Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

(1)

GAMBARAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENDERITA

TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA DATAR

KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN

DELISERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

2013

SKRIPSI

Oleh :

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

FARIDA

111021002


(2)

GAMBARAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENDERITA

TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA DATAR

KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN

DELISERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

FARIDA

111021002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik menular. Indonesia merupakan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam menyumbang jumlah kasus TB di dunia. Peran keluarga sangat efektif dan efisien dalam mendukung penyembuhan penderita TBC karena tidak mengedepankan reward berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga yang disadari oleh pengabdian yang tulus, ikhlas, sabar, cinta, kasih sayang dan tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 44 responden.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 59,1%. Mayoritas usia respoden adalah 44-49 tahun. Pendidikan responden sebagian besar adalah SD dan mayoritas pekerjaan responden adalah Ibu rumah tangga. Peran responden dalam upaya pencegahan penyakit TBC berada dalam kategori sedang sebanyak 77,3%. Peran responden dalam proses pengobatan penderita TBC berada dalam kategori sedang sebanyak 90,9%. Peran responden dalam upaya pemenuhan nutrisi penderita TBC berada dalam kategori sedang sebanyak 70,5%.

Diharapkan kepada keluarga agar meningkatkan upaya pencegahan penularan penyakit TBC pada keluarga. Selain itu perlu ditingkatkan kinerja Petugas Kesehatan Puskesmas Kota Datar dalam memberikan informasi tentang penyakit TBC dan dapat memberdayakan anggota keluarga penderita TBC agar berperan aktif terhadap kesembuan penderita TBC.


(5)

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is a cronik infeksius disease is contagious. Indonesia is ranked third after India and China in contributing to the number of TB cases in te world. The role of family is very effective and efficient in supporting the healing of tuberculosis patients because it is not put forward in the form of material reward in ret but motivated by the perceived family closeness by sincere devotion, patience, love, compassion and responsibility as the implementasi of the value of faith.

This is descriptive study with a quantitative approach. Results quantitatively analyzed descriptively portrayed in the percentage. The samples taken were 44 respondents using total sampling technique.

Results showed te majority of respondents were female as many as 59,1%. The majority of respondents were aged 44-49 years of age. Education respondents are mostly elementary school and majority of respondents work is a housewife. Respondents role in preventing tuberculosis in the middle category as 77,3%. Respondents role in the process of tuberculosis treatment in the middle category as 90,9%. Respondents in order to fulfill the role of nutrition in the middle category as 70,5%.

Expected to families in order to improve the prevention of transmission of tuberculosis in the family. In addition to enhanced performance clinic Kota Datar health workers in providing information about tuberculosis and can empower family members of patient with tuberculosis to be an active part of te cure of tuberculosis.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENDERITA TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA DATAR KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA 2013”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingna dan arahan kepada penulis.

4. Ibu Lita Sri Andayani,SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.


(7)

5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Namora Lumongga Lubis, Msc, PhD selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis

7. Ibu Dr.Ir.Evawani Yunita A, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik bagi penulis selama di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 8. Seluruh staf pengajar di FKM USU dan pegawai administrasi di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Dosen Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

9. Teristimewa kepada orang tua penulis, H. M. Adnan dan Hj. Dra. Rahmawati, serta saudara/i penulis Faisal Adnan (Abang), Firdaus (Abang), Fairuz (Adik), Anak-anakku tersayang Layla Balqis, Gibran Zafif dan Muzaky Ahmad, terima kasih atas dukungan serta kasih sayang yang telah diberikan kEpada penulis. 10. Sahabat-sahabat yang membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini:

Vera Ningsih, Tri Annisa Irsan, Helmida Barus, Winda Rukmana, Dina Rizka Utami, kakanda Zailani Husein, terima kasih atas segala bantuan dan diskusi yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Semua pihak yang telah membantu, baik bantuan dukungan, saran, doa, kerjasama dan masukan-masukan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik itu dalam penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan


(8)

dalam penyajian data. Oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih. Semoga skripsi ini berguna bagi semua pembaca. Amin.

Medan, November 2013 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Farida

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 03 Juli 1982

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah Kawin

Anak ke : 3 (tiga) dari 4 (empat) bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Sei Mencirim no.7F Gg. H. Yahya Dsn.II Desa Payageli

B. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1991-1994 :SD Negeri 101732 Medan 2. Tahun 1994-1997 :SLTP Negeri 40 Medan 3. Tahun 1997-2000 :SMA Negeri I Binjai

4. Tahun 2001-2004 : POLITEKHNIK KESEHATAN MEDAN (D-III Analis Kesehatan )


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar isi ... viii

Daftar Tabel ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 11

1.3.TujuanPenelitian ... 11

1.3.1 TujuanUmum ... 11

1.3.2 TujuanKhusus ... 11

1.4.ManfaatPenelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KonsepKeluarga... 13

2.1.1 PengertianKeluarga ... 13

2.1.2 Peran... 14

2.1.3 PerananKeluarga ... 14

2.1.4 PeranKeluargadalammerawatpenderitaTBC ... 18

2.1.5 DukunganKeluarga ... 19

2.2 Tuberkulosis (TBC) ... 20

2.2.1 Pengertian ... 20

2.2.2 Cara Penularan ... 21

2.2.3 ResikoPenularan ... 21

2.2.4 GejalaPenyakit TBC ... 22

2.2.5 PencegahanPenyakit TBC ... 22

2.2.6 PengobatanPenyakit TBC ... 24

2.2.7 EfekSampingObat Anti Tuberkulosis (OAT) ... 25

2.2.8 NutrisiuntukPenderita TBC ... 26

2.3 Perilaku... 27

2.3.1 PengertianPerilaku ... 27

2.3.2 BentukPerilaku ... 28

2.3.3 PerubahanPerilaku ... 28

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhiperilaku... 29

2.3.5 Pengetahuan ... 30

2.3.6 Sikap ... 32


(11)

2.4 PerilakuKesehatan ... 34

2.4.1 Perilakupemeliharaankesehatan ... 34

2.4.2 Perilakupencariandanpenggunaan system ... 34

Pelayanankesehatan 2.4.3 Perilakukesehatanlingkungan... 34

2.5 KerangkaKonsep ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 JenisPenelitian ... 37

3.2 LokasidanWaktuPenelitian ... 37

3.2.1 Lokasi ... 37

3.2.2 Waktu ... 38

3.3 PopulasidanSampel ... 38

3.3.1 Populasi ... 38

3.3.2 Sampel ... 38

3.4 MetodePengumpulan Data ... 39

3.4.1 Data Primer ... 39

3.4.2 Data Sekunder... 39

3.5 DefenisiOperasional ... 39

3.6 Aspekpengukurandaninstrumenpenelitian ... 40

3.6.1 Aspekpengukuran ... 40

3.6.2 Instrumenpenelitian ... 43

3.7 Teknikanalisa data danpengolahan data ... 44

3.7.1 Teknikanalisa data ... 44

3.7.2 Teknikpengolahan data ... 44

BAB IVHASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.2 Karakteristik Responden ... 47

4.2.1 Jenis Kelamin Responden ... 47

4.2.2 Usia Responden ... 47

4.2.3 Pendidikan Responden... 47

4.2.4 Pekerjaan Responden ... 48

4.2.5 Penghailan Responden ... 48

4.2.6 Hubungan Responden dengan penderita TBC ... 48

4.3 Gambaran Peran Responden terhadap Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 49

4.3.1 Peran Responden dalam Mengetahui Penyebab Penyakit TBC ... 49

4.3.2 Peran Responden dalam Mengetahui Cara Penularan Penyakit TBC ... 49

4.3.3 Peran Responden dalam Mengetahui Siapa yang dapat Tertular oleh Penyakit TBC ... 50


(12)

