BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Hipertensi adalah faktor penyebab timbulnya penyakit berat seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke. Apalagi di masa sekarang ini, pola makan masyarakat Indonesia yang sangat menyukai makanan berlemak dan yang berasa asin atau gurih, terutama makanan cepat saji yang memicu timbulnya kolesterol tinggi. Kolesterol tinggi juga sering dituduh sebagai penyebab utama penyakit hipertensi disamping karena adanya faktor keturunan. Hipertensi atau darah tinggi sangat bervariasi bergantung bagaimana seseorang memandangnya. Secara umum hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang berada di atas batas-batas tekanan darah normal. Hipertensi disebut juga pembunuh gelap atau silent killer. Hipertensi dengan secara tiba-tiba dapat mematikan seseorang tanpa diketahui gejalanya terlebih dahulu (Susilo, 2011).

  Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu jenis penyakit pembunuh paling terbesar di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pengaruh usia terhadap kemunculan stress sering terjadi juga. Banyak ditemukan para pensiunan yang sudah tak bekerja lagi menghadapi perubahan lingkungan ekstrem. Menghadapi kondisi dirumah yang tanpa aktifitas dan diposisikan sebagai orang yang tak mampu lagi melakukan beberapa pekerjaan memunculkan stress (Fauzi, 2014).

  Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial (90% kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder (10%) yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan ginjal. Menurut JNC VII Report 2003, diagnosis hipertensi ditegakkan apabila didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam waktu yang berbeda (Indrayani, 2009).

  Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Bangsa Indonesia yang sementara membangun dirinya dari suatu negara agraris yang sedang berkembang menuju negara masyarakat industri membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit dalam masyarakat. Transisi epidemiologi penyakit adalah perubahan yang kompleks dalam pola penyakit dan kesakitan ditunjukkan dengan adanya kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi penyakit noninfeksi (penyakit tidak menular) dibandingkan dengan penyakit infeksi (penyakit menular). Hal ini sering terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dan lain sebagainya (Bustan, 2007).

  Satu dari lima pria berusia antara 35-44 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi. Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat pada usia antara 45-54 tahun. Separuh dari mereka yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada usia 65-74 tahun, prevalensi menjadi lebih tinggi lagi, sekitar 60% menderita hipertensi. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi diatas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menopouse) yang berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi dikalangan wanita usia lanjut (Lumbantobing, 2008).

  Kalau saja hipertensi tidak mengundang segudang risiko komplikasi, barangkali permasalahannya menjadi lebih sederhana. Masalahnya, tekanan darah di atas normal yang tidak ditangani dengan baik akan merembet kepada komplikasi yang lebih berat (Bakri, 2008).

  Seiring berubahnya gaya hidup mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat, gaya hidup yang gemar makan makanan fast food yang kaya lemak, malas berolahraga, stress, alkohol atau garam yang lebih dalam makanan bisa memicu terjadinya hipertensi. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (M. Shadine, 2010).

  Pola makan dan aktivitas yang tak seimbang juga memiliki kontribusi yang besar penyebab hipertensi. Kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Berat badan berlebih apalagi penderita obesitas akan mengalami tekanan darah yang lebih tinggi dibanding dengan mereka yang mempunyai berat badan normal. Peningkatan tekanan darah ini ditemukan sepanjang hari, termasuk juga malam hari ( Fauzi, 2014).

  Kejadian hipertensi dengan bertambahnya usia selalu mengalami peningkatkan sehingga perlu diwaspadai dan ditangani dengan tepat karena risikonya yang dapat menyebabkan kematian. Hipertensi mengakibatkan jantung bekerja lebih keras sehingga proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke dibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi. Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan kebutaan serta yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak (Sustrani,2006).

  Sistem sosial budaya yaitu merupakan keseluruhan dari unsur tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masin unsur bekerja secara mandiri serta bersama-sama satu sama lain mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat (Muhammad, 2008).

  Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap asupan makan kepada keluarga, menarik untuk disimak pendapat Baliwati (2004) yang menyampaikan bahwa kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu keluarga, suat kelompok masyarakat suatu negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dengan bagaimana penduduk makan (Baliwati, 2004).

  Hubungan antara budaya dan kesehatan sangat erat hubungannya adapun masalah kesehatan yang sering terjadi sekarang ini salah satunya karena budaya masyarakat itu sendiri. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak diajarkan antara lain bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang dimakan, cara buang air kecil dan besar, dan lain-lain. Kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa, dan bahkan menjadi tua. Kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dan sulit untuk diubah (Notoatmodjo, 2010).

  Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization), sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi

  (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala yang pasti bagi penderita hipertensi. Kalaupun ada gejala seperti sakit kepala, tengkuk nyeri, dan lain-lain, ini tidak pasti menunjukkan penderitanya terkena hipertensi. Padahal hipertensi jelas merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan mengalami kerusakan jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya (Susilo, 2011).

  Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun. Dari data penelitian terakhir, dikemukakan bahwa terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika menderita hipertensi. Penderita hipertensi juga menyerang Thailand sebesar 17% dari total penduduk, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%,dan di Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi, yaitu 15%. Bayangkan saja, 15% dari 230 juta penduduk Indonesia, berarti hamper 35 juta penduduk Indonesia terkena hipertensi. Jumalah yang luar biasa banyak. Bisa jadi kita termasuk salah satu dari jumlah penduduk yang terkena hipertensi (Susilo, 2011)

  Untuk kasus di Indonesia, penyebaran jumlah penderita hipertensi sangat tidak merata. Selain data masyarakat yang mengalami hipertensi tersebut, banyak juga masyarakat Indonesia yang terkena hipertensi, tetapi tidak terdiagnosa. Misalnya saja hasil survey kesehatan menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi yang sangat rendah terdapat di daerah Lembah Baliem, Pegunungan Jaya Wijaya, Papua. Di daerah Lembah Baliem ini yang terkena hipertensi hanya 0,6%. Sedangkan daerah yang memiliki jumlah penderita hipertensi paling tinggi terdapat di Talang, Sumatera Barat yaitu sebesar 17,8% (Susilo, 2011).

