukum perdata. Setiap pelanggaran yang bertanggung jawab
adalah pelakunya, bukan institusinya.Hal ini berarti bahwa:
Komandan militer dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh anak buahnya atau pasukan yang berada di bawah komandonya.
Seorang atasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran HAM
yalig dilakukan oleh bawahannya. Hal ini bisa terjadi bilamana atasan mengetahui
atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa
bawahannya rnelakukan pelanggaran HAM berat, dan tidak mengambil tindakan apaapa.
4. faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan HAM di Indonesia
Faktor Kondisi Sosial-Budaya
o Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan,
keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
o Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama
jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara
sakral, pergaulan dan sebagainya.
o Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya
disebabkan oleh hal-hal sepele.
Faktor Komunikasi dan Informasi
o Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung
yang membatasi komunikasi antardaerah.
o Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun
secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
o Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas
baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware)
yang diperlukan.
Faktor Kebijakan Pemerintah
o Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya
jaminan hak asasi manusia.
o Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi
manusia sering diabaikan.
o Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap
pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan
‘pembangkangan’.
Faktor Perangkat Perundangan
o Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional
tentang hak asasi manusia.
o Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk
diimplementasikan.
Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement).
o Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan
prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.
o Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih
belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen,
dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
5. Pasca Proklamasi 1945, bangsa Indonesia banyak disibukkan oleh perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda yang ingin merebut kembali kemerdekaan
Indonesia, meskipun akhirnya kedaulatan Indonesia diakui pada tahun 1949. Selanjutnya,
antara 1950-1955 kita dirongrong kembali oleh berbagai pemberontakan, upaya disintegrasi
dan liberalisasi partai politik yang cenderung mementingkan kelompoknya. Kondisi dan
situasi demikian jelas sangat tidak kondusif bagi pemerintah untuk memikirkan dan memberi
perlindungan terhadap masalah hak-hak asasi manusia. Pada era Orde Lama (1955-1965),
situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam kemelut ditingkat elite pemerintahan
sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara elite politik dan militer akhirnya
memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jendral pada 1 Oktober 1965 yang kemudian
diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada masa ini persoalan hak asasi manusia
tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh dari harapan. Era Orde
Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto yang menyatakan diri hendak
melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945,
juga tidak menunjukan perkembangan yang berarti. Walaupun menyatakan sebagai orde
kontitusional dan pembangunan, tetapi rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan
melakukan pelanggaran HAM atas nama pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam HakHak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh MPRS
pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk ketetapan MPR hingga berakhirnya
kekuasaan Orde Baru (1998). Tetapi, patut pula dicatat bahwa era keterbukaan dan
meluasnya opini internasional tentang pentingnya mengembangkan demokratisasi dan
perlindungan terhadap HAM telah memberi tekanan terhadap pemerintahan orde baru
(Soeharto) untuk melakukan beberapa perubahan. Tercatat dalam pembentukan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski demikian, dalam sejarah panjang
kekuasaan rezim orde baru terdapat praktik penyalahgunaan kekuasaan politik dan
kehakiman, penutupan beberapa media massa, dan penghilangan paksa terhadap para aktivis
pro-demokrasi. Pasca pemerintahan Orde Baru (era Reformasi), era ketika persoalan
demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik utama, telah banyak lahir produk
peraturan perundangan tentang hak asasi manusia
Pilihan Ganda
1. D
6. C
2. A
7. C
3. D
8. B
4. A
9. B
5. B
10. D
F. PEDOMAN PENSKORAN
Petunjuk Penilaian Soal Pilihan Ganda
Nomor Soal
Bobot Soal
1-10
10
Jumlah skor
100
maksimal
Jika benar mendapatkan skor 100
Jika salah mendapatkan skor 0
Penentuan Nilai= Nilai = skor yang diperoleh x 100
skor maksimum
Petunjuk Penilaian soal Essay
No
.
1.
Bobot
Butir Pertanyaan
Kriteria Pensekoran
soal
0
Uraikan bentuk-bentuk
pelanggaran HAM menurut
UUNomor 39 Tahun 1999
tentang HAM !
20
10
20
30
40
Nilai
Akhir
2.
Sebutkan 5 contoh pelanggaran
HAM terkait tentang kejahatan
kemanusiaan !
15
3.
Apa yang dimaksud dengan
undang-undang, tidak dikenal
pelanggaran HAM yang
dilakukan negara, badan hukum
publik, atau badan hukum
perdata. Setiap pelanggaran yang
bertanggung jawab adalah
pelakunya, bukan institusinya !
25
4.
Kemukakan faktor-faktor apa
saja yang menjadi hambatan
dalam penegakan HAM di
Indonesia !
25
5.
Uraikan secara singkat sejarah
perkembangan HAM di
Indonesia !
15
Jumlah skor maksimal = 100
Rubrik Penilaian (Pengetahuan/Pemahaman)
Soal No.1
Skor 20
Jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/tepat sesuai dengan kajian
Skor 15
teori pada buku pembelajaran
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/mendekati kajian teori pada
Skor 10
buku pembelajaran
jika peserta didik menjawab tidak terlalu jelas /tepat dengan kajian teori Pada
Skor 5
buku pembelajaran
jika peserta didik
Skor 0
pembelajaran
jika peserta tidak menjawab satupun pertanyaan yang diberikan
menjawab tidak sesuai dengan kajian teori pada buku
Soal no. 3 dan 4
Skor 25
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/tepat sesuai dengan kajian
Skor 20
teori pada buku pembelajaran
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas /mendekati kajian teori Pada
Skor 15
buku pembelajaran
jika peserta didik menjawab tidak terlalu jelas /tepat dengan kajian teori Pada
Skor 10
buku pembelajaran
jika peserta didik
menjawab tidak sesuai dengan kajian teori pada buku
Skor 0
pembelajaran
jika peserta tidak menjawab satupun pertanyaan yang diberikan
Soal no. 2 dan 5
Skor
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas/tepat sesuai dengan kajian
15
Skor
teori pada buku pembelajaran
jika peserta didik mampu menjawab dengan jelas /mendekati kajian teori Pada
10
Skor
buku pembelajaran
jika peserta didik menjawab tidak terlalu jelas /tepat dengan kajian teori Pada
5
Skor
buku pembelajaran
jika peserta tidak menjawab satupun pertanyaan yang diberikan
0
A. DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Dwi Cahyati A.W, Warsinto Adnan, 2011, Pelajaran Kewarganegaraan I Untuk Kelas
XI SMA,MA, dan SMK, Pusat Kurikulum dan Pembukuan Kementrian Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Pelajaran Kewarganegaraan I Untuk Kelas X SMA,MA, dan SMK, Pusat Kurikulum
dan Pembukuan Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.