Analisis Tekuk pada Kolom Baja Tampang IWF akibat Gaya Tekan Aksial

(1)

ANALISA TEKUK PADA KOLOM BAJA TAMPANG

IWF AKIBAT GAYA TEKAN AKSIAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

050404120

RISKA LUMBANRAJA

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

ANALISA TEKUK PADA KOLOM BAJA TAMPANG

IWF AKIBAT GAYA TEKAN AKSIAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

05 0404 120

RISKA LUMBANRAJA

Disahkan Oleh :

Pembimbing

NIP. 19520901 198112 1 001 Ir. Sanci Barus, MT

Ketua Departemen

NIP. 195612241981031002 Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang merupakan syarat utama yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara dengan judul ”Analisis

Tekuk pada Kolom Baja Tampang Iwf akibat Gaya Tekan Aksial”.

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir.Teruna Jaya, M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Kedua Orang Tuaku tercinta ( A. Lumbanraja dan T. Siallagan ) yang selalu memberi dukungan dan kasih sayangnya dan juga doa yang selalu menyertai penulis. Buat kedua kakakku ( Ka’Retno dan Ka’Erna ) dan kedua adikku ( Loren dan Suparto ) yang kusayangi, terima kasih kuucapkan kepada kalian atas dorongan dan doanya.


(4)

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Semua teman-teman stambuk 2005, mulai NIM 001 – 149 yang selalu menemani disaat susah dan senang walaupun kebanyakan main-mainya, terutama pada Ronald A Marthin, Lady n Kenk2, Ganda Kurus, Albert, Alkes, Elli gong2, Andreas, Dame, Nensi, Ari, dan juga teman2 yang sering main di Pondasi. Saat-saat bersama kalian sangatlah menyenangkan.

7. Abang dan kakak stambuk 2002, 2003, 2004, dan adik-adik stambuk 2006, 2007 dan 2008 terima kasih atas support yang telah diberikan.

8. Teman satu Kampungku dan juga Winta yang juga turut memberi support. 9. Abang, kakak, teman2, dan juga adik2 dari GMKI yang selalu memberi

dukungan dan doanya.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat meningkatkan kemampuan menulis pada masa akan datang. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi yang membacanya.

Medan, Agustus 2010

05 0404 120


(5)

ABSTRAK

Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas adalah merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat pembebanan yang melebihi kapasitasnya sehingga terjadi ketidakstabilan pada struktur baja. Terjadinya fenomena tekuk pada struktur baja disebabkan karena elemen baja pada umumnya sangat tipis, sehingga mudah mengalami tekuk yang akan mengurangi kapasitas dari struktur itu sendiri.

Pada permasalahan ini penulis mencoba menganalisa profil Iwf yang mengalami pembebanan gaya aksial. Pada kenyataan struktur baja akan mengalami tekuk dan terjadi ketidakstabilan akibat pembebanan gaya axial dengan tiga cara, yaitu tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus.

Oleh karena itu dibutuhkan penyelidikan stabilitas terhadap profil Iwf yang mengalami pembebanan gaya aksial pada saat kapan mengalami hanya tekuk lentur saja, tekuk torsi saja, dan kapan mengalami tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus.

Dari hasil penyelidikan stabilitas terhasap profil Iwf yang mengalami pembebanan gaya aksial hingga mencapai batas kritisnya, ternyata profil Iwf akan mengalami tekuk lentur dan tekuk torsi.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR NOTASI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Umum dan Latar Belakang………….. ... 1

1.2. Permasalahan ... 3

1.3. Tujuan Penulisan ... 3

1.4. Pembatasan Masalah ... 4

1.5. Metode Pembahasan ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Teori Tekuk……….. ... 5

2.1.1 Umum dan Latar Belakang...5

2.1.2 Stabilitas dari Struktur Kolom...9

2.1.3 Jenis-jenis Kegagalan Batang Tekan...11

2.2. Analisa Kolom ... 12

2.2.1 Kolom Euler ... 16

2.2.2 Rumus Kolom Euler ... 21

2.2.2.1 Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan Yang Lainnya Bebas ... 21

2.2.2.2 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi...24


(7)

2.2.2.3 Kolom dengan Kedua Ujungnya

Terjepit...25

2.2.2.4 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit tetapi Salah satu dapat Bergeser Arah Lateral...27

2.2.2.5 Kolom dengan Ujung-ujungnya Terjepit dan Sendi...27

2.3. Panjang Efektif...32

2.4 Tekuk Torsi...34

2.4.1 Energi Regangan akibat Torsi Saint-Venant...37

2.4.2 Energi Regangan akibat Torsi Warping...39

2.4.3 Kombinasi Tekuk Lentur dan Tekuk Torsi...43

BAB III. ANALISA……….55

3.1. Umum………… ... 55

3.2. Kejadian akibat Tekuk Lentur ... 57

3.3. Kejadian akibat Tekuk Torsi...59

3.4 Analisa Panjang Kolom yang akan ditinjau...60

BAB IV. APLIKASI DAN PERENCANAAN ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA...93 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR NOTASI

L = panjang kolom A = luas tampang t = tebal tampang

γ = regangan geser v = tegangan geser G = modulus geser E = modulus elastic

μ = poison rasio J = konstanta torsi Cw = konstanta warping

Ix, Iy = momen Inersia terhadap sumbu x dan sumbu y

Iy’Ix’ = momen inersia terhadap sumbu minimum dan maksimum

Ip = Ix + Iy = momen inersia polar

U, V = deformasi aksial pada arah x dan y

u = energi regangan total u1 = energi regangan lentur

ua = energi regangan lentur akibat gaya tekan aksial

ub = energi regangan lentur akibat kurva lentur

ut = energi regangan torsi

v = energy potensial

va = energi potensial akibat gaya tekan aksial


(9)

λ = parameter kelangsingan = rasio kelangsingan r = jari – jari inersia Ms = momen torsi murni

Mw = momen torsi terpilin

Mz = momen torsi total

Mf = momen lentur lateral pada satu sayap

If = momen inersia untuk satu sayap terhadap sumbu y

Vf = gaya geser sayap

uf = lendutan lateral salah satu sayap pada penampang sejarak z dari ujung

batang

Ѳ = sudut puntir per satuan panjang

R0 = jari – jari girasi polar terhadap pusat geser

Px,Py = beban kritis pada sumbu x dan y yang mengakibatkan kolom

mengalami tekuk lentur

Px’, Py’ = beban kritis pada sumbu maksimum dan minimum yang mengakibatkan

kolom mengalami tekuk lentur

PѲ = beban kritis yangmengakibatkan kolom mengalami tekuk torsi

Pkomb = beban kritis yang mengakibatkan kolom mengalami tekuk lentur dan


(10)

ABSTRAK

Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas adalah merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat pembebanan yang melebihi kapasitasnya sehingga terjadi ketidakstabilan pada struktur baja. Terjadinya fenomena tekuk pada struktur baja disebabkan karena elemen baja pada umumnya sangat tipis, sehingga mudah mengalami tekuk yang akan mengurangi kapasitas dari struktur itu sendiri.

Pada permasalahan ini penulis mencoba menganalisa profil Iwf yang mengalami pembebanan gaya aksial. Pada kenyataan struktur baja akan mengalami tekuk dan terjadi ketidakstabilan akibat pembebanan gaya axial dengan tiga cara, yaitu tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus.

Oleh karena itu dibutuhkan penyelidikan stabilitas terhadap profil Iwf yang mengalami pembebanan gaya aksial pada saat kapan mengalami hanya tekuk lentur saja, tekuk torsi saja, dan kapan mengalami tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus.

Dari hasil penyelidikan stabilitas terhasap profil Iwf yang mengalami pembebanan gaya aksial hingga mencapai batas kritisnya, ternyata profil Iwf akan mengalami tekuk lentur dan tekuk torsi.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Umum dan Latar Belakang

Baja adalah salah satu bahan kontruksi yang paling penting, sifat-sifatnya yang terutama dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dan sifat yang keliatannya. Keliatan ( ductility ) adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan { Joseph E.Bowles, 1985 }.

Baja berdeformasi secara nyata dapat dilihat pada batang polos maupun konstruksi portal sederhana. Portal terdiri dari elemen-elemen pelat, kolom, dan balok kolom dimana sambungan balok dan kolom tidak dapat dikatakan mololit seperti beton maka digunakan asumsi-asumsi dalam memudahkan didalam menganalisa. Dalam perencanaan faktor yang harus mendapat perhatian utama adalah masalah kekuatan atau keamanan, masalah keekonomisan dan masalah estetika dari struktur yang direncanakan.

Suatu struktur dikatakan kuat atau aman apabila struktur tersebut mampu memikul segala gaya, tegangan dan juga lendutan yang mungkin timbul akibat dari pembebana yang bersifat sementara. Oleh karena itu seorang perencana harus memperhatikan hal-hal tersebut diatas dengan sebaik-baiknya dalam merencanakan suatu struktur.


(12)

Dalam tugas akhir ini yang ditinjau adalah kolom baja. Apabila sebuah batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban semakin lama semakin tinggi, maka pada batang tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang melengkung dinamakan Tekuk.

Buckling (tekuk) terjadi akibat penekanan pada suatu batang dimana yang mengalami gaya tekan aksial. Dalam hal ini, tekuk dapat terjadi sebelum atau sesudah tegangan idiil dicapai terlebih dahulu, tentu tidak menjadi masalah dalam perhitungan kekuatan baja. Namun apabila tekuk terjadi sebelum tegangan idiil dicapai, tentu akan sangat berbahaya karena peristiwa tekuk terjadi secara tiba-tiba tanpa memberi tanda-tanda misalnya terjadinya deformasi secara perlahan-lahan yang semakin lama semakin besar.


(13)

Bahwa batang yang ditekan akan mengalami bentuk yang sedikit melengkung seperti pada gambar diatas. Jika sumbu koordinat diambil seperti dalam gambar, momen dalam yang terjadi pada penampang sejauh x dari sumbu asal adalah :

Mx = -EIy”

Dengan menyamakan momen lentur luar P.y, maka diperoleh persamaan : EIy” + P.y = 0

1.2Permasalahan

Seperti yang kita ketahui bersama, gaya aksial secara individu dapat menyebabkan peristiwa tekuk, dimana tekuk yang terjadi dapat berupa tekuk lentur, tekuk torsi dan penggabungan antara tekuk lentur dan tekuk torsi. Ketiga tekuk ini dapat menyebabkan ketidakstabilan kolom yang ditinjau.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menentukan berapa nilai Pkritis yang dapat diterima oleh kolom baja yang

bertampang Iwf sehingga pendimensian dapat seefisien mungkin dan untuk mendapatkan suatu persamaan yang mengandung variable gaya normal ( P ), dimensi dan panjang bentang.


