Asuhan Keperawatan Infeski pada sistem i

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem integumen merupakan lapisan terluar dari tubuh yang terdiri
dari kulit dan beberapa derivatnya seperti kuku, rambut dan beberapa jenis
kelenjar. Sistem ini dengan komponen terbesarnya yaitu kulit, memiliki
banyak fungsi diantaranya berfungsi sebagai aksesoris dan proteksi. Kulit
melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan serta
melindungi dari zat iritan dan alergen (Sloane, 2003).
Infeksi kulit oleh mikroorganisme meliputi infeksi bakteri, virus dan
jamur. Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada kulit manusia
meliputi: streptokokus, stafilokokus dan mikobakterium. Infeksi karena virus
yang paling sering disebabkan oleh HPV (human papilloma virus) yang
menimbulkan kutil (wart), poxvirus yang menimbulkan moluskum
kontagiosum, parapoxvirus yang menimbulkan orf, dan varicella yang
menimbulkan herpes. Sedangkan infeksi karena jamur yang menyebabkan
terjadinya infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku, dan selaput
lendir, paling sering disebabkan oleh dermatofit (Trichophyton,
Epidermophyton, Moicrosporum sp), jamur serupa ragi misalnya Candida
albicans yang menyebabkan kandidiasis atau kandidosis dan golongan kapang

yang umumnya menyerang jaringan-jaringan tertentu yang mengalami trauma,
luka, luka bakar atau telinga bagian luar (Brown & Burns, 2005).
Di Indonesia, angka kejadian infeksi kulit oleh mikroorganisme cukup
tinggi. Pada tahun 2010, penyakit infeksi kulit termasuk kedalam 10 penyakit
terbanyak di Sumatera Barat dengan 106.568 kasus. Penelitian Sutisna dkk
tahun 2010 di RSI Sultan Agung menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi
kulit oleh bakteri yang paling sering ditemukan adalah pioderma. Di rumah
sakit tersebut, kejadian pioderma menduduki peringkat ketiga dengan jumlah
kasus 362 kasus (18,53%) (Sutisna dkk, 2011).
Tingginya angka kejadian infeksi kulit oleh mikroorganisme erat
kaitannya dengan cara penularan yang lebih banyak menular melalui kontak
langsung serta hygiene personal individu yang kurang baik dan sanitasi
lingkungan terlebih lingkungan di daerah bersuhu panas dan beriklim lembab.
Hal ini mengakibatkan mikroorganisme dapat memperbanyak diri dengan
cepat dan menyebar ke jaringan yang lebih luas (Jawetz wt al, 1996 dalam
Sutisna dkk, 2011).
Tatalaksana pada infeksi kulit oleh mikroorganisme pada umumnya
tergantung dari jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan organ tubuh yang
terkena. Misalnya pada infeksi jamur, pengobatan biasanya dengan preparat
lokal (dermatologi) dan terkadang dengan obat sistemik. (Isselbacher, 1999).

Untuk penanganan infeksi kulit akibat bakteri, tergantung dari jenis bakteri
yang menyerang. Selain mengatasi penyebab infeksi, tatalaksana juga
ditujukan untuk mengurangi tanda dan gejala yang muncul misalnya pada

1

infeksi varisela selain diberikan antibiotik juga diberikan antipiretik untuk
mengatasi keluhan demam dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui,
mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan:
1. Mengetahui definisi gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
2. Mengtahui penyebab gangguan sistem integumen karena infeksi

mikroorganisme
3. Mengetahui patofisiologi dari gangguan sistem integumen karena
infeksi mikroorganisme
4. Mengetahui manifestasi klinis gangguan sistem integumen karena
infeksi mikroorganisme
5. Mengetahui penatalaksanaan dari gangguan sistem integumen
karena infeksi mikroorganisme
6. Megetahui pathways gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan sistem integumen
karena infeksi mikroorganisme
1.3 Manfaat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

Mahasiswa dapat menjelaskan definisi gangguan sistem integumen
karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dari gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi dari gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan sistem integumen karena
infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan gangguan sistem
integumen karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat menegakkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat
melaksanakandiagnosakeperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat

melaksanakanintervensikeperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
2

10.

Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat
melaksanakanimplementasi dan evaluasi keperawatankeperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi
mikroorganisme

3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi adalah proses saat organism (misalnya bakteri, virus, jamur)
yang mampu menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan
menyebabkan trauma atau kerusakan. (Grace&Borley,2007).

Tiga Infeksi organism yang dapat menimbulkan gangguan atau
penyakit pada system integument menurut adalah sebagai berikut :
a. Infeksi jamur
Infeksi jamur biasa terjadi pada organ integumen seperti kulit. infeksi
jamur pada kulit dianggap sebagai infeksi superficial dan biasanya
digambarkan berdasarkan tempat infeksi. Infeksi pada kulit disebut tinea.
Tinea pedis adalah infeksi di kaki, misalnya kutu air (athlete’s foot).
Tinea korporis (ringworm) adalah infeksi di badan, tinea barbe adalah
infeksi di janggut, dan tinea kapitis adalah infeksi dikulit kepala. Tinea
versikolor adalah infeksi jamur di badan yang menimbulkan area kulit
yang berubah warnanya dan diperburuk oleh pajanan sinar matahari.
(Corwin,2009)
b. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri yang biasa terjadi pada organ integument biasanya seperti
bakteri streptokokus yang menyebabkan selulitis, stafilokokus yang
menyebabkan folikulitis , kemudian ada penyakit lain yang disebabkan
oleh bakteri, yaitu karbunkel,impetigo, dan eritrasma. Infeksi akibat
mikobakterium seperti tuberculosis kulit, skrofuloderma,lupus vulgaris,
warty tuberculosis, tuberkulid,dan lepra.(Graham&Burns,2005)
c. Inveksi Virus

