DASAR DASAR FILSAFAT Pendahuluan MANUSIA

Suparlan Suhartono, Ph.D.

DASAR – DASAR FILSAFAT

Pendahuluan
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERPIKIR
A. Hakikat Pribadi Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri pribadi yang
tersusun atas kesatuan harmonik Jiwa Raga dan eksis sebagai individu
bermasyarakat.
1. Sebagai Makhluk Tuhan Yang Otonom
Makhluk Tuhan yang otonom yaitu makhluk / manusia yang
bergantung terhadap sang Pencipta dengan otonom dan
independensinya serta kreativitasnya demi mempertahankan hidupnya.
2. Sebagai Makhluk Tuhan Yang Berjiwa Raga
 Jiwa yang meraga, Jiwa yang menjadi satu dengan raga, yaitu
jiwa yang maujud, tidak berbentuk dan tidak berbobot.
 Unsur-unsur didalam jiwa yang dikenal
Sebagai “ Tri Potensi Jiwa ”, Yaitu :
-


Cipta
biasa
Rasa
Karsa

Akal budi yang mempunyai potensi luar

 Raga yang menjiwa, raga yang menjadi satu dengan jiwa
adalah suatu kecendrungan fenomena badan yang menjadi
bersifat kejiwaan
3. Sebagai Makhluk Individu Yang Bermasyarakat
Manusia adalah makhluk individu yang memasyarakat dan
sekaligus makhluk sosial yang mengindividu.

BAB 1
1

ISI DAN ARTI FILSAFAT

A. LATAR BELAKANG KELAHIRAN FILSAFAT

 Di dalam diri manusia terkandung potensi – potensi kejiwaan (pikiran,
perasaan, dan kemauan) yang sangat menentuan bagi esensi (diri) dan
eksistensi (keberadaan) manusia itu sendiri.
 Pikiran manusia mempunyai kecendrungan terhadap :
 Nilai kebenaran

Memberikan pedoman dalam hal
ketetapan tingkah laku
Memberikan
suasana
ketenangan
dalam perbuatan
Memberikan pedoman untuk mengukur
apakah suatu tindakan itu berguna atau
tidak.

 Nilai Keindahan
 Nilai Kebaikan

 Dorongan keingintahuan manusia, berawal dari pencapaian pengetahuan

hakikat.
 Latar belakang lahirnya filsafat adalah menurut 2 faktor :
1. Faktor Intern
Kecendrungan atau dorongan dari dalam diri manusia, yaitu rasa ingin
tahu.
2. Faktor Ekstern
Adanya hal atau sesuatu yang menggejala dihadapan manusia,
sehingga menimbulkan rasa heran atau kagum.
 Manusia yang hanya sekedar ingin tahu dan setelah mendapatkannya lalu
puas adalah tergolong orang-orang “pada umumnya”.
 Manusia yang secara radikal ingin tahu tentang segala hal atau segala
sesuatu sampai ketaraf hakikat adalah tergolong para pemikir, ahli pikir,
atau filsuf (Philosophes).

B. PENDEKATAN ETIMOLOGIS
2

 Menurut perkataannya (Etimologis), Filsafat berasal dari kata Yunani
“Philosophia” (dari kata Philein yang artinya mencintai, atau Philia yang
berarti Cinta, dan Sophia yang berarti kearifan) yang kemudian menjadi

kata “Philosophy” (dalam bahasa Inggris)
 Filsuf adalah orang yang mencintai kebijaksanaan.
 Figur seorang filsuf :
 Orang yang selalu mendambakan pengetahuan yang mendalam dan
meluas.
 Teguh pada prinsip kebenaran ilmiah yang berguna bagi manusia
demi dinamika hidup dan kehidupan.
C. FILSAFAT ADALAH BERFIKIR ILMIAH
Berfikir ilmiah itu mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabstrahir
pokok persoalan, bertanya terus sampai batas terahir yang beralasan dan
berelasi (system).
a. Mengabstrahir pokok persoalan
Mengabstrahir adalah membuang sifat-sifat yang nampak satu persatu,
sehingga tinggallah suatu gambaran yang bersifat universal.
b. Bertanya terus menerus sampai batas terakhir
 Yang dimaksud bertanya terus menerus adalah bukan sekedar
bertanya tanpa arah, melainkan kontinuitas pertanyaan yang betulbetul terarah kepada keselesaian akan obyek yang sedang dipikirkan.
 Pertanyaan itu berjumlah empat, berturut – turut adalah :
1. Pertanyaan, Bagaimana :
 Sifat adalah suatu hal yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi

adanya itu terletak pada barang yang lain dan menjadi satu
dengan barang yang lain itu.
 Macam – macam sifat :
1. Sifat Lahir adalah sifat yang berasal dari luar
2. Sifat bathin adalah sifat bawaan
3. Sifat wujud adalah bentuk dan susunan dari barang tersebut
4. Sifat kekuatan adalah tenaga atau gaya yang ada pada barang
tersebut.
3