  Secara langsung kita pasti dapat menduga penyebabnya. Masyarakat Baliem hidup dengan kultur alam yang kuat dengan makanan pokoknya mayoritas ubi dan berbagai hasil bumi lainnya. Sedangkan masyarakat Talang, Sumatera Barat mayoritas makanan pokoknya adalah segala makanan yang mengandung kolesterol tinggi, seperti masakan balado, rending, santan, dan berbagai olahan daging yang memicu kolesterol tinggi serta membuat hupertensi lebih mudah datang menghampiri (Susilo, 2011).

  Penderita hipertensi terbesar di Sumatera Utara adalah berada di Kabupaten Karo. Hal ini belum diketahui apa penyebabnya, diperkirakan tingginya penderita hipertensi di Kabupaten Karo karena banyak mengkonsumsi makanan yang di awetkan sehingga membuat darah tinggi meningkat. Karena seharusnya yang berpotensi menjadi penderita hipertensi tinggi berada di wilayah pantai. 59,5% penyebab kematian diakibatkan oleh penyakit tidak menular, selanjutnya diikuti oleh penyakit menular, trauma dan sebab maternal atau perinatal. Khusus untuk penyakit Hipertensi, Kabupaten Karo menjadi daerah tertinggi penderita Hipertensi yaitu 37,5% (Riskesdas, 2013)

  Menurut Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2011, hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita sebanyak 60.628 orang. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi selalu menduduki peringkat lima teratas dalam hal penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita yang sangat tidak bisa diprediksi jumlahnya (Dinkes Kota Medan, 2011).

  Kabupaten Langkat memiliki jumlah penduduk sebanyak 967.535 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Langkat lebih banyak dari perempuan, jumlah laki-laki sebanyak 487.676 jiwa sedangkan jumlah perempuan sebanyak 479.859 jiwa dimana jenis kelamin laki- laki merupakan faktor risiko terbesar menderita hipertensi.

  Sekarang ini hipertensi sudah menyebar di wilayah agroindustri seperti diwilayah perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Sawit Seberang tidak hanya di kota saja. Dimana faktor geografis dan budaya menjadi faktor pemicu secara tidak langsung dan faktor pemicu lainnya bisa dengan tingkat konsumsi garam yang tinggi, pola makan yang tidak sehat, kelebihan berat badan (Obesitas), kurangnya olahraga dan juga dari faktor usia yang semakin tua usia seseorang, semakin tinggi pula peluang menjadi korban tekanan darah tinggi. Orang yang lebih tua biasanya berisiko memiliki tekanan sistolik tinggi. Penyebabnya adalah karena pengerasan pembuluh darah yang semakin menjadi ketika usia semakin lanjut dengan data usia, dan faktor keturunan, merokok, minum alkohol, obesitas/kegemukan dan juga kurangnya olahraga.

  Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Juni 2014 masih banyaknya penduduk di Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat yang menderita Hipertensi. Adapun data yang diperoleh dari Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat Terdapat 392 kasus Hipertensi dan Hipertensi merupakan penyakit terbesar di wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

  Berdasarkan hal itu peneliti berkeinginan untuk melakukan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian yaitu Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu menggambarkan bagaimana Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat mempengaruhi tingginya kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

  1.3 Tujuan Penelitan

  1.3.1 Tujuan Umum

  Menggambarkan Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

  1.3.1 Tujuan Khusus

  1. Untuk Mengetahui Karakteristik (Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan)Pada Masyarakat Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

  2. Untuk Mengetahui Sosial Budaya ( Kebiasaan, Nilai) Pada Masyarakat Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

  3. Untuk Mengetahui Seberapa Besar Pengetahuan Pada Masyarakat Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

  4. Untuk Mengetahui Sikap Pada Masyarakat Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

1.4 Manfaat Penelitian

  1. Bagi peneliti Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi melalui penelitian lapangan dan mengetahui mengenai arti penting masalah sosial budaya yang terjadi pada masyarakat terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.

  2.Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Puskesmas

  Kecamatan Sawit Seberang dalam penentuan arah kebijakan program penanggulangan penyakit hipertensi dan sebagai bahan masukan tentang pentingnya memberikan pelayanan khusus seperti pemberian penyuluhan kepada keluarga yang memiliki aggota keluarga yang sakit hipertensi.

  3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang - Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

0 2 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai - Keanekaragaman Plankton di Sungai Buaya Kabupaten Sergai dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

0 0 10

Modul Eksperimen Pengaruh pengetahuan Awal Terhadap Ketetaan Ukuran Menggunakan Alat Ukur Perangkat Ilusi Persegi Helmholtz dalam Bentuk Manekin Lampiran 1a

1 1 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERSEPSI - Pengaruh Pengetahuan Awal Terhadap Ketetapan Ukuran

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Pengetahuan Awal Terhadap Ketetapan Ukuran

1 1 8

Pengaruh Pengetahuan Awal Terhadap Ketetapan Ukuran

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Budaya 2.1.1. Pengertian Sosial Budaya - Gambaran Sosial Budaya Terhadap Diabetes Mellitus pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Sosial Budaya Terhadap Diabetes Mellitus pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

0 0 8

GAMBARAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP DIABETES MELLITUS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNUNGTUA KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik 2.1.1 Umur - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

1 12 28