Selain inveksi jamur dan bakteri, infeksi virus juga dapat menyebabkan
penyakit atau gangguan padasistem integument. Virus yang berperan
menginfeksi dalam hal ini adalah seperti virus dari kelompok Human
Papiloma Virus (HPV). (Graham&Burns,2005)
2.2 Etiologi
a. Infeksi jamur
Infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada keadaan apapun
dalam hidupnya. Factor pencetus infeksi ini dapat terjadi tanpa alasan
yang jelas, tetapi seringkali orang terpajan akibat lingkungan atau
perilakunya. Predisposisi juga dapat terjadi pada orang-orang yang
mengalami penurunan fungsi imun, seperti pasien diabetes, wanita hamil,
dan bayi. Orang yang menderita imunodefisiensi berat, termasuk
pengidap AIDS, beresiko mengalami infeksi jamur yang kronik dan berat.
(Corwin,2009)
Berikut ini penyebab gangguan integument akibat infeksi jamur
berdasarkan klasifikasi penyakit: (Graham&Burns,2005)

a) Tinea Pedis
Infeksi biasanya didapat dari adanya kontak dengan debris yang
terinfeksi pada lantai kolam renang dan kamar mandi.

b) Tinea Kruris
Sumber infeksi hampir selalu berasal dari kaki pasien. Jamur diduga
berpindah ke lipatan paha melalui jari-jari yang dipakai menggaruk
lipat paha setelah menggaruk kaki atau melalui handuk.
c) Tinea Korpodis
Sumber jamur pada orang dewasa biasanya berasal dari kaki,
sedangkan pada anak-anak biasanya menyebar dari kulit kepala.
d) Tinea manum
Sumber jamur hampi selalu berasal dari kaki pasien
e) Tinea Unguium
Lebih sering berkaitan dengan adanya tinea pedis
f) Tinea Kapitis
Lebih sering menyerang anak-anak daripada orang dewasa, hal ini
mungkin berkaitan dengan perubahan kandungan lemak dalam sebum
pada saat jelang pubertas. Sebum pada masa pubertas mengandung
asam lemak yang bersifat jamurstatik.
b. Infeksi Bakteri
Berikut ini penyebab gangguan integument akibat infeksi bakteri
berdasarkan klasifikasi penyakit: (Graham&Burns,2005)
a) Selulitis

merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan pada orang-orang
dengan imunitas normal, biasanya disebabkan streptococcus
pyrogens. Kadang-kadang bakteri lain ikut terlibat, haemophilus
influenze merupakan penyebab yang penting dari selulitis fasial pada
anak-anak. Pada orang-orang dengan imunokompromasi berbagai
bakteri mungkin menyebabkan selulitis. Selulitis paling sering terjadi
pada tungkai. Organism penyebab biasanya masuk melalui kulit-kulit
yang lecet ringan atau retakan kulit pada jari kaki.
b) Folikulitis
merupakan infeksi pada bagian superficial dari folikel rambut oleh
Staphylococcus aureus menimbulkan postula kecil dengan dasar yang
kemerahan pada tengah-tengah folikel.
c) Furunkulosis/bisul
merupakan infeksi yang dalam pada folikel rambut oleh S.aureus.
beberapa orang mungkin merupakan penyebar stafilokokus pada
daerah nasal serta perinasal, dan kemudian organism tersebut bisa
dipindahkan melalui jari-jemari ketempat-tempat lain di tubuh.
d) Karbunkel
merupakan infeksi yang dalam oleh s.aureus pada kelompok folikel
rambut yang berdekatan.

e) Impetigo
merupakan infeksi superficial yang menular dan mempunya dua
bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan bulosa impetigo nonbulosa
disebabkan oleh S.aureus, streptokokus, atau kedua organism
tersebut.

5

f) Eritrasma
disebabkan oleh organism gram positif, Corynebacterium
minutissimum. Timbul didaerah intertriginosa yaitu aksila,lipat paha,
dan daerah dibawh payudara. Namun, daerah yang paling sering
diserang adalah sela-sela jari kaki.
c. Inveksi virus
Inveksi virus pada kulit dapat diperoleh secara eksogen (misal,infeksi
virus herpes simpleks primer) atau secara endogen (misal, reaktivasi
infeksi virus varisela atau herpes simpleks). (Corwin,2009)
Beberapa virus yang menjadi penyebab yaitu, kelompok Human
Papiloma Virus (HPV) yang menyebabkan kutil pada kulit, virus
varisella zoster menyebabkan Herpes Zooster, kemudian Herpes Virus

Hominis
(HSV)
yang
menyebabkan
Herpes
Simpleks(Graham&Burns,2005)
2.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
A. Macam-macam port d‘entree virus
a. Saluran pernafasan
Beberapa penyakit yang ditimbulkan dengan jalur masuk
virusnya melalui saluran pernafasan adalah seperti virus influenza,
rubeola dan coronavirus (Syahrurachman, 1994).
b. Saluran pencernaan
Virus-virus tak berselubung seperti rotavirus, Norwalk agent,
dan pararotavirus masih tetap infektif setelah melewati cairan
lambung dan empedu. Namun virus hepatitis dan virus
imunodefisiensi manusia dapat menyebar ke tempat lain
(Syahrurachman, 1994).
c. Kulit dan mukosa genitalia
Sebagian virus yang masuk ke dalam sel-sel mukosa melalui
(mikro) lesi menimbulkan kelainan setempat seperti virus herpes
simplex dan virus papilloma (Syahrurachman, 1994).
d. Plasenta
Jika ibu mengalami viremia, virus dapat masuk mencapai
plasenta. Dalam plasenta vrus bisa berkembang biak atau langsung
masuk ke dalam jaringan janin. Kelainan yang terjadi tergantung pada
tipe virus dan usia kehamilan. Virus rubella, cytomegalo virus dan
terkadang virus Varicella sering dikaitkan dengan kalainan congenital
(Syahrurachman, 1994).
Penggolongan interaksi sel dan virus secara umum ada tiga macam
yaitu sebagai berikut (Syahrurachman, 1994).
a. Virus yang menimbulkan banyak kematian sel akibat sitosidal atau
toksiknya.
b. Virus yang tidak menimbulkan kematian sel langsung namun hanya
menimbulkan eklainan kecil.
c. Virus yang mengubah tumbuh kembang sel hingga tumbuh kembang
sel berlebihan karena proses infeksinya.