(14)

1.4Pembahasan Masalah

Dalam analisa ini banyak permasalahan yang akan ditinjau maka untuk memudahkan analisa pada penulisan ini diadakan pembatasan-pembatasan dan penyederhanaan sebagai berikut :

1. Aplikasi terhadap profil IWF

2. Struktur adalah dengan tumpuan sendi-sendi

3. Bahan baja bersifat elastis linier sesuai dengan hukum Hooke 4. Akibat berat sendiri diabaikan

5. Perputaran tampang yang terjadi sangat kecil

6. Tekuk yang terjadi adalah tekuk elastic

1.5Metode Penelitian

Adapun metode yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah menggunakan aplikasi rumus-rumus yang sudah ada dan juga metode energi.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Tekuk

II.1.1 Umum dan Latar Belakang

Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi.

Dengan berbagai macam sebutan, seperti kolom, tiang, tonggak, dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan aksial saja.Apabila sebuah batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban semakin lama semakin tinggi, maka pada batang tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang melengkung dinamakan Tekuk.

Pada hakekatnya batang yang hanya memikul tekan aksial saja jarang dijumpai dalam struktur namun bila pembebanan diatur sedemikian rupa hingga pengekangan ( restrain ) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang-batang yang bertemu diujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan dengan tekanan langsung maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris.

Dari mekanika bahan diketahui bahwa hanya kolom yang sangat pendek dapat dibebani hingga mencapi tegangan lelehnya, sedangkan keadaan yang umum yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum kekuata


(16)

bahan batang sepenuhnya tercapai. Keadaan demikian yang kita sebut dengan tekuk ( buckling ). Jadi pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi pembaca yang merencanakan struktur baja.

Gambar II.1.1 Batang yang tertekuk akibat gaya aksial ( sumber : Salmon, 1992 )

Latar belakang tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leondharrt Euler pada tahun 1759. Batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil pada gambar II.1.1. Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit disalah satu ujung dan bertumpu sederhana ( simply supported ) di ujung yang lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom yang berperletakan sendi, yang tidak memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Kita akan mendapatkan rumus-rumus gaya kritis yang dapat diterima oleh suatu batang sebelum tekuk terjadi.

Pendekatan Euler pada umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena tidak sesuai dengan percobaan, dalam praktek kolom dengan panjang umum tidak sekuat seperti yang dinyatakan oleh rumus-rumus Euler.

Considere dan Esengger pada tahun 1889 secara terpisah menemukan bahwa sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastic sebelum tekuk terjadi dan harga E yang dipakai harus memperhitungkan adanya jumlah serat yang tertekan dengan regangan diatas batas proporsional. Jadi


(17)

mereka menyadari bahwa sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastic.

Akan tetapi pengertian yang menyeluruh tentang kolom dengan beban konsentris baru dicapai pada tahun 1946 ketika Shanley menjabarkan teori yang sekarang ternyata benar. Ia mengemukakan bahwa hakekatnya kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk, yang menyertakan pengaruh inelastisitas pada sejumlah atau semua serat penampang lintang.

Untuk menentukan kekuatan kolom dasar, kondisi kolom perlu didealisir dengan beberapa anggapan. Mengenai bahan, kita dapat menganggap :

1. sifat tegangan-regangan tekan sama diseluruh titik pada penampang

2. tidak ada tegangan internal seperti akibat pendinginan setelah penggilingan (rolling)

3. kolom lurus sempurna dan prismatis

4. resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur

5. kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan.

6. teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan.

7. puntiran atau distorsi pada penampang lintang tidak terjadi selama melentur


(18)

Setelah anggapan-anggapan diatas dibuat, sekarang disetujui bahwa kekuatan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai:

Dimana : tegangan rata-rata pada penampang E t = modulus tangent pada P/A

KL/r = angka kelangsingan effektif (ujung sendi ekivalen) Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi apabila anggapan dari(1) sampai (7) diatas berlaku.Kolom biasanya merupakan satu kesatuan dengan struktur,dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara independent. Kolom dapat dibedakan menjadi dua kelompok :

a. Kolom panjang, biasanya akan rusak akibat tekukan yang terjadi atau kelebihan lentur melintang.

b. Kolom sedang, biasanya akan rusak akibat gabungan terjadinya kehancuran material dan tekukan.

Tekuk dapat dibedakan atas tekuk elastis dan tekuk inelastis ( inelastic Buckling ). Kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastis. Pada kolom yang mengalami tekuk inelastis, modulus elastisnya pada saat terjadi tekuk lebih kecil dari harga awalnya. Dalam praktek, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dan tak stabil pada batang tekan jadi bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastic yang diisolir. Sering dikatakan bahwa beban tekuk praktis ini disebut beban batas (ultimate ).


(19)

II.1.2 Stabilitas dari Struktur Kolom

Analisa stabilitas suatu struktur batang berkaitan erat dengan masalah kesetimbangan. Oleh karena itu pemahaman terhadap masalah kesetimbangan merupakan suatu hal yang penting.

Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menganggap kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi seperti gambar 2.1.3.

Gambar II.1.2a Stabilitas

Sumber : Alexander Chajes, “ Principles of Stability Theory ”

Walaupun bola dalam keadaan setimbang pada posisinya masing-masing, dalam pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan dari ketiga keadaan tersebut.

- Posisi a

Bola berada pada permukaan yang cekung maka bila diberikan gangguan kecil dx, bola akan kembali keposisi semula setelah berisolasi beberapa kali.

Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan stabil.

- Posisi b

Apabila bola berada pada permukaan yang datar, bila diberikan gangguan kecil dx maka gangguan kecil ini tidak akan merubah gaya-gaya kesetimbangan maupun energy potensial bola. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan netral.


(20)

- Posisi c

Bila bola berada pada permukaan yang cembung, diberikan gangguan kecil dx maka akan terjadi pergeseran mendadak ( progressive movement ). Kese timbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil.

Gambar II.1.2b Tekuk

- Batang a, diberi muatan kecil, dari samping dimuati Q yang menekan batang maka akan terjaid lenturan . Bila gaya Q dihilangkan, lenturan hilang dan batang lurus kembali. Peristiwa ini disebut dengan bola dalam tempat yang cekung.

- Batang b, ditekan dengan , dimana > . Dari samping ditekan Q maka terjadi lenturan , Q dihilangkan tetapi masih tetap ada. Keadaan ini disebut “indifferent”. Gaya disebut gaya , sedangkan tegangan (ss ) yang timbul dalam luas tampang disebut tegangan kritis (


(21)

- Batang c, ditekan dengan , dimana > tetapi masih dalam batas batang belum patah. Dari samping ditekan Q bahkan lebih kecil dari pada Q pada keadaan a. lengkung yang timbul akan menjalar terus sampai batang itu patah. Peristiwa ini disebut “Labil”

II.1.3 Jenis-jenis Kegagalan Batang Tekan

Dari mekanika bahan telah diketahui bahwa batang tekan yang pendek dapat dibebani sampai batang meleleh sedang batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk. Pada keadaan yang umum keruntuhan akibat tekan terjadi antara keruntuhan akibat kelelehan bahan dan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang lintang meleleh, keadaan ini disebut tekuk inelastis ( inelastic buckling ).

Ada tiga macam keruntuhan batang yaitu :

1. Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang yang telah melampaui kekuatan materialnya.

2. Keruntuhan akibat batang tertekuk elastis ( elastic buckling ), ini terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini Hukum Hooke masih berlaku bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas proporsional.

3. Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat yang disebut tekuk tak elastis. Keruntuhan semacam ini berada diantara kasus ( 1 ) dan ( 2 )


(22)

dimana pada saat menekuk sejumlah serat menjadi inelastis maka modulus elastis ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya.

II.2 Analisa Kolom

Gambar II.2a Batang lurus yang dibebani gaya aksial

Sebuah batang lurus dengan panjang L yang dibebani oleh gay aksial P seperti yang diperhatikan pada gambar II.2a uraian gaya-gaya yang bekerja pada potongan sejauh x dari tumpuan, diperlihatkan pada gambar II.2b dimana N dan Q adalah komponen gaya longitudinal dan transversal pada potongan itu, dan M adalah momen lentur.

Gambar II.2b Potongan batang sejauh x dari tumpuan

Pengaruh dari adanya rotasi struktur, persamaan kesetimbangan dari elemen kolom ramping yang terdeformasi diperlihatkan pada gambar II.2a.


(23)

Gambar II.2c Kolom Terdeformasi

Untuk deformasi yang kecil, maka dapat diasumsikan bahwa sudut putar β

adalahkecil. Dengan demikian sin β dan cos β secara berurutan dapat dianggap β

dan l.

Persamaan kesetimbangan gaya dapat diperoleh dengan menguraikan masing-masing gaya yang bekerja sesuai dengan subu x dan y. Dari uraian gaya pafa sumbu x diperoleh :

-N + ( N + dN ) – Q β + ( Q + dQ ) ( β + dβ ) = 0

+ Q + β = 0

Dimana :

= dN/dx = dQ/dx = dβ /dx

dari uraian gaya pada sumbu y diperoleh :

-Q + ( Q+dQ ) – Nβ – ( N + dN )( β + dβ ) = 0 -N + β + = 0

Uraian Momen :

M – ( M + dM ) + Qdx = 0 Q =


(24)

M = dM/dx

Untuk batang yang ramping dapat dianggap bahwa tegangan dan gaya geser melintang sangat kecil. Kita biasanya mengambil asumsi bahwa bentuk kuadratik yang menggambarkan interaksi nonlinear antara gaya geser yang kecil dan putaran dapat diabaikan. Dari asumsi yang diambil maka tiga persamaan kesetimbangan disederhanakan menjadi bentuk berikut :

= 0 ( II.2a )

- β = 0 ( II.2b )

Q = 0 ( II.2c )

Bentuk dari β tidak terdapat ada persamaan II.2b karena telah hilang akibat persamaan II.2a dengan mengeliminasi Q dari persamaan II.2c sehingga menghasilkan.

