BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga

2.1.1 Pengertian Keluarga

  Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek (Reisner, 1980).Menurut Duvall dan Logan (1986) keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga. Suatu keluarga mungkin merupakan suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama, suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan, dan sebagainya (Setyowati, 2007).

  WHO menulis bahwa keluarga sebagai Primary Sosial Agent dalam promosi kesehatan atau penelitian-penelitian keluarga/kesehatan sangat dipengaruhi perilaku kesehatan dan bahwa pendekatan melalui keluarga (Family Centered Approach) merupakan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan kesehatan untuk semua orang (Health for all) pada tahun 2000. Cara hidup (life style) yang sehat biasanya dikembangkan, dibudidayakan atau diubah dilingkungan keluarga. Faktor resiko yang sifatnya perilaku tidak jarang menumpuk dikeluarga, anggota keluarga biasanya memperlihatkan perilaku dan kegiatan fisik yang sama seperti merokok. Perilaku hidup sehat orang tua sangat menentukan apakah seseorang akan berperilaku sehat dan keluarga) mampu merubah cara hidupnya.

2.1.2 Peran

  Teori peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status ( Horton dan Hun 1991). Menurut David Bery adalah individu-individu menempati kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap yang mereka tempati itu menimbulkan harapan-harapan tertentu dari orang disekitarnya. Broom dan Selynick peran dapat ditinjau dari 3 perspektif yaitu : 1.

  Perspektif prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapan- harapan masyarakat atau peran yang ideal.

  2. Perspektif perceived role yaitu peran yang didasarkan pada pertimbangan pribadi, peran ini mungkin saja tidak sejalan dengan harapan dari masyarakat tetapi harus dilakukan, karena menurut pertimbangan hal ini adalah baik.

3. Perspektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu diwujud nyatakan atau diaktualisasikan.

2.1.3 Peranan Keluarga

  a. Pola Komunikasi Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.

  Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat. Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga. Dalam hal ini peran keluarga adalah sebagai berikut :

  1. Fungsi Afektif Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1992).

  2. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

3. Fungsi Reproduksi

  Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi seks pada anak sangat penting.

  4. Fungsi Ekonomi Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhanmakan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah) dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  5. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

  6. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu : a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga

  Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan pencegahan TBC (Aditama, 2002).

  Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan menentukan tindakankeluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

  c. Merawat Keluarga yang Mengalami Gangguan Kesehatan Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya. Jika demikian ,anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakanlanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan (Aditama, 2002).

  d. Memodifikasi Lingkungan Keluarga untuk Menjamin Kesehatan Keluarga Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa disebabkan karena terbatasnya sumber- sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.

  Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

2.1.4Peran Keluarga dalam merawat penderita TB paru

  Dalam merawat penderita TB paru, peran keluarga sangat dibutuhkan, baik dalam hal perawatan secara fisik maupun perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007). Hal ini disebabkan karena keluarga adalah orang yang paling dekat dengan penderita dan juga sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).

  Penderita TBC sangat membutuhkan kasih sayang, dukungan dan perhatian khususnya keluarga, hal ini dapat diperlihatkan dengan ikut serta dalam membantu perawatan pada penderita TBC. Sehingga dengan adanya kasih sayang, dukungan dan perhatian serta perawatan yang baik tersebut akan membantu mempercepat kesembuhan penderita TBC.

  Hal-hal yang dapat dilakukan keluarga dalam merawat penderita TBC secara fisik diantaranya adalah: Membantu dalam proses pengobatan seperti : mengawasi minum obat

  • dengan teratur hingga penderita menelan obatnya, menganjurkan agar meminum obat dipagi hari karena obat tersebut paling baik bekerja pada pagi hari. Membantu menyimpan obat ditempat yang kering dan bersih serta aman dari jangkauan anak-anak.

  Memenuhi kebutuhan nutrisi, keluarga dapat memberikan makan yang cukup gizi pada penderita TBC sesuai dengan kemampuan keluarga agar dapat menguatkan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap kuman TBC yang merusak paru-paru.

  • Melakukan Upaya Pencegahan seperti menjaga kebersihan lingkungan, rumah juga harus diperhatikan misalnya pengaturan ventilasi yang cukup, mengajarkan kepada penderita agar tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk dan bersin.

  Secara Psikis peran keluarga dapat ditunjukan dengan:

  • memberikan motivasi untuk sembuh
  • memahami dan menghargai perasaan penderita
  • Menanyakan apa yang saat ini dirasakan dan mendengarkan keluhan- keluhannya.

2.1.5 Dukungan Keluarga

  Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan (Friedman, 1992).

  Dukungan keluarga juga terkait dengan bidang ekonomi. Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akantetapi ada kalanya penderita TBC sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.