6

Berat atau ringannya gejala penyakit infeksi virus tergantung
beberapa factor, antara lain adalah proses tanggapkebal, reaksi
hipersensitivitas, reaksiradang dan kerusakan jaringan. Akibat dari proses
tanggap kebal dijumpai berbagai gejala klinis seperti demam dan
kelemahan (Syahrurachman, 1994).
Untuk port d’entrée kulit dan mukosa (Syahrurachman, 1994).
a. Penularan dengan mikrolesi
a) Papilloma manusia : ditandai dengan kondiloma
b) Herpes simpleks 1 : ditandai dengan stomatitis, keratitis
c) Herpes simpleks 2 : ditandai dengan servisitis
b. Penularan dengan arthropoda
a) Alphavirus : ditandai dengan FUO, ensefalitis, demam berdarah
b) Flavirus : FUO, demam dengue, DBD demam kuning, ensefalitis
c. Penularan melalui vertebrata
a) Rabies : ditandai dengan rabies
b) Virus B : ensefalomielitis
c) Cytomegalovirus : ditandai dengan hepatitis
d. Penularan melalui injeksi
a) Hepatitis B, C : ditandai dengan hepatitis-hepatoma
b) Cytomegalovirus : hepatitis
c) EBV : ditandai dengan mononucleosis infeksiosa
d) HIV : AIDS
B. Patofisiologi infeksi bakteri pada kulit
Diawali dengan kontak langsung kulit dengan bakteri. Bakteri
kemudian berkembang biak dalam folikel rambut dan menyebabkan
nekrosis jaringan setempat. Lalu terjadi koaguasi fibrin di sekitar lesi dan
pembuluh getah bening dan terbentuk dinding yang membatasi proses
nekrosis. Selanjutnya terjadi serbukan sel radang, di pusat lesi akan terjadi
pencaoran jaingan nekrotik. Cairan abses ini akan mencari jalan keluar di
tempat yang paling kurang tahanannya. Pengeluaran cairan abses diikuti
dengan pembentukan jaringan granulasi. Dari sini kuman juga bisa
menyebar ke lain bagian tubuh lewat pembuluh getah bening dan
pembuluh darah (Warsa, 1994).
Manifestasi yang muncul sebagai berikut (Warsa, 1994).
a. Tanda-tanda peradangan setempat seperti kemerahan, bengkak, panas
dan nyeri.
b. Bisa terdapat pus (bentukan abses).
c. Peradangan menyembuh setelah pus dikeluarkan.
C. Patofisiologi infeksi jamur
Penularan jamur pada kulit manusia dapat melalui dua cara.
Oertama melalui kontak langsung seperti bersentuhan dengan fomitis,
epitel atau rambut yang mengandung jamur. Penularan secara tidak
langsung adalah dengan melalui tanaman atau pakaian yang berdebu, lalu
kontaminasi pakaian atau handuk penderita (Hainer, 2003).

7

Beberapa jamur yang menyerang kulit manusia menghasilkan
keratinase yang berfungsi melisiskan lapisan keratin pada stratum
korneum kulit sehingga tibul skuama. Ketika stramurm korneum ini rusak,
jamur dengan mudah masuk lalu menginvasi jaringan yang lebih dalam.
Akibatnya timbul reaksi peradangan lokal dan beberapa gejala (Hainer,
2003).
Manifestasi klinis (Hainer, 2003).
a. Demam
b. Gatal
c. Kemerahan
d. Nyeri
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Preparat
Pemeriksaan preparat menggunakan larutan KOH 10-40% yang dituangkan
pada preparat dengan sediaan kerokan rambut, kulit, atau kuku. Kemudian
dibiarkan selama 15 menit atau dipanasi diatas api kecil dan jangan sampai
menguap. Lalu diperiksa di bawah mikroskop. Jika pada gambaran
mikroskop ditemukan adanya jamur, bakteri atau virus maka diagnosis dapat
ditegakkan. Khusus untuk pemeriksaan viral disease disebut Tzanck Testing.
b. Pembiakan
Cara ini menggunakan metode pembiakan dari sediaan kulit, rambut, atau
kuku dalam media agar saboroud pada suhu kamar (25-300C) dan setelah
itu dilihat dan dinilai setelah 1 minggu.
c. Reaksi imunologis
Cara ini menggunakan alergen yang dijadikan antigen dengan disuntikkan
secara intrakutan. Jika hasilnya positif maka bisa ditegakkan diagnosis
infeksi.
d. Biopsi atau pemeriksaan gambaran histopatologis
Pemeriksaan ini hanya bisa digunakan untuk mendeteksi jamur golongan
mikosis saja dengan metode pewarnaan Gram, HE, dan PAS
e. Pemeriksaan dengan sinar woods
Pemeriksaan dengan sinar woods adalah dengan cara menembakkan sinar
woods pada kulit yang akan diperiksa. Jika terdapat tanda-tanda yaitu
adanya warna yang berbeda maka bisa ditegakkan diagnosis.
2.5 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dan penanganan adalah menghilangkan factor
predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi obat anti
mikroorganisme yang sesuai dengan penyebab.
a. Infeksi Jamur
a) Medikamentosa
Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan
pada tempat infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh
tubuh. Banyak dokter lebih senang memakai pengobatan lokal dahulu.
Obat lokal menimbulkan lebih sedikit efek samping dibanding
8

