BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Tuberkulosis (TBC) masih merupakan masalah kesehatan diberbagai negara didunia. Dalam kurun sejarah manusia, perang melawan penyakit tuberkulosis seperti tiada putus-putusnya. Ribuan tahun silam seperti ditunjukan oleh tulang-belulang peninggalan masa prasejarah di Jerman (8000 SM), TBC diketahui sudah menyerang penduduk pada zamannya. Dari fosil yang digali dari sisa-sisa peradaban Mesir Kuno, juga terdapat bukti-bukti bahwa 2.500-1.000 tahun SM, penyakit ini sudah menjadi masalah kesehatan (Achmadi, 2008).

  TBC menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk dunia dewasa ini. Setiap detik ada 1 orang yang terinfeksi TBC didunia. Setiap tahun terdapat 8 juta penderita TBC baru, dan akan ada 3 juta meninggal setiap tahunnya. 1 % dari penduduk dunia akan terinfeksi TBC setiap tahun. Satu orang memiliki potensi menular 10 sampai 15 orang dalam 1 tahun.Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC didunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Notoatmodjo 2007).

  Dewasa ini di berbagai negara maju, TBC hampir dikatakan sudah dapat dikendalikan, meski peningkatan angka-angka HIV merupakan ancaman potensial terhadap merebaknya kembali TBC di negara maju. Di negara maju diperkirakan hanya 10 hingga 20 kasus di antara 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian hanya berkisar antara 1 sampai 5 kematian per 100.000 penduduk. Sementara di Afrika diperkirakan mencapai 165 kasus baru diantara 100.000 penduduk, dan di Asia 110 diantara 100.000 penduduk. Namun mengingat penduduk Asia lebih besar dibandingkan Afrika, jumlah absolut yang terkena TBC di Benua Asia 3,7 kali lebih banyak daripada Afrika ( Achmadi, 2008).

  WHO memperkirakan bahwa jumlah seluruh kasus didunia akan meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1990 menjadi 10,2 juta pada tahun 2000. Di negara industri, uang, sumberdaya, standar hidup yang tinggi, dan kemoterapi yang dipakai luas selama 40 tahun belakangan ini, telah membantu mengurangi tuberkulosis menjadi suatu masalah yang relatif lebih kecil. Namun, dinegara-negara miskin, tuberkulosis tetap merupakan masalah besar hampir sama seperti sediakala (Crofton, 2002).

  Laporan TBC dunia oleh WHO tahun 2006, pernah menempatkan Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor tiga didunia setelah India dan China dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 jiwa dengan jumlah kematian 101.000 jiwa pertahun. Bahkan diperkirakan, dari setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita dengan kuman positif pada dahaknya, artinya di negara kita setiap tahunnya akan muncul 130 orang penderita baru yang dapat menularkan penyakit pada sekitarnya.

  Sedangkan pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia setelah India, China South Afrika dan Nigeria dengan jumlah prevalensi 285/100.000 penduduk. Sepertiga dari jumlah tersebut terdapat disekitar Puskesmas, pelayanan Rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktik swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2010).

  Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TB paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Bakteri Mycobakterium tuberculosis menyerang sebagian besar perempuan usia produktif (15-50). Penyebab kematian perempuan akibat TBC lebih banyak daripada akibat kehamilan, persalinan dan nifas.Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja. Penyakit TBC dapat menular lewat percikan dahak yang keluar pada saat batuk, bersin atau berbicara karena penularannya melalui udara yang terhirup saat bernafas. Diperkirakan, satu orang menderita TBC BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang setiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

  Penyakit paru erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan rumah, perilaku, tingkat pendidikan dan jumlah penghasilan keluarga. Sanitasi rumah sangat mempengaruhi keberadaan bakteri Mycobakterium tuberculosis, dimana bakteri dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung ada tidaknya sinar matahari, ventilasi, kelembaban, suhu, lantai dan kepadatan penghuni rumah (Achmadi, 2008).

  Selain faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TBC diatas, faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bakteri Mycobakterium tuberculosis. Dimulai dengan perilaku hidup sehat dengan tidak meludah sembarangan, menutup mulut dengan sapu tangan atau tissue apabila batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini penyakit TBC (Ramadhani, 2012).

