Chapter I Perbandingan di Lokasi Keramba Jaring Apung dengan Lokasi yang tidak Memiliki Keramba Jaring Apung

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi
sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Luas perairan Indonesia mencapai 5,8
juta km2 yang merupakan 75% dari seluruh wilayah, yang terdiri atas perairan
nusantara 2,8 juta km2, perairan laut teritorial 0,3 juta km2, dan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2001). Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai
wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis
karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat
dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi
cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya pesisir dan laut
menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara
langsung karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam
kegiatan ekonomi seperti perikanan tangkap, budidaya laut, wisata bahari dan jasa
lingkungan laut lainnya.
Perikanan merupakan salah satu sektor andalan penting Indonesia dalam
meningkatkan devisa negara. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya departemen

tersendiri yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2004.
Kelebihan sektor perikanan dibandingkan dengan sektor lainnya adalah
potensinya yang sangat besar, baik perikanan tangkap maupun perikanan

Universitas Sumatera Utara

budidaya. Selain itu, perikanan menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga
keberadaannya dapat dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia. Penguasaan
teknik yang menyeluruh mengenai budidaya ikan merupakan kunci dari
keberhasilan dari usaha itu sendiri. Penguasaan ini meliputi faktor internal
mengenai biologi dan kebiasaan hidup ikan kerapu yang dipelihara, serta beberapa
faktor eksternal seperti teknik budidaya, pakan, lingkungan perairan, serta hama
dan penyakit ikan (parasit).
Pemantauan kualitas perairan yang kontinyu merupakan faktor eksternal
lain yang menentukan keberhasilan budidaya. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan
yang erat antara lingkungan perairan dengan timbulnya penyakit (parasit) pada
ikan yang dipelihara. Dalam hal ini faktor kimia air berupa pH, ammoniak, dan
kandungan nitrit perlu diteliti. Karena dalam kondisi yang tidak berimbang di
perairan dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit (parasit).
Penyakit (parasit) diketahui sering menjadi penyebab utama kegagalan

budidaya ikan pada umumnya. Pencegahan merupakan alternatif terbaik
dibandingkan pengobatan. Salah satu cara untuk mencegah terjangkitnya ikan
kerapu oleh penyakit (parasit) adalah dengan pemantauan kualitas perairan di
lokasi beserta komponen-komponen pendukungnya. Timbulnya serangan penyakit
merupakan hasil interaksi yang tidak sesuai antara hospes, kondisi lingkungan,
serta organisme penyebab penyakit (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Akibat dari interaksi yang tidak serasi tersebut dapat menimbulkan stress
pada ikan yang selanjutnya menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak
bekerja secara optimal dan pada akhirnya infeksi maupun infestasi penyakit
parasit mudah masuk. Dalam kaitannya dengan kehidupan ikan, ammoniak (NH3)

Universitas Sumatera Utara

merupakan racun bagi ikan karena dapat menghambat daya serap hemoglobin
darah terhadap oksigen dan ikan akan mati karena sesak napas (Mulyanto, 1992).
Pada perairan laut, tingkat toksisitas ammoniak 30% lebih rendah dibandingkan
dengan lingkungan air tawar (Willoughby, 1999).
Perairan laut Belawan merupakan lokasi pelabuhan laut terbesar di bagian
barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan, berhadapan dengan Selat
Malaka dengan lalu lintas pelayaran yang padat. Selain itu laut Belawan juga

