MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN TEORI BELAJ

MAKALAH
PENGANTAR PENDIDIKAN
“TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK”

Kelompok I
Miranda N. M. Tendean
Nadya A. Tambaani
Santy D. Sasehang
Welny M. Ngoryanto

UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKA
2017

KATA PENGANTAR

1

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kesehatan dan
kemampuan yang sudah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini untuk memenuhi tugas mata kuliah pegantar pendidikan. Makalahini dibuat dengan judul
“Teori Belajar Behavioristik” diharapkan bisa membuat pembaca mengerti tentang teori
belajar behavioristik, tujuannya, serta aplikasi pembelajaran behavioristik.
Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan
baik isi, atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Walaupun demikian makalah ini juga sangat bermanfaat bagi kita karena dengan
membaca makalah ini kita mengetahui Pengertian teori belajar behavioristik dant ujuannya
serta aplikasi dari teori belajar behavioristik. Demikian sebagai pengantar makalah ini.

Tondano, Maret 2017
Kelompok 1

DAFTAR ISI

2

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................4

1.2 RumusanMasalah ..................................................................................................5
1.3 Tujuan ...................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik..................................................................6
2.2 Tujuan Pembelajaran Teori Behavioristik.............................................................7
2.3. Pandangan Para Ahli Mengenai Teori Belajar Behavioristik…………………..7
2.4 Aplikasi Dari Teori Belajar Behavioristik………………………………….......11
2.5 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Belajar Behavioristik …………………........12

BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan....................................................................................................14
3.2.
Saran..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................15

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja
faktor internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui
asimilasi dan akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang yang oleh
Peaget menjadi schema. Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap

stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.

4

1.2 Rumusan Masalah
Setelah mengkaji latar belakang diatas dapat diambil beberapa permasalahan sebagai kajian
dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?
2. Apa tujuan pembelajaran teori behavioristik?
3. Apa pandangan para ahli mengenai teori belajar behavioristik?
4. Bagaimana aplikasi dari teori belajar behavioristik?
5. Apasaja kelebihan dan kelemahan teori belajar behavioristik?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan.
Mengetahui konsep tentang teori belajar behavioristik.
Mengetahui pandangan dan pendapat para ahli mengenai teori belajar behavioristik.
Mengetahui aplikasi dari teori belajar behavioristik.
Mengetahuiimplikasi dari teori belajar behavioristik.
Mengetahui apasaja kelebihan dan kelemahan dari teori belajar behavioristik.

5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Dalam teori behavioristik, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang

dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama
teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan
perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behavioristik tidak mau mempersoalkan
apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin
mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti
teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu
sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia
mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon,
menekankan
pentingnya
latihan,
mementingkan
mekanisme
hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis

artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan
atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat
jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan
dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar
dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun
secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun
dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan

semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
responpun akan semakin kuat.

6

2.2 Tujuan Pembelajaran Teori Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku
teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan

pebelajar secara individual.

2.3 Pandangan Para Ahli Mengenai Teori Belajar Behavioristik
a. Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
dikemukakan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan
netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada dua
jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a) Stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus
yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran
apapun (contoh: makanan).
b) Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya
bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah
diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan
datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan

tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala

7

kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan
dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan,
maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang
diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air
liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka
pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air
liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan.
Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa
ini disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata

ditemukan banyak refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen
tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Generalisasi, Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan
air liur begitu mendengar suara-suara yang mirip dengan bel, contoh suara peluit (karena
anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi
melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli
untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika
dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan
ujian Fisika, peserta didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama
berupa hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan
ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya.
Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi
yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang
berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa
Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara
menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak
disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan
air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat
peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat
nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.

8

Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan
sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu
guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
b. Teori Connetionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Dalam eksperimennya,
Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam
sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan
respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usahausaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning or selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum
belajar sebagai berikut :
a) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of
exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan
akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi
antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan
diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar
yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude), Hukum
Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).

9

c. Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli
konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih
dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons
yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai
akibat dari respons tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. Dari semua
pendukung teori behavioristik, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Programprogram pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons
serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
a) Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan
suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif
dan penguatan negative.
b) Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung
penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh
stimulus menyenangkan. Contoh, peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga
mendapat rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang
ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu
dan penguatan positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
c) Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak
menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh, peserta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik
terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan
sering bertanya. Jadi, perilaku yang ingin diulangi atau ditingkatkan adalah sering
bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah
kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru
tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.

10

d) Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang menurunkan peluang
terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau
bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh,
peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya
tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman).
Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak
diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang
ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan
(kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman,
pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang
tidak diharapkan (perilaku mencontek).

2.4 Aplikasi Dari Teori Belajar Behavioristik
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang
yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan

11

mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan
pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2.5 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Belajar Behavioristik
a. Kelebihan Teori Behavioristik
 Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi
belajar.
 Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan
belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru
yang bersangkutan.
 Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan
positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang
didasari pada prilaku yang tampak.
 Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk
sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih
dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
 Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu
menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
 Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan
seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
 Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan
daya tahan.

12

 Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung.
b. Kekurangan Teori Behavioristik
 Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap
 Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
 Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
 Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
 Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru.
 Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan
mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul
secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
 Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif,
tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
 Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning)
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur.
 Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya
proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai
center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid.

13

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa teori belajar
behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, serta memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman dan latihan yang akan
membentuk prilaku mereka. Teori belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu :
teori pengkondisian klasikal dari Pavlov, teori connetionisme Thorndike, teori operant
conditioning dari B.F.Skinner. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
2. Saran
Kita sebagai calon guru harusnya mampu mendidik para peserta didik kita dengan
baik, dengan metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan
baik. Oleh karena itu pelajarilah teori-teori pembelajaran yang ada agar kita mampu
menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.

14

Daftar Pustaka
http://doubleddodewii.blogspot.co.id/2015/03/makalah-behaviorisme.html
http://nudistaku.blogspot.co.id/2013/11/makalah-teori-belajar-behavioristik_9.html
MAKALAH_TEORI_BELAJAR_ALIRAN_BEHAVIORISTIK.htm

15