4.3.4 Peran Responden tentang Pola Hidup yang Baik untuk

Mencegah Penyakit TBC ... 50 4.3.5 PeranRespondendalam Mencegah Penularan

Penyakit TBC ... 51 4.3.6 Peran Responden dalam Membantu Mencegah

Penyakit TBC ... ... 51 4.3.7 Peran Responden dalam Menangani Penderita Batuk... 52 4.3.8 Peran Responden dalam Menangani Tempat Makan dan

Minum Penderita TBC... 52 4.3.9 Peran Responden dalam Menyediakan Tempat

Penampungan Dahak ... 53 4.3.10 PeranRespondendalam Menjaga Kebersihan Dirumah ... 53 4.3.11 PeranRespondendalam Menangani Bayi dan Balita

Yang ada di Rumah ... 53 4.3.12 PeranRespondendalam Menangani Penderita dalam

Hal Merokok ... 54 4.3.13 PeranRespondendalam Mencari Sumber Informasi

Tentang Pencegahan Penyakit TBC ... 55 4.3.14 Tingkat Peran Responden dalam Upaya Pencegaan

Penyakit TBC ... 55 4.4 Gambaran Peran Responden teradap Proses pengobatan

Penderita TBC ... 56 4.4.1 PeranRespondendalam Mengetahui Manfaat dari

Pengobatan Penyakit TBC ... 56 4.4.2 PeranRespondendalam Mengetahui Tempat

Untuk Mendapatkan Pengobatan Penyakit TBC... 56 4.4.3 PeranRespondenterhadap Upaya yang telah

Dilakukan dalam Mengobati Penderita TBC ... 57 4.4.4 PeranRespondendalam Menemani Penderita

Mengambil Obat ... 57 4.4.5 PeranRespondendalam Mengetahui Siapa saja yang

Dapat Menemani Penderita Mangambil Obat ... 58 4.4.6 PeranRespondendalam Mengingatkan Penderita

Minum Obat ... 58 4.4.7 PeranRespondendalam Mengetahui Waktu Penderita

Harus Minum Obat ... 59 4.4.8 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa lama

Penderita harus Minum Obat ... 59 4.4.9 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa kali


(13)

Penderita Minum Obat pada Fase Awal ... 60 4.4.11 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa lama

Penderita Minum Obat pada Fase Lanjutan ... 61 4.4.12 PeranRespondendalam Mengetahui Dosis pemberian

Obat pada Fase Awal ... 61 4.4.13 PeranRespondendalam Mengetahui Dosis Pemberian

Obat pada Fase Akhir ... 62 4.4.14 PeranRespondendalam Mengetahui Akibat yang Akan

Terjadi jika Tidak Minum Obat ... 62 4.4.15 PeranRespondendalam Menangani Penderita jika

Tidak Minum Obat ... 63 4.4.16 PeranRespondendalam Menyimpan Obat ... 63 4.4.17 PeranRespondendalam Mengetahui Efek Samping

Obat ... 64 4.4.18 PeranRespondendalam Membawa Penderita TBC

Ke Dokter jika ada efek samping ... 64 4.4.19 Tingkat Peran Responden dalam Proses Pengobatan

Penderita TBC ... 64 4.5 Gambaran Peran Responden terhadap Upaya pemenuhan

Nutrisi Penderita TBC ... 65 4.5.1 PeranRespondendalam Mengetahui Makanan yang

Baik untuk Dikonsumsi Penderita TBC ... 65 4.5.2 PeranRespondendalam Mengetahui Fungsi

Makanan bagi Penderita TBC ... 65 4.5.3 PeranRespondendalam Mengetahui Jenis Makanan yang

Mengandung Karbohidrat ... 66 4.5.4 PeranRespondendalam Menyediakan Jenis Makanan

yangMengandung Karbohidrat di Rumah ... 66 4.5.5 PeranRespondendalam Mengetahui Jenis Makanan

Yang Mengandung Protein ... 67 4.5.6 PeranRespondendalam Menyediakan jenis Makanan

Yang mengandung Protein di Rumah... 67 4.5.7 PeranRespondendalam Mengamati Penderita TBC

Disaat Makan ... 68 4.5.8 PeranRespondendalam Menangani Penderita TBC

Jika tidak Selera Makan ... 68 4.5.9 PeranRespondendalam Mengetahui Makanan atau

Minuman yang Dihindari Penderita TBC ... 69 4.5.10 PeranRespondendalam Mengetahui Makanan atau


(14)

Disukai Penderita TBC ... 70 4.5.12 PeranRespondendalam Menganjurkan Penderita

Minum Air Putih ... 70 4.5.13 PeranRespondendalam Menyediakan Sayur dan Buah ... 71 4.5.14 PeranRespondendalam Menyediakan Susu ... 71 4.5.15 PeranRespondendalam Berkonsultasi dengan

Petugas Kesehatan di Puskesmas ... 71 4.5.16 Tingkat PeranRespondendalam Upaya Pemenuhan

Nutrisi Penderita TBC... 72

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ... 73 5.2 Peran Responden teradap Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 74 5.2.1 PeranRespondendalamMengetahuiPenyebab

Penyakit TBC ... 74 5.2.2 Peran Responden dalam Mengetahui Cara Penularan

Penyakit TBC ... 74 5.2.3 PeranRespondendalamMengetahui Siapa yang dapat

Tertular oleh Penyakit TBC ... 75 5.2.4 PeranResponden tentang Pola Hidup yang Baik untuk

Mencegah Penyakit TBC ... 76 5.2.5 PeranRespondendalam Mencegah Penularan

Penyakit TBC ... 77 5.2.6 PeranRespondendalam Membantu Mencegah

Penyakit TBC ... 77 5.2.7 PeranRespondendalam Menangani Penderita Batuk ... 78 5.2.8 PeranRespondendalam Menangani Tempat Makan dan

Minum Penderita TBC ... 79 5.2.9 Peran Responden dalam Menyediakan Tempat

Penampungan Dahak ... 79 5.2.10 Peran Responden dalam Menjaga Kebersihan di rumah ... 80

5.2.11 Peran Responden dalam Menangani Bayi dan Balita

Yang ada di Rumah ... 80 5.2.12 Peran Responden dalam Menangani Penderita dalam

Hal Merokok ... 81 5.2.13 Peran Responden dalam Mencari Sumber Informasi

Tentang Pencegahan Penyakit TBC ... 82 5.2.14 Tingkat Peran Responden dalam Upaya Pencegahan

Penyakit TBC ... 83 5.3 Peran Responden terhadap Proses pengobatan Penderita TBC ... 84


(15)

Pengobatan Penyakit TBC ... 84 5.3.2 Peran Responden dalam Mengetahui Tempat

Untuk Mendapatkan Pengobatan Penyakit TBC ... 84 5.3.3 PeranRespondenterhadap Upaya yang telah

Dilakukan dalam Mengobati Penderita TBC ... 85 5.3.4 PeranRespondendalam Menemani Penderita

Mengambil Obat ... 86 5.3.5 PeranRespondendalam Mengetahui Siapa saja yang

Dapat Menemani Penderita Mangambil Obat... 87 5.3.6 PeranRespondendalam Mengingatkan Penderita

Minum Obat ... 87 5.3.7 PeranRespondendalam Mengetahui Waktu Penderita

Harus Minum Obat ... 88 5.3.8 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa lama

Penderita harus Minum Obat ... 88 5.3.9 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa kali

Penderita harus minum Obat dalam Sehari ... 88 5.3.10 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa lama