= 0

= - ( II.2d )

Dimana I adalah momen Inersia dari penampang dan E adalah modulus elastis bahan. Persamaan II.2d kita subtitusikan kedalam persamaan II.2c diperoleh :

= 0

– N = 0

Untuk harga EI yang konstan, persamaan menjadi : = 0

– N = 0

Persamaan II.2b merupakan bentuk kuadrik dalam variabel-variabel N dan Y. Oleh karena itu merupakan persamaan differensial non linier. Dari persamaan


(25)

II.2a terlibat bahwa N konstan sepanjang X dan dari kondisi batas x=0 dan x=1, kita lihat bahwa N = -P. Dengan demikian persamaann II.2b dapat disederhanakan menjadi bentuk lazim dikenal :

– P = 0 ( II.2e )

Atau

EI + P = 0 ( II.2f )

Persamaan diatas adalah differensial dari kolom ramping yang mengalami tekukan. Dari persamaan dapat ditentukan besarnya pada saat struktur akan runtuh. Misalnya = dan subtitusikan kedalam persamaan sehingga diperoleh :

+ K = 0 ( II.2g )

Persamaan umum dari persamaan differensial adalah : Y = A sin kx + B cos kx + Cx + D ( II.2h )

Dimana : A, B, C, D adalah tetapan tertentu yang dapat ditentukan dengan menggunakan syarat-syarat batas yaitu kondisi batas ujung-ujung batang ( boundary condition ).

II.2.1 Kolom Euler

Rumus kolom Euler diturunkan dengan membuat berbagai anggaan sebagai berikut :

- Bahan elastic sehingga memenuhi Hukum Hooke

- Material homogen sempurna dan isotropis

- Batang pada mualnya lurus sempurna, prismatic dan beban terpusat dikerjakan sepanjang sumbu titik berat penampang


(26)

- Penampang batang tidak terpuntir, elemennya tidak dipengaruhi tekuk setempat dan distorsi lainnya selama melentur

- Batang bebas dari tegangan residu

- Ujung-ujung batang ditumpu sederhana. Ujung bawah ditumpu pada sendi yang tidak dapat berpindah, ujung atas ditumpu pada tumpuan yang dapat berotasu dengan bebas dan bergerak vertical tetapi tidak dapat bergerak horizontal.

- Deformasi dari batang cukup kecil sehingga bentuk ( y’ )² dari persamaan kurva dapat diabaikan. Dari sini kurva dapat didekati dengan y”.

Gambar II.2.1a Kolom Euler

Bahwa batang yang ditekan akan mengalami bentuk yang sedikit melengkung seperti pada gambar II.2.1a. Jika sumbu koordinat diambil seperti dalam gambar, momen dalam yang terjadi pada penampang sejauh x dari sumbu asal adalah :

Mx = -EIy” ( II.2.1.a)

Dengan menyamakan momen lentur luar P.y, maka diperoleh persamaan :


(27)

Persamaan ( II.2.1.a) adalah persamaan differential linear dengan koefisien konstan dan dapat dirubah menjadi :

y” + k².y = 0 (II.2.1.b)

dimana, k² = (II.2.1.c)

Penyelesaian umum persamaan (II.2.1.b)

y = A sin kx + B cos kx (II.2.1.d)

Untuk menentukan besaran konstanta A dan B, maka menggunakan syarat batas :

y = 0 dan x = 0 y = 0 dan x = 1

Dengan memasukkan syarat batas pertama kedalam persamaan (II.2.1.d) maka diperoleh :

B = 0

Sehingga diperoleh :

y = A sin kx (II.2.1.e)

Dari syarat batas kedua diperoleh :

A sin kl = 0 (II.2.1.f)

Persamaan (II.2.1.f) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan yaitu : a. Konstanta A = 0, yaitu tidak ada lendutan (II.2.1.g1) b. kl = 0, yaitu tidak ada beban luar (II.2.1.g2) c. kl = nл, yakni syarat terjadi tekuk (II.2.1.g3)


(28)

Subtitusi persamaan (II.2.1.g3) kedalam persamaan (II.2.1.c) dan persamaan (II.2.1.e) diperoleh :

(II.2.1.h)

(II.2.1.i)

Pada beban yang diberikan oleh persamaan (II.2.1.h) kolom berada dalam keadaan kesetimbangan dalam bentuk yang agak bengkok, dimana bentuk deformasinya diberikan oleh persamaan (II.2.1.i).

Ragam (mode) tekuk dasar yaitu lendutan dengan lengkungan tunggal akan diperoleh jika nilai n diambil sama dengan 1, dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom adalah :

= (II.2.1.j)

Dan persamaan lendutan menjadi :

Y = A sin (II.2.1.k)

Kelakuan kolom Euler dapat digambarkan secara grafik seperti pada gambar:

=

Gambar II.2.1b Grafik kolom Euler

Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat


(29)

a b c d

d

Gambar II.2.2.1

tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu. Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.

II.2.2 Rumus Kolom Euler

II.2.2.1 Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan yang lainnya Bebas

Tinjau suatu sumbu-sumbu koordinat seperti ditunjukkan pada gambar, dimana kolom dalam kedudukan yang agak melengkung, menghasilkan momen lentur pada suatu penampang melintang sebesar :

M = - P ( δ – y ) ( II.2.2.1a)

Dan persamaan differensial M=-EI menjadi :

EI = P (δ – y ) ( II.2.2.1b)

Karena ujung atas kolom adalah bebas, maka jelaslah bahwa tekuk pada kolom akan terjadi pada bidang dengan kekakuan lengkungan terkecil, yang dianggap merupakan bidang simetris.

Nilai EI yang terkecil ini digunakan dalam persamaan ( II.2.2.1b ) diatas dan dengan memakai notasi sebelumnya yaitu :


(30)

k² =

Kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk : + k²y = k² δ

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah : Y = A cos kx + B sin kx + δ

Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat-syarat ujung jepit kolom yaitu :

Y = = 0 pada x = 0 Syarat-syarat ini dipenuhi jika : A = - δ B = 0

Dan persamaan b menjadi :

Y = δ ( 1 – cos kx ) ( II.2.2.1c)

Sedang syaraat pada ujung bebas kolom menghendaki bahwa

Y = δ pada x = 1

Yang memenuhi jika

δ cos kl = 0

Persamaan c menghendaki bahwa salah satu δ dan cos kl harus nol. Bila δ

= 0, maka lengkungan tidak ada. Bila cos kl = 0, kita akan memperoleh hubungan

Kl = ( 2n – 1 ) /2 ( II.2.2.1d)

Dimana n = 1, 2, 3,…… persamaan ini untuk menentukan nilai-nilai k sehubungan dengan bentuk tekukan yang terjadi.

Nilai kl terkecil yang memenuhi persamaan ( II.2.2.1d) diperoleh dengan mengambil n = 1, memberikan nilai beban kritis terkecil yaitu :


(31)

Kl = l =

Atau = ( II.2.2.1e)

Besaran kx dalam persamaan ( II.2.2.1c) untuk kasus ini berubah-ubah dari 0 s/d /2, dan bentuk lengkungan seperti ditunjukkan pada gambar diatas.

Dengan mensubtitusikan n = 2, 3, . . . . kedalam persamaan ( II.2.2.1d), kita peroleh hubungannya dengan nilai-nilai beban kritis sebagai berikut :

= =

Besaran kx menurut persamaan (II.2.2.1c) dalam hal ini berubah dari 0 s/d 3 /2, dari 0 s/d 5 /2, . . . , dan hubungannya dengan kurva lengkungan pada gambar (II.2.2.1c) dan gambar (II.2.2.1d). Untuk bentuk kurva lengkungan pada gambar (II.2.2.1c) diperlukan suatu gaya sebesar sembilan kali beban kritis terkecil, dan keadaan pada gambar (II.2.2.1d), diperlukan gaya sebesar dua puluh lima kali beban kritis terkecil.

Bentuk-bentuk tekukan seperti itu hanya dapat terjadi pada batang yang sangat ramping, dan dengan memasang penyokong pada titik peralihan untuk mencegah lengkungan lateral. Sebaliknya bentuk tekukan ini adalah tidak stabil, dan mempunyai arti praktis yang kecil, sebab struktur telah mengalami suatu lengkungan yang besar pada saat beban mendekati nilai-nilai yang diberikan oleh persamaan (II.2.2.1e).


(32)

d

Gambar II.2.2.2

II.2.2.2 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi

Pada suatu kasus kolom dengan kedua ujungnya berupa sendi (gambar II.2.2.2), tampak dari kesimetrisannya bahwa tiap setengah panjang batang adalah mirip dengan batang pada gambar II.2.2.2. Karena itu beban kritis pada kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/2 untuk besaran l dalam persamaan, yang memberikan

= = = ( II.2.2.2a)

Kasus suatu batang dengan kedua ujung berupa sendi, mungkin dianggap lebih sering dalam prakteknya dari yang lain. Kasus ini disebut “kasus dasar” ( fundamental case ) dari tekuk batang yang prismatic.


(33)

Gambar II.2.2.3

II.2.2.3 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit

Bila kedua ujung kolom berupa jepitan ( gambar II.2.2.3), maka ada momen-momen reaksi yang mencegah ujung-ujung kolom dari perputaran selama tekukan terjadi. Momen-momen ujung dan gaya-gaya tekan aksial adalah ekivalen dengan gaya-gaya P yang bekerja eksentris seperti ditunjukkan pada gambar. Titik-titik peralihan ditempatkan dimana garis kerja gaya P memotong kurva lengkungan, sebab pada titik-titik ini momen lentur adalah nol.

Titik-titik peralihan dan titik tengah bentang membagi batang atas empat bagian yang sama, yang masing-masing mirip dengan batang pada gambar . oleh karena itu beban kritis dalam kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/4 untuk besaran l, yaitu:

( II.2.2.3a)


(34)

( a ) ( b )

dimana,

Penyelesaian dari persamaan ini adalah :

( II.2.2.3c) Dari syarat batas :

y = 0 pada x = 0

y = 0 pada x = 0 didapat ; , dan Sehingga :

( II.2.2.3d)

( II.2.2.3e)

Maka didapat :

= ( II.2.2.3f)

II.2.2.4 Kolom dengan Kedua Uujung Terjepit tetapi salah satu dapat bergeser arah Lateral


(35)

Gambar II.2.2.5

Pada gambar II.2.2.4a tampak bahwa kolom bebas gerak arah lateral pada ujung atas tetapi dikendalikan sedemikian rupa, sehingga garis singgung pada kurva elastic tetap tegak. Dengan adanya titik peralihan pada pertengahan bentang (gambar II.2.2.4b), beban kritis didapatkan dengan mensubtitusikan l/2 untuk l dalam persamaan ( II.2.2.1e), dan dengan demikian dalam kasus ini juga berlaku rumus (II.2.2.2a).

