BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah pada PT. Bank XY Sentra Kredit Menengah Medan

BAB II LANDASAN TEORI

  2.1. Penelitian Terdahulu

  Henny (2011) melakukan peneliti an dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kredit Dalam Dunia Perbankan”. Dalam penilaian tersebut disimpulkan bahwa terjadinya kredit macet dapat berasal dari faktor intern, ekstern dan faktor bank itu sendiri. Faktor yang paling dominan penyebab kredit macet adalah faktor pemenuhan kewajiban, kepribadian (karakter), dan pemantauan dari bank.

  Apabila dihubungkan dengan hasil penelitian terdahulu maka dapat dikemukakan bahwa terdapat persamaan persepsi yakni bahwa terjadinya kredit bermasalah dapat berasal dari faktor intern bank (seperti kebijakan perkreditan yang ekspansif dan penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur), ekstern bank (seperti kegagalan usaha debitur dan iklim persaingan yang tidak sehat yang dihadapi bank dan musibah yang dihadapi debitur) dan faktor eksternal (menurunnya kegiatan ekonomi/krisis ekonomi dan tingginya suku bunga).

  2.2. Sistem Manajemen Kredit

  Sistem manajemen kredit adalah sistem administrasi yang dikembangkan oleh lembaga perbankan dalam melakukan pengelolaan kredit, yaitu dimulai sejak kelayakan kredit di analisa, sampai dengan kredit tersebut dikembalikan lagi oleh debitur kepada kreditur/bank. Pengelolaan kredit bisa dilakukan terhadap fasilitas kredit yang berdiri sendiri (stand alone credit) atau terhadap sekumpulan fasilitas kredit (portfolio credit).

  Sistem manajemen kredit yang baik dapat membantu pihak bank untuk mengoptimalkan profitabilitas dalam jangka panjang sekaligus mampu mempertahankan pengelolaan portepel (Portfolio) kredit yang sehat.

  Setiap bank memiliki dan menerapkan Sistem manajemen kredit yang berbeda-beda, sehingga pengelolaan kredit antara bank satu dengan bank yang lain juga akan berbeda. Meskipun terdapat perbedaan sistem, namun dapat dikatakan bahwa pada dasarnya titik tolak setiap bank adalah sama, yakni bahwa pengelolaan kredit yang sehat merupakan dasar untuk : 1.

  Memaksimalkan profitabilitas kredit.

  2. Memperkuat daya saing dalam industri perbankan, terutama dalam kondisi lingkungan bisnis dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi.

  3. Menunjang penyusunan strategi bisnis unit-unit kredit.

2.2.1 Penggolongan Kredit

  Kredit dapat digolongkan berdasarkan :

1. Jangka waktu (maturity)

  Penggolongan kredit menurut jangka waktu dapat dibedakan :  Kredit Jangka pendek (short-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu pengembalian kurang dari satu tahun. Biasanya berupa kredit modal kerja.

   Kredit Jangka menengah (medium-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu pengembalian 1 s/d 3 tahun, bisa berupa kredit modal kerja atau kredit investasi.

   Kredit Jangka Panjang (long-term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu pengembalian lebih dari 3 tahun, biasanya berupa kredit investasi.

  2. Tujuan Kredit Penggolongan kredit menurut tujuannya dapat dibedakan :

   nasabah di bidang perdagangan.

  Kredit Komersial, yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar usaha

   debitur yang bersifat konsumtif.

  Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan

   produksi debitur.

  Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar

  3. Penggunaan Kredit Penggolongan kredit menurut penggunaannya dapat dibedakan :

   Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk menambah modal kerja debitur.

   pada pembelian barang modal.

  Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk digunakan investasi

2.2.2. Penilaian Kredit

  Penilaian kredit atau analisa kredit dilakukan oleh suatu tim atau bagian dalam organisasi perkreditan terhadap permohonan kredit yang diajukan, dengan tujuan untuk memberi penilaian kondisi calon debitur. Analisa kredit dimaksudkan agar pemberian kredit tersebut mencapai sasaran dan dapat lebih terarah, memberikan hasil dan aman. Dengan melakukan analisa kredit diharapkan akan dapat memperkecil risiko default yang disebabkan ketidakmampuan debitur memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang disepakati sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu, analisa kredit yang kurang akurat pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya kredit bermasalah dan selanjutnya akan mempengaruhi kualitas portfolio kredit bank, yang pada akhirnya akan mengurangi profitabilitas usaha bank.