Penderita Minum Obat pada Fase Awal ... 89 5.3.11 PeranRespondendalam Mengetahui Berapa lama

Penderita Minum Obat pada Fase Lanjutan ... 90 5.3.12 PeranRespondendalam Mengetahui Dosis pemberian

Obat pada Fase Awal ... 90 5.3.13PeranRespondendalam Mengetahui Dosis Pemberian

Obat pada Fase Akhir ... 90 5.3.14 PeranRespondendalam Mengetahui Akibat yang Akan

Terjadi jika Tidak Minum Obat ... 91 5.3.15 PeranRespondendalam Menangani Penderita jika

Tidak Minum Obat ... 92 5.3.16 Peran Responden dalam Menyimpan Obat ... 92 5.3.17 PeranRespondendalam Mengetahui Efek SampingObat ... 92 5.3.18 PeranRespondendalam Membawa Penderita TBC

Ke Dokter jika ada efek samping ... 93 5.3.19 Tingkat Peran Responden dalam Proses Pengobatan

Penderita TBC ... 94 5.4 Peran Responden terhadap Upaya pemenuhan

Nutrisi Penderita TBC ... 94 5.4.1PeranRespondendalam Mengetahui Makanan yang


(16)

Makanan bagi Penderita TBC ... 95 5.4.3 PeranRespondendalam Mengetahui Jenis Makanan yang

Mengandung Karbohidrat ... 96 5.4.4 PeranRespondendalam Menyediakan Jenis Makanan

yangMengandung Karbohidrat di Rumah ... 96 5.4.5 PeranRespondendalam Mengetahui Jenis Makanan

Yang Mengandung Protein ... 97 5.4.6 PeranRespondendalam Menyediakan jenis Makanan

Yang mengandung Protein di Rumah ... 98 5.4.7 Peran Responden dalam Mengamati Penderita TBC

Disaat Makan ... 98 5.4.8 Peran Responden dalam Menangani Penderita TBC

Jika tidak Selera Makan ... 99 5.4.9 Peran Responden dalam Mengetahui Makanan atau

Minuman yang Dihindari Penderita TBC ... 99 5.4.10 Peran Responden dalam Mengetahui Makanan atau

Minuman yang Dihindari Penderita TBC ... 100

5.4.11 Peran Responden dalam Menawarkan Makanan yang ... Disukai Penderita TBC ... 100

5.4.12 Peran Responden dalam Menganjurkan Penderita

Minum Air Putih ... 101 5.4.13 Peran Responden dalam Menyediakan Sayur dan Buah ... 101

5.4.14 Peran Responden dalam Menyediakan Susu ... 102 5.4.15 Peran Responden dalam Berkonsultasi dengan

Petugas Kesehatan di Puskesmas... 102 5.4.16 Tingkat Peran Responden dalam Upaya Pemenuhan

Nutrisi Penderita TBC ... 103

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 104 6.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Efek Samping Ringan dari OAT ... 25 Tabel 2 Efek Samping Berat dari OAT ... 26 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .... 47 Tabel 4.2 Distribusi FrekuensiResponden Berdasarkan Usia ... 47 Tabel4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 47 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Keluarga ... 48 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan

Keluarga ... 48 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden BerdasarkanHubungan

Responden dengan Penderita TBC ... 48 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden tentangpenyebab

penyakit TBC ... 49 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden tentang Cara penularan

penyakit TBC ... 49 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui Siapa

yang DapatTertular oleh Penyakit TBC ... 50 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden tentang Pola Hidup

yang Baik untuk Mencegah Penyakit TBC ... 50 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mencegah

PenularanPenyakit TBC ... 51 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden dalam Membantu

Mencegah Penyakit TBC ... 51 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menangani

Penderita Batuk ... 52 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menangani


(18)

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menyediakan

Tempat Penampungan Dahak di Rumah ... 53 Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menjaga

Kebersihan Dirumah ... 53 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menangani

Bayi dan Balita yang ada di Rumah ... 53 Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menangani

Penderita terhadap Rokok ... 54 Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Responden dalam Upaya yang

Dilakukan jika Penderita Masih Merokok ... 54 Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mencari Sumber

Informasi tentang Pencegahan Penyakit TBC ... 55 Tabel 4.21 Distribusi Kategori Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 55 Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Manfaat dari Pengobatan Penyakit TBC ... 56 Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Tempat untuk Mendapatkan Pengobatan Penyakit TBC... 56 Tabel 4.24 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Upaya yang

telah Dilakukan dalam Mengobati Penderita TBC ... 57 Tabel 4.25 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menemani

Penderita Mengambil Obat ... 57 Tabel 4.26 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Siapa saja yangdapat Menemani Penderita ... 58 Tabel 4.27 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengingatkan

Penderita untuk Minum Obat ... 58 Tabel 4.28 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Berapa lama Penderita harus Minum Obat ... 58 Tabel 4.29 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Berapa kali Penderita harus Minum Obat dalam sehari ... 60 Tabel 4.30 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui


(19)

Tabel 4.31 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui Berapa

lama Penderita harus Minum Obat Pada Fase Akhir ... 61 Tabel 4.32 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui Dosis

Pemberian Obat pada Penderita TBC pada Fase Akhir ... 62 Tabel 4.33 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Akibat yang akan terjadi jika Tidak Minum Obat ... 62 Tabel 4.34 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menangani

Penderita jika tidak mau Minum Obat ... 63 Tabel 4.35 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menyimpan

Obat TBC ... 63 Tabel 4.36 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Efek Samping Obat TBC ... 63 Tabel 4.37 Distribusi Frekuensi Responden dalam Membawa

Penderita TBC ke Dokter jika ada Efek Samping Obat ... 64 Tabel 4.38 Distribusi Kategori Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 64 Tabel 4.39 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Makanan yang Baik untuk Dikonsumsi Penderita TBC ... 65 Tabel 4.40 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Fungsi Makanan bagi Penderita TBC ... 65 Tabel 4.41 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Jenis Makanan yang Mengandung Karbohidrat ... 66 Tabel 4.42 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menyediakan

Jenis Makanan yang Mengandung Karbohidrat di Rumah ... 66 Tabel 4.43 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Jenis Makanan yang Mengandung Protein ... 67 Tabel 4.44 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menyediakan

Jenis Makanan yang Mengandung Protein di Rumah ... 67 Tabel 4.45 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengamati

Penderita TBC disaat Makan ... 68 Tabel 4.46 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menangani


(20)

Tabel 4.47 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Makanan atau Minuman yang Dihindari Penderita TBC ... 69 Tabel 4.48 Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengetahui

Makanan atau Minuman yang Dihindari Penderita TBC ... 69 Tabel 4.49 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menawarkan

Makanan yang Disukai Penderita TBC ... 70 Tabel 4.50 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menganjurkan

Penderita Minum Air Putih ... 70 Tabel 4.51 Distribusi Frekuensi Responden dalam Menyediakan Susu ... 71 Tabel 4.52 Distribusi Frekuensi Responden dalam Berkonsultasi dengan

Petugas Kesehatan di Puskesmas ... 71 Tabel 4.53 Distribusi Kategori Upaya Pemenuhan Nutrisi

Penderita TBC ... 72


(21)

ABSTRAK

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik menular. Indonesia merupakan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam menyumbang jumlah kasus TB di dunia. Peran keluarga sangat efektif dan efisien dalam mendukung penyembuhan penderita TBC karena tidak mengedepankan reward berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga yang disadari oleh pengabdian yang tulus, ikhlas, sabar, cinta, kasih sayang dan tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 44 responden.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 59,1%. Mayoritas usia respoden adalah 44-49 tahun. Pendidikan responden sebagian besar adalah SD dan mayoritas pekerjaan responden adalah Ibu rumah tangga. Peran responden dalam upaya pencegahan penyakit TBC berada dalam kategori sedang sebanyak 77,3%. Peran responden dalam proses pengobatan penderita TBC berada dalam kategori sedang sebanyak 90,9%. Peran responden dalam upaya pemenuhan nutrisi penderita TBC berada dalam kategori sedang sebanyak 70,5%.