  Di propinsi Sumatera Utara, TBC merupakan penyakit lama yang masih tetap ada. Secara Umum, angka penemuan kasus TBC di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 kasus TBC berkisar 15.517 penderita dan terdapat sebanyak 15.614 penderita tahun 2010 (Antara, 2011).

  Berdasarkan data Depkes (2010) ada lima Kabupaten/kota di Sumatera Utara pada tahun 2010 dengan jumlah penderita terbanyak berdasarkan jumlah penduduk yaitu Kota Medan sebanyak 2.397 penderita, Pematang Siantar 288, Binjai 260, Tanjung Balai 150, Tebing tinggi 145 dan Kabupaten Deli Serdang 1.554 penderita.

  Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TBC adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan dalam wilayah tersebut. Kementrian kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2009 sebesar 70 %. Pencapaian CDR Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011 sebesar 62,46 %. Angka ini belum memenuhi target minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70 %. Pada tingkat kecamatan, diperoleh informasi 12 kecamatan memiliki angka penemuan kasus (CDR) TB Paru BTA positif diatas 70 % diantaranya adalah Gunung Meriah, Lubuk Pakam, Namorambe, Deli Tua, Sibolangit, Patumbak, Bangun Purba, Pancur Batu, Sunggal, Kutalimbaru, STM Hilir dan Labuhan Deli. Sedangkan 10 kecamatan lagi masih di bawah target minimal, diantaranya adalah kecamatan STM Hulu, Pagar Merbau, Beringin, Pantai Labu, Tanjung Morawa, Galang, Percut Sei Tuan, Biru-biru, Hamparan Perak dan Batang Kuis. Kecamatan Hamparan perak yang termasuk masih dibawah target minimalmemiliki 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Hamparan Perak dan Puskesmas Kota datar (Profil Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2011).

  Wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah endemi TBC. Data penemuan BTA positif pada tahun 2010 yaitu 33 penderita, pada tahun 2011 sebanyak 42 penderita dan pada tahun 2012 sebanyak 44 penderita . Dari hasil survei dilapangan yang dilakukan pada bulan Desember 2012 terhadap 12 orang penderita TBC diketahui 8 orang menjalani pengobatan secara teratur dan dinyatakan sembuh sedangkan 4 orang berobat tidak teratur tetapi masih menjalani pengobatan, hal ini disebabkan oleh karena tidak tahan mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang panjang. Data terakhir yang ditemukan pada bulan April 2013 bahwa ada 2 orang penderita yang dinyatakan kambuh (Profil Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2011).

  Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa yang berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit TBC hanya kemauan penderita TBC untuk sembuh. Sedangkan motivasi keluarga, kondisi rumah yang sehat, upaya pengendalian penyakit terhadap diri sendiri dan penghasilan keluarga tidak cukup penting mendukung kesembuhan mereka.Dan ada penilaian sebagian masyarakat yang hidup di desa tentang penyakit TB Paru adalah penyakit keturunan yang sulit disembuhkan. Hal ini wajar karena biasanya pada suatu keluarga ditemukan adanya kasus tuberkulosis pada generasi yang berbeda. Akibat yang sangat buruk dari persepsi ini adalah mereka merasa malu dan menutupi diri atau anggota keluarganya ketika terserang penyakit ini, oleh karena penyakit ini memberikan aib pada keluarga. Hal ini sangat berpengaruh kepadaproses pengobatan penderita danmerupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kesakitan akibat penyakit TBC di desa ini (Rahmawati, 2005).

  Kepercayaan masyarakat mengenai tuberkulosis dan penyebabnya sangat bervariasi dibeberapa negara dan daerah. Bahkan dibeberapa kelompok masyarakat didaerah yang sama. Tingkat Pendidikan, agama dan suku sangat berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat. Dibeberapa daerah masyarakat percaya bahwa tuberkulosis disebabkan oleh kutukan setan. Walaupun masyarakat mengetahui bahwa tuberkulosis ini penyakit infeksi, tetapi mereka masih berfikir bahwa pada orang tertentu dapat terserang penyakit ini akibat guna-guna. Ada satu daerah dimana masyarakat memahami bahwa tuberkulosis ditularkan dari tusuk gigi bekas (Crofton, 2002).

  Karena persepsi tersebut masih berkembang dimasyarakat, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menghilangkan persepsi tersebut antara lain dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, terutama keluarga penderita, tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader-kader, karena mereka dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya dengan memberikan informasi dan motivasi tentang penyakit TBC ini ( Misnadiarly, 2008).