  Analisa kredit dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip perkreditan, yang sering disebut sebagai konsep 5 C. Pada dasarnya konsep 5 C ini dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Prinsip perkreditan tersebut adalah sebagai berikut :

  Character , pada prinsipnya penilaian karakter nasabah dimaksudkan untuk

  mengetahui sejauh mana itikad baik dan kemauan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai kesepakatan dalam perjanjian kredit. Penilaian karakter meliputi : kejujuran, kebiasaan, gaya hidup, kesehatan, dll.

  Capacity , yaitu berkaitan dengan penilaian atas kemampuan peminjam dalam

  mengelola usahanya secara sehat untuk kemudian memperoleh laba sesuai yang diharapkan. Dalam melakukan penilaian capacity ini, perlu memperhatikan aspek- aspek kemampuan debitur dalam bidang pemasaran, produksi, dan keuangan.

  

Capital , meliputi penilaian terhadap kemampuan modal debitur untuk menjaga

  kelangsungan usahanya. Semakin besar modal yang dimiliki debitur akan semakin memperkuat kemampuannya untuk menjamin kelangsungan usahanya.

  Collateral , Menyangkut penilaian jaminan yang meliputi nilai jaminan, termasuk

  marketabilitas jaminan yang akan digunakan untuk menjamin kewajibannya kepada pihak bank.

  

Condition , menyangkut penilaian kondisi perekonomian yang secara langsung

  mempengaruhi usaha debitur. Untuk melakukan penilaian kondisi perekonomian, perlu diperhatikan keadaan konjuntur ekonomi. Kondisi ekonomi yang kondusif akan mendorong kelancaran usaha debitur dan sebaliknya.

2.2.3. Kualitas Kredit.

  Kualitas kredit bank umum didasarkan pada kolektibilitas atau ketepatan pembayaran kembali angsuran pokok dan bunga serta kemampuan peminjam dari keadaan usahanya. Dengan dasar tersebut maka kualittas kredit dapat ditetapkan berdasarkan klasifikasi /kolektibilitasnya. Kolektibilitas atau Kualitas kredit menurut SK DIR BI No. 30/267/Kep/DIR/1998 adalah (Taswan, 2010) 1.

  Lancar (pass), Apabila memenuhi criteria : a.

  Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat waktu, dan b.

  Memiliki mutasi yang aktif, atau c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) 2. Dalam Perhatian Khusus (special mention), apabila memnuhi kriteria : a.

  Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari atau b.

  Kadang kadang terjadi cerukan atau c. Mutasi rekening masih relatif aktif atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan atau e. Didukung oleh pinjaman baru 3. Kurang lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria ; a.

  Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari atau, b.

  Sering terjadi cerukan atau, c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah ; atau d.

  Terdapat pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari, atau terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, atau e.

  Dokumentasi pinjaman yang lemah 4. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria : a.

  Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari atau, b.

  Terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau c. Terjadi wan prestasi lebih dari 180 hari, atau d. Terjadi kapitalisasi bunga, atau e. Dokumentasi hokum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

5. Macet (loss), apabila memenuhi krediteria : a.

  Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari atau, b.

  Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau c. Dari segi hokum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan dengan nilai yang wajar.

  Apabila dikaitkan dengan kolektibilitasnya, maka yang digolongkan kredit bermasalah adalah kredit yang memiliki kolektibilitas kurang lancar (substandard), diragukan (doubtful), dan macet (loss)

  Kecenderungan kerugian yang timbul dari kredit yang disalurkan bank pada dasarnya disebabkan antara lain karena minimnya analisis atas kondisi usaha yang dilakukan petugas bank pada saat terjadi perubahan siklus usaha, dan kurangnya perhatian dan monitoring bank setelah kredit diberikan. Dengan demikian sebagian besar masalah sesungguhnya dari penyaluran kredit adalah masalah deteksi dini. Bagaimana suatu kredit yang mulai mengalami masalah dapat segera diketahui sehingga masih ada waktu untuk melakukan tindakan pencegahan dan perlindungan terhadap kerugian bank. Dengan melaksanakan deteksi dini tersebut akan dapat dilindungi kerugian atau risiko yang tidak seharusnya terjadi. Deteksi dini atas risiko kredit yang mungkin terjadi, merupakan penerapan prinsip early warning system dalam monitoring.