Diharapkan kepada keluarga agar meningkatkan upaya pencegahan penularan penyakit TBC pada keluarga. Selain itu perlu ditingkatkan kinerja Petugas Kesehatan Puskesmas Kota Datar dalam memberikan informasi tentang penyakit TBC dan dapat memberdayakan anggota keluarga penderita TBC agar berperan aktif terhadap kesembuan penderita TBC.


(22)

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is a cronik infeksius disease is contagious. Indonesia is ranked third after India and China in contributing to the number of TB cases in te world. The role of family is very effective and efficient in supporting the healing of tuberculosis patients because it is not put forward in the form of material reward in ret but motivated by the perceived family closeness by sincere devotion, patience, love, compassion and responsibility as the implementasi of the value of faith.

This is descriptive study with a quantitative approach. Results quantitatively analyzed descriptively portrayed in the percentage. The samples taken were 44 respondents using total sampling technique.

Results showed te majority of respondents were female as many as 59,1%. The majority of respondents were aged 44-49 years of age. Education respondents are mostly elementary school and majority of respondents work is a housewife. Respondents role in preventing tuberculosis in the middle category as 77,3%. Respondents role in the process of tuberculosis treatment in the middle category as 90,9%. Respondents in order to fulfill the role of nutrition in the middle category as 70,5%.

Expected to families in order to improve the prevention of transmission of tuberculosis in the family. In addition to enhanced performance clinic Kota Datar health workers in providing information about tuberculosis and can empower family members of patient with tuberculosis to be an active part of te cure of tuberculosis.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) masih merupakan masalah kesehatan diberbagai negara didunia. Dalam kurun sejarah manusia, perang melawan penyakit tuberkulosis seperti tiada putus-putusnya. Ribuan tahun silam seperti ditunjukan oleh tulang-belulang peninggalan masa prasejarah di Jerman (8000 SM), TBC diketahui sudah menyerang penduduk pada zamannya. Dari fosil yang digali dari sisa-sisa peradaban Mesir Kuno, juga terdapat bukti-bukti bahwa 2.500-1.000 tahun SM, penyakit ini sudah menjadi masalah kesehatan (Achmadi, 2008).

TBC menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk dunia dewasa ini. Setiap detik ada 1 orang yang terinfeksi TBC didunia. Setiap tahun terdapat 8 juta penderita TBC baru, dan akan ada 3 juta meninggal setiap tahunnya. 1 % dari penduduk dunia akan terinfeksi TBC setiap tahun. Satu orang memiliki potensi menular 10 sampai 15 orang dalam 1 tahun.Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC didunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Notoatmodjo 2007).

Dewasa ini di berbagai negara maju, TBC hampir dikatakan sudah dapat dikendalikan, meski peningkatan angka-angka HIV merupakan ancaman potensial terhadap merebaknya kembali TBC di negara maju. Di negara maju diperkirakan hanya 10 hingga 20 kasus di antara 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian


(24)

hanya berkisar antara 1 sampai 5 kematian per 100.000 penduduk. Sementara di Afrika diperkirakan mencapai 165 kasus baru diantara 100.000 penduduk, dan di Asia 110 diantara 100.000 penduduk. Namun mengingat penduduk Asia lebih besar dibandingkan Afrika, jumlah absolut yang terkena TBC di Benua Asia 3,7 kali lebih banyak daripada Afrika ( Achmadi, 2008).

WHO memperkirakan bahwa jumlah seluruh kasus didunia akan meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1990 menjadi 10,2 juta pada tahun 2000. Di negara industri, uang, sumberdaya, standar hidup yang tinggi, dan kemoterapi yang dipakai luas selama 40 tahun belakangan ini, telah membantu mengurangi tuberkulosis menjadi suatu masalah yang relatif lebih kecil. Namun, dinegara-negara miskin, tuberkulosis tetap merupakan masalah besar hampir sama seperti sediakala (Crofton, 2002).

Laporan TBC dunia oleh WHO tahun 2006, pernah menempatkan Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor tiga didunia setelah India dan China dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 jiwa dengan jumlah kematian 101.000 jiwa pertahun. Bahkan diperkirakan, dari setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita dengan kuman positif pada dahaknya, artinya di negara kita setiap tahunnya akan muncul 130 orang penderita baru yang dapat menularkan penyakit pada sekitarnya. Sedangkan pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia setelah India, China South Afrika dan Nigeria dengan jumlah prevalensi 285/100.000 penduduk. Sepertiga dari jumlah tersebut terdapat disekitar Puskesmas, pelayanan Rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktik swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2010).


(25)

Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TB paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Bakteri Mycobakterium tuberculosis menyerang sebagian besar perempuan usia produktif (15-50). Penyebab kematian perempuan akibat TBC lebih banyak daripada akibat kehamilan, persalinan dan nifas.Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja. Penyakit TBC dapat menular lewat percikan dahak yang keluar pada saat batuk, bersin atau berbicara karena penularannya melalui udara yang terhirup saat bernafas. Diperkirakan, satu orang menderita TBC BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang setiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

Penyakit paru erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan rumah, perilaku, tingkat pendidikan dan jumlah penghasilan keluarga. Sanitasi rumah sangat mempengaruhi keberadaan bakteri Mycobakterium tuberculosis, dimana bakteri dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung ada tidaknya sinar matahari, ventilasi, kelembaban, suhu, lantai dan kepadatan penghuni rumah (Achmadi, 2008).

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TBC diatas, faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bakteri Mycobakterium tuberculosis. Dimulai dengan perilaku hidup sehat dengan tidak meludah sembarangan, menutup mulut dengan sapu tangan atau tissue apabila batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini penyakit TBC (Ramadhani, 2012).


(26)

Di propinsi Sumatera Utara, TBC merupakan penyakit lama yang masih tetap ada. Secara Umum, angka penemuan kasus TBC di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 kasus TBC berkisar 15.517 penderita dan terdapat sebanyak 15.614 penderita tahun 2010 (Antara, 2011).

Berdasarkan data Depkes (2010) ada lima Kabupaten/kota di Sumatera Utara pada tahun 2010 dengan jumlah penderita terbanyak berdasarkan jumlah penduduk yaitu Kota Medan sebanyak 2.397 penderita, Pematang Siantar 288, Binjai 260, Tanjung Balai 150, Tebing tinggi 145 dan Kabupaten Deli Serdang 1.554 penderita.

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TBC adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan dalam wilayah tersebut. Kementrian kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2009 sebesar 70 %. Pencapaian CDR Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011 sebesar 62,46 %. Angka ini belum memenuhi target minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70 %. Pada tingkat kecamatan, diperoleh informasi 12 kecamatan memiliki angka penemuan kasus (CDR) TB Paru BTA positif diatas 70 % diantaranya adalah Gunung Meriah, Lubuk Pakam, Namorambe, Deli Tua, Sibolangit, Patumbak, Bangun Purba, Pancur Batu, Sunggal, Kutalimbaru, STM Hilir dan Labuhan Deli. Sedangkan 10 kecamatan lagi masih di bawah target minimal, diantaranya adalah kecamatan STM Hulu, Pagar Merbau, Beringin, Pantai Labu, Tanjung Morawa, Galang, Percut Sei Tuan, Biru-biru, Hamparan Perak dan Batang Kuis. Kecamatan Hamparan perak yang termasuk masih dibawah target


(27)

minimalmemiliki 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Hamparan Perak dan Puskesmas Kota datar (Profil Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2011).

Wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah endemi TBC. Data penemuan BTA positif pada tahun 2010 yaitu 33 penderita, pada tahun 2011 sebanyak 42 penderita dan pada tahun 2012 sebanyak 44 penderita . Dari hasil survei dilapangan yang dilakukan pada bulan Desember 2012 terhadap 12 orang penderita TBC diketahui 8 orang menjalani pengobatan secara teratur dan dinyatakan sembuh sedangkan 4 orang berobat tidak teratur tetapi masih menjalani pengobatan, hal ini disebabkan oleh karena tidak tahan mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang panjang. Data terakhir yang ditemukan pada bulan April 2013 bahwa ada 2 orang penderita yang dinyatakan kambuh (Profil Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2011).

Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa yang berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit TBC hanya kemauan penderita TBC untuk sembuh. Sedangkan motivasi keluarga, kondisi rumah yang sehat, upaya pengendalian penyakit terhadap diri sendiri dan penghasilan keluarga tidak cukup penting mendukung kesembuhan mereka.Dan ada penilaian sebagian masyarakat yang hidup di desa tentang penyakit TB Paru adalah penyakit keturunan yang sulit disembuhkan. Hal ini wajar karena biasanya pada suatu keluarga ditemukan adanya kasus tuberkulosis pada generasi yang berbeda. Akibat yang sangat buruk dari persepsi ini adalah mereka merasa malu dan menutupi diri atau anggota keluarganya ketika terserang penyakit ini, oleh karena penyakit ini memberikan aib pada keluarga. Hal ini sangat berpengaruh kepadaproses


(28)

pengobatan penderita danmerupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kesakitan akibat penyakit TBC di desa ini (Rahmawati, 2005).

Kepercayaan masyarakat mengenai tuberkulosis dan penyebabnya sangat bervariasi dibeberapa negara dan daerah. Bahkan dibeberapa kelompok masyarakat didaerah yang sama. Tingkat Pendidikan, agama dan suku sangat berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat. Dibeberapa daerah masyarakat percaya bahwa tuberkulosis disebabkan oleh kutukan setan. Walaupun masyarakat mengetahui bahwa tuberkulosis ini penyakit infeksi, tetapi mereka masih berfikir bahwa pada orang tertentu dapat terserang penyakit ini akibat guna-guna. Ada satu daerah dimana masyarakat memahami bahwa tuberkulosis ditularkan dari tusuk gigi bekas (Crofton, 2002).

Karena persepsi tersebut masih berkembang dimasyarakat, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menghilangkan persepsi tersebut antara lain dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, terutama keluarga penderita, tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader-kader, karena mereka dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya dengan memberikan informasi dan motivasi tentang penyakit TBC ini ( Misnadiarly, 2008).

Informasi dan motivasi yang diberikan oleh orang-orang yang berpengaruh dilingkungan akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat khususnya bagi penderita TBC. Dengan pengetahuan yang dimiliki, masyarakat akan lebih kritis dan lebih peduli. Hal ini akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatankhususnya Puskesmas sebagai wadah dalam menanggulangi penyakit TBC (Syakira, 2012).


(29)

Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai perilaku kesehatan masyarakat yang sehat maka harus dimulai dimasing-masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat (Ali, 2010).

Anggota keluarga sangat efektif dan efisien dalam mendukung penyembuhan penderita TBC karena tidak mengedepankan reward berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga yang disadari oleh pengabdian yang tulus, iklas, sabar, cinta, kasih sayang dan tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan (Marni, 2007).

Penderita TBC bisanya berasal dari keluarga dengan status sosial-ekonomi yang rendah. Makin buruk keadaan sosial-ekonomi masyarakat, maka makin jelek nilai gizi dan higiene lingkungannya yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubun mereka, sehingga memudahkan menjadi sakit seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang jelek, selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya kembali TBC yang sudah reda. Dalam hal ini keluarga sangat memiliki peran karena anggota keluarga yang menderita penyakit TBC akan mengalami penurunan produktivitasnya dalam berusaha (Irianto, 2004).

Menurut Noviadi, 1999 ( dalam Rusmani Asih, 2002), peran keluarga dapat dilakukan adalah pengawasan menelan obat, pengawasan penampungan dahak, membantu membersihkan alat-alat makan dan minum penderita, menepati jadwal kontrol. Sementara jika hubungan emosional dengan dokter atau perawat kurang bagus, misalnya; kurang ramah, kaku, kelihatan marah, kurang dekat, maka peran


(30)

keluarga dapat memberikan motivasi agar penderita dapat terjalin hubungan emosional yang baik dengan petugas kesehatan (Perawat dan Dokter).

Keluarga yang merupakan salah satu sasaran primer dalam promosi kesehatan seharusnya dapat diberdayakan karena meningkatkan keterampilan setiap anggota keluarga agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri adalah sangat penting. Pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan sehingga memiliki kemampuan yang baik terhadap cara-cara memelihara kesehatannya, mengenal penyakit-penyakit dan penyebabnya, mampu mencegah penyakit dan mampu mencari pengobatan yang layak bilamana anggota keluarganya sakit (Irianto, 2004).

Sudah banyak penelitian yang berkaitan dengan Tuberkulosis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizkiyani, 2008 menyimpulkan bahwa kepatuhan penderita TBC untuk minum obat secara patuh adalah merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk kegiatan yang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri sipenderita ( faktor internal) maupun dari luar diri penderita (faktor eksternal) dan dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang menjadi faktor penguat dan memotivasi penderita TBC untuk persisten dalam menjalani pengobatannya (Rizkiyani, 2008).

Penelitian yang dilakukan Jojor (2004) tentang ketidakpatuhan pasien TBC dalam hal pengobatan menemukan bahwa pengobatan pasien TBC yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan anggota keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi keluarga. Akibatnya penyakit yang diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota keluarga yang lain. Amelda Lisu Pare (2012) juga


(31)

menunjukan bahwa dukungan keluarga terhadap pasien untuk teratur berobat cukup baik. Pada umumnya dukungan keluarga yang diberikan dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat, bantuan dana untuk kebutuhan sehari-hari, serta bantuan transportasi untuk pasien TBC. Tetapi masih ada anggota yang menghindari pasien yang menyebabkan pasien merasa malu untuk menjalani pengobatan. Hasil penelitian Ni Made Junitha Karisma Devi menunjukan bahwa peran keluarga ada hubungan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan pendetita TBC dalam pencegahan penularan TBC.

Melihat berbagai persoalan tersebut maka perlu dilakukannya upaya pemberdayaan masyarakat khususnya keluarga. Begitu pula dengan penelitian ini dengan fokus penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar. Dari data yang diperoleh dari petugas TB Puskesmas Kota Datar di tahun 2010 diketahui bahwa jumlah penderita TBC Paru BTA positif dengan tipe penderita baru adalah 33 orang dengan suspek 375 orang. Diantara penderita TBC ditahun ini dijumpai ada 1 orang penderita dengan tipe penderita setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out) dan 1 orang anak-anak yang menurut hasil observasi tertular oleh anggota keluarga yang sebelumnya menderita penyakit TBC. Salah satu penyebab terjadinya kasus lalai (Drop-out) adalah adalah kurangnya peran keluarga dalam proses pengobatan, dimana penderita merasa kurang percaya diri terhadap penyakit yang dideritanya serta lupa dan jenuh untuk mengkonsumsi obat selama 6 sampai 8 bulan.