  Dukungan lainnya adalah dalam bentuk dukungan sosial. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi kecemasan (ansietas) yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

2.2 Tuberkulosis (TBC)

2.2.1 Pengertian

  Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) dan merupakan infeksi kronis menular yang menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Sebagian kuman TBC menyerang paru-paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh yang lain terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Kuman TBC ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

  Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhidup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian- bagian tubuh lainnya.

  Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

  Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. ( Arifin N, 1990).

2.2.3 Risiko Penularan

  Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia di anggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB.

  Dari keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 Faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2002).

  2.2.4 Gejala Penyakit TBC

  a. Gejala utama Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.

  b.

  Gejala tambahan, yang sering dijumpai :

  • dahak bercampur darah
  • batuk darah
  • sesak nafas dan rasa nyeri dada
  • badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

  Gejala-gejala tambahan tersebut di atas harus dianggap sebagai seorang “suspek

  

tuberkulosis ” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis langsung.

  2.2.5Pencegahan Penyakit TBC

  Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit TBC ini antara lain adalah : Pencegahan yang paling baik adalah memberikan pengobatan adekuat pada penderita dengan hasil pemeriksaan sputum positif.

  2. Sterilisasi seperti: a.

  Menjemur kasur, sprei, pakaian di bawah sinar matahari secara langsung akan membunuh kuman tuberkolosis dalam waktu 5 menit.

  b.

  Penggunaan sodium hipoklorida 1% dapat membunuh kuman tuberkulosis yang melekat pada alat-alat rumah tangga.

  c.

  Panas : Kuman tuberkulosis akan rusak pada pemanasan 60°C dalam 20 menit atau 70°C dalam 5 menit.

  d.

  Tissue harus segera dibakar setelah digunakan.

  3. Kebersihan lingkungan, tujuannya menurunkan resiko penularan penyakit tuberkulosis, Hal-hal yang dapat dilakukan dalam kaitan dengan higiene dan sanitasi lingkungan adalah : a.

  Mengurangi tingkat kepadatan penduduk b.

  Meningkatkan jumlah vertilasi pada rumah-rumah.

  c.

  Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai akibat yang dapat ditimbulkan bila meludah disembarangan tempat.

  4. Meningkatkan daya tahan tubuh a.

  Memperbaiki standar hidup, seperti :

  • Makanan 4 sehat 5 sempurna
  • Cukup tidur teratur
  • Olah raga diudara segar
vaksinasi BCG ini hanya sebagian daerah kecil didunia yang tidak setuju, tetapi untuk Indonesia saat sekarang masih sangat penting.

  Banyak keuntungannya dibanding kerugiannya.

2.2.6Pengobatan Penyakit TBC

  Obat TB (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persiter) dapat dibunuh. Dosis tanpa intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.

  Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

  Treatment ) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

  Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

1. Tahapan Intensif

  Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua obat TBC, terutama ripamfisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifamfisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan.

  Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 4 bulan.

2.2.7 Efek samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

  Sebagian besar penderita TBC dapat menyelesaikan pengobatannya tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

  Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam hal ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk. Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan.

  Tabel dibawah ini menjelaskan efek samping dengan pendekatan gejala.

  Tabel 1. Efek samping ringan dari OAT

  Efek samping Penyebab Penanganan Tidak nafsu makan, mual,sakit perut Rifampisin obat diminum malam sebelum tidur Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki

  INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg perhari Warna kemerahan pada air seni(urin) Rifampisin perlu penjelasan kepada penderita

  Tabel 2. Efek samping berat dari OAT

  Efek samping Penyebab Penatalaksanaan Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Beri anti histamin, hentikan OAT sampai kemerahan kulit hilang

  Tuli Streptomisin Steptomisin dihentikan, ganti Etambutol Gangguan keseimbangan Streptomisin Steptomisin dihentikan, ganti Etambutol Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang

  Bingung dan muntah- muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segara lakukan tes fungsi hati

  Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin

2.2.8 Nutrisi untuk Penderita TBC

  Salah satu hal penting yang harus diperhatikan jika seseorang terserang TBC adalah memperhatikan asupan gizinya. Karena jika seseorang mengalami infeksi kronis, maka status gizi pada orang tersebut dinyatakan menurun.

  Penderita TBC tidak cukup hanya ditangani dengan pengobatan yang terus- menerus tanpa henti, asupan gizi yang masuk juga harus diperhatikan dengan benar. Gizi merupakan faktor pendukung bagi penyakit infeksi seperti TBC. Gizi yang seimbang membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit

  Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau ransangan dari luar. Oleh

  mengandung unsur kabohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Makanan yang dianjurkan untuk penderita TBC adalah :

  • Berbagai macam buah-buahan dan sayuran setiap hari. Hindari buah asam dan menimbulkan gas seperti : kedondong, nanas, durian, nangka kubis sawi.
  • Minum susu setidaknya 3x sehari. Kalsium yang terkandung dalam susu sangat penting untuk membangun kesehatan tulang penderita TBC.
  • Daging yang rendah lemak
  • Makanan yang kaya protein, seperti telur, kacang-kacangan dan biji- bijian.
  • Makanan untuk penderita TBC harus sederhana dan mudah dicerna. Makanan yang dihindari untuk penderita TBC adalah :
  • Mengurangi konsumsi gula halus atau gula olahan
  • Makanan atau minuman beralkohol
  • Teh kental dan kopi yang mengandung banyak kafein, karena kafein adalah stimulan TBC.