2.3. Azas-Azas atau Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

  Sebelum pemberian kredit disetujui oleh suatu bank, maka harus dilakukan terlebih dahulu dianalisa dan dilakukan penilaian terhadap permohonan kredit tersebut. Penilaian terhadap permohonan kredit tersebut dimaksudkan untuk meletakkan kepercayaan dan untuk menghindari kredit bermasalah dikemudian hari bila kredit ternyata disetujui untuk diberikan.

  Setiap pemberian kredit diperlukan adanya pertimbangan serta kehati- hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam kredit benar-benar terwujud sehingga kredit yang diberikan dapat mengenai sasarannya dan terjaminnya pengembalian kredit tersebut tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian.

  Tidak kembalinya kredit yang telah diberikan oleh bank secara langsung akan mengamcam kelangsungan hidup bank itu sendiri, hal tersebut karena pendapatan bank yang utama masih berasal dari bunga yang dikenakan terhadap fasilitas kredit yang diberikan. Karena penghasilan bunga dari kredit yang disalurkan merupakan tulang punggung dari pendapatan bank serta untuk terjaminnya kelacaran pengembalian pokoknya, maka sudah sewajarnya proses pemberian kredit tersebut memerlukan analisa yang mendalam yang meliputi berbagai prinsip-prinsip, azas-azas/persyaratan tertentu.

  Prinsip-prinsip atau azas-azas yang digunakan dalam pemberian kredit kredit secara sehat sebagai berikut (Firdaus dan Ariyanti, 2008):

1. Prinsip-Prinsip 5 C

  Prinsip 5 C terdiri atas watak (character), modal (capital), kemampuan (capacity), kondisi ekonomi (condition of economic) dan jaminan (collateral).

  a. Watak (character) Watak dari calon debitur merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dan merupakan unsur yang terpenting sebelum memutuskan memberikan kredit kepadanya. Dalam hal ini bank meyakini benar calon debiturnya memiliki reputasi baik, artinya selalu menepati janji dan tidak terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas, misalnya penjudi, pemabuk atau penipu.

  b. Modal (capital) Bank harus meneliti modal calon debitur selain besarnya juga strukturnya.

  Hal ini diperlukan untuk mengukur tingkat rasio likuiditas dan solvabilitasnya. Rasio ini diperlukan berkaitan dengan pemberian kredit untuk berjangka pendek atau jangka panjang.

  c. Kemampuan (capacity) Bank harus mengetahui secara pasti atas kemampuan calon debitur dengan melakukan analisis usahanya dari waktu ke waktu. Pendapatan yang selalu meningkat diharapkan kelak mampu melakukan pembayaran kembali atas kreditnya. Sedangkan bila diperkirakan tidak mampu, bank dapat menolak permohonan dari calon debitur.

  d. Kondisi ekonomi (condition of economy) Kondisi ekonomi ini perlu menjadi sorotan bagi bank karena akan berdampak baik secara positif atau negatif terhadap usaha calon debitur.

  Dapat terjadi dalam kurun waktu tertentu pasaran tekstil yang biasanya menerima barang-barang tersebut menghentikan impornya.

  e. Jaminan (collateral) Jaminan yang diberikan oleh calon debitur akan diikat suatu hak atas jaminan sesuai dengan jenis jaminan yang diserahkan. Dalam praktik perbankan, jaminan merupakan langkah terakhir bila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya lagi. Jaminan tersebut dapat diambil-alih, dijual atau dilelang oleh bank setelah mendapatkan pengesahan dari pengadilan.

2. Prinsip 5 P

  Prinsip 5 P (Firdaus dan Ariyanti, 2008) terdiri atas golongan peminjam (party), tujuan (purpose), sumber pembayaran (payment), kemampuan memperoleh laba (profitability) dan perlindungan (protection).

  a. Golongan peminjam (party) Bank perlu melakukan penggolongan calon debitur berdasarkan watak, kemampuan dan modal. Hal ini untuk memberikan arah bagi analis bank untuk bersikap dalam pemberian kredit. b. Tujuan (purpose) Pemberian kredit bank terhadap calon debitur patut untuk dipertimbangkan dari dampak positifnya dari sisi ekonomi dan sosial.