pengobatan sistemik. Pengobatan lokal termasuk: olesan; supositoria
yang dipakai untuk mengobati vaginitis; cairan; dan lozenge yang
disebabkan oleh jamur dengan cara dilarutkan dalam mulut.
Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan
setempat. Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Obat
sistemik generasi baru yang dapat digunakan adalah flukonazol,
itrakonazol, dan terbinafin.. Efek samping yang paling umum adalah
mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari 20% orang mengalami
efek samping ini. Seperti pengobatan yang paling murah untuk
kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat ini dioleskan di tempat
ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Kolaborasi antibiotik
(skabisida, malathion 5%) dan kolaborasi antihistamin juga sering
digunakan untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit seperti banyak
digunakan pada scabies. Kolaborasi pemberian antifungus seperti
mikonazol, klotrimazol, haloprogin, tolnaftat/tinactin dan griseofulvin
oral seperti padan penyakit Tinea Pedis dapat menekan pertumbuhan
jamur.
b) Terapi Tradisional
Penggunaak terapi tradisional seringkali digunakan secara mandiri
ataupun sebagai dukungan terapi medikamentosa. Berikut contoh
terapi Komplementer/Pengobatan secara Tradisional menanganani
panu. Caranya yaitu Potong satu ujung lengkuas yang masih segar,
lalu celupkan pada bubuk belerang kemudian digosokan pada kulit
yang terkena panu atau kudas. Lakukan rutin dua kali sehari.
b. Infeksi pada Bakteri
a) Medikamentos
Krim antibiotik banyak digunakan untuk pengobatan topical pada
pasien dengan infeksi bakteri. Diduga karena sumbatan kelenjar
minyak oleh keratin dan peningkatan sekresi sebum yang dirangsang
hormon androgen pada kulit, bila terkena infeksi bisa menjadi bisul
dan bernanah, Acne tampaknya berasal dari interaksi faktor genetik,
hormonal, dan bakterial. Pada kasus Acne dan infeksi kulit lain sering
dilakukan pemberian antibiotik Topikal, guna membantu membunuh
bakteri pada kulit yang menginfeksi. Efek sampingnya yaitu iritasi
kecil pada kulit, kemerahan, kulit terbakar, dan kulit mengelupas.
Pada impetigo banyak digunakan juga drainage: bula dan pustula
ditusuk dengan jarum steril untuk mencegah penyebaran local.
Manajemen nyeri keperawatan sebagai upaya meringankan nyeri pada
infeksi kulit.
b) Manajemen lain yang dapat dilakukan yakni menggunakan air kelapa.
Secara umum, 100ml air kelapa mengandung 294 mg potassium,
25mg sodium, 5 mg gula, 118 mg chloride. Kombinasi ini cukup
meyakinkan untuk membuat kulit jauh dari masalah akibat bakteri.
Selain itu, air kelapa juga mengandung sitokinin. Berdasarkan
penelitian, sitokinin mampu membantu pertumbuhan dan regenerasi
sel kulit sehingga sangat baik untuk menyembuhkan bekas luka. Cara
pemakaiannya dengan membersihkan luka terlebih dahulu kemudian
oleskan air kelapa atau dibasuh pada kulit yang bermasalah atau

9

gunakan sebagai masker di malam hari sebelum tidur, kemudian bilas
dengan air bersih dan keringkan jika telah selesai.
c. Infeksi Virus
Pada infeksi kulit yang disebabkan oleh virus tujuan tatalaksana adalah
meredakan rasa nyeri dan mengurangi/menghindari komplikasi, seperti
pada Varisela dan Herpes Zoester . Untuk penatalaksannannya diantara
lain adalah :
a) Terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik oral:
i. Dikloksasilin 12,5-50mg/kg/hari
ii. Eritromisin stearat 4x250-500mg/hari.
iii. Asiklovir sedini mungkin (dalam 1-3 hari pertama), Dewasa:
5x800mg/hari (selama 7-10 hari), Anak : 20mg/kgBB/kali
800mg 4kali/hari (selama 5 hari)
b) Salep antibiotik: yang erosi diberikan salep sodium fusidat.
c) Nonfarmako
Manajemen nyeri seperti, atur posisi fisiologis, manajemen
lingkungan, teknik relaksasi dan distraksi, dan manajemen sentuhan.
Rasa nyeri dikendalikan dengan pemberian analgesic karena
pengendalian nyeri yang adekuat selama fase akut akan membantu
mencegah terbentuknya pola nyeri yang persisten.
Pada Herpes Zoester bila saraf oftalmikus cabang dari saraf
trigeminus terkena, maka harus dirujuk pada seorang dokter ahli
penyakit mata karena dapat terjadi perforasi kornea akibat infeksi
tersebut.
d) Pemberian kortikosteroid sistemik dini dapat membantu mencegah
timbulnya neuralgia post-herpetika.
e) Asiklovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 10 hari dapat
mempersingkat lama infeksi pada herpes zoester.
d. Pencegahan Penularan
a) Mengajarkan untuk selalu menjaga kekeringan pada kulit. Pasien
diberitahukan untuk memakai handuk dan lap wajah yang bersih tiap
hari. Semua daerah kulit dan lipatan kulit yang menahan air harus
dikeringkan dengan seksama karena infeksi jamur akan berkembang
pada udara yang panas dan lembab. Pakaian yang menyentuh kulit
secara langsung (seperti pakaian dalam) harus pakaian dari katun
bersih.
b) Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik,
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, monitor status kesehatan
dan adanya infeksi. Meningkatkan system imun dan pertahanan tahap
infeksi
c) Cuci seluruh tubuh sekali sehari dengan sabun antiseptik. Cuci tangan
beberapa kali sehari sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Hindari berbagi handuk dengan anggota keluarga lainnya. Ganti
pakaian dan pakaian dalam secara teratur.
2.6 WOC (terlampir)