II.2.2.5 Kolom dengan ujung-ujung Terjepit dan Sendi

Kita tinjau suatu penampang mn sejauh x dari sendi, dan dengan lengkungan sebesar y ( gambar ), memberikan momen lentur sebesar :

Mx = P.y + H0.x ( II.2.2.5a)

Dengan demikian persamaan menjadi :

EI = -P.y – H0.x ( II.2.2.5b)

Dan dengan bantuan notasi k² = P/EI, persamaan b dapat dituliskan dalam bentuk :


(36)

º

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah :

Y = A cos kx + B sin kx - x ( II.2.2.5d)

Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat-syarat ujung kolom yaitu :

Y = 0 pada x = 0 dan x = l dy/dx = 0 pada x = l

Dari syarat ujung y = 0 pada x = 0 diperoleh A = 0. Untuk y = 0 pada x = l memerlukan :

B = ( II.2.2.5e)

Sedang untuk dy/dx = 0 pada x = l memberikan :

Tg kl =kl ( II.2.2.5f)

Untuk memecahkan persamaan dipakai metoda grafis. Kurva-kurva pada \gambar menyatakan tg kl sebagai fungsi kl. Kurva-kurva ini menyinggung garis tegak kl = /2, 3 /2,. . . . pada titik jauh tak terhingga ( secara asimtotis ).

/2 3 /2 2 5 /2


(37)

Akar-akar persamaan ditunjukkan oleh titik perpotongan kurva dengan garis lurus y = kl. Akar terkecil adalah absis dari koordinat titik A yaitu sebesar :

Kl = 4,493 radian

Yang memberikan nilai beban kritis sebesar

= = ( II.2.2.5g)

Dalam setiap kasus yang telah diterangkan diatas, dianggap bahwa kolom bebas tertekuk dalam suatu arah, maka jelaslah bahwa besaran EI menyatakan kekakuan lengkung terkecil. Jika kolom dikekang sedemikian rupa, sehingga tekukan hanya mungkin dalam satu bidang utama saja, maka EI menyatakan kekakuan lengkung dalam bidang itu.

Dalam pembicaraan sebelumnya juga dianggap bahwa batang sangat langsing, sehingga tegangan tekan terbesar yang terjadi selama tekukan masih dibawah batas proporsional bahan. Hanya dibawah persyaratan-persyaratan inilah rumus-rumus beban kritis diatas dapat berlaku. Untuk menentukan batas pemakaian rumus-rumus (Gambar III.5) ini, mari kita tinjau kasus dasar seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan membagi beban kritis dari pers. Dengan luas penampang melintang A, dan mengambil

r = ( II.2.2.5h)

Dimana r menyatakan jari-jari putaran, besar tegangan tekan kritis adalah

= ( II.2.2.5i)

Tegangan ini hanya tergantung pada besaran E dan rasio kelangsingan l/r. Sebagai contoh, pada suatu struktur baja, batas proporsional 2100kg/cm² dan E = 2,1 x kg/cmkg/cm², maka didapat nilai l/r terkecil dari pers. ( II.2.2.5i) sebesar


(38)

Gambar II.2.2.7

100. Karenanya, beban kritis pada kolom dari bahan ini, yang bersendi pada kedua ujungnya, dapat dihitung dengan pers. ,bila diinginkan rasio l/r lebih besar dari 100. Jika l/r lebih kecil dari 100, tegangan tekan sudah mencapai batas proporsional sebelum terjadi tekukan, sehungga pers ( II.2.2.5) tidak berlaku.

Pers. ( II.2.2.5a) dapat dinyatakan secara grafis oleh kurva ACB pada gambar (II.2.7), dimana tegangan kritis digambarkan sebagai fungsi l/r. kurva mendekati sumbu mendatar secara asimtot, dan tegangan kritis mendekati nol dengan bertambahnya rasio kelangsingan. Kurva juga mendekati sumbu tegak secara asimtor tetapi yang berlaku hanya sepanjang tegangan yang masih dibawah batas proportiona bahan. Kurva pada gbr digambarkan untuk struktur baja seperti yang disebut diatas, dan titik C berhubungan dengan batas proportiona sebesar 2100kg/cm². jadi hanya bagian BC dari kurva yang memenuhi.

Sekarang bandingkan kasus-kasus lain yang dinyatakan pada gambar II.2.2.1a, II.2.2.3, II.2.2.5 , analog didapat rumus tegangan-tegangan kritis sebagai berikut :


(39)

Tampak bahwa ketiga persamaan analog dengan pers.( II.2.2.5i), dimana panjang l sebenarnya digantikan dengan panjang reduksi L. Dengan demikian dapat dituliskan secara umum rumus tegangan sebagai berikut :

( II.2.2.5i)

Dimana besaran L = 2l, l/2, atau 0,6991.

II.3 Panjang Efektif

Sejauh ini pembahasan mengenai kekuatan kolom mengasumsikan sendi dimana tidak ada kekangan rotasional momen. Kekangan momen nol pada ujung merupakan situasi paling lemah untuk batang tekan yang salah-satu ujungnya tidak dapat bergerak transversal relative terhadap ujung yang lainya. Untuk kolom berujung sendi semacam ini, panjang ekivalen ujung sedu kL merupakan panjang L sebenarnya, dengan demikian k = 1,0 seperti pada Gambar II.3. Panjang L ekivalen berujung sendi disebut panjang efektif.

Untuk kebanyakan situasi nyata,kekangan momen pada ujung-ujung yang ditahan seperti pada Gamabr II.3.Dimana panjang efektif tereduksi. Dalam banyak situasi, sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin, untuk menilai secara tepat derajat kekangan momen yang disumbangkan oleh batang-batang berdekatan yang mengikat ke kolom, oleh pondasi setempat dan lapisan tanah daibawahnya dan interaksi penuh semua batang dalam struktur rangka baja.

Baik apakah derajat ujung ditentukan dengan tepat atau tidak,desainer harus memahami konsep tentang braced frame (goyangan dicegah dengan sabuk penyokong ) dan unbraced frame ( tanpa sabuk penyokong,goyangan tidak dicegah).


(40)

Panjang efektif batang kolom pada suatu portal, bergantung pada jenis portal yang ditinjau, yaitu portal bergoyang dan portal tidak bergoyang. Portal tak bergoyang (yang disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya diberikan oleh penyambung yang memadai ke penopang diagonal ke dinding geser, ke struktur di dekatnya yang memiliki stabilitas lateral yang memadai, atau ke plat lantai atau penutup atap yang diikat secara horizontal terhadap dinding atau dengan system penopang yang sejajar dengan bidang portal. Atau dengan kaya lain portal tak bergoyang didefenisikan sebagai portal yang tekuk bergoyangnya dicegah oleh elemen penopang yang tidak termasuk rangka struktural itu sendiri. Faktor K untuk portal bergoyang adalah 0<K<1.

Sedangkan portal tidak bergoyang (yang tidak disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya bergantung pada kekakuan lentur balok dan kolom yang disambung secara kaku. Faktor K untuk portal bergoyang adalah K>1.

Untuk kolom ideal dengan perletakan yang berbeda dapat dilihat pada gambar II.3 besarnya beban [ Alexander Chajes, 1970 ].


(41)

Gambar II.3 Tekuk dengan nilai untuk kolom ideaL II.4 Tekuk Torsi

Dalam merencanakan struktur, tegangan torsi atau sering juga disebut tegangan puntir, kadang-kadang merupakan tegangan yang sangat berpengaruh sehingga beberapa persyaratan harus ditetapkan. Profil yang paling efisien untuk memikul torsi ( puntir ) adalah profil bundar berongga cincin. Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus aabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang sehingga tegangan geser yang terjadi pada penampang akibat torsi akan mempengaruhi perencanaan struktur baja.

Pengaruh puntir umumnya bersifat sekunder, walaupun tidak selalu merupakan pengaruh minor yang harus ditinjau secara gabungan dengan jenis pengaruh lainnya. Profil yang baik bagi kolom dan balok, yaitu profil yang bahannya jauh tersebar dari titik berat penampang, tetapi tidak efisien untuk menahan torsi. Penampang lingkaran berdinding tipis dan boks lebih kuat untuk memikul torsi daripada penampang dengan luas sama yang berbentuk kanal, I, T, siku, atau Z.

Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk Koppel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti yang diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah ( lb-ft ) dan ( lb-in ), sedangkan untuk satuan SI adalah ( Nm ).

Pemberian beban pada bidang yang tidak melalui pusat geser akan mengakibatkan batang terpuntir jika tidak dicegah oleh pengekang eksternal. Pusat geser adalah suatu titik pada penampang yang jika dilalui oleh gaya geser,


(42)

maka hanya mengalami lentur ditambah dengan geser tanpa adanya torsi. Pusat geser tidak selalu berimpit dengan titik berat penampang. Pada profil I simetris pusat geser berada pada titik berat penampangnya.

Tegangan puntir akibat torsi terdiridari tegangan geser dan lentur. Tegangan harus digabungkan dengan tegangan geser dan lentur yang bukan akibat torsi. Tegangan puntir dapat dibedakan atas dua jenis yaitu puntir murni atau istilah umumnya puntir Saint-Venant dan puntir terpilin ( warping torsion ).

Puntir murni terjadi bila penampang lintang yang datar sebelum torsi bekerja tetap datar dan elemen penampang hanya mengalami rotasi selama terpuntir. Batang bulat yang memikul torsi adalah satu-satunya keadaan puntir murni. Puntir terpilin adalah pengaruh keluar bidang yang timbul bila sayap-sayap berpindah secara lateral selama terpuntir, yang analog dengan lentur akibat beban luar lateral.