  c. Sumber pembayaran (payment) Analisis kredit setelah mempertimbangkan butir b tentang dampak positif ekonomi dan sosialnya, kemudian harus dapat memprediksi pendapatn yang akan diperoleh calon debitur dari hasil penggunaan kredit. Pendapatan calon debitur harus cukup untuk pengembalian pokok kredit (sekaligus atau diangsur) berikut bunga serta biaya-biaya lainnya.

  d. Kemampuan memperoleh laba (profitability) Merupakan kemampuan calon debitur untuk memperoleh keuntungan dari usahanya. Kemampuan ini diukur dari jumlah kewajiban, baik angsuran, bunga dan biaya-biaya kredit yang harus dibayar calon debitur. Bila diperkirakan mampu untuk mengatasinya, maka calon debitur dipandang memiliki kemampuan memperoleh keuntungan.

  e. Perlindungan (protection) Analisis kredit perlu memperhatikan agunan yang diberikan calon debitur.

  Yang dinilai bukan saja nilai pasar dari agunan yang diserahkan tetapi dipertimbangkan pula pengaman yang telah dilakukan terhadap agunan, misalnya telah diikat dengan hak tanggungan.

3. Prinsip 3 R

  Konsep lain yang menyangkut persyaratan pemberian kredit ialah apa yang disebut dengan 3 R ( Firdaus dan Ariyanti, 2008) terdiri atas hasil yang dicapai (return atau returning), pembayaran kembali (repayment) dan kemampuan untuk menanggung risiko (risk bearing ability) a.

  Hasil dicapai (return atau returning) Analisi yang dilakukan adalah sejauh mana calon debitur dapat diperkirakan (diestimasikan) memperoleh pendapatan yang cukup untuk mengembalikan kredit beserta kewajibannya (bunga dan biaya-biaya)

  b. Pembayaran kembali (repayment) Kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit harus dapat diperkirakan oleh analis kredit.

  c.

  Kemampuan untuk menanggung risiko (risk bearing ability).

  Kemampuan calon debitur untuk menanggung risiko, dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya kegagalan atas usaha debitur. Pengandaian dari seorang analis, apakah calon debitur akan mampu menutup seluruh kerugian yang mungkin timbul karena hal-hal yiang tidak diperkirakan semula. Langkah untuk menghindari kerugian ini dengan jaminan yang diberikan calon debitur atau dengan menutup asuransi.

2.4. Prosedur Pemberian Kredit

  Sebelum debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui tahap- tahapan penilaian mulai dari pengajuan proposal kredit dan dokumen-dokumen yang diperlukan, pemeriksaan keaslian dokumen, analisis kredit sampai dengan kredit direalisasikan. Tahap-tahapan dalam memberikan kredit ini dikenal dengan nama prosedur pemberian kredit. Tujuan prosedur pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit, diterima atau ditolak. Dalam menentukan kelayakan suatu kredit maka dalam setiap tahap selalu dilakukan penilaian yang dalam. Apabila dalam penilaian mungkin ada kekurangan maka pihak Bank dapat meminta kembali ke nasabah atau bahkan langsung ditolak.

  Prosedur pemberian dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antar bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda. Adapun yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak persyaratan dan ukuran-ukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing. Dalam prakteknya prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif atau produktif.

  Menurut Firdaus dan Ariyanti, (2008), tahapan prosedur pemberian kredit adalah sebagai berikut : a.

  Persiapan kredit b. Analisis atau penilaian kredit.

  c.

  Keputusan kredit.

  d.

  Pelaksanaan dan administrasi kredit.

  e.

  Supervisi kredit dan pembinaan debitur Menurut Kasmir, (2003), prosedur pemberian kredit oleh badan hukum adalah sebagai berikut : a.

  Pengajuan proposal b. Penyelidikan berkas pinjaman c. Penilaian kredit d. Wawancara pertama.

  e.

  Peninjauan kelokasi (On The Spot) f. Wawancara kedua g.

  Keputusan kredit h. Penandatanganan Akad kredit / Perjanjian lainnya i. Realisasi kredit

  Adapun prosedur pemberian kredit menurut Suyatno dkk (2007) terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

  1. Tahapan permohonan kredit Permohonan kredit mencakup: a.

  Permohonan baru untuk mendapatkan jenis fasilitas kredit.

  b.

  Permohonan tambahan untuk suatu kredit yang dalam berjalan c. Permohonan perpanjangan/pembaruan masa berlaku kredit yang telah berakhir jangka waktunya.

  d.

  Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan perubahan/ pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.

  Permohonan dinyatakan lengkap telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk mengajukan permohonan kredit. Selama permohonan harus tetap dijaga/dipelihara. Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah.

  2. Tahapan penyidikan dan analisis kredit Dalam hal ini penyidikan (investigasi) kredit merupakan pekerjaan yang meliputi: a.

  Wawancara dengan pemohon kredit (debitur/calondebitur) b.

  Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan debitur, baik data intern bank maupun data ekstern bank.

  c.

  Pemeriksaan/penyidikan atas kebenaan dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukan debitur dan informasi lainnya yang diperoleh.

  d.

  Penyusunan laporan sepenuhnya mengenai hasil penyidiakn yang telah dilaksanakan.

  Sedangkan analisis kredit merupakan pekerjaan yang meliputi: a.

  Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit.

  b.

  Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan unsur pengambilan keputusan atas permohonan kredit.

  Dalam penganalisisaan kredit, bank harus memperoleh data pokok minimal mengenai aktivitas usaha dari data debitur/ calon debitur, disertai dengan analisis sepenuhnya antara lain:

  a. Jaminan/agunan

  b. Aktivitas rekening koran

  c. Laporan-laporan keuangan

  d. Data kuantitatif debitur/ calon debitur Diantara hal-hal tersebut yang dianalisis diatas, bank akan lebih memusatkan perhatiannya pada jaminan. Hal ini bukan berarti yang lainnya kurang perhatian bank. Dalam menganlisa agunan harus disajikan secara terperinci, seperti jumlah jaminan, nilai jaminan dan status pemilikannya.

  3. Tahapan keputusan atas permohonan kredit Setelah tahap I dan II prosedur pemberian Kredit dilaksanakan, maka tahapan selanjutnya adalah keputusan atas permohonan kredit.

  Keputusan dalam hal ini berarti setiap tindakan pejabat yang berdasarkan wewenangnya berhak mengambil keputusan berupa menyetujui, menolak atau mengusulkan permohonan fasilitas kredit kepada pejabat yang lebih tinggi, setiap keputusan permohonan kredit ini, harus memperhatikan penilaian syarat-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analisis kredit. Bahan petimbangan atau informasi-informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi).

  4. Tahapan persetujuan permohonan kredit Yang dimaksud persetujuan permohonan kredit adalah keputusan bank untuk mengabulkan permohonan kredit dari calon debitur. Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, maka ditegaskan terlebih dahulu syarat-syarat kredit dan prosedur yang harus ditempuh, antara lain harus telah mengisi surat keputusan kredit atau surat penawaran yang memuat: a.

  Maksimum kredit b. Keperluan c. Jangka waktu d. Propisi e.

  Suku bunga f. Agunan dan pengikatan g.

  Penutupan asuransi atas barang-barang jaminan yang insurable h. Sanksi-sanksi seperti;

  1) Denda terlambat pembayaran angsuran

  2) Denda terlambat pembayaran bunga

3) Sanksi untuk penyimpanan dari syarat-syarat lain.

2.5. Metode Pengelolaan Resiko Kredit

  Berdasarkan Workbook, GARP, BSMR. 2006 disampaikan bahwa bank menggunakan sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola resiko kredit yang bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya ataau dampak dari kerugian kredit. Hal ini dikenal dengan mitigasi risiko kredit. Beberapa metode yang digunakan dalam mengelola resiko kredit disampaikan sebagai berikut : a.

  Model pemeringkatan (Grading Model) Model ini digunakan untuk kredit perorangan sebagaimana sarana untuk menetapkan kemungkinan terjadi default. Bank akan melakukan kalibrasi risiko yang nantimya akan memungkinkan bank dalam menetapkan suatu probabilitas tertentu untuk setiap kejadian yang tidak diinginkan. Cara ini memungkinan bank untuk memastikan bahwa portofolio kredit bank tidak terkonsentrasi pada kredit berkualitas buruk yang memiliki kemungkinan default yang tinggi. Dalam penerapannya model ini mempertimbangkan faktor tambahan seperti persentase pendapatan, riwayat pekerjaan dan lama pembayaran dibandingkan dengan usia. b.