Di tahun 2011 jumlah penderita TBC Paru BTA positif dengan tipe penderita baru adalah 42 orang dengan suspek 485 orang. Di tahun ini diketahui bahwa 1 orang


(32)

positif setelah pengobatan ulang kategori 2 dan 1orang meninggal dunia setelah menjalani pengobatan selama 3 bulan serta dari 42 orang penderita TBC tersebut 8 orang mengalami penurunan berat badan.

Pada tahun 2012 diketahui bahwa jumlah penderita TBC Paru BTA positif dengan tipe penderita baru 44 orang dengan suspek 475 orang. Di tahun ini juga ditemukan 1 orang penderita lalai (Drop-out) dan sepasang suami istri yang menderita penyakit TBC ini. Kejadian ini dapat disebabkan oleh kurangnya peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit TBC. Hal ini sangat membahayakan anggota keluarga yang lainnya karena menurut Aditama,1994 seseorang penderita TBC berpotensi untuk menularkan 10 sampai 15 orang disekitarnya dalam 1 tahun. Dari 44 orang penderita 13 orang diantaranya mengalami penurunan berat badan.

Data terakhir yang diperoleh sampai dengan Mei 2013, ditemukan bahwa jumlah penderita TBC Paru BTA positif kasus baru adalah 6 orang, diantaranya 2 penderita dengan kasus kambuh, 1 orang meninggal dunia dan 1 orang mengalami penurunan berat badan. Penurunan berat badan penderita disebabkan oleh karena efek samping dari obat TBC yang dikonsumsi dapat menimbulkan rasa mual, sakit kepala, sakit perut yang menyebabkan penderita tidak nafsu makan dan akhirnya mengalami penurunan berat badan. Disamping itu kurangnya peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi penderita menyebabkan status gizi penderita menurun. Penderita TBC sangat membutuhkan nutrisi yang lebih dari orang yang sehat karena dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.


(33)

Dari uraian diatas peran keluarga sangatlah diperlukan karena keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan penderita dan merupakan perawat utama bagi penderita. Keluarga sangat berperan penting terhadap tanggung jawabnya masing-masing. Peran keluarga merupakan pendorong terjadinya perilaku positif dari seseorang, sehingga peneliti merasa perlu mengetahui sejauh mana peran keluarga terhadap penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar tahun 2013.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaranperan keluarga terhadappenderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap penderita TBC di Puskesmas Kota Datar Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui peranan keluarga secara fisik dalam hal:

1. Upaya pencegahan penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.

2. Proses pengobatan penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.

3. Upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak.31


(34)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masukan kepada Puskesmas Kota Datar agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberdayakan keluarga penderita TBC melalui upaya promosi kesehatan bagi keluarga penderita TBC.

2. Sebagai masukan informasi bagi masyarakat khususnya keluarga penderita TBC dalam rangka pencegahan, motivasi dan meningkatkan kesadaran penderita TBC untuk berperilaku hidup sehat.

3. Sebagai informasi kepada penderita TBC agar menyadari sekaligus menerapkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.

4. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan TBC.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek (Reisner, 1980).Menurut Duvall dan Logan (1986) keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga. Suatu keluarga mungkin merupakan suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama, suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan, dan sebagainya (Setyowati, 2007).

WHO menulis bahwa keluarga sebagai Primary Sosial Agent dalam promosi kesehatan atau penelitian-penelitian keluarga/kesehatan sangat dipengaruhi perilaku kesehatan dan bahwa pendekatan melalui keluarga (Family Centered Approach) merupakan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan kesehatan untuk semua orang (Health for all) pada tahun 2000. Cara hidup (life style) yang sehat biasanya dikembangkan, dibudidayakan atau diubah dilingkungan keluarga. Faktor resiko yang sifatnya perilaku tidak jarang menumpuk dikeluarga, anggota keluarga biasanya memperlihatkan perilaku dan kegiatan fisik yang sama seperti merokok. Perilaku hidup sehat orang tua sangat menentukan apakah seseorang akan berperilaku sehat dan


(36)

dukungan keluarga sangat menentukan apakah seorang individu (anggota keluarga) mampu merubah cara hidupnya.

2.1.2 Peran

Teori peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status ( Horton dan Hun 1991). Menurut David Bery adalah individu-individu menempati kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap yang mereka tempati itu menimbulkan harapan-harapan tertentu dari orang disekitarnya.

Broom dan Selynick peran dapat ditinjau dari 3 perspektif yaitu :

1. Perspektif prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapan-harapan masyarakat atau peran yang ideal.

2. Perspektif perceived role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan pribadi, peran ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari masyarakat tetapi harus dilakukan, karena menurut pertimbangan hal ini adalah baik.

3. Perspektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu diwujud nyatakan atau diaktualisasikan.

2.1.3 Peranan Keluarga

a. Pola Komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.


(37)

b. Peran Keluarga

Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat. Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga. Dalam hal ini peran keluarga adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1992).

2. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

3. Fungsi Reproduksi


(38)

secara universal, diantaranya seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting.

4. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhanmakan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah) dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan

Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

6. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu :

a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan pencegahan TBC (Aditama, 2002).


(39)

b. Memutuskan Tindakan Kesehatan yang Tepat Bagi Keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan menentukan tindakankeluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

c. Merawat Keluarga yang Mengalami Gangguan Kesehatan

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya. Jika demikian ,anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakanlanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan (Aditama, 2002).

d. Memodifikasi Lingkungan Keluarga untuk Menjamin Kesehatan Keluarga Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa disebabkan karena terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.


(40)

e. Memanfaatkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Sekitarnya Bagi Keluarga Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

2.1.4Peran Keluarga dalam merawat penderita TB paru

Dalam merawat penderita TB paru, peran keluarga sangat dibutuhkan, baik dalam hal perawatan secara fisik maupun perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007). Hal ini disebabkan karena keluarga adalah orang yang paling dekat dengan penderita dan juga sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).

Penderita TBC sangat membutuhkan kasih sayang, dukungan dan perhatian khususnya keluarga, hal ini dapat diperlihatkan dengan ikut serta dalam membantu perawatan pada penderita TBC. Sehingga dengan adanya kasih sayang, dukungan dan perhatian serta perawatan yang baik tersebut akan membantu mempercepat kesembuhan penderita TBC.

Hal-hal yang dapat dilakukan keluarga dalam merawat penderita TBC secara fisik diantaranya adalah:

 Membantu dalam proses pengobatan seperti : mengawasi minum obat dengan teratur hingga penderita menelan obatnya, menganjurkan agar meminum obat dipagi hari karena obat tersebut paling baik bekerja pada pagi hari. Membantu menyimpan obat ditempat yang kering dan bersih serta aman dari jangkauan anak-anak.


(41)

 Memenuhi kebutuhan nutrisi, keluarga dapat memberikan makan yang cukup gizi pada penderita TBC sesuai dengan kemampuan keluarga agar dapat menguatkan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap kuman TBC yang merusak paru-paru.

 Melakukan Upaya Pencegahan seperti menjaga kebersihan lingkungan, rumah juga harus diperhatikan misalnya pengaturan ventilasi yang cukup, mengajarkan kepada penderita agar tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk dan bersin.

Secara Psikis peran keluarga dapat ditunjukan dengan:  memberikan motivasi untuk sembuh

 memahami dan menghargai perasaan penderita

 Menanyakan apa yang saat ini dirasakan dan mendengarkan keluhan-keluhannya.

2.1.5 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan (Friedman, 1992).

Dukungan keluarga juga terkait dengan bidang ekonomi. Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akantetapi ada kalanya penderita TBC sudah pensiun dan tidak bekerja


(42)

membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.