 Sifat keadaan adalah sifat-sifat yang telah menjadi sifat dari hal
atau barang itu.
2. Pertanyaan, Mengapa :
 Pertanyaan tentang sebab musabab dari hal atau sesuatu (obyek),
yang disebut juga sebagai pengetahuan kausal.
 Sebab musabab (causal) adalah hal yang menyebabkan adanya
obyek secara mutlak.
 Sebab adalah suatu hal yang mempengaruhi perubahan dalam arti
yang luas terhadap suatu hal.
 Ada 4 sebab musabab ( Causa ), yakni :

1. Causa Materialis adalah sebab yang berupa bahan.
2. Causa Formalis adalah sebab yang berupa bentuk
3. Causa Finalis adalah sebab yang berupa tujuan
4. Causa Efisien adalah sebab yang berupa karya
3. Pertanyaan, Ke mana :
Pertanyaan yang berkaitan dengan norma-norma.
4. Pertanyaan, apa :
 Hakikat adalah unsur-unsur yang bersama-sama menyusun segala
sesuatu yang terpisah dari hal-hal lain yang membuatnya menjadi
satu kesatuan yaitu sebagai diri.
 Hakikat pribadi adalah unsur-unsur yang tetap, tidak berubah dan
yang menyebabkan hal yang bersangkutan itu tetap merupakan
diri pribadinya.
 Hakikat jenis adalah unsur-unsur yang bersama-sama dalam satu
kesatuan membentuk sesuatu yang berjenis tunggal.
c. Beralasan
 Berfikir ilmiah haruslah beralasan
 Tujuan berfikir ilmiah adalah untuk memperoleh keterangan sedalamdalamnya dari satu obyek.
 Obyek yang ditinjau dari sudut epistemology untuk memperoleh
kebenaran, kalau dari sudut estetika untuk memperoleh keindahan,

sedangkan dari sudt etika untuk memperoleh kebaikan.
4

d. Harus sistematis
Berpikir ilmiah mengenai suatu hal perlu disusun sebagai suatu system
yaitu bagian yang satu dengan bagian yang lain yang saling berhubungan
dan semua bagian merupakan kesatuan serta kebulatan.
D. CIRI KHAS BERFIKIR KEFILSAFATAN
a. Adanya inter-relasi (saling berhubungan) diantara jawaban-jawaban
kefilsafatan.
b. Pikiran yang filosofis haruslah runtut (coherent) yang dimaksud koherensi
berpikir filosofis adalah tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauankekacauan, dan berbagai kontradiksi.
Macam-macam hukum berpikir :
1. Hukum identitas, bunyinya : “sesuatu benda adalah benda itu
sendiri”.
2. Hukum kontradiktif, bunyinya : “Sesuatu benda tidak dapat
menjadi benda itu sendiri dan benda yang lain pada waktu yang
sama”.
3. Hukum penyisihan jalan tengah, bunyinya : “Segala sesuatu harus
positif atau negative.

E. PENDEKATAN MENURUT BEBERAPA DEFINISI
“Plato (427-347 M)”
Dalam mengembangkan pengetahuan kefilsafatan, Plato menggunakan
metode Dialektika, yaitu dengan cara berdiskusi dan penjelasan gagasangagasan.
“Aristoteles (384-322 M)”
Menurut Aristoteles dalam mengembangkan filsafat orang harus menguasai
ilmu-ilmu filsafat.
“Konsepsi abad pertengahan (abad 6-13 M)”
 Abad pertengahan, dalam sejarah filsafat ditandai dengan munculnya
filsafat skolastik (abad ke-16) sampai dengan kebesaran nama Thomas
Aquinas (1225 - 1274 M) yang terkenal dengan aliran Thomisme.
 Dalam abad pertengahan, filsafatn dianggap sebagai pelayan teologi, yaitu
sebagai sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan
yang dapat dicapai oleh akal makhluk manusia.
5