1. Puntir murni ( Torsi Saint- Venant ).

Seperti lengkungan lentur ( perubahan kemiringan per satuan luas panjang ) yang dapat dinyatakan sebagai M/EI = d y/ dx² ( yakni momen dibagi kekakuan lentur samadengan lengkungan lentur ). Pada puntir murni momen torsi dibagi kekakuan puntir GJ sama dengan lengkungan puntir ( perubahan sudut per satuan panjang ).

Dimana : = GJ

= Momen puntir murni ( Puntir Saint-Venant )

= Modulus elastis geser = E/ [2(1+µ)], yang merupakan fungsi dari modulus elasitisitas tarik-tekan E dimana µ = poisson ratio = 0,3


(43)

= Konstanta puntir

Dari persamaan diatas, tegangan akibat sebanding dengan jarak dari pusat puntir.

2. Puntir terpilin ( Warping Torsion ).

Jika suatu balok memikul torsi seperti pada gambar maka sayap tekan balok akan melengkung ke salah satu arah lateral dan sayap tariknya melengkung ke arah lateral lainnya.

Bila penampang lintang berbentuk sedemikian rupa hingga dapat terpilin ( penampang menjadi tidak datar lagi ) jika tidak dikekang, maka system yang dikekang akan mengalami tegangan. Keadaan terpuntir menunjukkan balok yang puntirannya dicegah diujung-ujung tetapi sayap atasnya melendut kea rah samping( lateral ) sebesar . Lenturan sayap ke samping ini menimbulkan tegangan normal lentur ( tarik dan tekan ) serta tegangan geser sepanjang lebar sayap.

Dengan demikian energy regangan akibat torsi juga terdiri dari dua bagian dan dapat ditulis sebagai :

UT = UTSV + UTW

Dimana indeks TSV dan TW masing-masing menunjukkan kedua bagian tersebut diatas.


(44)

Ø+dØ Ø

Gambar II.4.1 Torsi pada batang prismatik

Tinjaulah momen torsi yang bekerja pada tampang bulat tertutup dalam gambar III.2.1 dibawah ini.

Kita anggap pemilinan keluar bidang tidak terjadi atau dapat diabaikan pengaruhnya pada sudut puntir . Anggapan ini mendekati kenyataan bila ukuran penampang lintang sangat kecil dibanding panjang batang dan sudut lekukan penampang tidak besar. Juga, pada saat terpuntir penampang lintang dianggap tidak mengalami distorsi. Jadi, laju punter ( punter persatuan panjang ) dapat dinyatakan sebagai :

(II.4.1a)

Yang dapat dipandang sebagai lengkungan torsi ( laju perubahan sudut punter). Karena regangan diakibatkan oleh relative antara penampang lintang di z dan ( z + dz ), maka besarnya perpindahan di suatu titik sebangding dengan

Sudut regangan perpindahan di suatu titik sebanding dengan jarak r dari pusat punter. Sudut regangan ( regangan geser ) disuatu elemen sejarak r dari pusat adalah :


(45)

(II.4.1b)

Bila G adalah modulus geser, maka berdasarkan hokum Hooke tegangan geser v menjadi :

(II.4.1c)

Jadi seperti yang ditunjukkan pada gambar II.1.6b, torsi elementer adalah :

(II.4.1d)

Momen penahan keseimbangan total adalah ;

(II.4.1e)

Serta karena dan G konstan disebatang penampang, maka :

(II.4.1f)

Dengan :

Persamaan ini dianggap sebagai analog dengan tekukan yakni momen lentur M sama dengan kekakuan EI kali lengkungan .

Disini momen torsi ( ) sama dengan kekakuan punter GJ kali lengkungan punter ( laju perubahan sudut punter ).

Energy regangan torsi : dimana


(46)

Gambar II.4.2a Torsi terpilin pada profil I

Irisan A-A Ø Puntir dicegah di ujung ini

Puntir dicegah di ujung ini

Puntir sayap atas setelah terpuntir

Gambar II.4.2b Puntiran pada penampang berprofil I

Sehingga energy regangan total ( torsi murni ) untuk sepanjang bentang yang ditinjau adalah:

(II.4.1f)

Dengan :

II.4.2 Energi Regangan akibat Torsi Warping

Apabila sebuah balok I memikul momen torsi maka sayap tekan balok akan melengkung kesalah satu arah lateralnya dan sayap tariknya melengkung kearah lateral lainnya.


(47)

Jadi puntir terpilin ( warping ) terdiri atas dua bagian : a. Rotasi elemen ( Ø ), yakni akibat punitr murni

b. Translasi yang balok melentur secara lateral, yakni akibat

pemilinan.

Untuk sudut Ø yang kecil maka berlaku : (II.4.2a)

(II.4.2b)

Untuk satu sayap :

(II.4.2c)

Dimana :

= Momen lentur lateral pada satu sayap = Momen inersia sayap terhadap sumbu y Sehingga persamaan (II.4.2c) menjadi :


(48)

Maka : (II.4.2e)

Dari persamaan (II.4.2b) didapat :

(II.4.2f)

(II.4.2g) Dimana :

yang disebut dengan konstanta warping.

Jadi momen punter total merupakan jumlah dari bagian rotasi dan bagian lentur latar . Sehingga momen punter total ( ) :

(II.4.2h)

Untuk selanjutnya persamaan ini analog dengan persamaan lentur, yakni momen lentur M sama dengan kekakuan EI kali lengkungan . Disini momen torsi akibat warping sama dengan kekakuan punter ECw kali lengkungan punter

pada sayap.

Dimana persamaan variasi energy lentur adalah :

(II.4.2i)

Subtitusikan persamaan (II.4.2a) ke persamaan (II.4.2i) didapat :


(49)

Subtitusikan dengan konstanta warping menjadi :

(II.4.2k)

Maka persamaan energy regangan warping sepanjang bentang yang ditinjau adalah :

(II.4.2l)

Dengan demikian energy regangan total pada balok berpenampang I yang mengalami tekuk torsi diperoleh dengan menjumlahkan persamaan

(II.4.2m)

Dari persamaan regangan akibat lentur dan energy regangan akibat torsi sehingga didapat persamaan energy regangan total yang merupakan penjumlahan dari kedua energy regangan tersebut. Karena energy regangan akibat lentur pada saat terjadinya tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dalam hal ini penampang berpindah sejauh U dan V yang menyebabkan energy regangan lentur menjadi dua, yaitu terhadap sumbu x dan sumbu y.


(50)

Gambar II.4.3 Defleksi dan Rotasi akibat Tekuk Lentur dan Tekuk Torsi

v

x'

C'

O

y

y

u

x

o

C

o

y

o

Pada kombinasi yang titik beratnya tidak berimpit dengan titik pusat geser, maka tekuk yang terjadi dapat berupa kmbinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.

Akibat tekuk lentur dan tekuk torsi pusat geser berpindah sejauh U dan V dan berotasi dengan sudut

Dari syarat batas yang ada maka U = V = 0 pada saat z = 0 dan l.

pada saat z = 0 dan l.

pada saat z = 0 dan l.

Persamaan U, V, dan yang memenuhi syarat-syarat batas yang ada :

( II.4.3a )

( II.4.3b )

( II.4.3c )

Dari persamaan energy regangan akibat lentur dan energy regangan akibat torsi sehingga didapat persamaan energy regangan total yang merupakan penjumlahan dari kedua energy regangan tersebut. Karena energy regangan akibat


(51)

lentur pada saat terjadinya lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dalam hal ini penampang berpindah sejauh U dan V yang menyebabkan energy regangan lentur menjadi dua, yaitu terhadap sumbu x dan sumbu y.

Energy regangan total ( U ) = Energi Regangan Lentur + Energi Regangan Torsi.

( II.4.3d ) Persamaan :

Dimasukkan kedalam persamaan energy regangan total sehingga persamaannya menjadi :

(

II.4.3e )

Dari identitas trigonometri didapat :


(52)

Dari persamaan di atas dicari nilai integral dari :

Persamaan energy regangan total menjadi :

( II.4.3f )

Dalam penyelesaian dengan metode energy didasarkan pada konsep kesamaan antara energy regangan dengan kerja gaya luar untuk seluruh struktur yang ditinjau. Oleh karena itu didalam penyelesaian persoalan, dibutuhkan penyamaan antara energy regangan dengan kerja luar maka perlu diperhatikan apakah struktur tersebut konservatif atau tidak.

Suatu system dikatakan konservatif apabila system berdeformasi akibat pembebanan ditiadakan, system akan kembali ke posisi semula. Suatu system dikatakan non-konservatif bila terdapat kehilangan energy misalnya dalam bentuk gesekan, deformasi inelastic, dan lain-lain.

Sehingga suatu system yang non-konservatif memiliki energy potensial system yang didefinisikan sebagai kemampuan gaya-gaya luar untuk melakukan kerja yang direpresentasikan sebagai pengurangan energy dari system.

Besar energy potensial ( v ) terdiri dari 2 komponen yaitu gaya tekan aksial ( ∆a )dan akibat lentur (∆b ).


(53)

Gambar II.4.3a Akibat Lenturan L

b

S

x y

Gambar II.4.3b Deformasi Lateral selama Lenturan

v + dv u + du

B A

dz ds

u v

y x

x z

y

( II.4.3g ) Akibat gaya tekan aksial ( ∆a ) :

Karena harganya kecil sehingga dapat diabaikan. Jadi pengaruh energy potensial ( v ) yang diperhitungkan hanya akibat lenturan saja.

Akibat lenturan (∆b ) :

( II.4.3h ) Dari teori phytagoras :

( II.4.3i ) Dari teori binomial

Dengan anggapan deformasi kecil maka persamaan diatas menjadi : ( II.4.3j )


(54)

Gambar II.4.3c Perpindahan Akhir akibat Defleksi dan Rotasi

P'

P

r

b

a

0

X

Y

x

y

shear

center

Sehingga didapat besar :

( II.4.3l ) Perpindahan u dan v pada koordinat x dan y terjadi dari translasi pada pusat geser sebesar u dan v perpindahan rotasi Ѳ dari pusat geser seperti pada gambar dibawah ini :

Dari gambar didapat : Karena

Sehingga :


(55)

Sehingga persamaan ∆b menjadi :

( II.4.3m )

Dari persamaan energy potensial sebelumnya, sehingga persamaan energy potensial menjadi :

( II.4.3n )

Dari ekspresi di bawah ini didapat hubungan :

Dari hubungan diatas maka :


(56)

Maka

( II.4.3o ) Jumlah energy regangan ditambah energy potensial menjadi :

( II.4.3p ) Dari ekspressi yang sudah begitu familiar bagi kita:

Persamaan energy total menjadi :

( II.4.3q )

dimana

( II.4.3r ) Karena maka persamaannya menjadi :


(57)

Nilai determinan persamaan diatas adalah

Rumus diatas didapat dari Principles of Structural Stability Theory oleh Alexander Chajes, yang juga digunakan pada buku peraturan baja Indonesia metode Load and Resistance Factor Design ( LRFD ) dengan mengadopsi persamaan diatas dengan tegangan kritis.