10

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Data umum pasien
Identitasyang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan saat
ini dan sebelumnya apakah sering terpapar sinar matahari secara
langsung, kondisi tempat tinggal, status perkawinan, agama, suku
bangsa dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama yang dialami pasien infeksi jamur,
bakteri dan virus adalah nyeri pada kulit, gatal-gatal dan perubahan
bentuk pada kulit
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Lengkapi analisis tanda dan gejala dengan NOPQRST :
N = Normal. Sebelum terinfeksi bakteri, jamur dan virus kondisi
kulit normalnya cukup pigmentasi, tidak ada petekie, tidak ada
purpura, tidk ada lesi atau ekskoriasi.
O = Onset. Sejak kapan gejala itu muncul, hari apa pukul berapa,
dan diawali dengan gejala seperti apa?
P = Precipitating and palliative factors. Disebabkan karena apa?
Aktivitas terakhir ketika gejala itu muncul? Apa yang sudah
dilakukan untuk mengatasi gejala yang timbul?
Q = Quality and quantity. Bagaimana gejala itu terasa? Bagaimana
mendeskripsikan gejala yang muncul? Apakah semakin parah atau
tidak?
R = Region and radiation. Dimana gejala tersebut muncul? Apakah
mengganggu aktivitas sehari-hari?
S = Severity. Skala nyeri 1-10, dengan angka 10 sebagai skala
yang paling nyeri. Apakah berpengaruh terhadap kegiatan seharihari?
T = Time. Berapa lama gejala itu muncul? Seberapa sering gejala
itu muncul?
2) Apakah ada perubahan warna kulit, pigmentasi, suhu, dan tekstur
dari awal gejala hingga dibawa ke rumah sakit. Apakah ada
perubahan lesi baik ukuran, warna dan lokasi dari awal gejala
hingga dibawa ke rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat penyakit masa kecil dan imunisasi: contoh impetigo,
scabies, measles, chicken-pox, scarlet fever.
2) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan
hospitalisasi: contoh Diabetes, peripheral vascular disease, Lyme
disease, Parkinson disease, imobilisasi, malnutrisi, trauma, kanker
kulit, terapi radiasi, HIV/AIDS, penyakit autoimmune.
3) Faktor resiko: usia, terpaparnya sinar matahari
4) Riwayat pembedahan: biopsy kulit

11

5) Riwayat alergi: obat, makanan, dan bahan-bahan lainnya
6) Riwayat pengobatan: aspirin, antibiotic, barbiturate, sulfodinamide,
thiazide diuretics, oral hypoglycemic agents, tertacyclin,
antimalarials, antineoplastic agent, hormones, metals, topical
steroids.
e. Riwayat penyakit keluarga
1) Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau
bakteri.
2) Riwayat status kesehatan yang menyebabkan kematian keluarga
dan saudara seperti kanker kulit, penyakit autoimun.
f. Riwayat kebiasaan/social
1) Merokok, minum minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang
lainnya.
2) Lingkungan: terpapar serangga dan hama seperti jamur, terpapar
bahan kimia, dan perubahan suhu yang ekstrim.
3) Pekerjaan/aktivitas: petani, tukang kebun
4) Diet: perubahan pola makan, pertambahan atau penurunan berat
badan, nafsu makan.
5) Pola tidur: insomnia, cemas
6) Personal hygiene: mandi, keramas, lotion, bedak sabun
7) Riwayat perjalanan terakhir
g. Riwayat psikologi
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita,
cemas, murung, depresi, atau marah
3.1.2

Pemeriksaan Fisik Integumen
A. Inspeksi
1) Warna Kulit
a) Pallor: karena penurunan aliran darah ke jaringan
b) Sianosis: karena peningkatan deoxyhemoglobin pada sirkulasi
kutaneus.
c) Jaundice: karena peningkatan hemolysis sel darah merah,
penyakit liver
d) Erythema: karena inflamasi
2) Lesi
a) Lesi primer terdiri dari:
- Macula : 2000  Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga
ml/hari
kecuali
terdapat
akan meningkatkan pengeluaran panas tubuh
kontraindikasi
penyakit
melalui sistem perkemihan, maka panas tubuh
jantung atau ginjal)
juga dapat dikeluarkan melalui urine.
 Pantau asupan dan haluaran  Untuk menjaga asupan cairan tubuh supaya
pasien.
tidak terjadi dehidrasi. Dehidrasi salah satu
pencetus hipertermi
 Kolaborasi
pemberian  Analgesik diperlukan untuk penurunan rasa
analgesik-antipiretik
nyeri dan antipiretik digunakan untuk
menurunkan panas tubuh dan memberi rasa
nyaman pada pasien.
3) Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
Ditandai dengan :
a) Keluhan nyeri pada pasien
b) Perilaku melindungi/distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri
sendiri, nyeri wajah, tegangan otot.
c) Respon otonomik.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria Hasil :
a) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi. Skala nyeri skala 0-5
b) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
c) Pasien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, Pasien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
Rasional
Mandiri
 Catat lokasi, lamanya intensitas  Membantu
mengevaluasi
tempat
16

(skala 0-10) dan penyebaran.
Perhatikan
tanda
non-verbal,
contoh peningkatan TD dan nadi,
gelisah, merintih, menggelepar.
 Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam dan distraksi