digunakan sebagai alur transportasi pengangkutan hasil penangkapan ikan oleh
nelayan baik dalam skala kecil maupun skala besar. Hal ini mengakibatkan laut
Belawan sangat rawan terhadap pencemaran minyak dari aktivitas kapal tersebut.
Di sisi lain, perairan laut belawan sebagai bagian dari perairan Selat
Malaka juga menjadi tempat penangkapan ikan pelagis dan demersal. Adanya
kecenderungan penurunan hasil tangkapan ikan pelagis per unit upaya,
mendorong nelayan semakin mengembangkan usaha penangkapan ikan demersal
khusunya jenis kerang-kerangan, dan mengembangkan usaha budidaya laut.
Pengembangan kegiatan budidaya laut sesuai program Agromarinepolitan
Propinsi Sumatera Utara tahun 2010, menetapkan Belawan sebagai salah satu
lokasi program dengan sasaran meningkatkan produksi perikanan dan sekaligus
langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dalam
rangka mengimbangi pemanfaatan sumberdaya laut dengan cara penangkapan.
Usaha budidaya perairan diharapkan menjadi salah satu bentuk pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya perairan yang berwawasan lingkungan.
Kegiatan ini telah mendorong peningkatan unit kegiatan budidaya laut
khususnya dengan sistem Keramba Jaring Apung untuk berbagai jenis ikan

Universitas Sumatera Utara


ekonomis. Di lokasi yang sama kegiatan pemanfaatan hasil perairan berupa jenis
kerang masih tetap berlangsung hingga saat ini. Ada dugaan, perkembangan
kegiatan budidaya laut tersebut memberikan dampak terhadap kegiatan perikanan
demersal, bisa positif dan bisa dampak negatif, karena budidaya laut dipastikan
menghasilkan limbah organik terutama dari sisa pakan yang bisa mengendap di
dasar perairan, yang dapat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos sebagai
komoditi perikanan demersal. Oleh sebab itu, informasi tentang struktur
komunitas makro zoobenthos di lokasi keramba jaring apung perlu diteliti untuk
melihat dampak pengembangan budidaya laut di perairan laut Belawan dan
dibandingkan dengan lokasi yang tidak ada kegiatan budidaya laut.

Bentos

merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen
dasar perairan, dan memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar,
mobilitas yang rendah, dan mudah ditangkap (Koesoebiono, 2002). Gangguan
perairan laut akibat kegiatan manusia dan perkembangan industri yang pesat di
sepanjang wilayah pesisir adalah karakterisitik umum di Indonesia, sebagaimana
terjadi di wilayah pesisir dan laut Belawan.


Kerangka Pemikiran
Perairan laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan,
Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat
Pengembangan kegiatan budidaya laut akan mempengaruhi faktor fisik-kimia
perairan dan struktur komunitas/keanekaragaman makrozoobentos di lokasi
keramba jaring apung daerah laut Belawan.
Sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah struktur komunitas
makrozoobentos di lokasi keramba jaring apung dan lokasi bukan keramba jaring

Universitas Sumatera Utara

apung di daerah Laut Belawan dan apakah ada korelasi faktor fisik kimia perairan
dengan struktur komunitas makrozoobenthos di lokasi perairan tersebut. Kerangka
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1
Aktivitas Manusia

Keramba Jaring Apung

Non Keramba jarring Apung


Limbah Organik

Faktor Fisika Kimia Perairan

Kualitas Air

Keanekaragaman Makrozoobentos

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian
Perumusan Masalah
1. Bagaimana keanekaragaman makrozoobenthos yang terdapat perairan laut
Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera
Utara ?
2. Bagaimana keanekaragaman makrzoobenthos dikaitkan dengan faktor fisikkimia perairan yang terdapat pada perairan laut Belawan yang berada di
Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara ?

Tujuan Penelitian

Universitas Sumatera Utara


1. Mengetahui struktur komunitas makrozoobentos pada lokasi keramba jaring
apung dan daerah yang tidak ada keramba jaring apung.
2. Mengetahui korelasi faktor fisik kimia perairan dengan keanekaragaman
makrozoobentos.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman makrozoobentos yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai data dasar dalam implementasi
marinepolitan untuk kegiatan budidaya laut berkelanjutan di perairan laut
Belawan.
2. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya maupun instansi yang
membutuhkannya

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keanekaragaman makrozoobentos di lokasi keramba
jarring apung dan lokasi tidak ada keramba jaring apung di perairan laut
Belawan.
2. Ada

korelasi


faktor

fisik

kimia

perairan

dengan

keanekaragaman

makrozoobentos.

Universitas Sumatera Utara