Jika penampang memiliki dua sumbu simetris dimana pusat geser dan titik beratnya berhimpitan dan

( II.4.3s) Sehingga akar persamaan diatas menjadi :

Persamaan diatas menunjukkan bahwa akibat pembebanan akan menghasilkan tekuk lentur atau tekuk torsi

Seandainya penampang hanya memiliki satu sumbu simetris katakanlah terhadap sumbu x sehingga


(58)

Didapat

dan

Ekspresi menyatakan tekuk lentur terhadap sumbu y sedangkan persamaan kedua jika diselesaikan menyatakan kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.

Penyelesainnya adalah :

( II.4.3u ) Dimana

Dari penjelasan diatas terlihat pada persamaan

Jika penampang memiliki dua sumbu simetris dimana pusat geser dan titik beratnya berimpitan maka penampang akan mengalami tekuk lentur atau tekuk torsi.

Jika penampang memiliki satu sumbu simetris maka penampang akan mengalami tekuk lentur atau kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.

Jika penampang tidak memiliki sumbu simetris maka penampang akan mengalami tekuk dimana pembebanannya persamaan pangkat tiga yang pemecahannya dapat diselesaikan dengan kerja numeric. Bagaimanapun penampang yang tidak memiliki sumbu simetris jarang digunakan sehingga bukan merupakan masalah yang cukup serius.


(59)

Tidak dapat disederhanakan lagi. Persamaan diatas jika diselesaikan menjadi


(60)

BAB III

ANALISA

III.1 Umum

Suatu kolom yang mengalami pembebanan gaya tekan aksial di titik beratnya akan mengalami tekuk dengan tiga kejadian yang berbeda yaitu tekuk lentur, tekuk torsi dan kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dibutuhkan suatu analisa untuk memperhatikan kejadian mana yang akan terjadi terlebih dahulu.

Dalam pembahasan ini penulis hanya akan menganalisa profil iwf ketika mencapai beban kritisnya profil akan mengalami tekuk lentur atau mengalami kombinasi ntekuk lentur dan tekuk torsi. Kejadian tersebut dapat diperhatikan dengan menghitung besarnya beban kritis tekuk lentur ( Pcr ) dan beban kritis tekuk lentur dan tekuk torsi ( Pkomb ). Jika beban Pcr lebih kecil dari beban Pkomb maka penampang akan mengalami tekuk lentur.

( III.1a )

Dimana : I = inertia minimum atau inertia pada sumbu lemahnya

Jika beban Pcr lebih besar dari beban Pkomb maka penampang akan mengalami lentur dan berotasi dengan sudut yang lebih kecil sebesar ѳ.

( III.1b )


(61)

Gambar III.1 Profil IWF

h

b Y X

Dari teori bab II didapat persamaan :

( III.1c )

( III.1d )

Karena penampang memiliki dua sumbu simetris yaitu pada sumbu x’ dan sumbu y’.

( III.1e )


(62)

z z

u v

x y x y

Py

Py Px

Px

Gambar III.2a Tekuk Lentur pada Kolom

M int

Gambar III.2b Tekuk Lentur Kolom pada kondisi Ujung Sendi-sendi

III.2 Kejadian akibat tekuk lentur

( III.2a )

Dari hubungan momen dengan kelengkungan didapat :

( III.2b )


(63)

( III.2c )

; dimisalkan

( III.2d

)

Jawaban umum persamaan differensial diatas :

( III.2e )

Dari syarat batas yang ada, y = 0 pada saat x = 0 dan x = L Untuk x = 0 ; y = B = 0

Untuk x = L ; y = A sin kl = 0 Karena maka sin kl = 0

( III.2f )

Untuk n = 1 ;

( III.2g )

Dimana I = inersia pada sumbu lemahnya.

III.3 Kejadian akibat tekuk torsi


(64)

( III.3a )

Dimana: G = modulus geser E = modulus elastic

Dari teori elastisitas pada bidang yang mengalami geser didapat hubungan G dan E.

( III.3b )

= poison rasio, untuk baja = 0,3 E = 2,1 x 106 kg/cm2

Dari besaran diatas

Untuk penyederhanaan

J = konstanta torsi =

Cw = konstanta warping, dari table didapat harga Cw untuk profil IWF. ( III.3c )

Dalam hal ini panjang ukuran profil yang ditinjau dibatasi sesuai dengan menggunakan metode Load and Resistance Factor Design ( LRFD ), dimana panjang penampang yang akan ditinjau dilihat dilihat dari factor kelangsingannya.


(65)

kl/r s

N/mm2

Gambar III.4a Grafik Tegangan-Rasio Kelangsingan

( III.3d )

Sehingga panjang profil yang akan ditinjau :

( III.3e

)

Dengan catatan pada suatu saat panjang yang akan ditinjau tidak lagi berada dalam batas elastic, sehingga persamaan pada beban kritis euler tidak berlaku lagi.

III.4 Analisa Panjang Kolom yang akan ditinjau

Dari sebuah penelitian pada suatu batang yang terbuat dari baja lunak seperti gambar diatas dapat diambil kesimpulan pada saat tegangan luluhnya mencapai 240 N/mm2 atau sekitar 2450 kg/cm2, maka didapat rasio kelangsingannya ( /r ) yang sesuai dengan itu sebesar 93.


(66)

Gambar III.4b Kurva Modulus Tangen pada Kolom Euler Curve Tangen Modulus Curve Yield Plateu

?c

?p 1.5 2.0

0.5 1.0

0 1.0

0.5

PT/Py

Artinya pada saat rasio kelangsingan maka persamaan Euler tidak dapat digunakan lagi karena pada saat itu tekuk yang terjadi adalah tekuk

inelastic.

Bila didefinisikan parameter kelangsingan :

( III.4a )

maka kolom berada dalam batas elastic ( III.4b ) maka kolom berada dalam batas inelastic ( III.4c )


(67)

X h = 912mm Y

b = 302mm t1 = 18mm

t2 = 34mm

Gambar IVb pot. a-a Gambar IVa kolom dengan tumpuan sendi-sendi

BAB IV

APLIKASI DAN PERENCANAAN

Suatu profil IWF dengan ukuran 900 x 300, akan dianalisa besarnya beban P yang akan terjadi. Panjang profil yang digunakan yaitu panjang profil dalam batas elastic.

Dari bab III didapat persamaan :

penampang berada dalam batas elastic sehingga untuk kondisi

ujung sendi-sendi didapat , dimana nilai K = 1.

Batas maksimum panjang profil :


(68)

Sehingga didapat batas elastic panjang profil yang akan digunakan yaitu :

Dimana r = jari-jari inersia minimum.

Dari penampang dengan ukuran 900 x 300 pada profil IWF, maka didapat rmin = 6,56cm

E = 2100000 kg/cm2 = 2400 kg/cm2

Sehingga panjang profil yang digunakan adalah :

Dari persamaan sebelumnya untuk suatu penampang yang memiliki dua sumbu simetris yang mengalami pembebanan sehingga mencapai beban kritisnya maka hanya aka nada dua kemungkinan beban kritis yang terjadi.

1. 2. 3.

Panjang profil yang ditinjau yaitu :

L =732cm, L = 800cm, L = 900cm, L = 1000cm, L = 1100cm, L = 1200cm,L = 1300cm, L = 1311cm.


(69)

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L =732cm

- dimana

Karena maka

- dimana

Karena maka

-

, dimana : A = 364 cm2, dan

J = J =


(70)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L = 800cm

dimana

maka dimana


(71)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L = 900cm

dimana

maka dimana


(72)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L =1000cm

dimana

maka dimana


(73)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L =1100cm

dimana

maka dimana


(74)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o 

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum atau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L =1200cm

dimana

maka dimana


(75)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o 

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L =1300cm

dimana

maka dimana


(76)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o 

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L =1311cm

dimana

maka dimana


(77)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o

Berdasarkan peraturan baja AISC-LRFD 2005 ( lampiran ) didapat nilai KL dengan batas yang berbeda dengan perhitungan diatas ( SNI 03-1729-2000 ) yaitu :

Maka nilai Pkr pada peraturan ini dapat dihitung dengan panjang kolom

maksimum adalah 913,96cm.

Panjang profil yang ditinjau yaitu : L =732cm, L = 800cm, L = 900cm, L = 913cm,

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

Untuk L = 913cm


(78)

maka

dimana

maka

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungan nya, yaitu :

o o o


(79)

Y t2 = 30mm

Sehingga dari persamaan diatas didapat grafik hubungan beban dengan panjang profil :

Profil IWF 800 x 300

-5.000.000,00 10.000.000,00 15.000.000,00 20.000.000,00 25.000.000,00

732 800 900 1000 1100 1200 1300 1311

P

(

k

g

)

L ( cm )

Grafik VI.a Grafik Beban Kritis dengan Panjang Kolom pada Kondisi Elastis

Px = P'x ( kg ) Py = P'y ( kg ) PѲ ( kg )

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

732 800 900


(80)

X

Y

h = 708mm t2 = 28mm

t1 = 15mm

Data sebagai berikut :

Profil IWF 700 x 300

Data sebagai berikut :

-2.000.000,00 4.000.000,00 6.000.000,00 8.000.000,00 10.000.000,00 12.000.000,00 14.000.000,00 16.000.000,00

748 800 900 1000 1100 1200 1300 1339

P

(

k

g

)

L ( cm )

Px = P'x ( kg ) PѲ ( kg ) Py = P'y ( kg )