 Lakukan perawatan kulit dengan
tepat dan baik

 Jelaskan penyebab nyeri

Kolaborasi
 Berikan obat analgesik









obstruksi
dan
kemajuan
gerakan
kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar
ke punggung, lipatan paha, genitalia
sehubungan dengan proksimitas saraf
pleksus dan pembuluh darah yang
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan
hebat dapat mencetuskan ketakutan,
gelisah, ansietas berat.
Nafas dalam dapat meningkatkan asupan
O2 sehingga menurunkan sensasi nyeri,
sedangkan pengalihan perhatian dapat
menurunkan stimulus nyeri
Perawatan kulit dengan baik akan
membuat
px
nyaman
sehingga
mempercepat
penyembuhan
dan
mengurangi resiko infeksi
Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat
membuat pasien lebih patuh pada
pengobatan.
Membantu mengurangi nyeri, Analgesik
memblok stimulus rasa nyeri

4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur kulit
Ditandai dengan:
a) Respon negatif verbal atau nonverbal
b) Tidak melihat bagian tubuh tertentu.
c) Perubahan dalam keterlibatan sosial
Tujuan : dalam waktu 1x24 pasien dapat menerima keadaan tubuhnya
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengungkapkan dan mendemonstrasikan penerimaan
penampilan (kerapian, pakaian, postur, pola makan, kehadiran diri).
b. Pasien mengimplementasikan pola penanganan baru
Intervensi
Rasional
Dorong individu untuk mengekspresikan  Mengungkapkan
perasaannya
perasaan, khususnya mengenai pikiran,
membuat pasien merasa lebih
perasaan, pandangan dirinya.
nyaman setelah.
Dorong individu untuk bertanya mengenai  Membuat pasien dan percaya diri
masalah, penanganan, perkembangan,  Informasi dapat membuat pasien
prognosis kesehatan.
lebih
lebih
tahu
tentang
Beri informasi yang dapat dipercaya dan
permasalahannya
perkuat informasi yang telah diberikan.
 Orang
terdekat
mempunyai
Anjurkan
orang
terdekat
untuk
pengaruh lebih dominan ntuk
memberikan support system terhadap
membantu
pasien
menerima
perubahan fisik dan emosional.
keaadaannya sekarang ketika sudah
Dorong kunjungan teman sebaya dan
di masyarakat.
orang terdekat.
 Untuk
membuat
pasien
bisa
menerima keaadaannya sekarang

17

5) Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
Ditandai dengan:
a)
Peningkatan frekuensi jantung
b)
Insomnia
c)
Gelisah
d)
Ketakutan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam ansietasdapat berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria Hasil :
Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
Intervensi
Rasional
 Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang,  Untuk
menentukan
tingkat
berat.
keparahan ansietas supaya dapat
 Beri kenyamanan dan ketentraman hati
ditentukan penanganan yang tepat
a. Dampingi pasien
 Supaya pasien lebih tenang karena
b. Jelaskan tentang penyakitnya.
pendampingan perawat dan ketika
c. Berbicara dengan perlahan dan tenang.
pasien mengetahui tentang proses
d. Jangan membuat tuntutan.
penyakitnya, pasien akan bisa
e. Beri
kesempatan
klien
untuk
lebih tenang
mengungkapkan rasa cemasnya.
KASUS
Ny. D (25 tahun) seorang pramuniaga yang baru saja menikah, suami Ny. D
bekerja sebagai sopir angkot yang penghasilannya pas-pasan. Pasien datang ke
rumah sakit spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan gatal-gatal dan nyeri di
daerah genital dengan kulit dan selaput lender yang menjadi merah sejak 5 hari
yang lalu. Ny. D mengaku bahwa akhir-akhir ini sering stress dan kelelahan akibat
pekerjaannya. Ny. D juga mengaku terakhir berhubungan badan dengan suaminya
sekitar 1 minggu yang lalu. Hasil pengkajian awal didapatkan: TD: 130/90
mmHg, T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan positif HSV-2 sehingga Ny. D di dioagnosa menderita penyakit
herpes simplex genitalis.
3.5 Pengkajian
3.5.1 Anamnesa
a. Data umum pasien
Nama
: Ny. D
Usia
: 25 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pramuniaga
Status perkawinan : Baru menikah
b. Keluhan Utama
Gatal-gatal dan nyeri di daerah genital dengan kulit dan selaput lender
yang kemerahan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Lengkapi analisis tanda dan gejala dengan NOPQRST :
N = Normal. Tidsk kemerahan, tidak gatal dan tidak nyeri

18

3.5.2

O = Onset. Sejak 5 hari yang lalu, yaitu 2 hari setelah berhubungan
badan.
P = Precipitating and palliative factors. 2 hari sebelum keluhan
muncul, Ny. D dan suami berhubungan badan.
Q = Quality and quantity. Pasien mengeluh nyeri yang semakin
bertambah dan juga terasa gatal.
R = Region and radiation. Pada daerah genitalia sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk dalam hal toileting.
S = Severity. Pasien mengaku nyeri yang ia rasakan antara 6-7 dan
menghambat kegiatannya sehari-hari.
T = Time. Gejala terasa sudah 5 hari dan terasa nyeri terusmenerus.
b) 5 hari sebelumnya timbul vesikula (vesikel = peninggian kulit
berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah
menimbulkan erosi seperti koreng kecil) pada permukaan mukosa
kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang
berwarna kemerahan pada area genitalia.
d. Riwayat penyakit dahulu
a) Riwayat penyakit masa kecil dan imunisasi: pada usia 7 tahun Ny.
D menderita scarlet fever dan tertangani dengan baik.
b) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan
hospitalisasi: semasa remaja Ny.D pernah mendapatkan terapi
radiasi karena adanya kanker serviks stadium 2.
c) Faktor resiko: usia Ny.D 25 tahun dengan riwayat penyakit yang
cukup menyebabkan herpes simplex genitalis.
d) Riwayat pembedahan: e) Riwayat alergi: Ny.D mengaku alergi terhadap ayam dan telur
ayam.
f) Riwayat pengobatan: -.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ayah dan ibu Ny.D terkena panu akibat lifestyle yang tidak baik, tidak
ada keluarga yang mengidap kelainan kulit yang berakibat kematian
sebelumnya.
f. Riwayat kebiasaan/social
Lingkungan tempat tinggal Ny.D tergolong kumuh. Akhir-akhir ini
Ny.D sulit untuk tidur saat malam, Ny.D mengaku kalau jarang
mengati celana dalamnya.
g. Riwayat psikologi
Ny.D akhir-akhir ini stres
Pemeriksaan Fisik Integumen
Tanda-tanda vital:
TD: 130/90 mmHg, T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit
a. Inspeksi
a) Warna Kulit: erythema pada daerah genitalis
b) Lesi: terdapat lesi vesicle pada permukaan mukosa kulit
(mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna
kemerahan pada area genitalia.
c) Kondisi rambut tidak ada masalah.