  Manajemen Portofolio kredit Pengukuran Portofolio kredit berguna untuk memberikan keyakinan bahwa kredit yang diberikan terkonsentrasi pada satu industri atau wilayah geografis tertentu. Hal ini memungkinkan bank untuk melakukan diversifikasi pada portofolio kreditnya. Sehingga resiko terjadinya default dapat ditekan.

  Analisis ini dapat digunakan baik pada kredit korporasi maupun perorangan.

  c.

  Securitisasi Metode ini dilakukan bank untuk melindungi dirinya dari gejolak ekonomi.

  Cara yang dilakukan pada umumnya dengan mengemas dan menjual sebagian portofolio kreditnya kepada investor dalam bentuk surat berharga. Securitas memungkinkan bank untuk mengurangi potensi eksposure yang tinggi pada suatu jenis kredit tertentu, yang menurut skenario bank menunjukkan tingkat resiko atau konsentrasi resiko yang paling tinggi. Securitas juga memungkinkan bank menggunakan dana yang dihasilkan dari penjualan aktiva tetap dan menginvestasikannya pada aktiva lain yang memiliki resikoa yang lebih rendah.

  d.

  Peranan Agunan Agunan didefinisikan sebagai aktiva yang diperjanjikan oleh debitur untuk mendapatkan kredit dan dapat diambil alih dalam hal terjadi default. Agunan memiliki peranan penting dalam kebijakan pemberian kredit yang diterapkan bank. Bank harus memastikan bahwa agunan yang diterima benar-benar dapat digunakan untuk memitigasi risiko saat debitur mengalami default. e.

  Monitoring Arus Kas Monitoring arus kas perusahaan dan perorangan dapat dilakukan melalui rekening koran yang ada di bank. Dalam hal monitoring tersebut bank mengalami tingkat default yang tinggi, bank akan segera menurunkan tingkat resiko kreditnya dengan cara membatasi tingkat eksposure dan memastikan bahwa nasabah bereaksi cepat terhadap keadaan yang berubah.

  f.

  Manajemen Pemulihan.

  Manajemen yang efisien terhadap suatu kredit yang mengalami default, dapat menghasilkan pemulihan (recovery) yang cukup besar dibandingkan tingkat kerugian semula. Sebagian bank menciptakan unit kerja yang secara khusus ditugasi untuk menangani pemulihan kredit macet, sebagai bagian dari proses manajemen resiko kredit yang berkualitas tinggi.

2.6. Kredit bermasalah

  Kredit bermasalah sudah merupakan risiko yang melekat dan harus dipikul oleh pemberi kredit, namun hal ini dapat diminimalisir untuk menghindari kerugian yang lebih besar misalnya dengan menerapkan prinsip prudential banking, asuransi kredit, agunan yang marketable dan pengikatan yang kuat. Oleh sebab itu setiap pemberian kredit harus diantisipasi olah bank sejak dini, sehingga pada saat kredit tersebut benar-benar macet maka bank tidak mengalami kerugian yang besar.

  Dalam kredit bermasalah, bank selalu dihadapkan kepada masalah yang cukup kompleks. Seringkali penyebab munculnya kredit bermasalah /macet itu tidak hanya bersumber dari satu faktor saja, tetapi dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

  Oleh sebab itu tidak mudah untuk menilai penyebab kredit menjadi bermasalah /macet, kecuali bila penyebanya adalah faktor makro, maka semua orang akan dapat menebaknya dengan benar. Menurut Tamin, (2012) Untuk memudahkan melihat sumber penyebab kredit bermasalah/macet pada sektor yang produktif secara umum dapat dibagi kedalam 3(tiga) kelompok besar yaitu : 1.

  Dari sudut penerima kredit (debitur) 2. Dari sudur pemberi kredit (kreditur) 3. Dari sudut makro

  Menurut Siswanto,1997, Dalam dunia perbankan, suatu kredit dapat dikategorikan dalam kredit bermasalah apabila :

  1. Terjadi keterlambatan pembayaran bunga dan atau kredit induk lebih dari 90 hari semenjak tanggal jatuh temponya.

  2. Tidak dilunasi samasekali 3.

  Diperlakukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran kembali kredit dan bunga yang tercantum dalam pemberian kredit.

  Kredit bermasalah terdiri atas kredit kurang lancar, Kredit Diragukan dan Kredit Macet.