  Informasi dan motivasi yang diberikan oleh orang-orang yang berpengaruh dilingkungan akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat khususnya bagi penderita TBC. Dengan pengetahuan yang dimiliki, masyarakat akan lebih kritis dan lebih peduli. Hal ini akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatankhususnya Puskesmas sebagai wadah dalam menanggulangi penyakit TBC (Syakira, 2012).

  Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai perilaku kesehatan masyarakat yang sehat maka harus dimulai dimasing-masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat (Ali, 2010).

  Anggota keluarga sangat efektif dan efisien dalam mendukung penyembuhan penderita TBC karena tidak mengedepankan reward berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga yang disadari oleh pengabdian yang tulus, iklas, sabar, cinta, kasih sayang dan tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan (Marni, 2007).

  Penderita TBC bisanya berasal dari keluarga dengan status sosial-ekonomi yang rendah. Makin buruk keadaan sosial-ekonomi masyarakat, maka makin jelek nilai gizi dan higiene lingkungannya yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubun mereka, sehingga memudahkan menjadi sakit seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang jelek, selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya kembali TBC yang sudah reda. Dalam hal ini keluarga sangat memiliki peran karena anggota keluarga yang menderita penyakit TBC akan mengalami penurunan produktivitasnya dalam berusaha (Irianto, 2004).

  Menurut Noviadi, 1999 ( dalam Rusmani Asih, 2002), peran keluarga dapat dilakukan adalah pengawasan menelan obat, pengawasan penampungan dahak, membantu membersihkan alat-alat makan dan minum penderita, menepati jadwal kontrol. Sementara jika hubungan emosional dengan dokter atau perawat kurang bagus, misalnya; kurang ramah, kaku, kelihatan marah, kurang dekat, maka peran keluarga dapat memberikan motivasi agar penderita dapat terjalin hubungan emosional yang baik dengan petugas kesehatan (Perawat dan Dokter).

  Keluarga yang merupakan salah satu sasaran primer dalam promosi kesehatan seharusnya dapat diberdayakan karena meningkatkan keterampilan setiap anggota keluarga agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri adalah sangat penting. Pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan sehingga memiliki kemampuan yang baik terhadap cara-cara memelihara kesehatannya, mengenal penyakit-penyakit dan penyebabnya, mampu mencegah penyakit dan mampu mencari pengobatan yang layak bilamana anggota keluarganya sakit (Irianto, 2004).

  Sudah banyak penelitian yang berkaitan dengan Tuberkulosis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizkiyani, 2008 menyimpulkan bahwa kepatuhan penderita TBC untuk minum obat secara patuh adalah merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk kegiatan yang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri sipenderita ( faktor internal) maupun dari luar diri penderita (faktor eksternal) dan dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang menjadi faktor penguat dan memotivasi penderita TBC untuk persisten dalam menjalani pengobatannya (Rizkiyani, 2008).

  Penelitian yang dilakukan Jojor (2004) tentang ketidakpatuhan pasien TBC dalam hal pengobatan menemukan bahwa pengobatan pasien TBC yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan anggota keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi keluarga. Akibatnya penyakit yang diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota keluarga yang lain. Amelda Lisu Pare (2012) juga menunjukan bahwa dukungan keluarga terhadap pasien untuk teratur berobat cukup baik. Pada umumnya dukungan keluarga yang diberikan dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat, bantuan dana untuk kebutuhan sehari-hari, serta bantuan transportasi untuk pasien TBC. Tetapi masih ada anggota yang menghindari pasien yang menyebabkan pasien merasa malu untuk menjalani pengobatan. Hasil penelitian Ni Made Junitha Karisma Devi menunjukan bahwa peran keluarga ada hubungan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan pendetita TBC dalam pencegahan penularan TBC.