“Sir Francis Bacon (1561-1626 M)”
Menurut Francis, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu.
“Rene Discartes (1590-1650 M)”
Menurut Discartes, filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan

dimana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
“Immanuel Kant (1724-1804 M)”
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan.
“Eksistensialisme”
Ciri-ciri umum aliran ekstensialisme :
 Orang yang menyuguhkan dirinya (existere) dalam kesungguhan
tertentu.
 Orang harus berhubungan dengan dunia.
 Orang merupakan kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan
badannya.
 Orang berhubungan dengan “yang ada”.
“Para Filsuf Analistis”
Intisari filsafat menurut Filsuf analistis adalah analisis kritis terhadap
konsep-konsep dasar yang dengannya orang berpikir tentang dunia dan
kehidupan manusia.

F. FILSAFAT HIDUP DAN FILSAFAT AKADEMIK
 Filsafat hidup bersifat tertutup, artinya filsafat itu ada karena telah
ditentukan oleh dan menurut norma-norma keagamaan, adat istiadat,

dan budaya social yang sedang berlaku.
 Filsafat Akademik bersifat rasional terbuka, dipelajari secara metodik
dan sistematik menurut pendekatan-pendekatan (approachs) tertentu
untuk mencapai kebenaran hakiki mengenai obyek yang dipelajari.

BAB 2
PENGETAHUAN
6

 Pengetahuan adalah hasil dari kegiatan ingin tahu manusia tentang apa saja
melalui cara-cara dan dengan alat-alat tertentu.
 Macam-macam jenis dan sifat pengetahuan :
1. Bersifat langsung dan tidak langsung
2. Bersifat tidak tetap (berubah-ubah), subyektif, dan khusus
3. Bersifat tetap, obyektif dan umum.
A. INGIN TAHU ADALAH KODRAT MANUSIA
Dorongan rasa ingin tahu manusia bersumber pada tri potensi jiwa yaitu
cipta / akal (rationale), rasa (emotioan), dan karsa / kemauan / keinginan
(will).
B. OBYEK PENGETAHUAN

 Taraf kualitatif adalah sesuatu yang spiritual, yang terlepas dari ruang dan
waktu tertentu, hanya berjenis satu, dan bersifat tetap yang tidak
mengalami perubahan.
 Obyek pengetahuan berupa :
1. Badan-badan benda (padat, cair, gas)
2. Benda hidup (tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia)
3. Tuhan (sebagai kuasa prima)
C. SUMBER-SUMBER DAN CARA-CARA MENGETAHUI
Sumber-sumber pengetahuan, antara lain :
1) Kepercayaan yang berdasarkan tradisi, yaitu melalui cara mewarisi
apa saja yang hidup dan berlaku dalam adat istiadat, kebiasaankebiasaan dan kehidupan keagamaan.
2) Kebiasaan-kebiasaan dan agama.
3) Kesaksian orang lain.
4) Pancaindra (pengalaman)
5) Akal pemikiran
6) Intuisi individual.
D. JENIS-JENIS DAN SIFAT-SIFAT PENGETAHUAN
7

 Pengetahuan yang bersumber dari tradisi yang dapat diketahui dengan cara
percaya (yaitu menerima begitu saja dengan tanpa kritik), maka
kebenarannya dapat diukur apakah sesuai apa tidak dengan norma-norma
tradisi yang diakui. Adapun sifatnya yang receptive dan relative (tidak
multak) sangat tergantung kepada situasi dan kondisi yang sedang
berjalan. Oleh karena itu akan bersifat heterogen (berjenis-jenis dan
berbeda-beda), selalu berubah-ubah dan tidak tetap, serta khusus tidak
berlaku secara umum.
 Pengetahuan yang bersumber dari kesaksian orang lain, kebenarannya
sangat bergantung kepada orang lain itu. Pengetahuan ini tergolong
pengetahuan biasa, yang diikuti oleh kebanyakan orang yang secara
langsung diterima (receptive) dengan mengingat-ingat (memorize)nya.
Pengetahuan ini bersifat relative, cendrung bermacam-macam, berubahubah dan khusus.
 Pengetahuan yang bersumber dari pancaindra (pengalaman indrawi),
kebenarannya sudah menuntut bukti-bukti (suara kritik) dengan
mempercayakannya pada kemampuan pengalaman pancaindra seseorang
itu sendiri. Pengetahuan ini tergolong pengetahuan sehari-hari,
pengetahuan biasa atau pengetahuan langsung. Pengetahuan ini bersifat
relative heterogen, berubah-ubah, khusus dan konkrit.
 Pengetahuan yang bersumber dari akal pikiran, kebenarannya tergantung
kepada barangnya sendiri. Pengetahuan ini tergolong pengetahuan tidak
langsung, karena dicapai melalui pendekatan-pendekatan (approach) yang
memungkinkan dan metode serta system yang cocok. Pengetahuan ini
bersifat kreatif, artinya memungkinkan untuk penemuan-penemuan atau
penciptaan-penciptaan baru.
 Pengetahuan yang bersumber dari intusi, kebenarannya sulit diukur,
karena berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang terdalam.
Pengetahuan ini tergolong pengetahuan langsung tetapi tidak bisa setiap
orang mempunyai pengalaman yang sama. Pengetahuan ini bersifat
relative.