  Early Warning System dan pemantauan yang efektif akan memudahkan bank dalam mengambil langkah yang diperlukan apabila suatu nasabah akan mengalami penurunan kualitas atau peningkatan risiko kredit. Menurut Dahlan Siamat (2004), beberapa cara pendekatan yang dapat dipertimbangkan dalam upaya penyelamatan kredit bermasalah diantaranya adalah: a.

  Penjadualan Ulang (Rescheduling) Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktu termasuk tenggang dan perubahan besarnya angsuran kredit.

  Fasilitas ini hanya diberikan kepada nasabah yang berkarakter jujur dan menurut analisa bank usahnya tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas b. Persyaratan Ulang (Reconditioning)

  Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Fasilitas ini diberikan kepada yang jujur dan usahanya masih bisa beroperasi dengan menguntungkan.

  c.

  Penataan Ulang (Restructuring) Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut antara lain penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.

  Bank sebenarnya sudah mengantisipasi kondisi terburuk dari sebuah pembiayaan, apabila repayment (pengembalian) kredit dari hasil usaha (first way out) si debitur gagal dan usahanya sudah tidak mungkin diharapkan membaik lagi, maka agunan saat kredit diberikan akan dijual (second way aout) oleh bank.

  Bila dari langkah cara penyelamatan kredit diatas, kredit bermasalah tidak dapat diselamatkan maka untuk mengurangi risiko bank akibat debitur default akan dilakukan dengan penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan hutang si debitur.

2.7. Prinsip Dasar Penyelamatan Kredit

  Memberi kesempatan agar debitur dapat bangkit kembali dalam berusaha sehingga di masa yang akan datang usahanya dapat kembali pulih. Walaupun usaha debitur yang akan diselamatkan misalnya dalam kondisi tidak normal, namun Bank harus tetap mengupayakan agar terapi yang diberikan kepada debitur tidak merugikan Bank sebagai kreditur sehingga perlu dilakukan negosiasi yang win-win solution.

  Untuk Kredit bermasalah termasuk kredit macet bank membantu memberikan alternatif penyelamatan kredit dengan 3 (tiga) cara yakni penjadualan ulang (rescheduling), persyaratan ulang (rekonditioning) dan penataan ulang (restrukturisasi). Pola Penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan menyesuaiakan pada kondisi masing-masing usaha debitur yang bermasalah namun harus mempertimbangkan penilaian atas dasar pilar /faktor yakni usaha masih mempunyai prospek, kinerja usaha debitur dan kemampuan membayar.

  Kekeliruan dalam memberikan upaya penyelamatan kredit dapat menimbulkan risiko terhadap bank, risiko yang dapat timbul adalah debitur tetap mengalami kesulitan dalam membayar kewajiban bunga maupun pokok pinjaman.

  Pedoman umum restrukturisasi kredit menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tgl. 20 Januari 2005 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tgl. 31 Januari 2005.

  Dalam rangka meminimlaisir potensi kerugian dari debitur bermasalah, Bank dapat melakukan restrukturisasi atas debitur yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajibannya setelah kredit direstrukturisasi.

  Pedoman Umum Restrukturisasi Kredit : Bank wajib melengkapi pedoman perkreditan yang dimiliki dengan pedoman tertulis mengenai Restrukturisasi Kredit sebagai panduan prosedur dan tata cara yang diperlukan dalam melaksanakan Restrukturisasi Kredit. Pedoman Restrukturisasi Kredit dimaksud adalah : 1.

  Analisis dan dokumentasi.

  Dalam melakukan analisis terhadap kredit yang akan direstruktusasi, bank wajib paling kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.1. Evaluasi terhadap permasalahan debitur yang meliputi : 1.1.1.

  Evaluasi terhadap penyebab terjadinya tunggakan pokok dan atau bunga yang didasarkan atas laporan keuangan, arus kas, proyeksi keuangan, kondisi pasar, faktor lain yang berkaitan dengan usaha debitur.

1.1.2. Perkiraan pengembalian seluruh pokok dan atau bunga berdasarkan perjanjian kredit sebelum dan setelah restrukturisasi kredit.

  Perkiraan tersebut hendaklah berdasarkan ratio-ratio keuangan termasuk proyeksinya, yang mencerminkan kondisi keuangan dan kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya.

  1.1.3. Evaluasi terhadap kinerja manajemen debitur untuk menentukan diperlukannya restrukturisasi organisasi perusahaan debitur, antara lain dengan penggantian pemegang saham, direksi, dan perubahan manajerial lainnya. Apabila diperlukan bank dapat menggunakan bantuan tenaga ahli eksternal untuk melakukan resturkturisasi organisasi tersebut. Dalam hal debitur merupakan debitur perorangan harus dipersyaratkan adanya jaminan tambahan.