  Melihat berbagai persoalan tersebut maka perlu dilakukannya upaya pemberdayaan masyarakat khususnya keluarga. Begitu pula dengan penelitian ini dengan fokus penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar. Dari data yang diperoleh dari petugas TB Puskesmas Kota Datar di tahun 2010 diketahui bahwa jumlah penderita TBC Paru BTA positif dengan tipe penderita baru adalah 33 orang dengan suspek 375 orang. Diantara penderita TBC ditahun ini dijumpai ada 1 orang penderita dengan tipe penderita setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out) dan 1 orang anak-anak yang menurut hasil observasi tertular oleh anggota keluarga yang sebelumnya menderita penyakit TBC. Salah satu penyebab terjadinya kasus lalai (Drop-out) adalah adalah kurangnya peran keluarga dalam proses pengobatan, dimana penderita merasa kurang percaya diri terhadap penyakit yang dideritanya serta lupa dan jenuh untuk mengkonsumsi obat selama 6 sampai 8 bulan.

  Di tahun 2011 jumlah penderita TBC Paru BTA positif dengan tipe penderita baru adalah 42 orang dengan suspek 485 orang. Di tahun ini diketahui bahwa 1 orang penderita dengan kasus kronik yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah pengobatan ulang kategori 2 dan 1orang meninggal dunia setelah menjalani pengobatan selama 3 bulan serta dari 42 orang penderita TBC tersebut 8 orang mengalami penurunan berat badan.

  Pada tahun 2012 diketahui bahwa jumlah penderita TBC Paru BTA positif dengan tipe penderita baru 44 orang dengan suspek 475 orang. Di tahun ini juga ditemukan 1 orang penderita lalai (Drop-out) dan sepasang suami istri yang menderita penyakit TBC ini. Kejadian ini dapat disebabkan oleh kurangnya peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit TBC. Hal ini sangat membahayakan anggota keluarga yang lainnya karena menurut Aditama,1994 seseorang penderita TBC berpotensi untuk menularkan 10 sampai 15 orang disekitarnya dalam 1 tahun. Dari 44 orang penderita 13 orang diantaranya mengalami penurunan berat badan.

  Data terakhir yang diperoleh sampai dengan Mei 2013, ditemukan bahwa jumlah penderita TBC Paru BTA positif kasus baru adalah 6 orang, diantaranya 2 penderita dengan kasus kambuh, 1 orang meninggal dunia dan 1 orang mengalami penurunan berat badan. Penurunan berat badan penderita disebabkan oleh karena efek samping dari obat TBC yang dikonsumsi dapat menimbulkan rasa mual, sakit kepala, sakit perut yang menyebabkan penderita tidak nafsu makan dan akhirnya mengalami penurunan berat badan. Disamping itu kurangnya peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi penderita menyebabkan status gizi penderita menurun. Penderita TBC sangat membutuhkan nutrisi yang lebih dari orang yang sehat karena dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.

  Dari uraian diatas peran keluarga sangatlah diperlukan karena keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan penderita dan merupakan perawat utama bagi penderita. Keluarga sangat berperan penting terhadap tanggung jawabnya masing-masing. Peran keluarga merupakan pendorong terjadinya perilaku positif dari seseorang, sehingga peneliti merasa perlu mengetahui sejauh mana peran keluarga terhadap penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar tahun 2013.

  1.2. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaranperan keluarga terhadappenderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak tahun 2013.

  1.3. Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan umum

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap penderita TBC di Puskesmas Kota Datar Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

  1.3.2. Tujuan Khusus

  Untuk mengetahui peranan keluarga secara fisik dalam hal: 1.

  Upaya pencegahan penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.

  2. Proses pengobatan penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.

  3. Upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.31

1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Sebagai masukan kepada Puskesmas Kota Datar agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberdayakan keluarga penderita TBC melalui upaya promosi kesehatan bagi keluarga penderita TBC.

  2. Sebagai masukan informasi bagi masyarakat khususnya keluarga penderita TBC dalam rangka pencegahan, motivasi dan meningkatkan kesadaran penderita TBC untuk berperilaku hidup sehat.

  3. Sebagai informasi kepada penderita TBC agar menyadari sekaligus menerapkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.

  4. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan TBC.

Dokumen yang terkait

Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

1 61 152

Persepsi Stakeholders Tentang Pelaksanaan Kemitraan Pertolongan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

5 49 97

Analisis Kegiatan Kelompok UPPKS Dalam Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Dan Pengembangan Wilayah Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 48 111

PPM SMP PAB 7 Desa Tandem Hilir Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

0 7 39

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Sosial Budaya Terhadap Diabetes Mellitus pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

0 2 9

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pelaksanaan Rujukan KIA Di Puskesmas Hamparan Perak Dan Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

0 0 24