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

748 12557857,27 511204,81 1182256,27

800 10978392,77 446908,02 1090933,26

900 8674285,64 353112,51 957712,16

1000 7026171,37 286021,14 862419,89

1100 5806753,20 236381,10 791914,38

1200 4879285,68 198625,79 738289,17

1300 4157497,85 169243,28 696556,14


(81)

b = 302mm X

Y

h = 594mm t2 = 23mm

t1 = 14mm

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

732 8,393,527.46 456,862.89 1,081,597.54

800 7,675,159.55 417,761.85 1,028,135.34

900 6,064,323.59 330,083.44 908,254.10

1000 4,912,102.11 267,367.58 822,503.75

1100 4,059,588.52 220,964.94 759,058.19

1200 3,411,182.02 185,671.93 710,802.64

1300 2,906,569.30 158,205.67 673,248.48

1311 2,613,319.30 142,243.96 651,424.30

Profil IWF 600 x 300

Data sebagai berikut :

663,6691 299,293 9313444,12 -2.000.000,00 4.000.000,00 6.000.000,00 8.000.000,00 10.000.000,00 12.000.000,00

765 800 900 1000 1100 1200 1300 1371

P

(

k

g

)

L ( cm )

Px = P'x ( kg ) PѲ ( kg ) Py = P'y ( kg )

L Px = Px' Py = Py'


(82)

X

Y

h = 612mm

b = 202mm t2 = 23mm

t1 = 13mm

Profil IWF 600 x 200

Data sebagai berikut :

663,6691 299,293 9313444,12

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

481 9,227,118.80 284,876.09 409,738.01

500 8,539,181.73 263,636.87 390,572.61

600 5,929,987.31 183,081.16 317,882.46

700 4,356,725.37 134,508.61 274,052.59

800 3,335,617.86 102,983.15 245,605.32

-1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 4.000.000,00 5.000.000,00 6.000.000,00 7.000.000,00

770 800 900 1000 1100 1200 1300 1379

P

(

k

g

)

L ( cm )

Px = P'x ( kg ) PѲ ( kg ) Py = P'y ( kg )

770 4,789,146.88 370,547.13 1,119,499.43

800 4,436,695.60 343,277.18 1,083,391.54

900 3,505,537.27 271,231.35 987,996.34

1000 2,839,485.19 219,697.39 919,760.71

1100 2,346,681.97 181,568.09 869,274.06

1200 1,971,864.71 152,567.63 830,874.83

1300 1,680,168.75 129,998.46 800,991.19


(83)

X

Y

h = 488mm

b = 300mm t2 = 18mm

t1 = 11mm

861 2,879,718.01 88,907.80 232,904.30

Profil IWF 500 x 300

Data sebagai berikut :

663,6691 299,293 9313444,12

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

786 2,381,948.11 272,078.86 563,087.87

800 2,299,309.40 262,639.43 551,485.94

900 1,816,738.29 207,517.57 483,736.13

1000 1,471,558.02 168,089.23 435,275.08

1100 1,216,163.65 138,916.72 399,419.39

1200 1,021,915.29 116,728.63 372,148.20

1300 870,744.39 99,461.08 350,924.79 1400 750,794.91 85,759.81 334,084.67 1407 743,342.89 84,908.60 333,038.46

-2.000.000,00 4.000.000,00 6.000.000,00 8.000.000,00 10.000.000,00 12.000.000,00

481 500 600 700 800 861

P

(

k

g

)

L ( cm )

Px = P'x ( kg ) PѲ ( kg ) Py = P'y ( kg )


(84)

X

Y

h = 506mm

b = 201mm t1 = 11mm

t2 = 19mm

Profil IWF 500 x 200

Data sebagai berikut :

449,9619 114,360 1646006,57

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

450 5,782,857.10 264,066.75 1,301,569.31

550 3,871,168.80 176,771.96 1,177,819.58

650 2,771,665.24 126,564.54 1,106,645.18

750 2,081,828.55 95,064.03 1,061,989.83

850 1,620,800.78 74,011.79 1,032,146.02

885 1,495,136.85 68,273.51 1,024,011.39

-500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 3.000.000,00 3.500.000,00

786 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1407

P

(

k

g

)

L ( cm )

Px = P'x ( kg ) PѲ ( kg ) Py = P'y ( kg )


(85)

X

Y

h = 440mm

b = 300mm t1 = 11mm

t2 = 18mm

Profil IWF 450 x 300

Data sebagai berikut :

407,9416 136,161 3920400

L Px = Px' Py = Py'

( cm ) ( kg ) ( kg ) ( kg )

801 1,812,244.83 261,984.06 577,388.77

901 1,432,294.48 207,057.19 512,310.25

1001 1,160,416.10 167,753.56 465,742.47

1101 959,195.79 138,664.49 431,277.12 1201 806,112.93 116,534.33 405,056.84 1301 686,953.45 99,308.24 384,647.01 1401 592,387.15 85,637.43 368,449.54 1435 564,648.40 81,627.42 363,698.40

-1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 4.000.000,00 5.000.000,00 6.000.000,00 7.000.000,00

450 550 650 750 850 885

P

(

k

g

)

L ( cm )

Px = P'x ( kg ) PѲ ( kg ) Py = P'y ( kg )


(1)

to get the certainty where the availability of knowledge source (books, journal, other publications) including

assistive planning tools (computer program) that based in AISC-LRFD can be used directly or need certain

modification. Especially to get the compression / tension strength design result that synergy with the SNI 03-

1729-2000. As a conclusion, that in tension strength design officially proved that SNI use the AISC-LRFD as a

reference, and literature based in AISC-LRFD 2005 is able to implement by the local rule with modified

resistance factor for compressive strength design. This research also prove that the capacity design strength of

compression members SAP2000 only able to use at certain profile type.

KEYWORDS : SNI 03-1729-2000, AISC-LRFD, Compressive Strength Design, Tension Strength Design

1 Graduate Student, University of Pelita Harapan, Indonesia 2 Lecturer, University of Pelita Harapan, Indonesia

International Civil Engineering Conference "Towards Sustainable Civil Engineering Practice" Surabaya, August 25-26, 2006

115

1. PENDAHULUAN

Load Resistance Factor Design (LRFD) adalah suatu metode perencanaan yang sekarang

ini

digunakan dalam peraturan konstruksi baja Amerika yang bernama AISC-LRFD. Peraturan kita yakni

SNI, yang sebelumnya menggunakan desain tegangan ijin seperti pada metode ASD (Allowable Stress

Design) , terlihat memperbaharui metodenya dengan mengacu pada AISC-LRFD tanpa

ada pernyataan

tertulis. Indikasi ini dapat dilihat pada perencanaan aksial, khususnya pada batang tarik yang terlihat

tidak terdapat perbedaaan dalam formulasi perhitungannya. Tetapi dilain kasus pada batang tekan

terdapat perbedaan yang hampir menyeluruh pada formulasi perhitungan yang digunakan. Masalah yang ada akan dibahas berupa penelitian terhadap Evaluasi perbandingan

perencanaan batang

tekan antara peraturan SNI dengan AISC-LRFD yang berguna untuk mendapatkan kepastian relevansi

dari banyaknya ketersediaan literatur maupun alat bantu perencanaan (program-program komputer)

yang berbasis AISC-LRFD terhadap SNI. Sehingga dapat dibuktikan apakah dapat digunakan secara

langsung atau memerlukan suatu modifikasi tertentu dalam prosedur perhitungannya sarana tersebut

oleh peraturan kita. Keuntungan lainnya dari penelitian ini adalah dapat dibuktikan secara nyata letak

posisi peraturan kita terhadap AISC-LRFD.

Penelitian tersebut berupa evaluasi perbandingan perencanaan aksial antara peraturan SNI dengan

AISC-LRFD (1999 dan 2005) yang khususnya pada batang tekan murni, yang pada prosedur

perhitungannya terdapat perbedaan. Evaluasi perbandingan ini menggunakan variabel kelangsingan

KL/r dari nol sampai 200 pada profil dengan simetri ganda, simetri tunggal dan profil-T untuk


(2)

dijadikan acuan terhadap tahanan tekan rencana dari peraturan-peraturan yang ditinjau. Dari evaluasi

manual yang dilakukan juga dianalisa dengan menggunakan program SAP2000 versi 8.26 untuk

dijadikan perbandingan dalam bentuk rasio.

2. EVALUASI PERENCANAAN BATANG TARIK

Perumusan dasar tahanan nominal untuk perencanaan batang tarik menurut SNI dan AISC-LRFD

ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan dan

(b) fraktur pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut dihubungan. Dengan mengambil

faktor tahanan tarik rencana,

φ

=

0.9

untuk leleh pada penampang bruto dan,

φ

=

0.75

untuk fraktur

tarik pada penampang efektif. Pada tabel.1 dibawah ini dipaparkan perbandingan formulasi yang

digunakan faktor-faktor diatas dalam mencari tahanan nominal tarik : Tabel 1. Prosedur Formulasi Tahanan Nominal Tarik SNI dan AISC-LRFD Catatan : (a) Leleh pada Penampang Bruto; (b) Fraktur pada Penampang Neto PATRIANTO and DEWOBROTO

116

Terlihat pada tabulasi diatas tidak ada perbedaan formulasi dalam perencanaan batang tarik, hanya

penggunaan notasi-nya saja yang sedikit berbeda Sehingga adanya indikasi SNI mengacu pada AISCLRFD

pada perencanaan batang tarik adalah benar.

3. EVALUASI PERENCANAAN BATANG TEKAN

Terdapat dua jenis tekuk pada perencanaan aksial tekan, yaitu tekuk lokal dan tekuk global. Untuk

penjelasan praktisnya tekuk lokal adalah tekuk yang dialami oleh penampang profil akibat gaya tekan.

Sedangkan pada tekuk global yang mengalami tekuk adalah batangnya secara keseluruhan.

Terdapat perbedaan persyaratan batas kelangsingan penampang yang diijinkan antara SNI dengan

AISC-LRFD, namun batas ijin kelangsingan pada batang, KL/r

200, terdapat pada kedua peraturan

tersebut.

Perencanaan elemen langsing pada AISC-LRFD menggunakan faktor reduksi Q<1, sedangkan pada

SNI tidak terdapat penjelasan yang akurat. Hanya terdapat pernyataan “harus direncanakan dengan

analisis rasional yang dapat diterima”. Dengan kata lain kembali berkiblat kepada AISC. Karena hal tersebut, maka tidak diperlukannya perbandingan dilakukan terhadap elemen langsing.