  1.2. Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan proyeksi arus kas (Projectecd cash flows) debitur serta dalam memperhitungkan nilai tunai ( present value) dari angsuran pokok dan atau bunga yang akan diterima.

  1.3. Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan penyesuaian persyaratan kredit seperti penyesuaian suku bunga, pengurangan tunggakan pokok dan atau bunga, perubahan jangka waktu dan atau penambahan fasilitas. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan debitur sehingga debitur dapat memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan atau bunga hingga jatuh tempo.

  1.4. Apabila restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara pemberian tambahan kredit, tujuan dan penggunaan tambahan kredit tersebut harus jelas.

  Tambahan kredit tidak diperkenakan untuk melunasi tunggakan pokok dan atau bunga kredit.

  1.5. Penyesuaian atas jadual pembayaran kembali telah mencerminkan kemampuan membayar debitur.

  1.6. Rincian yang terkait dengan persyaratan kredit termasuk kesepakatan keuangan dalam perjanjian kredit, antara lain rencana rekapitalisasi perusahaan debitur atau adanya hak (klausula) bank untuk meningkatkan suku bunga sejalan dengan kemampuan membayar debitur.

1.7. Rincian kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi kredit.

  1.8. Persyaratan bahwa perjanjian kredit dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan restrukturisasi kredit harus mempunyai kekuatan hukum.

2. Prosedur Pemantauan.

  Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk memantau kredit yang telah direstrukturisasi guna memastikan kesanggupan debitur untuk melakukan pembayaran kembali sesuai persyaratan dalam perjanjian kredit baru. Beberapa langkah yang wajib dilakukan dalam rangka pemantauan tersebut antara lain adalah :

  2.1. Menyusunan laporan bulanan mengenai perkembangan usaha debitur yang memuat rincian perkembangan usaha, pelaksanaan rencana kegiatan (action plan), dan kemungkinan pembayaran kembali.

  2.2.Mewajibkan debitur untuk menyampaikan laporan keuangan yang dilengkapi dengan ratio-ratio keuangan pokok, yang diperlukan bank dalam rangka memantau kondisi usaha dan keuangan debitur secara terus menerus. Debitur juga diwajibkan untuk melaporkan dampak dari berbagai tindakan yang ditempuh sebagai bagian dari restrukturisasi kredit, seperti rekapitulasi perusahaan dan kebijakan untuk tidak membagikan deviden.

  2.3.Menyusun langkah-langkah yang akan diambil jika debitur ternyata mengalami kesulitan membayar setelah restrukturisasi kredit.

2.8. Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah

  Kriteria debitur yang dapat dilakukan penyelamatan : 1. Penyelamatan kredit (restrukturisasi) hanya akan dilakukan terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik dan telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok atau bunga kredit.

  2. Manajemen beritikad baik, 3.

  Menunjukkan sikap kooperatif.

  4. Kualitas kredit berada digolongan : Dalam perhatian khusus (special mention)

  • Kurang Lancar (Sub Standard)
  • Diragukan (Doubtful)
  • Dalam melihat prospek usaha, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu : 1.

  Kemampuan usaha untuk menghasilkan positive cash flow 2. Penyerapan tenaga kerja dan menghasilkan multiplier effect 3. Peluang untuk mengingkatkan efisiensi dan daya saing.

  Sedangkan dalam menilai itikad baik, aspek yang perlu dipertimbangkan adalah : 1.

  Kemampuan untuk memulai dan secara aktif melakukan negosiasi dengan pihak kreditur (Bank)

  2. Full disclosure/ prinsip pengungkapan lengkap 3.

  Kemampuan untuk menanggung sebagian kerugian Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56, pasal 3, Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah, bahwa Perorangan atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut : a.

  Bersedia bekerja sama (kooperatif) dan mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan utang.

  b.

  Masih memiliki prospek usaha yang baik akan tetapi mengalami kesulitan pembayaran utang pokok dan atau bunga kredit.

  c.

  Kredit yang diperoleh telah diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan kebijakan serta prosedur perkreditan pada bank dan d. Tidak termasuk perusahaan yang merupakan anak perusahaan besar atau grup usaha besar.