BAB 3
ILMU PENGETAHUAN

A. OBYEK MATERI DAN OBYEK FORMA
8

 Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran
ilmiah tentang obyek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau
cara pandang (approach), metode (method), dan system tertentu.
 Ilmu pengetahuan filosofis adalah yang mempersoalkan hakikat atau
esensi sesuatu (pengetahuan universal)
 Ilmu pengetahuan kausalistik adalah selalu mencari sebab musabab
keberadaannya (pengetahuan umum bagi suatu jenis benda).
 Ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu mencoba
menjelaskan sifat-sifat umum yang dimiliki oleh suatu jenis obyek.
 Obyek ilmu pengetahuan ada yang berupa :\
1. Materi (obyek materi)
sasaran material suatu penyelidikan,
pemikiran, atau penelitian keilmuan.
2. Bentuk (obyek forma)
melakukan pendekatan-pendekatan
secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek
materi itu, dan menurut kemampauan seseorang.
B. METODE ILMU PENGETAHUAN
 Apabila pendekatan secara fisis, maka metode yang dipakai tentu yang
sifatnya kuantitatif.
 Apabila pendekatannya secara psikis tentu metode yang paling tepat
digunakan adalah yang sifatnya kualitatif.
 Metode keilmuan atau metode ilmiah adalah ilmu pengetahuan yang
memakai suatu metode yang umum. Metode ini bisa dimengerti sebagai
gabungan (combination) dari metode empirik dan rasionalistik, karena
keduanya saling melengkapi dan memperjelas.
 Ada beberapa jenis metode ilmiah yang secara umum untuk dapat
diketahui sebagai :
1. Metode analisis yang dibantu oleh sarana induktif (metode analisis –
induktif) adalah cara pandang penelitian ilmiah yang bertitik tolak dari
pengetahuan-pengetahuan khusus untuk sampai kepada suatu
kesimpulan berupa pengetahuan umum.
2. Metode sintesis dengan alat deduktif (sintesis deduktif) adalah
melakukan penyelidikan dengan bertitik tolak dari pengetahuan umum
agar sampai pada kesimpulan yang berupa suatu pengetahuan khusus.
C. SISTEM DI DALAM ILMU PENGETAHUAN
9

 System adalah hubungan secara fungsional dan konsisten antara bagianbagian yang terkandung dalam sesuatu hal atau barang sehingga
merupakan satu kesatuan yang utuh.
 Ada 6 jenis system yang lazim dikenal dalam ilmu pengetahuan :
1. System tertutup, system ini tidak memungkinkan masuknya
unsure-unsur baru kedalamnya.
2. System terbuka, system yang memberikan peluang bagi unsureunsur baru.
3. System alami, system yang merupakan hasil karya alami.
4. System buatan, system yang merupakan hasil karya manusia.
D. KEBENARAN ILMU PENGETAHUAN
 Kebenaran ilmu pengetahuan (kebenaran ilmu atau kebenaran ilmiah)
adalah pengetahuan yang jelas dari suatu obyek materi yang dicapai
menurut obyek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai
dan ditunjang oleh suatu system yang relevan.
 Ada 3 teori pokok tentang kebenaran keilmuan :
1. Teori saling hubungan ( teori konsisten ), menyatakan bahwa
kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan diantara
ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima
sebagai kebenaran.
2. Teori Persesuaian (Koresponden ), teori ini bersifat empirisaposterioris.
3. Teori kegunaan.