Perencanaan batang aksial tekan pada kondisi tidak langsing terdapat tiga kondisi tekuk dari

penampang batang yang ditinjau. Kondisi tekuk yang dimaksud adalah tekuk lentur (flexural buckling,

FB), tekuk lentur torsi (flexural torsional buckling, FTB) dan tekuk torsi (Torsional buckling, TB),

dimana pada kondisi-kondisi tekuk ini terdapat prosedur formulasi perhitungan yang berbeda


(3)

berkaitan dengan bentuk penampang tunggal yang digunakan.

Terdapat perbedaan formulasi antara SNI dengan AISC-LRFD dalam perencanaan pada kondisi tekuk

yang dimaksud seperti yang dapat kita lihat pada tabel.2 dibawah ini : Tabel 2. Prosedur Formulasi Tahanan Nominal Tekan SNI dan AISC-LRFD

International Civil Engineering Conference "Towards Sustainable Civil Engineering Practice" 117

Catatan : FB = Flexural Buckling; FTB = Flexural Torsional Buckling; TB = Torsional Buckling Terlihat pada Tabel 2. walaupun terdapat perbedaan yang hampir menyeluruh dari prosedur

perencanaan tahanan nominal tekan, namun ada kesamaan formulasi perhitungan antara SNI dengan

AISC-LRFD, khususnya pada penggunaan formulasi parameter kelangsingan kritis, λc, dan formulasi

tegangan tekuk lentur torsi kritis pada profil-T.Perbedaan yang signifikan terlihat pada perencanaan

tekan untuk kondisi torsional buckling dan flexural torsional buckling penampang simetri tunggal,

dimana pada SNI tidak terdapat adanya ketentuan penggunaan faktor torsi. Sehingga diperlukan

penelitian berupa evaluasi perbandingan dari kedua peraturan tersebut untuk mendapatkan posisi yang

jelas antara keduanya.

3.1. EVALUASI PERBANDINGAN PERENCANAAN BATANG TEKAN SNI DAN AISC-LRFD

Pada evaluasi perencanaan batang tekan ini kami menggunakan program Excel untuk mengaplikasikan

prosedur perhitungan yang ada pada tiap peraturan dengan variabel-variabel yang digunakan untuk

menghasilkan kurva tahanan tekan rencana ( c n

φ

P

) terhadap periode kelangsingan (KL/r).

Sampel yang digunakan berupa profil dengan simetri ganda, simetri tunggal dan profil-T sebagai

perwakilan batang tunggal yang akan ditinjau prosedur perhitungannya. Kami mengambil sampel

jenis dan ukuran profil dari tabel Gunung Garuda dengan maksud relevansi dari profil-profil yang

tersedia diIndonesia. Perbandingan antar peraturan-peraturan yang ditinjau akan ditampilkan pada

kurva berikut :

PATRIANTO and DEWOBROTO 118

Gambar 1. Kurva Perbandingan Perencanaan Batang Tekan Penampang Simetri Ganda Gambar 2. Kurva Perbandingan Perencanaan Batang Tekan pada Penampang Simetri Tunggal

Gambar 3. Kurva Perbandingan Perencanaan Batang Tekan pada Profil-CT

International Civil Engineering Conference "Towards Sustainable Civil Engineering Practice" 119

3.2. PEMBAHASAN

Gambar kurva diatas memperlihatkan perbandingan tahanan rencana tekan antara peraturan SNI


(4)

Terlihat pada periode kelangsingan tertentu, perencanaan tekan SNI sedikit lebih tinggi dibanding

AISC-LRFD, walaupun kecenderungan AISC-LRFD masih jauh lebih unggul. Hal ini disebabkan

karena adanya penggunaan faktor tekuk

ω

pada SNI. Faktor tekuk tersebut berbanding lurus dengan

faktor kelangsingan, sehingga reduksi pada tegangan tekuk lentur pada perencanaan akan semakin

besar seiring periode kelangsingan mencapai batas ijin.

Hasil analisa perbandingan dari kurva pada gambar 1, gambar 2, dan gambar 3 diatas akan dijabarkan

pada tabulasi dibawah ini :

Tabel 3. Analisa Kurva c n

φ

P

versus KL/r SNI dan AISC-LRFD

Dari tabel diatas terlihat bahwa adanya indikasi SNI mengacu terhadap AISC-LRFD adalah benar.

Sehingga literatur berbasis AISC-LRFD yang banyak tersedia dapat digunakan oleh peraturan kita

dengan faktor tahanan sebesar 0.85.

4. EVALUASI PERENCANAAN BATANG TEKAN DENGAN PROGRAM SAP2000

Perencanaan batang tekan pada program SAP2000 menggunakan formulasi AISC-LRFD’93, dimana

hal itu dapat kita lihat pada tool design structures.

Dalam perencanaannya, program SAP2000 akan melakukan feedback terhadap beban yang diberikan

dalam bentuk rasio. Rasio yang dimaksud adalah perbandingan beban ultimate terhadap tahanan

rencana yang telah diformulasikan menurut prosedur perhitungan pada program SAP2000.

Strategi yang dilakukan adalah memberikan pembebanan dari hasil evaluasi manual sebelumnya

sebagai beban terfaktor pada program SAP2000. Dengan sampel profil yang ditentukan, kemudian

SAP2000 akan menganalisa beban yang diberikan terhadap kapasitas tahanan struktur dalam bentuk

PATRIANTO and DEWOBROTO 120

rasio, seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Rasio tersebut akan menjelaskan apakah

alat bantu software dapat digunakan sebagai acuan perencanaan peraturan kita. Sampel profil yang digunakan adalah :

Profil simetri ganda

IWF

150

×

75

×

5

×

7

Profil simetri tunggal

UNP

180

×

75

×

7

×

10.5

Profil-T

CT

125

×

125

×

6

×

9

Perbandingan berupa rasio tahanan rencana tekan antara hasil analisa manual dengan program

SAP2000 akan dipaparkan berupa tabulasi dibawah ini :

Tabel 4. Hasil Analisa Perbandingan Perencanaan Manual dengan Program SAP Kondisi Kondisi

tekuk tekuk 1999 2005

Simetri Ganda (Profil-IWF) Simetri Tunggal (Profil-UNP)


(5)

ΦcPn

FB 223.500 (1.000) 236.650 (1.059) 223.500 (1.000)

Profil-CT

3 FB 204.320 (0.914)

3 FB 73.360 (0.912) FB 80.420 (1.000) 85.150 (1.059) 80.420 (1.000)

3 FTB 205.030 (0.961) FTB 201.800 (0.946) 213.690 (1.002) 213.279 (1.000)

SAP2000 Profil L (m)

SNI 03-1729-2000 AISC-LRFD

Catatan : FB = Flexural Buckling ; FTB = Flexural Torsional Buckling

Terlihat pada Tabel 4. adanya kesamaan hasil tahanan nominal tekan formulasi flexural

buckling

AISC-LRFD 1999 yang terdapat pada profil simetri ganda dengan SAP2000. Terdapat indikasi bahwa

SAP2000 menggunakan formulasi flexural buckling AISC-LRFD 1999 pada kedua sumbu utama

penampang tanpa memperhitungkan adanya faktor torsi.

Analisa berikut menggunakan formulasi flexural buckling pada kedua sumbu utama penampang untuk

membuktikan pernyataan diatas dalam bentuk tabulasi. Tabel 5. Hasil Analisa dengan Perencanaan Flexural Buckling Kondisi Kondisi

tekuk tekuk 1999 2005

Simetri Ganda (Profil-IWF) Simetri Tunggal (Profil-UNP)

ΦcPn

223.500 (1.000) 236.650 (1.059) 223.500 (1.000)

Profil-CT

3 FB 204.320 (0.914) FB

3 FB 73.360 (0.912) FB 80.420 (1.000)

213.279 (1.000) 225.824 (1.059) 213.279 (1.000)

85.150 (1.059) 80.420 (1.000)

3 FB 216.407 (1.015) FB

Profil L (m)

SNI 03-1729-2000 AISC-LRFD SAP2000

Catatan : FB = Flexural Buckling

Terbukti pada tabel 5. bahwa program SAP2000 hanya menggunakan perumusan flexural

buckling

tanpa memperhatikan adanya faktor torsi pada kedua sumbu utama penampang. 5. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan : (1). Tidak adanya perbedaan formulasi pada perencanaan batang tarik

antara SNI dengan AISC-LRFD. (2). Perencanaan batang tekan SNI cenderung lebih rendah

dibandingkan AISC-LRFD, namun literatur yang berbasis AISC-LRFD dapat dijadikan acuan oleh

peraturan kita dengan faktor tahanan sebesar 0.85. (3). Perencanaan batang tekan AISC-LRFD 2005

lebih tinggi dari pada SNI dan AISC-LRFD 1999. (4) Tidak terdapat perbedaan nilai tahanan nominal

tekan pada AISC-LRFD 1999 dengan AISC-LRFD 2005, faktor pembeda hanya terdapat pada faktor

tahanan saja. (5) Perencanaan batang tekan program SAP2000 cenderung lebih tinggi dibanding SNI

International Civil Engineering Conference "Towards Sustainable Civil Engineering Practice" 121


(6)

dan AISC-LRFD. Namun tingkat keamananannya perlu dipertanyakan, karena SAP2000 tidak

memperhatikan adanya faktor torsi dalam perhitungan. (6) Program SAP2000 menggunakan

perencanaan flexural buckling AISC-LRFD 1999 pada kedua sumbu utama semua penampang profil

yang ditinjau tanpa memperhatikan adanya faktor torsi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa SNI dalam perencanaan batang aksial mengacu kepada

AISC-LRFD. Walaupun tahanan rencana yang dihasilkan cenderung lebih rendah, tapi literatur

berbasis AISC-LRFD yang banyak tersedia dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan aksial

dengan menggunakan faktor tahanan tekan sebesar 0.85. 6. DAFTAR PUSTAKA

1. Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan

Gedung,

Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITB (untuk kalangan sendiri)

2. An American National Standard , Specification for Structural Steel Buildings, American Institute

of Steel Construction Inc, March 9, 2005, Chicago, Illinois

3. Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings, American

Institute of Steel Construction Inc, December 27, 1999, Chicago, Illinois

4. Muslinang Moestopo, Bambang Suryaatmono, Djoni Simanta, Himpunan Ahli Konstruksi

Indonesia (HAKI), Short Course Konstruksi Baja, 25 agustus, 2005, Hotel Borobudur – Jakarta

5. Dewobroto, Wiryanto (2004). Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta, 418 pp. PATRIANTO and DEWOBROTO 122