Dukungan lainnya adalah dalam bentuk dukungan sosial. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi kecemasan (ansietas) yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

2.2 Tuberkulosis (TBC) 2.2.1 Pengertian

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) dan merupakan infeksi kronis menular yang menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Sebagian kuman TBC menyerang paru-paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh yang lain terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Kuman TBC ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.


(43)

2.2.2 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhidup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. ( Arifin N, 1990).

2.2.3 Risiko Penularan

Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia di anggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB.


(44)

penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2002).

2.2.4 Gejala Penyakit TBC

a. Gejala utama

Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. b. Gejala tambahan, yang sering dijumpai :

• dahak bercampur darah • batuk darah

• sesak nafas dan rasa nyeri dada

• badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

Gejala-gejala tambahan tersebut di atas harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.2.5Pencegahan Penyakit TBC

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit TBC ini antara lain adalah :


(45)

1. Pencegahan yang paling baik adalah memberikan pengobatan adekuat pada penderita dengan hasil pemeriksaan sputum positif.

2. Sterilisasi seperti:

a. Menjemur kasur, sprei, pakaian di bawah sinar matahari secara langsung akan membunuh kuman tuberkolosis dalam waktu 5 menit. b. Penggunaan sodium hipoklorida 1% dapat membunuh kuman

tuberkulosis yang melekat pada alat-alat rumah tangga.

c. Panas : Kuman tuberkulosis akan rusak pada pemanasan 60°C dalam 20 menit atau 70°C dalam 5 menit.

d. Tissue harus segera dibakar setelah digunakan.

3. Kebersihan lingkungan, tujuannya menurunkan resiko penularan penyakit tuberkulosis, Hal-hal yang dapat dilakukan dalam kaitan dengan higiene dan sanitasi lingkungan adalah :

a. Mengurangi tingkat kepadatan penduduk

b. Meningkatkan jumlah vertilasi pada rumah-rumah.

c. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai akibat yang dapat ditimbulkan bila meludah disembarangan tempat.

4. Meningkatkan daya tahan tubuh

a. Memperbaiki standar hidup, seperti : • Makanan 4 sehat 5 sempurna • Cukup tidur teratur


(46)

b. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG. Mengenai vaksinasi BCG ini hanya sebagian daerah kecil didunia yang tidak setuju, tetapi untuk Indonesia saat sekarang masih sangat penting. Banyak keuntungannya dibanding kerugiannya.

2.2.6Pengobatan Penyakit TBC

Obat TB (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persiter) dapat dibunuh. Dosis tanpa intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

1. Tahapan Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua obat TBC, terutama ripamfisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifamfisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan.


(47)

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 4 bulan.

2.2.7 Efek samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Sebagian besar penderita TBC dapat menyelesaikan pengobatannya tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius.

Dalam hal ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk. Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan.

Tabel dibawah ini menjelaskan efek samping dengan pendekatan gejala.

Tabel 1. Efek samping ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan

Tidak nafsu makan, mual,sakit perut Rifampisin obat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg


(48)

perhari

Warna kemerahan pada air seni(urin) Rifampisin perlu penjelasan kepada penderita

Tabel 2. Efek samping berat dari OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Beri anti histamin, hentikan OAT sampai kemerahan kulit hilang

Tuli Streptomisin Steptomisin dihentikan,

ganti Etambutol

Gangguan keseimbangan Streptomisin Steptomisin dihentikan, ganti Etambutol

Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus

menghilang Bingung dan

muntah-muntah

Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segara lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin

2.2.8 Nutrisi untuk Penderita TBC

Salah satu hal penting yang harus diperhatikan jika seseorang terserang TBC adalah memperhatikan asupan gizinya. Karena jika seseorang mengalami infeksi kronis, maka status gizi pada orang tersebut dinyatakan menurun. Penderita TBC tidak cukup hanya ditangani dengan pengobatan yang terus-menerus tanpa henti, asupan gizi yang masuk juga harus diperhatikan dengan benar. Gizi merupakan faktor pendukung bagi penyakit infeksi seperti TBC. Gizi yang seimbang membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit


(49)

TBC. Makanan yang dikonsumsi berupa gizi seimbang yaitu makanan yang mengandung unsur kabohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.

Makanan yang dianjurkan untuk penderita TBC adalah :

• Berbagai macam buah-buahan dan sayuran setiap hari. Hindari buah asam dan menimbulkan gas seperti : kedondong, nanas, durian, nangka kubis sawi.

• Minum susu setidaknya 3x sehari. Kalsium yang terkandung dalam susu sangat penting untuk membangun kesehatan tulang penderita TBC. • Daging yang rendah lemak

• Makanan yang kaya protein, seperti telur, kacang-kacangan dan biji-bijian.

• Makanan untuk penderita TBC harus sederhana dan mudah dicerna. Makanan yang dihindari untuk penderita TBC adalah :

• Mengurangi konsumsi gula halus atau gula olahan • Makanan atau minuman beralkohol

• Teh kental dan kopi yang mengandung banyak kafein, karena kafein adalah stimulan TBC.

2.3Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau ransangan dari luar. Oleh


(50)

karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skiner membedakan adanya dua respon, yakni:

1. Respondent respons atau reflesive, yakni respon yang ditimbulkan oleh ransangan-ransangan (stimulus tertentu).

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu (Notoatmodjo, 2003).

2.3.2 Bentuk Perilaku

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2.3.3 Perubahan Perilaku


(51)

1. Perubahan alamiah (natural change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadianalamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat didalamnya akan berubah.

2. Perubahan terencana (planned change)

Perubahan ini memang karena direncanakan subjek. 3. Kesediaan untuk berubah (readdiness change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam ka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima perubahan tersebut (berubah perilaku) dan sebagian orang lagi sangat lambat. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan yang berbeda-beda untuk berubah.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga (3) faktor utama yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.


(52)

2. Faktor-faktor pemungkin (enambling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,tokoh agama,dan para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

2.3.5 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru atau berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2.Interest, yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus.

3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.


(53)

5. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Ali, 2010).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam (6)tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benartentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi-materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu sruktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.


(54)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)

2.3.6 Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Menurut Berkowitz (1972), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar,2007).

Dalam pembagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga (3) komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecendrungan untuk bertindak (tent to behave) (Notoatmodjo, 2007). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)


(55)

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

2.3.7 Tindakan atau Praktek

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003), Praktek atau tindakan itu mempunyai beberapa tingkatan, yakni:

1. Persepsi (perception) yaitu mengenai dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided respon), bila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism), bila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


(56)

selanjutnya diharapkan akan dilaksanakan atau dipraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya atau dinilai baik. Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior).

2.4 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem, pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan

Perilaku ini terbagi atas tiga aspek yaitu:

1. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apanila seseorang alam keadaan sehat. 3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.

2.4.2 Perilaku Pencarian dan Penggunaan sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai pengobatan ke luar negeri.

2.4.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya sehingga lingkungan tersebut tidak mengganggu kesehatannya sendiri. Seorang ahli Becker membuat klasifikasi


(57)

1. Perilaku hidup sehat

Adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup: a. Makan dengan menu seimbang

b. Olah raga teratur c. Tidak merokok

d. Tidak minum minuman keras e. Istirahat yang cukup

f.Mengendalikan stress 2. Perilaku sakit

Perilaku ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala sakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.

3. Perilaku peran sakit,Perilaku ini mencakup : a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan


(58)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian = variable yang diteliti

= variable yang tidak diteliti

Dari kerangka konsep diatas dapat kita lihat bahwa, dalam mendukung kesembuhan penderita TBCsangat diperlukan peran keluarga secara fisik dan psikis. Dalam penelitian ini peran keluarga secara fisik menjadi fokus peneliti, sedangkan peran keluarga secara psikis tidak diteliti karena membutuhkan pendalaman yang lebih secara intensif terhadap penderita TBC.