BAB 4
FILSAFAT SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Ilmu filsafat adalah ilmu pengetahuan, karena berfikir ilmiah adalah cirri
khusus ilmu pengetahuan.
10

A. Obyek Filsafat
 Filsafat memiliki obyek studi yang meliputi obyek materi maupun obyek
forma.
 Obyek materi filsafat sering disebut sebagai segala sesuatu yang ada (dan
bahkan yang mungkin ada). Obyek ini sering pula disebut sebagai realitas
atau kenyataan (the reality).
 Obyek forma filsafat sering disebut sebagai pendekatan (Approach).
 Setiap benda atau hal berada dalam 3 esensi :
1. Esensi Konkret, adalah setiap sesuatu itu berada didalam keterbatasan
ruang dan waktu tertentu, sehingga mengalami perubahan dan
perkembangan yang letaknyaterpisah dengan yang lainnya.
2. Esensi Individu, adalah bahwa didalam keserba-perubahan itu, setiap
sesuatu tetap berada didalam dan pada dirinya sendiri sebagai sesuatu
tertentu (Hakikat Pribadi).
3. Esensi Abstrak, adalah bahwa meskipun sesuatu hal itu berada didalam
perkembangan dan perbedaaan dengan yang lainya, tetapi ia tetap
termasuk kedalam jenis tertentu (Hakikat Jenis).
B. Metode Filsafat
 Metode Analisis
 Metode ini melakukan pemeriksaan secara konseptual atas istilahistilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat.
 Metode ini dibantu oleh peralatan Induktif, yaitu mengarahkan
penyelidikan yang berpangkal dari pengetahuan atau hal-hal yang
khusus tertentu untuk sampai kepada pengetahuan atau hal-hal yang
bersifat umum.
 Metode analisis ini sering disebut sebagai metode Aposteriori kerana
bertitik tolak dari segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu
timbul sesudah pengalaman, agar sampai kepada suatu ilmu
pengetahuan yang adanya di atas atau diluar pengalaman sehari-hari.
 Metode Sintesis
Metode ini dibantu dengan peralatan deduktif, yang mencoba menjabarkan
sifat-sifat umum yang secara niscaya ada padanya segala sesuatu kedalam
hal-hal dan keadaan-keadaan konkrit khusus tertentu.

11

 Dalam study Filsafat, kedua metode diatas lebih dipergunakan secara
dialektik, artinya digunakan secara berkesinambungan dalam suatu
rentetan sebab akibat, oleh karena itu, sering dinamakan sebagai “metode
analitiko-sintetik”.
C. Sistem Filsafat
 System Tertutup (Closed System) adalah yang berlaku didalam ilmu
pengetahuan pasti (Eksakta) dan alam.
 System Terbuka (Opened System) adalah lebih popular digunakan dalam
studi ilmu pengetahuan social dan humaniora.
D. Kebenaran Kefilsafatan
Kebenaran Filsafat, yaitu dengan :
1. Mempertimbangkan obyek materinya, dimana filsafat mempelajari
segala sesuatu yang ada.
2. Mengikuti tinjauan obyek formanya, kiranya kebenaran ilmu
pengetahuan filsafat itu bersifat metafisis.
3. Merenungi metode-metode yang digunakan oleh filsafat, maka sifat
kebenaran ilmu pengetahuan filsafat yang abstrak-metafisis itu semakin
jelas.
4. Sifat kebenaran metafisis tersebut semakin lebih jelas lagi jika kita lihat
dari system dialektik ( closed – opened dialectical system ).

BAB 5
ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT MENURUT SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT

Sejarah perkembangan filsafat berkembang atas dasar pemikiran
kefilsafatan yang telah dibangun sejak abad ke-6 SM.
12