19

3.5.3

d) Kondisi kuku tidak ada masalah.
b. Palpasi
a) Tekstrur bengkak pada daerah genitalia
b) Kelembaban berlebih
c) Temperature, pasien mengalami hipertermi akibat infeksi pada
kulitnya
d) Turgor kulit bagus
e) Tidak terdapat edema/pitting edema
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan TORCH yaitu memeriksa Anti HSV2 IgM & Anti HSV2 IgG
didapatkan hasil positif virus HSV2

3.6 Analisa Data
DATA

ETIOLOGI

MASALAH
KEPERAWATAN
DS:Pasien mengeluh terasa INFEKSI KULIT Proses Kerusakan
gatal
inflamasi  Lesi kulit
integritas kulit
DO: terdapat vesikel pada
daerah
genitalis
dan
kemerahan
DS:
INFEKSI KULIT Proses Hipertermia
Pasien mengeluh badannya inflamasi  Invasi agen
demam
dalam sirkulasi darah 
DO:
Perubahan suhu (meningkat)
O
T: 38,5 C, RR: 23x/menit,
Nadi: 105x/menit, kulit teraba
hangat,
DS: pasien mengeluh nyeri, INFEKSI KULIT Proses Nyeri (akut)
pada daerah genitalianya,
inflamasi  Sekresi hormon
DO:
neurotransmitter

P: vesikel
Bradikinin & serotonin 
Q: terus-menerus
Dihantarkan ke hipotalamus
R: genitalia
S: 6-7
T: ketika bergesekan dengan
kulit atau benda lainnya
DS:
INFEKSI KULIT Proses Ansietas
Pasien mengeluhkan kahwatir inflamasi  Lesi kulit 
jika
suaminya
tidak Perubahan jaringan kulit pada
mencintainya lagi
daerah genitalia  Cemas
DO:
terhadap perubahan fisik baru
Nadi:
105x/menit
pasien
terlihat
ketakutan,
RR:
23x/menit
DS: pasien mengeluhkan tidak INFEKSI KULIT Proses Risiko
dapat melakukan aktivitas inflamasi  Lesi kulit  ketidakefektifan
seksualnya,
nyeri
ketika Perubahan jaringan kulit pada pola
seksualitas
berhubungan seksual
daerah genitalia  Cemas berhubungan

20

DO: pasien tampak gelisah

terhadap perubahan daerah dengan
penyakit
genitalia

Kurangnya menular seksual
paparan/pemahaman
atas
informasi mengenai PMS,
Baru aktif secara seksual 
Perubahan pada pasangan
seksual

3.7 Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus
2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
5. Risiko ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit
menular seksual
3.8 Intervensi Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur lapisan
dermis
Ditandai dengan:
e) Gangguan jaringan epidermis dan dermis.
f) Adanya lesi vesikel
g) Eritema
h) Pruritus.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam, kulit pasien dapat mengalami
penyembuhan
Kriteria Hasil :
a. Individu menunjukkan penyembuhan jaringan progresif
b. Berkurangnya gangguan jaringan epidermis, lesi, eritema, dan pruritis
Intervensi
Rasional
 Kaji kondisi luka klien (area, warna,  Menjadi informasi dasar untuk
bau, kelembaban, turgor).
memberikan informasi intervensi
 Tingkatkan
asupan
protein
dan
perawatan luka selanjutnya.
karbohidrat untuk mempertahankan  Dengan asupan nutrisi yang cukup
keseimbangan nitrogen positif.
membuat proses penyembuhan
 Masase dengan lembut kulit sehat
semakin cepat
disekitar area yang sakit.
 Untuk memperlancar sirkulasi
 Lakukan perawatan intensif terhadap  Penanganan dan pemberian obat
kulit dengan perawatan dan obat yang
yang sesuai dengan kondisi kulit
sesuai dengan lesi/luka yang dialami
pasien
dapat
mempercepat
klien.
penyembuhan jaringan
2) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
Ditandai dengan:
d) Suhu 38,5OC
e) Kulit hangat.
f) Takikardia 105x/menit
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam suhu tubuh dapat normal kembali
21







Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh normal (36-37 C)
b. Individu mempertahankan suhu tubuh.dalam rentan normal
Intervensi
Rasional
Monitor suhu tubuh pasien
 Peningkatan suhu tubuh yang berkelanjutan pada
pasien akan memberikan komplikasi pada kondisi
penyakit yang lebih parah dimana efek dari
Ajarkan klien pentingnya
peningkatan tingakat metabolisme umum dan
mempertahankan
asupan
dehidrasi akibat hipertermi.
cairan yang adekuat (> 2000  Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga akan
ml/hari kecuali terdapat
meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui sistem
kontraindikasi
penyakit
perkemihan, maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan
jantung atau ginjal)
melalui urine.
Pantau asupan dan haluaran  Untuk menjaga asupan cairan tubuh supaya tidak
pasien.
terjadi dehidrasi. Dehidrasi salah satu pencetus
hipertermi
Kolaborasi
pemberian  Analgesik diperlukan untuk penurunan rasa nyeri dan
analgesik-antipiretik
antipiretik digunakan untuk menurunkan panas tubuh
dan memberi rasa nyaman pada pasien.

3) Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer
Ditandai dengan :
d) Keluhan nyeri pada pasien
e) Perilaku gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, nyeri wajah,
tegangan otot.
f) Respon otonomik.
g) Skala nyeri 6-7
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria Hasil :
d) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Skala nyeri skala 0-5
e) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri
f) Pasien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, pasien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan nyaman.
Intervensi
Rasional
Mandiri
 Catat
lokasi,
lamanya  Membantu mengevaluasi tempat obstruksi
intensitas (skala 0-10) dan
dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri
penyebaran.
Perhatikan
panggul sering menyebar ke punggung,
tanda non-verbal, contoh
lipatan paha, genitalia sehubungan dengan
peningkatan TD dan nadi,
proksimitas saraf pleksus dan pembuluh
gelisah,
merintih,
darah yang menyuplai area lain. Nyeri tibamenggelepar.
tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan,
gelisah, ansietas berat.
 Ajarkan teknik relaksasi  Nafas dalam dapat meningkatkan asupan O2
nafas dalam dan distraksi
sehingga menurunkan sensasi nyeri,
22

sedangkan pengalihan perhatian dapat
menurunkan stimulus nyeri
 Lakukan perawatan kulit  Perawatan kulit dengan baik akan membuat
dengan tepat dan baik
px
nyaman
sehingga
mempercepat
penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi
 Jelaskan penyebab nyeri
 Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat
membuat pasien lebih patuh pada
pengobatan.
Kolaborasi
 Berikan obat analgesik
 Membantu mengurangi nyeri, Analgesik
memblok stimulus rasa nyeri
4) Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
Ditandai dengan:
e) Peningkatan frekuensi jantung
f) Insomnia
g) Gelisah
h) Ketakutan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam ansietasdapat berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria Hasil :
Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
Intervensi
Rasional
 Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang,  Untuk menentukan tingkat
berat.
keparahan ansietas supaya
dapat ditentukan penanganan
 Beri kenyamanan dan ketentraman hati
yang tepat
Dampingi pasien
 Supaya pasien lebih tenang
Jelaskan tentang penyakitnya.
karena
pendampingan
Berbicara dengan perlahan dan tenang.
perawat dan ketika pasien
Jangan membuat tuntutan.
mengetahui tentang proses
Beri
kesempatan
klien
untuk
penyakitnya, pasien akan
mengungkapkan rasa cemasnya.
bisa lebih tenang
5) Risiko ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit
menular seksual
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakefektifan pola
seksualitas
Kriteria Hasil :
Pasien dan suami mampu menerima kondisi pasien saat ini
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab atau faktor penunjang seperti:
- Kurangnya paparan/pemahaman atas informasi mengenai PMS
- Baru aktif secara seksual
- Perubahan pada pasangan seksual
b. Hilangkan atau kurangi faktor penyebab/faktor penunjang jika
memungkinkan

23

-

Tekankan mengenai risiko PMS yang sesungguhnya akibat
aktivitas seks yang tidak terlindungi
- Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas seksual
c. Berikan informasi yang terbatas dan saran yang spesifik
- Ingatkan pasien untuk menghindari aktivitas seksual jika pasien
mengalami gejala PMS
- Jelaskan mengenai bahaya infertilitas, morbiditas, atau kematian
akibat terkena PMS
d. Lakuakan rujukan sesuai indikasi
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infeksi adalah proses saat organism (misalnya bakteri, virus, jamur)
yang mampu menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan
menyebabkan trauma atau kerusakan. (Grace&Borley,2007).
Sistem integumen merupakan lapisan terluar dari tubuh yang terdiri
dari kulit dan beberapa derivatnya seperti kuku, rambut dan beberapa jenis
kelenjar. Sistem ini dengan komponen terbesarnya yaitu kulit, memiliki
banyak fungsi diantaranya berfungsi sebagai aksesoris dan proteksi. Kulit
melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan serta
melindungi dari zat iritan dan alergen (Sloane, 2003).
Tatalaksana pada infeksi kulit oleh mikroorganisme pada umumnya
tergantung dari jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan organ tubuh yang
terkena. Selain mengatasi penyebab infeksi, tatalaksana juga ditujukan untuk
mengurangi tanda dan gejala yang muncul misalnya pada infeksi varisela
selain diberikan antibiotik juga diberikan antipiretik untuk mengatasi keluhan
demam dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme
dengan jelas agar dapat menunjang keahlian perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara tepat, sehingga pelayanan yang diberikan sesuai
dan dapat mengurangi serta memperbaiki kondisi klien.

24

DAFTAR PUSTAKA

Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Brown, R.G. Burns, T. (2005). Lecture Notes on Dermatologi edisi 8. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Akmal, Chairiya. Semiarty, Rima. Gayatri. (2013). “Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik
Air Pacah, Kecamatan Koto Tengah Padang Tahun 2013”. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2(3) Hal. 164-167
Sutisna, Iis Aisyah. Harlisa, Pasid. Zulaikhah, Siti Thomas. (2011). “Hubungan
antara Hygiene Perorangan dan Lingkungan dengan Kejadian Pioderma”.
Jurnal_ Vol.3 No.1 Hal. 24-30
Muttaqin Arif & Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : Salemba Medika
Isselbacher, Kurt J

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22