Peran keluarga secara fisik :

1. Upaya pencegahan penyakit TBC 2. Proses pengobatan penderita TBC 3. Upaya Pemenuhan kebutuhan nutrisi

penderita TBC

Penderita TBC

Peran keluarga secara Psikis

1. Motivasi

2. Memahami perasaan 3. Mendengarkan keluhan


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap penderita TBC di Wilayah kerja Puskesmas Kota Datar.

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah:

1. Berdasarkan data yang diperoleh dari petugas TB yang ada dipuskesmas Kota datar, pada tahun 2010 pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang berobat ke puskesmas berjumlah 33 orang dengan jumlah suspek 375 orang, 1 orang penderita dengan tipe setelah lalai( pengobatan setelah default/drop-out) dan 1 orang anak-anak. Tahun 2011 pasien TB berjumlah 42 orang dengan suspek 485, 1 orang penderita dengankasus kronik dan 1 orang meninggal dunia. Tahun 2012 pasien TB berjumlah 44 orang dengan suspek 475, 1 orang penderita dengan tipe setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out), dan sepasang suami istri diketahui menderita TBC. Data 5 bulan terahir ini menunjukkan bahwa ada 2 orang pasien TB yang berkunjung ke puskesmas dengan kasus kambuh dan 1 orang meninggal dunia.

2. Wilayah Puskesmas kota datar memiliki 7 desa, diantara 3 desa tersebut berada jauh dari puskesmas Kota datar dan akses menuju Puskesmas tersebut


(60)

sangat sedikit, sehingga masyarakat kurang memanfaatkan Puskesmas sebagai sarana kesehatan.

3. Masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penyakit TBC, hal ini bisa dilihat dari wawancara yang dilakukan terhadap penderita TBC yang berkunjung ke Puskesmas Kota datar.

3.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan September2013.

3.3 Populasi dan sample 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga penderita TBC yang memiliki peran terhadap penderita TBC yang mendapatkan paket TBC Paru di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar pada tahun 2012, yaitu 44 orang.

3.3.2 Sampel

PengambilanSampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling sebanyak 44 keluarga dimana salah satu anggota keluarganya adalah penderita TBC pada wilayah kerja Puskesmas Kota Datar.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Responden adalah keluarga (orang tua, kakek/nenek, suami/istri, saudara kandung atau saudara lainnya) yang senantiasa mengawasi pengobatan penderita TBC dan menyediakan makanan/minuman penderita TBC.

2. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik. 3. Dapat membaca dan menulis.


(61)

3.4 Metode pengumpulan data 3.4.1 Data Primer

Data Primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan keluarga penderita TBC yang berperan terhadap penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar dengan menggunakan instrument berupa kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.4.2Data Sekunder

Data diperolah dari Puskesmas ( laporan bulanan petugas TB ) dan Dinas Kesehatan Deli Serdang pada tahun 2013.

3.5 Defenisi Operasional

Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan fisik pada penderita TBC. Untuk itu penderita TBC memerlukan peran keluarga secara fisik untuk mendukung kesembuhan penderita. Adapun peran keluarga secara fisik adalah :

1. Upaya Pencegahan penyakit TBC

Peran keluarga dalam melindungi penderita dan anggota keluarga lainnya agar tidak tertular dengan kuman penyebab penyakit TBC.

2. Proses pengobatan penderita TBC

Peran keluarga dalam menjalani pengobatan yang harus diselesaikan penderita selama 6 atau 8 bulan seperti menemani pada waktu mengambil obat ke puskesmas, mengawasi minum obat dengan teratur, menganjurkan minum obat dipagi hari, membantu menyimpan obat dan mengatasi jika terjadi efek samping dari OAT tersebut.


(1)

upaya pengobatan tiga responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 6 13.6 13.6 13.6

3-4 15 34,1 34,1 47,7

>4 23 52.3 52.3 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan empat responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 27 61.4 61.4 61.4

2 16 36.4 36.4 97.7

3 1 2.3 2.3 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan lima responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 38 86,4 86,4 86,4

3-4 5 11,4 11,4 97,8

>4 1 2.3 2.3 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan enam responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 16 36.4 36.4 36.4

2 28 63.6 63.6 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan tujuh responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 44 100.0 100.0 100.0

upaya pengobatan delapan responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 42 95.5 95.5 95.5

0 2 4.5 4.5 100.0


(2)

upaya pengobatan sembilan responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 4 9.1 9.1 9.1

1 40 90.9 90.9 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan sepuluh responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 27 61.4 61.4 61.4

1 17 38.6 38.6 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan sebelas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 27 61,4 61,4 61,4

1 17 38,6 38,6 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan dua belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 0 0 0 0

1 44 100,0 100,0 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan tiga belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 21 47.7 47.7 47.7

1 23 52.3 52.3 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan empat belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 8 18,2 18,2 18,2

3-4 36 81,8 81,8 100,0-2


(3)

upaya pengobatan lima belas responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 31 70.5 70,5 70,5

3 13 29.5 29.5 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan enam belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 9 20.5 20.5 20.5

2 26 59.1 59.1 79.5

3 9 20.5 20.5 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan tujuh belasresponden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 3 6.8 6.8 6.8

3-4 41 93,2 93,2 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan delapan belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 9 20.5 20.5 20.5

1 35 79.5 79.5 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pengobatan total kategorik Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sedang 40 90.9 90.9 90.9

kurang 4 9.1 9.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi satu responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 24 54.5 54.5 54.5

3-4 20 45,5 45,5 100,0


(4)

upaya pemenuhan nutrisi dua responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 23 52,.3 52,3 52,3

3-4 21 47,7 47,7 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi tiga responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 25 56,8 56,8 56,8

3-4 10 22,7 22,7 79,5

>4 9 20,5 20,5 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi empat responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 15 34.1 34.1 34.1

3-4 29 65.9 65.9 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi lima responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 25 56,9 56,9 56,9

3-4 19 43,1 43,1 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi enam responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 34 77,3 77,3 77,3

3-4 10 22,7 22,7 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi tujuh responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 18 40.9 40.9 40.9

2 25 59.1 59.1 100.0


(5)

upaya pemenuhan nutrisi delapan responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 34 77,3 77,3 77,3

3-4 10 22,7 22,7 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi sembilan responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 7 15.9 15.9 15.9

1 37 84.1 84.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi sepuluh responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-2 38 86,3 86,3 86,3

3-4 6 13,7 13,7 100,0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi sebelas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 22 50.0 50.0 50.0

2 22 50.0 50.0 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi dua belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 21 47.7 47.7 47.7

1 23 52.3 52.3 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi tiga belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

upaya pemenuhan nutrisi empat belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 33 75.0 75.0 75.0

2 11 25.0 25.0 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi lima belas responden Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 5 11.4 11.4 11.4

1 39 88.6 88.6 100.0

Total 44 100.0 100.0

upaya pemenuhan nutrisi total kategorik Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 1 2.3 2.3 2.3

Sedang 31 70.5 70.5 72.7

Kurang 12 27.3 27.3 100.0


Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Sungai Sibiru-Biru Kecamatan Sibiru Biru Kabupaten Deli Serdang

0 50 72

Budaya Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jampersal Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 16

Budaya Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jampersal Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Budaya Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jampersal Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 10

Budaya Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jampersal Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 33

Budaya Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jampersal Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Budaya Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jampersal Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

0 0 12

GAMBARAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENDERITA TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA DATAR KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELISERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA 2013

0 0 20