“Herakleitus”
Didalam sejarah perkembangan filsafat, faham kefilsafatannya dikenal
dengan “filsafat menjadi”.
“Parmanides”
Parmanides mengidentifikasikan pengetahuan menjadi :
1. Pengetahuan semu, adalah seperti yang diperoleh pancaindra.
2. Pengetahuan sejati, dicapai oleh kemampuan akal-budi.
“Idealisme”
 Dunia pengalaman disebut sebagai dunia semu atau dunia baying-bayang.
 Dunia idea (akal-budi) disebut sebagai dunia asli, dunia yang
sesungguhnya.
“Realisme ( Aristoteles, 384-322 )”
Aristoteles mengatakan bahwa setiap hal atau benda itu tersusun dari
“hule” dan “morfe”, yang kemudian dikenal dengan teori “Hule-Morfistik”.
 Hule adalah dasar permacam-macaman, karena hulenya, maka suatu benda
adalah benda itu sendiri.
 Morfe adalah dasar kesatuan, yang menjadi inti dari segala sesuatu, karena
morfe-nya, maka segala sesuatu itu sama dengan yang lain termasuk
kedalam satu jenis yang sama.
“Positivisme”
Ada 3 tingkatan mengenai budi :
1. Tingkatan Teologis, yang menerangkan segala sesuatunya dengan
pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat.
2. Tingkat Metafisis, yang hendak menerangkan segala sesuatu melalui
abstraksi.
3. Tingkat Positif, yang hanya memperhatikan yang sungguh-sungguh dan
sebab akibat yang telah ditentukan.
“Eksistensialisme”
Ciri umum Eksistensialisme :
1. Orang dinilai dan ditempatkan pada kenyataan yang sesungguhnya
sebagaimana yang ada (eksis)
13

2. Orang harus berhubungan dengan dunia yang ada.
3. Manusia merupakan satu kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan
badannya.
4. Orang berhubungan dengan segala sesuatu yang ada.

BAB 6
NILAI FILSAFAT BAGI ILMU PENGETAHUAN

Menurut obyeknya, filsafat bernilai “Ontologi”, menurut metodenya
mengandung nilai “Epistemologi”, menurut sistemnya bernilai “Estetika”,
sedangkan dari kebenaran yang dicapainya mengandung nilai “EtikAntropologik”.
I.

Nilai Ontologik
14

Ontology adalah suatu filsafat umum, yang sering disebut sebagai
“metafisika umum” (generale metafisics) ontology ini dapat dipahami sebagai
“pohon” Filsafat, atau filsafat itu sendiri.
II.

Nilai Epistemilogi
Epistemologi adalah bidang studi filsafat manusia (menurut pandangan
filsafat Yahudi) yang mempersoalkan hal-ikhwal pengetahuan, yang meliputi
antara lain : bagaimana memperoleh pengetahuan, sifat hakikat pengetahuan
dan kebenaran pengetahuan.

III.

Nilai Estetika
Estetika adalah bidang studi filsafat manusia yang mempersoalkan halikhwal nilai keindahan. Tatanan ilmu pengetahuan itu tersusun dari jenis-jenis
kefilsafatan, yaitu sebagai sumber yang membangun dasar-dasar teori yang
obyektif.

IV.

Nilai Etik
 Nilai ini berdasar pada etika yang juga merupakan salah satu bidang studi
filsafat manusia.
 Bagi ilmu pengetahuan, masalah bertanggung jawab itu meliputi 2 hal :
1. Tanggung jawab ilmiah (intelektual, adalah sejauhmana ilmu
pengetahuan melalui pendekatan, metode dan system yang
dipergunakan itu mampu memperoleh kebenaran obyektif, baik secara
koheren-idelistik, koresponden-realistik, maupun secara pragmatikempirik.
2. Tanggung jawab moral, adalah dengan berpangkal pokok bahwa ilmu
pengetahuan adalah dari, oleh, dan untuk manusia untuk mengetahui
sejauh mana kebenaran obyektif itu dapat dimanfaatkan bagi
kesejahtraan dan kebahagiaan umat manusia.
Jadi dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa bagi ilmu pengetahuan pada
umumnya, filsafat berguna dalam hal :
1.

Sebagai sumber atau induk ilmu pengetahuan.

2.

Memberikan kejelasan obyek dan lingkungan studi.

3.

Memberikan dasar-dasar metode penelitian.

4.

Memberikan tempat dan kedudukan yang tepat kepada setiap ilmu
pengetahuan didalam suatu hubungan yang tertib, teratur, harmonis
dan dinamis serta didalam satu kesatuan yang utuh menyeluruh.
15

5.

Memberikan pedoman sikap ilmiah untuk menemukan kebenaran
yang obyektif ilmiah.

6.

Memberikan nilai keilmuan kepada setiap ilmu pengetahuan.

7.

Memberikan arah dan tujuan bahwa kebenaran ilmiah itu tidak lain
demi kesejahtraan dan kebahagian umat manusia.

16