2.3 Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

  dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skiner membedakan adanya dua respon, yakni:

1. Respondent respons atau reflesive, yakni respon yang ditimbulkan oleh ransangan-ransangan (stimulus tertentu).

  2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu (Notoatmodjo, 2003).

2.3.2 Bentuk Perilaku

  1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

  2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2.3.3 Perubahan Perilaku

  Menurut Notoatmodjo 2003, perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadianalamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat didalamnya akan berubah.

  2. Perubahan terencana (planned change) Perubahan ini memang karena direncanakan subjek.

  3. Kesediaan untuk berubah (readdiness change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam ka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima perubahan tersebut (berubah perilaku) dan sebagian orang lagi sangat lambat. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan yang berbeda-beda untuk berubah.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

  Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga (3) faktor utama yaitu:

  1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

  Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

  3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,tokoh agama,dan para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

2.3.5 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

  Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru atau berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1.

  Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

  2.Interest, yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus.

  3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

  4. Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru. kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Ali, 2010). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam (6)tingkatan, yaitu: 1.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari sebelumnya.

  2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benartentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi-materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu sruktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003)

2.3.6 Sikap

  Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

  Menurut Berkowitz (1972), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar,2007).

  Dalam pembagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga (3) komponen pokok, yaitu:

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecendrungan untuk bertindak (tent to behave) (Notoatmodjo, 2007). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

  1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

  4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

2.3.7 Tindakan atau Praktek

  Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas.

  

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003), Praktek atau tindakan itu mempunyai

beberapa tingkatan, yakni:

  1. Persepsi (perception) yaitu mengenai dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

  2. Respon terpimpin (guided respon), bila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

  3. Mekanisme (mechanism), bila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

  4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

  

atau disikapinya atau dinilai baik. Inilah yang disebut praktek (practice)

kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior).

2.4 Perilaku Kesehatan

  Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem, pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

  2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan

  Perilaku ini terbagi atas tiga aspek yaitu:

  1. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit 2. Perilaku peningkatan kesehatan, apanila seseorang alam keadaan sehat.

  3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.

  2.4.2 Perilaku Pencarian dan Penggunaan sistem Pelayanan Kesehatan

  Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai pengobatan ke luar negeri.

  2.4.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan

  Bagaimana seseorang merespons lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya sehingga lingkungan tersebut tidak mengganggu kesehatannya sendiri. Seorang ahli Becker membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan ini, antara lain: Adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup: a. Makan dengan menu seimbang

  b. Olah raga teratur

  c. Tidak merokok

  d. Tidak minum minuman keras

  e. Istirahat yang cukup f.Mengendalikan stress

  2. Perilaku sakit Perilaku ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit.

  Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala sakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.

  3. Perilaku peran sakit,Perilaku ini mencakup :

  a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

  b. Mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit

  Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

  

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

= variable yang diteliti = variable yang tidak diteliti

  Dari kerangka konsep diatas dapat kita lihat bahwa, dalam mendukung kesembuhan penderita TBCsangat diperlukan peran keluarga secara fisik dan psikis.

  Dalam penelitian ini peran keluarga secara fisik menjadi fokus peneliti, sedangkan peran keluarga secara psikis tidak diteliti karena membutuhkan pendalaman yang lebih secara intensif terhadap penderita TBC.

  Peran keluarga secara fisik : 1.

  Upaya pencegahan penyakit TBC 2. Proses pengobatan penderita TBC 3. Upaya Pemenuhan kebutuhan nutrisi penderita TBC

  Penderita TBC

  Peran keluarga secara Psikis 1.

  Motivasi 2. Memahami perasaan 3. Mendengarkan keluhan

Dokumen yang terkait

Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

1 61 152

Persepsi Stakeholders Tentang Pelaksanaan Kemitraan Pertolongan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

5 49 97

Analisis Kegiatan Kelompok UPPKS Dalam Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Dan Pengembangan Wilayah Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 48 111

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Keluarga Berencana - Implementasi Program Keluarga Berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2015

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh 2.1.1 Pengertian Pengaruh - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Keluarga Melalui Model Family Care Unit (FCU) Di Desa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga 1.1. Pengertian Keluarga - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Ibu Melaksanakan Imunisasi Dasar Pada Anak Di Desa Tigabolon Kecamatan Sidamanik Tahun 2014

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Berencana - Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak 2.1.1 Pengertian anak - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Defenisi Keluarga Berencana - Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 27